Vous êtes sur la page 1sur 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronik berhubungan
dengan obstruksi aliran udara yang bervariasi dan hiperesponsif bronkial. Asma
muncul dengan adanya suatu episode rekuren mengi, batuk, sesak napas, dan dada
terasa berat(1). Asma telah menjadi masalah kesehatan global yang serius
mengenai semua kelompok usia dengan adanya peningkatan prevalensi di banyak
negara berkembang, peningkatan biaya pengobatan. Asma menyebabkan beban
pada sistem pelayanan kesehatan serta masyarakat melalui hilangnya
produktivitas ditempat kerja terutama asma pada anak yang menyebabkan
gangguan pada keluarga(2).
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering
menyebabkan anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta
aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat,
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan.
Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000
kematian akibat asma(3).
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya,
dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya
penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama
adalah menghindari faktor penyebab(3).

1.2 Batasan masalah


Laporan kasus ini membahas tentang asma pada anak dari definisi,
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, klasifikasi, tatalaksana, dan
prognosis

1
1.3 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai asma pada anak.

1.4 Metode penulisan


Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka
yang merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan


Melalui penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan
pengetahuan tentang asma pada anak.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma merupakan suatu kondisi inflamasi kronik pada saluran napas yang
menyebabkan terjadinya suatu episode obstruksi aliran udara. Inflamasi kronik ini
meningkatkan kepekaan dari saluran napas atau dikenal dengan istilah
hiperesponsif saluran napas (airways hyperresponsiveness – AHR) terhadap
pajanan suatu faktor pencetus(4).
Berdasarkan definisi dari International Consensus on Pediatric Asthma
asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronik berhubungan dengan obstruksi
aliran udara yang bervariasi dan hiperesponsif bronkial. Asma muncul dengan
adanya suatu episode rekuren mengi, batuk, sesak napas, dan dada terasa berat(1).

2.2 Epidemiologi

Gambar 1 Data terkini asma di Amerika Serikat tahun 2015 (Diambil dari CDC 2015)5

Asma mengenai sekitar 300 juta individu diseluruh dunia. Hal ini
merupakan masalah kesehatan global yang serius mengenai semua kelompok usia
dengan adanya peningkatan prevalensi di banyak negara berkembang,
peningkatan biaya pengobatan. Asma menyebabkan beban pada sistem pelayanan

3
kesehatan serta masyarakat melalui hilangnya produktivitas ditempat kerja
terutama asma pada anak yang menyebabkan gangguan pada keluarga(2).

Gambar 2 Prevalensi asma menurut karakteristik umur (Diambil dari Infodatin 2013)6

2.3 Etiologi
Penyebab dari asma anak belum dapat ditentukan, namun kombinasi
antara pajanan lingkungan dengan bawaan biologis serta kerentanan genetik
diduga terlibat.
a. Genetik
Sampai sekarang ini lebih dari 100 lokus gen telah dihubungkan dengan
asma walaupun demikian hanya sedikit yang secara konsisten berhubungan
dengan asma pada berbagai penelitian kohort. Lokus-lokus tersebut mengandung
gen proalergenik dan proinflamatorik(4).
b. Lingkungan
Episode mengi berulang pada masa anak-anak awal berhubungan dengan
virus-virus yang menyerang saluran napas terutama rinovirus, atau RSV, virus
influenza, adenovirus, virus parainfluenza dan human metapneumovirus. Asap
rokok dan polutan udara lainnya dapat memperberat inflamasi saluran napas dan
meningkatkan derajat keparahan asma. Udara dingin, hiperventilasi akibat
aktivitas fisik, atau bau-bau an yang terlalu kuat dapat merangsang terjadinya
bronkokonstriksi(4).

4
Gambar 3 Faktor lingkungan pencetus asma (Diambil dari Liu AH et al, 2016)4

2.4 Patogenesis
Apa yang mengawali suatu proses infalamasi pada awalnya dan
menyebabkan beberapa orang mengalami kerentanan terhadap efek tersebut.
Belum ada jawaban defintif terhadap pertanyaan tersebut, namun observasi
terbaru menduga jika awal proses terjadinya asma terutama terjadi pada awal-awal
kehidupan. Merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan interaksi dan
peran masing-masing antara dua faktor mayor yaitu faktor penjamu (utamanya
genetik) dan pajanan lingkungan(7).
Inflamasi saluran napas pada asma kemungkinan mencerminkan adanya
suatu ketidakseimbangan antara dua populasi limfosit Th yang ‘berlawanan’.
Telah diketahui dua jenis limfosit Th yaitu Th1 yang menghasilkan IL-2 dan IFN-
γ yang memiliki peran pada mekanisme pertahanan selular sebagai respon

5
terhadap infeksi. Kontras dengan Th1, Th2 menghasilkan sitokin-sitokin IL-4, -5,
-6, -9, -13 yang memediasi inflamasi alergi(7).
Sel dendritik merupakan antigen presenting cell (APC) yang utama pada
saluran pernapasan. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik akan melakukan
migrasi ke tempat dengan banyak limfosit, melalui pengaruh sitokin lainnya sel
dendritik akan matang dan membantu polarisasi Th0 menjadi Th2. Proses
berlanjut sampai dihasilkannya mediator-mediator inflamasi dan terjadi
hiperespon bronkus dan obstruksi aliran udara(8).

Gambar 4 Patogenesis asma (Diambil dari GINA dan NHLBI)2,7

Terdapat bukti yang mendukung peran dari epitel saluran napas dan
mesenkim dibawahnya dalam patogenesis asma. Diperkirakan bahwa individu
yang rentan secara genetik memiliki fungsi barier epitel yang terganggu
menyebabkan epitel menjadi rentan terhadap infeksi virus pada awal kehidupan
yang mengarahkan sel dendritik pada pembentukan Th2. Cedera epitel yang
terpelihara mengarah pada komunikasi yang terganggu dengan mesenkim
dibawahnya. Inhibisi perbaikan epitel menyebabkan dihasilkannya faktor
pertumbuhan termasuk TGF-β2 yang mengaktivasi fibroblas subepitel untuk
membentuk myofibroblas dan mendukung terjadinya metaplasia mukus. Deposit

6
myofibroblas, penebalan lamina retikularis pada epitel, dan sekret mitogen
menyebabkan hipertrofi otot polos(9).

2.5 Manifestasi Klinis


Batuk kering yang intermiten dan adanya mengi saat ekspirasi merupakan
gejala kronik yang paling banyak pada pasien asma. Anak yang lebih tua dan
dewasa mengeluhkan adanya sesak napas dan rasa berat didada, pada anak yang
lebih muda keluhan yang dilaporkan biasanya nyeri dada yang intermiten dan
nonfokal. Gejala-gejala respiratorik tadi mengalami perburukan pada saat malam
hari. Gejala lainnya yang kurang spesifik dapat berupa keterbatasan aktivitas fisik,
kelelahan yang umum, kesulitan untuk mensejajarkan diri dengan sebaya dalam
hal aktivitas fisik(4).

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Tanyakan mengenai gejala-gejala respiratorik yang dikeluhkan oleh
pasien. Kebanyakan pasien akan mengeluhkan adanya wheezing atau batuk kronik
berulang. Gejala dengan karakteristik yang mengarah pada asma diantaranya
yaitu(8):
a. Gejala timbul secara episodik atau berulang
b. Faktor pencetus seperti iritan, alergen, infeksi saluran napas atau
aktivitas fisik
c. Riwayat alergi pada pasien atau anggota keluarga
d. Variabilitas, biasanya memberat pada malam hari
e. Reversibilitas, gejala dapat membaik spontan atau dengan obat
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan lengkap mulai dari tanda vital, pemeriksaan kepala
dan leher serta pemeriksaan paru. Evaluasi tanda-tanda atopi seperti rinitis alergi
dan dermatitis atopik. Tanda-tanda vital akan menunjukkan hasil normal saat
pasien tidak dalam serangan, namun dapat terjadi takikardia dan takipnea saat
serangan(10).

7
Dalam pemeriksaan paru, semua lapangan harus dievaluasi dan
keseluruhan siklus pernpasan didengarkan dengan hati-hati. Pada asma, wheezing
hanya dapat terdengar pada saat akhir ekspirasi sehingga akan terlewat ketika
stetoskop dilepaskan terlalu cepat. Pasien yang mengalami serangan akan
menunjukkan keadaan hiperinflasi, peningkatan kerja otot bantu napas dan
pemanjangan fase ekspirasi. Pada pemeriksaan perkusi, mungkin bisa didapatkan
adanya hipersonor(10).
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri pada anak usia ≥ 6 tahun (11)
 Forced expiratory volume pada 1 detik (FEV1)/forced vital capacity
(FVC) < 80% dengan peningkatan 12% pada FEV1 setelah pemberian
SABA adalah spesifik untuk diagnosis terhadap asma
 Dilakukan saat pasien simptomatik
 Spirometri digunakan sebagai bagian dari penilaian kontrol asma
b. Uji hipereaktivitas bronkial(11)
 Jika hasil spirometri normal, namun masih dicurigai suatu asma, uji
metakolin atau uji latihan dapat dilakukan
c. Peak flow monitoring(11)
 Tidak direkomendasikan untuk diagnosis asma pada anak
 Dapat digunakan pada pasien dengan diagnosis asma yang kurang
memahami gejala asma nya sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan
asma
d. X-ray dada(11)
 Tidak berguna untuk diagnosis asma, namun berguna untuk evaluasi
diagnosis alternatif
2.6.4 Diagnosis Banding
Batuk yang kronik intermiten dapat disebabkan oleh refluks
gastroesofageal (RGE) dan rinosinusitis selain karena asma. Pada awal-awal
kehidupan batuk kronik dan wheezing dapat mungkin terjadi karena aspirasi
rekuren, trakeobronkomalasia, kelainan anatomis pada saluran napas, aspirasi
benda asing, displasia bronkopulmonar. Pada anak yang lebih tua dan remaja,
disfungsi pita suara dapat bermanifestasi sebagai wheezing yang intermiten. Pada

8
kondisi ini, pita suara menutup secara involunter selama inspirasi dan kadang
ekspirasi menyebabkan sesak napas. Pada beberapa lokasi tertentu, pneumonits
hipersensitivitas (komunitas petani, kandang burung), infestasi parasit pulmonal
(area rural di negara berkembang) atau tuberkulosis adalah penyebab tersering
dari batuk kronik dan atau wheezing(4).

Gambar 5 Diagnosis banding asma (Diambil dari Liu AH et al, 2016)4

2.7 Klasifikasi
a. Berdasarkan usia(8)
 Asma bayi – bawah dua tahun
 Asma balita
 Asma usia sekolah (5 – 11 tahun)
 Asma remaja (12 – 17 tahun)

9
b. Berdasarkan fenotip(8)
 Asma tercetus infeksi virus
 Asma tercetus aktivitas
 Asma tercetus alergen
 Asma terkait obesitas
c. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala(8)
 Asma intermiten
 Asma persisten ringan
 Asma persisten sedang
 Asma persisten berat

Tabel 1 Klasifikasi kekerapan asma (Diambil dari PNAA, 2015)8


Derajat asma Uraian
Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir setiap hari

d. Berdasarkan derajat serangan(8)


 Asma serangan ringan – sedang
 Asma serangan berat
 Serangan asma dengan ancaman henti napas

Tabel 2 Derajat keparahan serangan asma (Diambil dari PNAA, 2015)8


Ringan – sedang Berat Ancaman gagal napas
Bicara dalam kalimat Bicara dalam kata Mengantuk
Lebih senang duduk Duduk bertopang lengan Letargi
Tidak gelisah Gelisah Suara napas tak terdengar
Frekuensi napas naik Frekuensi napas naik
Frekuensi nadi meningkat Frekuensi nadi meningkat
Retraksi minimal Retraksi jelas

10
SpO2 90 – 95% SpO2 < 90%
PEF > 50% prediksi PEF ≤ 50% prediksi

d. Berdasarkan derajat kendali(8)


 Asma terkendali penuh
o Tanpa obat
o Dengan obat
 Asma terkendali sebagian
 Asma tidak terkendali

Tabel 3 Derajat kendali asma (Diambil dari GINA, 2015)2


Dalam 4 minggu terakhir apakah? Penuh Sebagian Tidak terkendali
Gejala harian > 2x/minggu
Terbangun malam hari karena asma
Tidak ada 1–2 3–4
Butuh reliever > 2x/minggu
Batasan aktivitas karena asma

e. Tahapan penegakan diagnosis(8)


 Diagnosis kerja asma
Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak, berikan tatalaksana umum
 Diagnosis klasifikasi kekerapan
Dibuat dalam waktu 6 minggu, dapat kurang dari 6 minggu jika informasi
klinis sudah kuat
 Diagnosis derajat kendali
Dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka panjang sesuai
klasifikasi kekerapan

Gambar 6 Labelisasi pasien asma (Diambil dari PNAA, 2015)8

11
Gambar 7 Alur diagnosis asma (Diambil dari PNAA, 2015)8

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Tatalaksana Serangan

Gambar 8 Pasien asma dengan risiko tinggi (Diambil dari PNAA, 2015)8

12
a. Tatalaksana di rumah(8)

Adakah risiko tinggi


atau anak dalam
keadaan distress
napas?

Inhalasi agonis β2
kerja pendek (SABA), Bawa ke fasyankes
via nebulizer atau MDI
+ spacer

Nebulizer MDI + spacer : 2 – 4


semprot obat diikuti 6 –
8 tarikan napas

Nilai respon

Hentikan 1. Nebulizer : dalam 30


:menit
iya ulangi pemberian 1
kali lagi
: tidak
2. MDI + spacer : ulangi
satu siklus lagi

Nilai respon

: iya
: tidak

13
b. Tatalaksana di fasilitas layanan kesehatan primer

Gambar 9 Alur tatalaksana di fasyankes primer (Diambil dari PNAA, 2015)8

c. Tatalaksana didalam ruang perawatan(8)


 Pemberian oksigen diteruskan
 Koreksi cairan dan asidosis jika ada
 Steroid intravena diberikan bolus setiap 6 – 8 jam dosis 0,5 – 1
mg/kgBB/hari
 Nebulisasi kombinasi SABA dengan ipratropium bromida dilanjutkan tiap
1 – 2 jam. Jika dalam 4 – 6 kali pemberian mulai perbaikan, jarak
pemberian menjadi 4 – 6 jam
 Aminofilin diberikan secara intravena, ketentuan:

14
o Belum mendapat aminofilin sebelumnya, dosis inisial sebesar 6 – 8
mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa atau NaCl 0,9% sebanayak
20 ml diberikan selama 30 menit dengan infusion pump
o Respon belum optimal maka dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5
– 1 mg/kgBB/jam
o Jika telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam) dosis diberikan
separuhnya, baik dosis awal atau dosis rumatan
 Bila perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai
24 jam, steroid dan aminofilin diganti dengan peroral
 Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat SABA (inhalasi atau oral) yang diberikan setiap 4 – 6 jam
selama 24 – 48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien
kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3 – 5 hari untuk reevaluasi tatalaksana

d. Tatalaksana di Rumah Sakit

Gambar 10 Alur tatalaksana serangan asma di RS (Diambil dari PNAA, 2015)8

15
2.8.2 Tatalaksana Jangka Panjang
2.8.2.1 Medikamentosa
Obat asma terdiri dari dua jenis yaitu reliever atau pereda dan controller
atau pengendali.
Beberapa jenis obat pengendali asma yaitu:
a. Steroid inhalasi

Gambar 11 Pilihan steroid inhalasi (Diambil dari PNAA, 2015)8


Umumnya diberikan sebanyak dua kali dalam sehari, kecuali ciclesonide yang
diberikan sekali sehari.

b. Agonis β2 kerja panjang (LABA)


Sebagai pengendali asma, LABA diberikan sebagai kombinasi bersama
dengan steroid inhalasi.

16
Gambar 12 kombinasi LABA dan steroid inhalasi (Diambil dari BCguidlines, 2015)11

c. Antileukotrien
Terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl-leukotrien 1 (CysLT1) seperti
montelukast, pranlukast, dan zafirlukast serta inhibitor 5-lipoxygenase seperti
zileuton. Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tidak
lebih unggul dibanding steroid inhalasi.

Gambar 13 Obat antileukotrien (Diambil dari BCguidlines, 2015)11

d. Teofilin lepas lambat


Termasuk kedalam jenis obat pengendali asma, teofilin lepas lambat dapat
diberikan sebagai sediaan tunggal atau diberikan sebagai kombinasi dengan

17
steroid inhalasi pada anak usia diatas 5 tahun. Dengan kombinasi ini akan
menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten(8).

e. Anti-IgE
Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang dapat
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Diberikan kepada pasien yang telah
mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan LABA namun masih sering mengalami
eksaserbasi. Diberikan injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu.
Pemberian omalizumab harus dibawah pengawasan seorang dokter spesialis(8).

f. Jenjang pengobatan
Tabel 4 Jenjang pengobatan jangka panjang asma (Sumber: PNAA, 2015)8
Kekerapan Jenjang Pilihan pertama Pilihan lain Pereda
Intermiten 1 Tidak perlu
Persisten ICS dosis LTRA
2
ringan rendah
Persisten ICS dosis ICS dosis menengah
sedang 3 rendah + LABA ICS dosis rendah + LTRA SABA
ICS dosis rendah + teofilin
Persisten ICS dosis ICS dosis tinggi + LABA
berat 4 menengah + ICS dosis tinggi + LTRA
LABA ICS dosis tinggi + teofilin
Keterangan:
1. Acuan awal penetapan jenjang menggunakan klasifikasi kekerapan
2. Bila suatu jenjang sudah berlangsung selama 6 – minggu dan asma belum
terkendali, maka dilakukan step up
3. Bila suatu jenjang sudah berlangsung selama 8 – 12 minggu dan asma
terkendali penuh, maka dilakukan step down
4. Perubahan jenjang harus memerhatikan aspek-aspek penghindaran dan penyakit
penyerta
5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali maka ditambahkan omalizumab

18
2.8.2.2 Non-medikamentosa
Edukasi pada pasien asma tidak bisa dianggap sebagai satu kegiatan
tunggal namun harus dipandang dan dijalankan sebagai suatu proses keberlanjutan
dan diulang terus menerus pada setiap konsultasi. Konsensus umum mengenai
edukasi pada asma yaitu harus mengandung infornasi mengenai perjalanan
alamiah penyakit (kronik dan berulang), kebutuhan untuk terapi jangka panjang
serta perbedaan berbagai medikasi yang digunakan. Yang penting lainnya yaitu
penekanan pada pentingnya kepatuhan terhadap terapi walaupun pasien tidak
bergejala serta penjelasan secara tertulis atau demonstrasi penggunaan alat terapi
pada asma, hal tersebut harus juga memandang latar belakang sosiokultural dari
pasien(1).
Edukasi terhadap pengelolaan diri sendiri adalah penting sebagai bagian
dari proses penatalaksanaan asma, hal ini termasuk didalamnya yaitu menghindari
faktor-faktor pencetus yang dapat diidentifikasi. Penggunaan perencanaan tertulis
secara pribadi secara umum direkomendasikan yang dikenal dengan istilah
asthma action plan yang mencakup regimen terapi sehari-hari termasuk instruksi
spesifik untuk identifikasi awal dan tatalaksana yang sesuai terhadap serangan
asma(1).

2.9 Prognosis
Batuk dan wheezing berulang terjadi pada 35% anak usia pra sekolah.
Sekitar sepertiga nya berlanjut menjadi asma persisten pada masa anak-anak
berikutnya, dan hampir dua pertiga akan membaik selama masa remaja. Severitas
asma pada usia 7 – 10 tahun memiliki nilai prediktif menetapnya asma pada usia
dewasa. Anak dengan asma sedang sampai berat serta fungsi paru yang rendah
cenderung memiliki asma persisten pada usia dewasa. Bagaimanapun, remisi
penuh dalam 5 tahun pada anak-anak adalah jarang(4).

19
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama :SA
MR : 01.00.23.56
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 13 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Tui, Kuranji, Padang

ANAMNESIS
Alloanamnesis dan Autoanamnesis
Diberikan oleh: Ibu kandung dan pasien sendiri
Seorang pasien perempuan usia 13 tahun dirawat di RSUP Dr. M. Djamil
Padang sejak tanggal 30 Desember 2017 dengan :

Keluhan Utama
Sesak napas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Sesak napas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak disertai bunyi
menciut, sesak dipengaruhi oleh makanan, dan dipengaruhi oleh cuaca,
sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun emosi. Saat sesak anak
masih bisa berbicara satu kalimat penuh dan lebih nyaman dengan posisi
duduk. Riwayat sesak sebelumnya ada setiap setelah makan mie pangsit,
atau saat pasien merasa kedinginan, tiap sesak dibawa ke bidan lalu diberi
obat makan, tidak diketahui obat apa, dan mengalami perbaikan setelah
minum obat. Gejala sesak napas tidak dirasakan setiap hari, terjadi sesak
napas kurang dari 1 kali dalam 1 bulan.

20
 Batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak, tidak
disertai pilek. Keluhan batuk juga dirasakan sering bersamaan dengan
gejala sesak napas yang dirasakan pasien.
 Kebiruan tidak ada.
 Demam tidak ada, kejang tidak ada.
 Riwayat mata merah berair ada, riwayat bersin-bersin di pagi hari ada,
riwayat gatal dan kemerahan di kulit tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada
 BAK jumlah dan warna normal.
 BAB warna dan konsistesi normal.
 Anak sebelumnya dibawa ke bidan lalu diberi obat makan, tidak diketahui
obat apa, dan tidak perbaikan setelah minum obat lalu anak segera dibawa
ke RSUP Dr. M Djamil Padang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sesak napas berulang ada, anak telah dirawat dua kali di rumah
sakit karena keluhan sesaknya. Terakhir kali dirawat 2 tahun tahun yang lalu di
RSUD Air Pacah dirawat selama 4 hari.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Ibu kandung pasien sering mengalami mata merah berair dan mengalami
bersin-bersin di pagi hari.
 Riwayat asma, mata merah berair, bersin-bersin pagi hari, dan biduran
pada kulit pada ayah dan saudara kandung lainnya tidak ada.

Riwayat Persalinan
Lama hamil : Cukup bulan
Cara lahir : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Indikas i : Gravid aterm
Berat lahir : 3000 gram
Panjang lahir : 49 cm

21
APGAR score : langsung menangis kuat, kebiruan tidak ada
Kesan : Riwayat kelahiran normal

Riwayat Makan dan Minuman


 Bayi
ASI : 0-24 bulan
Bubur Susu : 6-8 bulan
Nasi Tim : 8-12 bulan
Buah, biskuit : 8-12 bulan
Susu Formula :-
 Anak
Makanan utama : 3x/hari menghabiskan 1 porsi
Daging : 1x/ minggu
Ikan : 1x/minggu
Telur : 3x/minggu
Sayur : 3x/minggu
Buah : 1x/minggu

Kesan : Kualitas dan kuantitas makan kurang cukup

Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/umur Booster/umur
BCG 1 bulan, skar (+)
DPT : 1 2 bulan
2 4 bulan
3 6 bulan
Polio : 1 2 bulan
2 4 bulan
3 6 bulan
Hepatitis B : 1 0 bulan 5 tahun
2 4 bulan
3 6 bulan

22
Hemofilus influenza B : 1 -
2
3
Campak 9 bulan 6 tahun

Kesan: riwayat imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Riwayat Umur Riwayat Gangguan Umur
Pertumbuhan dan Perkembangan Mental
Perkembangan
Ketawa 3 bulan Isap jempol Sampai usia
2 bulan
Miring 3 bulan Gigit kuku -
Tengkurap 4 bulan Sering mimpi -
Duduk 6 bulan Mengompol Sampai usia
2 tahun
Merangkak 7 bulan Aktif sekali -
Berdiri 10 bulan Apatik -
Lari 1,5 tahun Membangkang -
Gigi pertama 2 bulan Ketakutan -
Bicara 2 tahun Pergaulan jelek -
Membaca 6 tahun Kesukaran belajar -
Prestasi di sekolah 6 tahun

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal

Riwayat Keluarga
Data Ayah Ibu
Nama Joni Ramidarti
Umur 59 tahun 55 tahun

23
Pendidikan SD -
Pekerjaan Buruh bangunan IRT
Perkawinan Pertama Pertama
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak ada
diderita

Saudara kandung
No Nama Jenis kelamin Usia Keterangan
1 Siska Perempuan 31 Sehat
2 Rendi Laki-laki 29 Sehat
3 Daffa Laki-laki 23 Sehat
4 Asti W Perempuan 22 Sehat
5 Puji Perempuan 20 Sehat
6 Ratih Perempuan 16 Sehat
7 Sindy Aulia Perempuan 13 Pasien

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


 Rumah tempat tinggal : Permanen
 Sumber air minum : Air mineral isi ulang
 Buang air besar : Jamban didalam rumah
 Pekarangan : Cukup luas
 Sampah : Dibakar di samping rumah

Kesan : Higienitas dan sanitasi kurang baik

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 118x / menit
Frekuensi nafas : 36x / menit

24
Suhu : 37,2°C
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
BB : 32 kg
TB : 145 cm
BB/U : 71,1 %
TB/U : 92,3%
BB/TB : 84,2%
Status gizi : Gizi kurang
Anemia : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada

 Kulit : Teraba hangat, turgor kembali sangat cepat


 Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
 Kepala : Bulat, simetris
 Rambut : Rambut hitam dan tidak mudah di cabut ,
 Mata tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter 2mm/ 2 mm, refleks cahaya
+/+
 Telinga : Tidak ada kelainan
 Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
 Gigi dan mulut : Mukosa mulut dan bibir basah
 Tenggorok : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
 Leher : JVP 5-2 cmH2O
 Torak
Paru
Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan (statis
dan dinamis), retraksi tidak ada
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

25
Auskultasi : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi
tidak ada, wheezing ada diseluruh lapangan
paru kanan dan kiri
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS
RIC V
Perkusi : Batas atas: RIC II; batas kanan: LSD; batas
kiri: 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak
ada
 Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan dan lepas tidak ada, defans muscular
tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Punggung : Tidak ada kelainan
 Genitalia : A2M2P3
 Anggota Gerak : Edema tidak ada, akral hangat, CRT < 2
detik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DARAH
 Hb : 13,7 gr/dl
 Leukosit : 14.230/mm3
 Trombosit : 318.000/mm3
 Hitung jenis : 0/1/3/74/16/6
Kesan : Leukositosis dengan neutrofilia shift to the right

26
DAFTAR MASALAH
 Asma
 Gizi kurang
 Riwayat atopi
 Kualitas dan kuantitas makan kurang

DIAGNOSIS KERJA
Asma intermiten dalam serangan derajat sedang

PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana kegawatdaruratan
 O2 2 liter/menit nasal kanul
 Nebulisasi salbutamol 3 kali dalam 1 jam
 Dexamethason 3x5 mg iv
2. Tatalaksana Medikamentosa
 O2 2 liter/menit nasal kanul
 Nebulisasi salbutamol tiap 4 jam
 Dexamethason 3x5 mg iv
 Ambroxol 3x30 mg po
3. Nutrisi
 MB 1400 kkal
4. Edukasi
 Edukasi mengenai perjalanan alamiah penyakit
 Edukasi pengobatan
 Edukasi penghindaran pencetus

RENCANA PEMERIKSAAN
 Spirometri
 Peak flow monitoring
 Skin prick test

27
FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi
31-12- S/ P/
2017 - Sesak napas tidak ada - O2 2 liter/menit
- Demam tidak ada via nasal kanul
- Batuk (+) berkurang tidak berdahak - Parasetamol
- Mual dan muntah tidak ada 350mg (T≥38,5)
- Makan dan tidur cukup - Nebulisasi
- BAK warna dan jumlah normal salbutamol /4jam
- BAB warna dan konsistensi biasa - Dexametason
O/ 3x5 mg (iv)

KU KES TD Nadi RR T - Ambroxol 3x30


mg (po)
Sakit CMC 100/70 98x/i 24x/i 37
- MB 1400 kkal
sedang mmHg

Mata : konjungtiva tidak anesmis, sklera tidak ikterik


Paru : retraksi dinding dada tidak ada, suara napas vesikuler,
rhonki dan wheezing tidak ada
Jantung : irama jantung teratur, bising tidak ada
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT< 2 detik
Kulit : turgor baik
A/
Asma intermiten serangan derajat sedang (perbaikan)

28
Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi
01-01- S/ P/
2018 - Sesak napas tidak ada - O2 2 liter/menit
- Demam tidak ada via nasal kanul
- Batuk (+) berkurang tidak berdahak - Parasetamol
- Mual dan muntah tidak ada 350mg
- Makan dan tidur cukup (T≥38,5)
- BAK warna dan jumlah normal - Nebulisasi
- BAB warna dan konsistensi biasa salbutamol
O/ /4jam

KU KES TD Nadi RR T - Dexametason


3x5 mg (iv)
Sakit CMC 100/70 98x/i 24x/i 36,5
- Ambroxol 3x30
sedang mmHg
mg (po)
- MB 1400kkal
Mata : konjungtiva tidak anesmis, sklera tidak ikterik - Rencana
Paru : retraksi dinding dada tidak ada, suara napas pulang dengan
vesikuler, rhonki dan weezing tidak ada edukasi faktor
Jantung : irama jantung teratur, bising tidak ada pencetus
Abdomen : distensi (-), bising usus meningkat
Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT< 2 detik
Kulit : turgor baik

A/
Asma intermiten serangan derajat sedang (perbaikan)

29
BAB 4
DISKUSI

Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 6 jam sebelum
masuk rumah sakit. Sesak napas atau distres respirasi terjadi ketika adanya
gangguan pada pertukaran udara mengarah pada berkurangnya ventilasi dan
oksigenasi, harus bisa dilakukan identifikasi serta penanganan pada penyebab
distres tersebut untuk mencegah terjadinya menjadi suatu gagal napas. Pada anak
sendiri, berdasarkan tingkatan usia sesak napas memiliki banyak penyebab. Pada
pasien ini dengan usia 13 tahun penyebab paling sering dari gejala sesak napas
yaitu pneumonia, asma, krisis akut sickle cell, tonsilitis, abses peritonsil, cystic
fibrosis dan gangguan panik(12).
Anamnesis sangat penting dilakukan pada anak yang mengalami sesak
napas. Onset, durasi, kronisitas gejala harus ditanyakan. Tanyakan juga faktor
yang memperberat atau meringankan, gejala atau keluhan yang sama sebelumnya,
respon terhadap terapi yang pernah dilakukan(12). Anamnesis pada pasien ini
didapatkan sesak napas dirasakan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak
ini bukan merupakan sesak pertama kali dan sudah sering dirasakan sebelumnya,
faktor yang memperberat dalam kasus ini yang mencetuskan adalah makanan dan
cuaca, serta akan berkurang atau mengalami respon setelah diberikan obat makan
oleh bidan. Selain itu sesak napas pada pasien disertai dengan bunyi menciut atau
wheezing.
Berdasarkan panduan nasional asma anak, pada pasien ini didapatkan
gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas dan
produksi sputum dengan karakteristik yang mengarah ke asma yaitu gejala timbul
episodik dimana pasien sudah beberapa kali mengalami keluhan sesak napas
dengan bunyi menciut mulai dari usia 5 tahun, keluhan muncul bila ada faktor
pencetus seperti iritan dari suhu dingin atau penyedap rasa, pengawet dan pewarna
makanan. Pada kasus ini, pasien mengalami sesak napas setelah dan setiap kali
memakan mie pangsit, kemungkinan penyedap rasa atau pengawet pada mie yang
dimakan menjadi faktor pencetus. Pada pasien ini juga didapatkan riwayat alergi
baik pada pasien sendiri atau keluarga yaitu ibu kandung. Pasien dan ibu kandung

30
pasien mengaku setiap kali mengalami sesak akan pergi berobat ke bidan dekat
rumah kemudian diberikan obat minum dan terjadi perbaikan gejala,
kemungkinan obat yang diberikan oleh bidan adalah salbutamol oral, karena
terjadi perbaikan gejala maka pada pasien dijumpai reversibilitas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan frekuensi napas dan
frekuensi nadi pasien. Selain itu pemeriksaan auskultasi paru didapatkan wheezing
di seluruh lapangan paru. Wheezing yang terdengar diseluruh kedua lapangan paru
berhubungan dengan adanya penyempitan difus saluran napas dan adanya limitasi
aliran udara(12). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerja
pada kasus ini adalah asma. Menurut panduan nasional asma anak, labelisasi
diagnosis asma pada anak harus memuat kekerapan dan derajat pada saat
serangan. Pada saat pasien datang, pasien lebih senang dalam posisi duduk
dibandingkan tidur dan masih bisa berbicara satu kalimat penuh serta anak tidak
gelisah, pada anak juga tidak didapatkan retraksi. Keluhan sesak napas hanya
dirasakan kurang dari 1 kali dalam 1 bulan sehingga pada pasien ditegakkan asma
intermiten dalam serangan derajat sedang.
Pada asma, proses patofisiologi dominan yang mengarahkan pada gejala
klinis adalah penyempitan saluran napas dan gangguan aliran udara yang
menyertainya. Pada asma eksaserbasi akut, otot polos bronkus mengalami
kontraksi sehingga terjadi bronkokonstriksi terjadi cepat sehingga tejadinya
penyempitan akibat respon terhadap pajanan berbagi stimulus. Bronkokonstriksi
akut yang diinduksi alergen terjadi akibat keluarnya mediator dari sel mast yang
dependen IgE termasuk histamin, triptase, leukotrien dan prostaglandin yang
secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Stimulus lain
termasuk aktivitas fisik, udara dingin dan berbagai iritan. Mekanisme yang
mengatur respon saluran napas terhadap faktor-faktor tersebut belum diketahui
dengan pasti(7).
Berbagai faktor akan menambah beban dari otot-otot inspirasi yang harus
membuat tekanan lebih tinggi akibat adanya resistensi aliran udara yang terjadi
akibat bronkokonstriksi. Ketika terjadi hiperinflasi otot inspiratorik memendek
sehingga tidak efektif menciptakan tekanan yang lebih tinggi, selain itu
hiperinflasi akan mengubah jari-jari dari kurvatura diafragma sehingga terjadi

31
kerugian mekanik yang lebih jauhnya menambah beban otot inspirasi. Sebagai
akibatnya, gerakan respirasi meningkat serta sensasi peningkatan dari usaha otot-
otot pernapasan berkontribusi terhadap sesak napas yang dirasakan(13).
Pada kasus ini pasien juga mengeluhkan adanya batuk yang berdahak.
Batuk pada asma biasanya kering atau produktif minimal, namum bisa juga
berhubungan dengan adanya hipersekresi mukus. Pengukuran sekresi musin pada
sputum telah dilaporkan pada asma, kemungkinan melibatkan hiperplasia sel
goblet pada epitel bronkial dengan produksi sputum yang bervariasi(14).
Berdasarkan literatur, seperti alur diagnosis pada panduan nasional asma
anak seharusnya dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mengetahui
reversibilitas pada pasien. Pada kasus ini tidak dilakukan kemungkinan karena
tidak tersedianya alat atau terkait masalah asuransi pasien. Namun pada pasien
diberikan agonis β2 selama 3 – 5 hari dengan respon positif sehingga diagnosis
asma masih bisa tegak sesuai alur diagnosis yang ada.
Tatalaksana pada pasien saat serangan diberikan oksigen 2L/menit serta
nebulisasi salbutamol yang termasuk kepada SABA 3 kali dalam 1 jam, serta
injeksi deksametason 3x5 mg. Hal ini sudah sesuai dengan alur tatalaksana
berdasarkan pedoman nasional asma anak pada serangan derajat ringan – sedang
kecuali untuk pemilihan steroid sistemik. Pada pasien dipilih deksametason,
sedangkan pada alur seharusnya diberikan prednison atau prednisolon. Selain itu,
pasien dengan derajat serangan ringan – sedang jika mengalami perbaikan setelah
pemberian tatalaksana dipulangkan dengan diberikan obat dan edukasi. Pasien
dirawat selama kurang lebih 3 hari.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J,


Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma.
Eur J Allergy Clin Immunol 2012;67:976-997.
2. Global Initiative for Asthma. 2017. Pocket Guide for Health Professionals,
updated 2017.
3. Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Ed 1.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
4. Liu AH, Covar RA, Spahn JD, Sicherer SH. Childhood asthma. Dalam:
Kliegman RM, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, Behrman RE,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. 20th Ed. Philadelphia:
Saunders; 2016. h.1095-1103.
5. Central for Disease Control and Prevention U.S Department of Health and
Human Services. Asthma: data, statistics, and surveillance. Georgia: U.S
Department of Health and Human Services; 2008 [diakses 05/01/2018] ;
Diakses dari: https://www.cdc.gov/asthma/asthmadata.htm
6. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. You can control
your asthma. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. h.2-4.
7. National Heart, Lung, and Blood Institute U.S Department of Health and
Human Services. Expert panel report 3: Guidlines for the diagnosis and
management of asthma. Bethesda: U.S Department of Health and Human
Services; 2007 [diakses 06/01/2018] ; Diunduh dari:
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/.../03_sec2_def.pdf
8. Rahajoe NN, Kartasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto DB. Panduan
nasional asma anak. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2015.h.21-75.
9. Pynn MC, Thornton CA, Davies GA. Asthma pathogenesis. Pulmão RJ
2012;21:11-17.
10. Tarasidis GS, Wilson KF. Diagnosis of asthma: clinical assessment. Int
Forum of Allergy and Rhinology 2015;5:22-25.

33
11. Guidlines and Protocols Advisory Committee British Columbia Ministry
of Health. Asthma in children – diagnosis and management. Victoria:
British Columbia Ministry of Health; 2015 [diakses 05/01/2018] ; Diakses
dari: https://www2.gov.bc.ca/.../bc-guidelines/asthma-children
12. Sharma A. Respiratory distress. Dalam: Kliegman RM, Lye PS, Bordini
BJ, Toth H, Basel D, penyunting. Nelson pediatric symptom-based
diagnosis. Philadelphia: Saunders; 2018. h.39-45.
13. Manning HL, Schwartzstein M. Pathophysiology of dyspnea. The New
Eng J Med 1995;333:1547-1555.
14. Niimi A. Cough and asthma. Current Resp Med Rev 2011;7:47-52.

34

Vous aimerez peut-être aussi