Vous êtes sur la page 1sur 12

Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Abses

Payudara
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A.DEFINISI ABSES PAYUDARA


Abses payudara adalah bentuk lanjutan dari mastitis yang tidak tertangani dan
merupakan akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan
oleh infeksi pada payudara. Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara
terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.
Abses payudara merupakan kompilasi akibat mastitis yang tidak tertangani dan sering
timbul pada minggu ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya
pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.Cedera dan
infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh
lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses
kecil. (Medforth, 2011)

B.ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Abses payudara ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya
adalah Staphylococcus aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit
manusia itu bisa masuk apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu
Merupakan komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada
minggu ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan
payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.( Journal of Midwifery &
Women's Health Jennifer G. Martin, CNM, MS 2009).

Faktor resiko yang mungkin terkait dengan abses payudara adalah:

1. Infeksi setelah melahirkan


2. Kelelahan
3. Diabetes mellitus
4. Penggunaan obat steroid
5. Rendahnya system imun
6. Perokok berat
7. Penanaman silikon
8. Tindik di bagian puting susu

C.PATOFISIOLOGI
Abses Payudara merupakan bentuk lanjutan dari mastitis yang tidak
tertangani dan biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri
menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian
sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih inilah yang mengisi rongga
tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.
Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam
tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi infeksi
dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya. Jaringan
ini akan menjadi kapsul abses, yang terisi dengan pus. Terdapat benjolan
yang membengkak yang sangat nyeri, dengan kemerahan panas dan edema
pada kulit di atasnya. Jika keadaan ini dibiarkan maka pus akan menjadi
berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis. Dalam kasus
seperti ini demam biasa muncul ataupun tidak.

D.MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap
fungsi suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan
oleh abses payudara diantaranya :
 Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika disentuh,
membengkak dan adanya nyeri tekan).
 Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak
sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit di atasnya menipis.
 Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise
 Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah),
gatal- gatal
 Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena.
Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala yaitu:
 Nyeri payudara yang berkembang selama periode laktasi
 Fisura putting susu
 Fluktuasi dapat di palpasi atau edema keras
 Warna kemerahan pada seluruh payudara atau lokal
 Limfadenopati aksilaris yang nyeri
 Pembengkakan yang disertai teraba cairan di bawah kulit
 Suhu badan meningkat dan menggigil
 Payudara membesar, keras dan akhirnya pecah dengan borok serta keluarnya
cairan nanah bercampur air susu serta darah.
E.DIAGNOSIS
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala klinis yang diperoleh dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, USG, pemeriksaan leukosit dan dengan cara aspirasi pus
kemudian memeriksanya

F.PENATALAKSANAAN

1. Mengajarkan teknik menyusui yang benar.


2. Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
3. Meskipun dalam keadaan abses, harus sering menyusui bayinya.
4. Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
5. Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI
harus tetap dikeluarkan.
6. Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan
antibiotik (dengan saran dokter).
7. Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

Terapi (dilakukan oleh dokter)


Bila abses telah terbentuk pus harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan insisi
dan penyaliran, yang biasanya membutuhkan anastesi umum, tetapi dapat juga
dikeluarkan melalui aspirasi, dengan tuntunan ultrasuara. Ultrasuara berguna untuk
sebagai alat diagnostik abses payudara dengan dilakukan secara menyeluruh aspirasi
pus dengan bimbingan ultrasuara dapat bersifat kuratif. Hal ini kurang nyeri dan
melukai dibandingkan insisi dan penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anastesi
lokal, hal ini sering dilakukan pada pasien yang menjalani rawat jalan.
Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan sensitivitas organisme
biasanya dibutuhkan sebagai tambahan. Namun antibiotik saja tanpa dilakukannya
pengeluaran pus tidak mempunyai arti. Sebab dinding abses membentuk halangan
yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin
untuk mencapai kadar antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi.

 Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa


ditusuk dan dikeluarkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan radial dari tengah
dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.
 Evakuasi abses dengan cara dilakukan insisi anestesi umum. Setelah diinsisi,
diberikan drain untuk mengalirkan sisa abses yang ‘mungkin’ masih tertinggal
dalam payudara
 Abses / nanah kemudian diperiksa untuk kultur resistensi
 Pecahkan kantong PUS dengan tissu forceps atau jari tangan
 Pasang tampan dan drain untuk mengeringkan nanah
 Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain
dipasang drain juga dilakukan bebat payudara dengan elastic bandage
 Tampan dan drain diangkat setelah 24 jam
 Karena penyebab utamanya Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin
dengan dosis tinggi, biasanya dengan dosis 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
 Dapat diberikan paracetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan
 Dilakukan pemberian kompres hangat pada payudara selama 15 – 20 menit, 4
kali/hari.
 Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang
terkena untuk mencegah pembengkakan payudara.
 Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan istirahat
yang cukup.
 Dukungan untuk menyusui

Kita sebagai petugas kesehatan harus meyakinkan ibu dengan abses payudara ia dapat
melanjutkan menyusui. Bahwa hal ini tidak akan membahayakan bayinya dapat
menyusui bayi untuk selanjutnya. Disini kita sebagai petugas kesehatan memiliki
peran yang sangat penting dengan menjelaskan kepada klien untuk penanganan yang
harus dilakukan dengan kondisi seperti ini. Untuk menjamin agar menyusui yang baik
terus berlangsung, penatalaksanannya sebaiknya harus dilakukan sebagai berikut:

 Bayi sebaiknya tetap bersama ibu sebelum dan sesudah pembedahan


 Bayi terus dapat menyusui pada payudara yang sehat
 Saat ibu menjalani pembedahan, bila sekiranya ibu tidak dapat menyusui
selama lebih dari 3 jam, bayi harus diberi makanan lain.
 Sebagai persiapan bagian dari persiapan bedah, ibu dapat memeras ASI-nya
dari payudara yang sehat, dan ASI tersebut diberikan pada bayi dengan cangkir saat
ibu dalam pengobatan.
 Segera setelah ibu sadar kembali ( bila ibu tersebut diberi anastesi umum ), atau
segera setelah pembedahan selesai ( bila digunakan anatesi lokal ), ibu dapat
menyusui kembali pada payudara yang sehat.
 Segera setelah nyeri pada luka memungkinkan, ibu dapat kembali menyusui
dari payudara yang terkena. Hal ini biasanya mungkin dilakukan dalam beberapa
jam, kecuali pembedahan dekat pada puting susu. Ibu harus diberi analgesic yang
diperlukan untuk mengontrol nyeri dan memungkinkan menyusui kembali lebih
dini.
 Biasanya ibu membutuhkan bantuan terlatih untuk membantu bayi mengenyut
payudara yang terkena kembali, dan hal ini dapat membutuhkan beberapa usaha
sebelum bayi dapat menghisap dengan baik. dorongan ibu untuk tetap menyusui,
dan bantu ibu untuk menjamin kenyutan yang baik.
 Bila payudara yang terkena tetap memproduksi ASI, penting agar bayi dapat
mengisap dan mengeluarkan ASI dari payudara tersebut, untuk mencegah statis ASI
dan terulangnya infeksi.
 Bila pada mulanya bayi tidak mau mengenyut atau mengisap payudara yang
terkena, penting untuk memeras ASI sampai bayi mulai mengisap kembali.
 Bila produksi ASI pada payudara berhenti, pengisapan yang sering merupakan
jalan yang efektif untuk merangsang peningkatan produksi.
 Untuk sementara waktu bayi dapat terus menyusu pada payudara yang sehat.
Biasanya bayi dapat menyusu cukup hanya dari satu payudara, sehingga ia cukup
mendapatkan makanan sementara produksi ASI dari payudara yang terkena pulih
kembali.

Pencegahan
Menurut WHO, 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila menyusui dilakukan
dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis ASI dan
bila tanda dini seperti bendungan ASI, sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting
susu diobati dengan cepat.

 Segera setelah melahirkan menyusui bayi dilanjutkan dengan pemberian ASI


eksklusif.
 Melakukan perawatan payudara dengan tepat dan benar. Masase payudara,
kompres hangat dan dingin, memakai BH yang menyokong kedua payudara .
 Rajin mengganti BH / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan
ASI, BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara.
 Segera mengobati puting susu yang lecet, bila perlu oleskan sedikit ASI pada
puting tersebut. Bila puting bernanah atau berdarah, konsultasikan dengan bidan di
klinik atau dokter yang merawat
 Jika ibu melahirkan bayi lalu bayi tersebut meninggal, sebaiknya dilakukan
bebat tekan pada payudara dengan menggunakan kain atau stagen dan ingat untuk
minta obat pemberhenti ASI pada dokter atau bidan.
 Biasakan untuk menyusui secara rutin bergantian pada kedua payudara kanan
dan kiri.
 Bila menemui kesulitan seperti puting payudara tenggelam atau ASI tidak bisa
lancar keluar tetapi payudara tampak mengeras tanda berproduksi ASI, maka
konsultasikan dengan bidan cara memerah ASI dengan benar agar tidak terjadi
penumpukan produksi ASI dan juga cara agar putting tidak tenggelam.
 Biasakan untuk menyusui bayi hingga kedua payudara terasa kosong dan bila
bayi tampak sudah kenyang namun payudara masih terasa penuh atau ASI menetes
deras, segera kosongkan dengan cara memerah secara manual menggunakan jari -
jari tangan menekan pada areola ( lingkaran hitam sekitar puting ), simpan ASI di
kulkas jangan di buang, bisa diberikan kembali dengan cara menyuap ke mulut bayi
menggunakan sendok atau biarkan bayi mencecap dengan cawan kecil setelah ASI
dihangatkan.
 Seorang ibu harus menjaga tangan dan putting susunya bersih untuk
menghindari kotoran dan kuman masuk ke dalam mulut bayi. Dengan cara mencuci
kedua tangannya dengan sabun dan air sebelum menyentuh putting susunya dan
sebelum menyusui Hal ini juga menghindari putting susu sakit dan infeksi pada
payudara.
 Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah
menyusui.Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin
A dan D.
 Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara.

G.KOMPLIKASI
Abses yang pecah di dalam dan menyebabkan infeksi ke jaringan yang lebih dalam.

H.PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit abses payudara, tergantung pada seberapa cepat dari upaya
deteksi dan penanganan diri. Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya hasilnya
akan lebih baik dan mencegah adanya infeksi pada jaringan yang lebih dalam
Evaluasi dilakukan berdasarkan hasil penatalaksanaan yang telah diberikan

BAB III

CONTOH KASUS
PENGKAJIAN DATA
Hari : Selasa
Tanggal : 29 Mei 2018
Pukul : 08.00 WIB
Tempat : BPS Dinda Awita, Medan
Pemeriksa : Bidan Dinda Awita

a.Data Subyektif
1)Biodata
Nama : Ny. D
Umur : 22 tahun
Alamat : RT 10 RW 12, Medan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama suami : Tn. R


Umur : 26 tahun
Alamat : RT 10 RW 12, Medan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan

2)Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan payudaranya dan sekaligus memeriksakan
kondisinya yang sedang dalam masa nifas.
3)Keluhan Utama
Ibu mengatakan melahirkan bayinya 10 hari yang lalu dan sekarang payudaranya
terasa sangat sakit nyeri, terasa panas, berwarna merah dan seperti berisi nanah.

4)Riwayat Kesehatan
a)Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit Diabetes Melitus, TBC,
Jantung, Darah Tinggi dan juga tidak sedang menderita penyakit menurun maupun
menular lainnya.
b)Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan saat ini payudaranya sedang sakit tapi tidak pernah mempunyai
riwayat penyakit Diabetes Melitus, TBC, jantung, darah tinggi dan juga tidak sedang
menderita penyakit menurun maupun menular lainnya.
c)Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit tertentu seperti
penyakit menahun (darah tinggi, penyakit gula darah, TBC, anemia), penyakit
menurun (hipertensi, penyakit gula darah), dan penyakit menular (TBC, penyakit
kelamin termasuk HIV/AIDS).

5)Riwayat Obstetri
a)Riwayat Kehamilan sekarang, persalinan dan nifas sekarang
 Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan bayinya ini adalah anak pertama dan juga kehamilan pertamanya.
Pada awal kehamilan ibu mengalami mual muntah sampai usia kehamilan 3 bulan.

 Riwayat persalinan
Melahirkan tanggal 10 Desember 2016 jam 10.00 WIB secara normal Usia kehamilan
39 Minggu ditolong oleh bidan di BPS tanpa penyulit. Bayi yang lahir berjenis
kelamin perempuan, dalam kondisi sehat dengan BBL 3,2 kg, PBL 48 cm, bayi
langsung menangis, dan dilakukan IMD.

 Riwayat nifas
1. Pemberian ASI ASI keluar 5 jam setelah persalinan dan bayi langsung
menyusu.
2. oPada hari ke 8 puting susu pada payudara kanan lecet tetapi ibu tetap
memberikan ASI tetapi hanya dengan payudara kirinya. Ibu tidak
memberikan pengobatan apapun pada payudara kanannya.
3. Pada hari ke 9 ibu merasakan payudaranya panas serta berwarna
kemerahan, bengkak dan nyeri saat ditekan serta ada bercak kecil didaerah
nyeri tekan tersebut. Ibu sudah memompa payudaranya dan mengompres
dengan , akan tetapi tidak berlangsung lama karena tidak kuat dengan rasa
nyeri saat memompa.
4. Pada hari ke 10, bercak kecil dipayudaranya membesar menjadi
benjolan dan seperti berisi nanah dengan keluhan yang tetap sama. Puting
menjadi pecah pecah. Dan ibu merasakan ada benjolan di ketiak kanannya.
Ibu mengatakan badannya tidak demam

6)Pola Kebiasaan Sehari – hari


a)Nutrisi
Menu makanan : Nasi, sayur, tempe/tahu/ayam/ikan/kerupuk dan terkadang buah. air
putih 6-7 gelas sedang/hari, terkadang minum teh dan jus buah
Frekuensi makan : 3 kali sehari
Pola minum : Air putih 6-7 gelas sedang/hari, terkadang minum teh dan jus buah
b)Istirahat
Ibu mengatakan sejak 3 hari yang lalu tidak dapat bersitirahat dengan nyaman karena
payudara tersa sakit dan panas.
c)Personal hygiene
Mandi 2x sehari, Sikat gigi 2x sehari Ganti pakaian 2x sehari dan ganti pakaian dalam
3x sehari atau ketika terasa lembab.
d)Perilaku kesehatan
Ibu tidak merokok dan juga tidak minum minuman keras/beralkohol

7)Data Psikososial
a)Keadaan psikososial
Hubungan ibu dengan suami, keluarga dan masyarakat baik. Ibu senang dengan
kelahiran bayinya, tapi saat ini ibu sangat cemas dengan keadaanya.
b)Keadaan sosial Budaya
Ibu mengatakan ada syukuran saat hari ke 7 kelahiran bayinya. Ibu mengatakan tidak
ada pantangan makanan apapun dari keluarga dan orang tua.

b.Data objektif
Pemeriksaan pada ibu
1)Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaraan : Compos mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 110 / 60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,8 0 C

2)Pemeriksaan Fisik
-Inspeksi
Payudara : Payudara kanan lebih besar dari payudara kiri, puting susu kanan pecah-
pecah. Payudara kananterlihat sedikit bengkak, Kulit pada payudara dapat tampak
kemerahan dan mengkilap, terdapat area luka tertutup pada payudara, terlihat benjolan
dan berisi suatu massa berwarna putih gelap dibawah area luka
-Palpasi
Payudara : Payudara kanan teraba tegang akan tetapi lunak pada bagian benjolan.
Payudara kanan nyeri saat ditekan, teraba panas.
3)Pemeriksaan Penunjang
(tidak di lakukan)
4)Pemeriksaan pada bayi
Nama bayi : An. H
Tanggal lahir : 19 Mei 2018
Jam lahir : 10:00 WIB

Pemeriksaan fisik
Mulut : Tidak ada labioscisis. Tidak ada palatoscisis.

Pemeriksaan reflek
Sucking (+), Rooting (+),

c.Analisa
Diagnosa Aktual
Ny. “D” P1001 Ab000 Post Partum hari ke 10 Dengan Abses Payudara kanan

Masalah Aktual
 Bagi ibu
1. Ibu merasakan Nyeri dan panas pada payudara
2. Ada nyeri tekan pada payudara
3. Ibu hanya bisa menyusui dengan satu payudara.
 Bagi bayi
1. Bayi hanya mendapat ASI dari satu payudara sehingga merasa kurang
puas
2. Bayi rewel karena kehausan
3. Bayi tidak mau menyusu

Diagnosa Potensial
 Disfungsi Payudara sementara
 Infeksi jaringan sekitar payudara

Masalah Potensial
 Bagi ibu
1. Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung
nanah). Ini biasanya terjadi jika abses tidak segera ditangani dengan baik.
2. Abses yang pecah didalam dan menyebabkan infeksi ke jaringan yang
lebih dalam
3. Demam remiten ( suhu naik turun ) disertai mengigil.
4. Luka insisi yang lama sembuh menyebabkan nyeri yang
berkepanjangan.
5. Jika luka insisi di dekat putting ibu tidak bisa menyusui dan bila terjadi
bendungan kembali bisa menyebabkan infeksi berulang.
 Bagi bayi
1. Bayi mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi,
2. bayi mengalami masalah pencernaan,
3. bayi mengalami penurunan berat badan

d.Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan secara mandiri
1) Menjelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai hasil pemeriksaan, bahwa ibu
sedang mengalami abses pada payudaranya dan harus dilakukan perawatan dan
pengeluaran nanah.
R/ penjelasan yang lengkap dapat membantu kelancaran tindakan selanjutnya.
2)Mengajarkan teknik menyusui yang benar.
R/ teknik menyusui yang benar dapat menghindari resiko puting lecet.
3)Mengingatkan ibu untuk menyusui bayi sampai payudara kosong baru berpindah ke
payudara satunya.
R/ payudara yang penuh akan menyebabkan bendungan ASI yang dapat menjadi
factor penyebab mastitis. Mastitis yang berkelanjutan akan menjadi abses payudara.
4)Mengingatkan ibu untuk membasuh atau membersihkan payudara sebelum dan
setelah menyusui.
R/ payudara yang kotor dan jarang dibersihkan akan mengandung bakteri lebih
banyak sehingga mudah mengalami abses.
5)Memberitahu ibu untuk mengosongkan payudara dengan memompa saat bayi tidak
mau menyusu.
R/ payudara yang penuh akan menyebabkan bendungan ASI yang dapat menjadi
factor penyebab mastitis. Mastitis yang berkelanjutan akan menjadi abses payudara.
6)Mengompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
R/ kompres air hangat dapat membantu mengatasi bendungan ASI serta
membersihkan bakteri yang berada dikulit. Kompres air dingin dapat mengurangi rasa
nyeri pada payudara.
7)Mengingatkan ibu untuk tetap menyusui bayinya meskipun dalam kondisi abses.
R/ payudara yang penuh akan menyebabkan bendungan ASI yang dapat menjadi
factor penyebab mastitis. Mastitis yang berkelanjutan akan menjadi abses payudara.
8)Mengingatkan ibu untuk menyusui pada payudara yang sehat
R/ agar pada payudara yang sehat tidak terjadi bendungan ASI serta untuk membantu
mempercepat pemulihan dari payudara yang sedang terkena abses.
9)Menghentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus
tetap dikeluarkan.
R/ agar bendungan ASI keluar dan tidak memperparah abses. Dan juga untuk
membantu mempercepat pemulihan dari payudara yang sedang terkena abses.

-Penatalaksaan dengan kolaborasi


1)Berkolaborasi dengan dokter SpOG mengenai jenis obat yang akan diberikan. Obat
yang bisa diberikan antara lain antibiotic (Penicillin, cephalexin, klindamicyn,
cloxacillin dan eritromisin). Analgetik (Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat
pereda nyeri misalnya acetaminophen atau ibuprofen. Kedua obat tersebut aman untuk
ibu menyusui dan bayinya)
R/ pengobatan yang diberikan harus aman bagi ibu menyusui dan juga bayi.
Kolaborasi dengan dokter sangat penting untuk menentukan jenis obat yang akan
diberikan sesuai dengan kondisi pasien.
2)Rujuk apabila keadaan abses sudah bernanah.
R/ Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa ibu harus dirujuk untuk mendapat penangan
lebih lanjut dari dokter. Abses yang terjadi pada payudara harus di aspirasi nanahnya,
kemudian diinsisi dan di pasang drainase untuk dikeluarkan dan itu harus dilakukan
oleh dokter.
-Rujukan
1)Rujuk bila nanah sudah mulai muncul pada benjolan.
R/ Nanah harus diinsisi untuk dikeluarkan serta dilakukan drainase dan itu harus
dilakukan oleh dokter.
2)Tempat rujukan harus mempunyai fasilitas bedah khusus Obstetri Gynekologi dan
juga bedah penyakit dalam.
R/ kemungkinan pembedahan akan dilakukan oleh dokter SpOG ataupun dokter
SpPD.
3)Lengkapi berkas untuk persiapan rujukan. Seperti surat persetujuan/permohonan
dari pasien dan keluarga, keterangan kondisi pasien dan yang lainnya.
R/ untuk mencegah kekeliruan data dan penanganan serta untuk memudahkan
registrasi pasien.

Dukungan menyusui
1)Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk
dan dikelaurkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan Dukungan untuk menyusui
2)Kita sebagai petugas kesehatan harus meyakinkan ibu dengan abses payudara ia
dapat melanjutkan menyusui. Bahwa hal ini tidak akan membahayakan bayinya dapat
menyusui bayi untuk selanjutnya. Disini kita sebagai petugas kesehatan memiliki
peran yang sangat penting dengan menjelaskan kepada klien untuk penanganan yang
harus dilakukan dengan kondisi seperti ini. Untuk menjamin agar menyusui yang baik
terus berlangsung, penatalaksanannya sebaiknya harus dilakukan sebagai berikut:
a.Bayi sebaiknya tetap bersama ibu sebelum dan sesudah pembedahan
b.Bayi terus dapat menyusui pada payudara yang sehat
c.Saat ibu menjalani pembedahan, bila sekiranya ibu tidak dapat menyusui selama
lebih dari 3 jam, bayi harus diberi makanan lain. (jika yang terkena abses adalah
kedua payudara).

e.Evaluasi
1. Ibu mengerti dengan kondisinya sekarang
2. Ibu mampu memahami teknik menyusui yang benar.
3. Ibu mengerti dan akan megosongkan payudara agar tidak terjadi
bendungan ASI kembali
4. Ibu memahami dan akan membersihkan payudara sebelum dan sesudah
menyusui
5. Ibu bersedia mengompres payudara dengan air hangat dan air
dingin secara bergantian.
6. Ibu akan tetap menyusui bayinya meskipun dalam kondisi abses.
7. Ibu bersedia untuk dirujuk dan dilakukan pengeluaran nanah karena
ingin segera menyusui bayinya kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Internasional Management of Lactational Mastitis and Breast Abscesses:


Review of Current Knowledge and Practice oleh Indian J Surg tahun 2013 Dec; 75(6):
430–435. Published online 2012 Dec 12. doi: 10.1007/s12262-012-0776-1
Journal of Midwifery & Women's Health Breast Abscess in Lactation oleh
Jennifer G. Martin, CNM, MS. J Midwifery Womens Health. 2009;54(2):150-151
Jurnal internasional Breast Abscesses: Diagnosis, Treatment and Outcome oleh
Markus Fahmi, Esther I. Schwarz, Sylvia Stadlmann, Gad Singer, Nik Hauser dan
Rahel A. Kubik-Huch. 2012 Feb; 7(1): 32-38. Published online 2012 Februari 22 doi:
10.1159/000336547
Medforth, Janet dkk. 2011. Kebidanan Oxford:Dari Bidan untuk Bidan.
Jakarta: EGC
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan.
Jakarta : Transinfomedia
Sarwono, Prawirohardjo. 2013. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Varney, Helen dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2.
Jakarta: EGC
Widyaningsih, Hesti dkk. 2012. Perwatan Masa Nifas. Yogyakarta: Citramaya

Vous aimerez peut-être aussi