Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini pariwisata menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
karena berkaitan erat dengan kegiatan sosial dan ekonomi yang dapat dinikmati serta
menjadi salah satu cara manusia melakukan sosialisasi. Pariwisata identik dengan
kegiatan memberikan kesenangan dan kenikmatan, karena kegiatannya bertujuan
memberikan beragam aktivitas secara santai dan menyenangkan tanpa harus menguras
tenaga. Pariwisata merupakan industri yang rentan terhadap berbagai peristiwa
bencana. Ia bisa menjadi “yang terdampak” dari kemunculan bencana atau memicu
kemunculan bencana itu sendiri. Selain karena pengaruh multi-sektoral yang meliputi
bidang penting kehidupan, industri pariwisata perlu mendapat perhatian atas
manajemen risiko bencana (dan krisis) sebab melibatkan pergerakan dan jalinan yang
luas secara internasional, khususnya terkait manusia sebagai wisatawan, masyarakat
lokal, maupun pengelola destinasi, baik pemerintah atau sektor swasta.
Walaupun pariwisata identik dengan kesenangan, namun kegiatan ini juga
memiliki risiko. Berbagai obyek wisata yang disediakan oleh pengelola tempat wisata
tidak memberikan jaminan keamanan dan keselamatan pengunjung sepenuhnya. Hal ini
memungkinkan adanya kecelakaan yang menimpa pengunjung wisata yang bisa
menyebabkan cacat fisik hingga meninggal dunia. Penyebab kecelakaan ini dapat
terjadi karena berbagai hal seperti bencana alam, pengelolaan tempat wisata,
pengunjung dan kejahatan pihak ketiga. Oleh karena itu diperlukan analisis risiko
bencana di daerah pariwisata.
Analisis risiko adalah proses penilaian terhadap risiko yang telah teridentifikasi,
dalam rangka mengestimasi kemungkinan munculnya dan besaran dampaknya, untuk
menetapkan level atau status risikonya. Perbedaan karakter tempat wisata akan
membedakan potensi risiko antara satu tempat dengan tempat lain sehingga menuntut
pengelola wisata dapat melakukan estimasi risiko secara mendalam. Estimasi ini akan
menghitung derajat risiko yang terbagai dalam tiga level yaitu tinggi, menengah dan
rendah. (Siahaan, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud analisis risiko bencana pariwisata?

1
1.2.2 Apa saja dampak bencana terhadap kawasan pariwisata?
1.2.3 Apa tujuan analisis risiko bencana pariwisata?
1.2.4 Mengapa perlu adanya analisis risiko bencana pariwisata?
1.2.5 Bagaimana analisis risiko bencana pariwisata?
1.2.6 Bagaimana langkah – langkah penilaian risiko bencana pada kawasan
pariwisata?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian analisis risiko bencana pariwisata
1.3.2 Untuk mengetahui dampak bencana terhadap kawasan pariwisata
1.3.3 Untuk mengetahui tujuan analisis risiko bencana pariwisata
1.3.4 Untuk mengetahui alasan perlunya adanya analisis risiko bencana pariwisata
1.3.5 Untuk mengetahui cara menganalisis risiko bencana pariwisata
1.3.6 Untuk mengetahui langkah – langkah penilaian risiko bencana pada kawasan
pariwisata

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analisis Risiko Bencana Pariwisata


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh alam
dan / atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis (UU RI No.24 thn 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
Analisis risiko adalah proses penilaian terhadap risiko yang telah teridentifikasi,
dalam rangka mengestimasi kemungkinan munculnya dan besaran dampaknya, untuk
menetapkan level atau status risikonya. Status risiko biasanya disajikan dalam bentuk
tabel.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat.
Sehingga analisis risiko bencana pada daerah pariwisata adalah proses penilaian
terhadap risiko bencana atau potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu daerah pariwisata dalam kurun waktu tertentu yang dapatkan menimbulkan
kerugian.

2.2 Dampak Bencana Terhadap Kawasan Pariwisata


Dampak pada situs pariwisata akibat bencana yaitu
1. Kerusakan atau musnahnya bangunan monumental yang sangat berharga sebagai
sumber dan bukti sejarah.
2. Orang – orang yang menjadi korban banyak kehilangan harta benda bahkan nyawa.
3. Trauma tersendiri bagi korban ataupun wisatawan. Mereka cenderung
mengesampingkan kebutuhan untuk pariwisata.

2.3 Tujuan Analisis Risiko Bencana Pariwisata


1. Mengetahui potensi bencana yang terdapat di suatu daerah pariwisata
2. Menyusun prioritas risiko bencana yang mungkin terjadi

3
3. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak
diinginkan di daerah pariwisata.
4. Meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan semua pihak dalam masyarakat atau
organisasai tentang risiko bencana di daerah pariwisata
5. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu bencana atau
kejadian di daerah pariwisata
6. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana sehingga korban
dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi
7. Memperkuat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana dengan
menjalin kerja sama dengan pihak – pihak terkait
8. Mengembangkan organisasi bencana di daerah pariwisata.

2.4 Penyebab Perlu Adanya Analisis Risiko Bencana Pariwisata


1. Industri pariwisata melibatkan banyak orang, baik itu pekerja, penduduk lokal,
maupun wisatawan yang sama – sama terancam ketika sebuah destinasi terkena
bencana.
2. Perilaku wisatawan di sebuah destinasi tidak dapat diprediksi, sehingga sulit untuk
mengontrol terjadinya bencana. Hal ini menciptakan kebutuhan yang kuat untuk
mendapatkan informasi yang dapat diakses dengan mudah di daerah terpencil dan di
seluruh daerah tujuan secara keseluruhan.
3. Dalam banyak kasus, wisatawan tidak berbicara bahasa lokal dan tidak dapat
dengan mudah menemukan petunjuk tentang bagaimana berperilaku dalam
penanganan bencana.
4. Banyak destinasi wisata yang berada di daerah keindahan alam, seperti garis pantai,
gunung, sungai, dan danau di mana ada risiko dan bahaya yang lebih besar untuk
terkena dan terdampak bencana alam.
5. Wisatawan memiliki sedikit pengetahuan tentang tempat yang mereka kunjungi,
bahkan kurang begitu tahu tentang bagaimana untuk bereaksi, ke mana harus pergi,
siapa yang harus diajak bicara, dan bagaimana prosedur darurat ketika berada pada
sebuah destinasi yang mengalami bencana.
6. Industri pariwisata adalah industri multi sektor yang saling berkaitan, sehingga
tidak mudah merespon bencana. Ini juga menekankan perlunya suatu sistem
informasi di seluruh industri yang tersedia untuk semua jenis perusahaan yang dapat
digunakan dalam menghadapi bencana.

2.5 Analisis Risiko Bencana Pariwisata


Risiko bencana dinilai berdasarkan ada atau tidaknya ancaman pada suatu daerah,
besar kecilnya tingkat kerentanan faktor fisik/infrastruktur, penduduk, dan sosial-
ekonomi, serta seberapa kuat atau lemah kapasitas masyarakat untuk melakukan

4
pencegahan, adaptasi maupun mitigasi dalam rangka meminimalkan korban dan
kerugian akibat bencana. Kerangka penilaian risiko tersebut didasarkan pada tiga buah
elemen utama kegiatan penilaian risiko bencana yaitu ancaman, kerentanan dan
kapasitas. Masing – masing komponen memiliki peranan tersendiri dalam menentukan
tingkat risiko, sehingga perlu dilakukan analisis untuk memperoleh nilai risiko sebagai
kombinasi dari semua elemen tersebut.
1. Ancaman / Bahaya / Hazard
Ancaman adalah peristiwa atau kejadian baik disebabkan oleh faktor alam
(seperti letusan gunung berapi, puting beliung, banjir, gempa bumi dan lainnya)
maupun faktor non-alam (seperti konflik sosial, tawuran, dan lain sebagainya) yang
berpotensi menimbulkan kerugian apabila terjadi bencana. Ancaman / bahaya dapat
dikategorikan dalam kelas – kelas sesuai dengan tingkat ancaman yang
ditimbulkannya pada kelompok masyarakat. Semakin tinggi nilai ancaman, semakin
besar pula potensi terjadinya kerusakan dan jatuhnya korban jiwa. Untuk
memudahkan penilaian risiko, biasanya dibuat tiga buah kelas yang menyatakan
tingkat ancaman yang rendah (atau tidak ada ancaman), sedang dan tinggi. Masing
– masing ancaman memiliki ciri – ciri yang berbeda.
Sebagai contoh, banjir dapat dikelaskan menjadi tiga kelas sesuai dengan
tingkat bahayanya: banjir yang melanda suatu desa, memiliki ketinggian air yang
rendah dan lama genangan yang singkat dapat dikategorikan bahwa tingkat
ancaman banjir di desa tersebut adalah rendah. Sebaliknya, apabila di desa lain
terkena banjir dengan ketinggian air yang cukup tinggi dan menggenang cukup
lama, maka dapat dinyatakan bahwa ancaman banjir di desa ini adalah tinggi.
Contoh lainnya adalah Letusan gunung berapi yang dapat dikelaskan menjadi tiga
buah kelas berdasarkan Kawasan Rawan Bencana (KRB) nya.
Karena sifatnya yang kompleks, penilaian ancaman seringkali harus
diserahkan kepada para ahli yang bersangkutan. Sebagai contoh, pada bencana
gempa, penentuan kelas ancaman rendah, sedang dan tinggi sebaiknya dilakukan
oleh ahli geologi dan kegempaan. Data untuk ancaman biasanya diperoleh dari
instansi – instansi terkait atau dari perguruan – perguruan tinggi.
Adapun variabel / indikator yang digunakan dalam menentukan besarnya ancaman
antara lain frekuensi, intensitas, dampak, keluasan, dan uluran waktu. Dengan
menggunakan indikator – indikator di atas, dapat diketahui tingkat besarnya ancaman
pada suatu unit analisis (misalnya daerah pariwisata). Apabila hasil dari semua indikator

5
bahaya yang ada pada suatu desa dijumlahkan, maka dapat diperoleh ukuran seberapa
besar ancaman daerah tersebut terhadap bencana.

No. Jenis Ancaman No. Jenis Ancaman


1 Banjir 8 Putting beliung
2 Gempa bumi 9 Gelombang ekstrim dan abrasi
3 Tsunami 10 Kebakaran hutan dan lahan
4 Kebakaran permukiman 11 Kegagalan teknologi
5 Kekeringan 12 Konflik sosial
6 Cuaca ektrim 13 Epidemi dan wabah penyakit
7 Tanah longsor
Tabel 1: Jenis Ancaman pada Peta Risiko Bencana (Perka BNPB No 2 th 2012)

2. Kerentanan / Vulnerability
Apabila terjadi bencana, maka pada suatu desa yang penduduknya padat akan
mengalami kerugian yang lebih banyak dibandingkan dengan desa lain yang
penduduknya relatif tidak padat. Kondisi ini menggambarkan apa yang dimaksud
dengan kerentanan. Kerentanan merupakan kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
bencana. Semakin ‘rentan’ suatu kelompok masyarakat terhadap bencana, semakin
besar kerugian yang dialami apabila terjadi bencana.
Sebagaimana ancaman, kerentanan juga dapat dikategorikan dalam tingkat
rendah, sedang dan tinggi. Sebuah desa dikatakan memiliki tingkat kerentanan
yang tinggi apabila di desa tersebut banyak kondisi – kondisi yang rentan
mengalami kerusakan saat terjadi bencana, dan sebaliknya, sebuah desa dikatakan
memiliki kerentanan yang rendah apabila desa tersebut hanya memiliki sedikit
kondisi – kondisi yang rentan. Kondisi – kondisi rentan ini dapat diketahui melalui
adanya indikator – indikator kerentanan pada desa tersebut.
Kerentanan dapat dibagi menjadi 4 macam komponen berdasarkan pada
indikator, yaitu kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, kerentanan sosial-budaya dan
kerentanan lingkungan.

Komponen
No Penjelasan Contoh Indikator
Kerentanan
1 Kerentanan Ukuran kerentanan sarana  Kepadatan rumah
Fisik dan prasarana pada suatu  Jumlah bangunan
daerah terhadap kejadian  Jumlah fasilitas penting
bencana
2 Kerentanan Ukuran kondisi rentan pada  Kepadatan penduduk

6
Sosial-Budaya unsur sosial-  Rasio jenis kelamin
kemasyarakatan terhadap  Rasio penduduk difabel
kejadian bencana  Rasio kelompok umur
 Jumlah penduduk berisiko
(ibu hamil, dsb)
3 Kerentanan Ukuran seberapa kuat suatu  Luas lahan produktif
Ekonomi komunitas bertahan secara  Keberadaan industri kecil
ekonomi menghadapi dan menengah
kejadian bencana  Adanya kelompok
pertokoan
4 Kerentanan Ukuran seberapa kuat  Luas hutan Lindung
Lingkungan lingkungan hidup di suatu  Luas hutan alam
komunitas bertahan  Adanya rawa – rawa
menghadapi kejadian
bencana
Tabel 2: Contoh Indikator Komponen Kerentanan

Dengan menggunakan indikator – indikator dari masing – masing komponen


seperti pada contoh di atas, dapat diketahui tingkat kerentanan pada suatu unit
analisis (misalnya desa). Apabila hasil dari semua indikator kerentanan yang ada
pada suatu desa dijumlahkan, maka dapat diperoleh ukuran seberapa rentan desa
tersebut terhadap bencana.
Dalam prakteknya nanti, masing – masing komponen diberikan penilaian
kerentanan yang berbeda untuk tiap kejadian bencana yang berbeda. Sebagai contoh
pada kejadian gempa bumi, kerentanan lingkungan mungkin tidak terlalu signifikan
dibandingkan dengan kerentanan fisik karena gempa hanya sedikit berpengaruh
pada tegakan hutan dibandingkan pada bangunan di daerah pemukiman.

3. Kapasitas / Capacity
Kapasitas merupakan kebalikan dari kerentanan. Apabila kerentanan
menggambarkan seberapa rapuh suatu komunitas masyarakat terhadap bencana,
maka kapasitas menggambarkan seberapa mampu komunitas masyarakat tersebut
menghadapi bencana. Sebuah desa yang dilengkapi dengan peralatan Early Warning
System dan memiliki Tim Siaga Bencana sendiri tentu lebih siap menghadapi
bencana dibandingkan dengan desa yang tidak memiliki keduanya. Demikianlah
kapasitas digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan tersebut.

7
Sebagaimana kerentanan, kapasitas juga terdiri dari beberapa komponen yang
terdiri dari indikator – indikator kapasitas untuk mengukur tingkat kapasitas unit
analisis yang ditanyakan. Dari hasil penilaian terhadap indikator – indikator tersebut
dapat disimpulkan tingkat kapasitas dari unit analisis yang dimaksud: apakah
rendah, sedang, atau tinggi.

No Komponen Penjelasan Contoh Indikator


Kapasitas
1 Aturan dan Ukuran seberapa siap unit  Adanya Tagana
kelembagaan analisis dalam hal  Anggaran khusus untuk
kebencanaan peraturan – peraturan dan penanggulangan bencana
keberadaan dan
fungsi  Ada struktur organisasi yang
dari lembaga – lembaga berfungsi untuk menangani
yang menanggulangi kondisi darurat saat bencana
bencana
2 Peringatan Mengukur seberapa siap  Ada sistem peringatan dini
dini dan unit analisis menghadapi yang berfungsi
kajian risiko bencana dari keberadaan  Telah ada jalur evakuasi
bencana mekanisme peringatan yang akan digunakan pada
dini dan penerapan kajian saat kejadian bencana
risiko bencana di daerah  Keberadaan kajian – kajian
tersebut mengenai risiko bencana di
daerah tersebut dan
penerapannya
3 Pendidikan Mengukur seberapa kuat  Pendidikan kebencanaan
Kebencanaan suatu komunitas apabila untuk anak – anak sekolah
terjadi bencana melalui  Ada simulasi kejadian
ada / tidaknya pendidikan bencana
kebencanaan di daerah
tersebut
4 Pengurangan Mengukur faktor – faktor  Adanya sarana – prasarana
faktor risiko dasar yang diperlukan yang mendukung aktivitas
dasar untuk bertahan pada saat ekonomi di daerah tersebut
terjadinya bencana  Ada / tidaknya fasilitas
kredit untuk membantu

8
ekonomi masyarakat
5 Pembangunan Ukuran tingkat  Ada komunikasi antar
Kesiapsiagaan komunikasi dan lembaga yang menangani
di semua lini kerjasama antar bencana
komponen yang bertugas  Media yang digunakan untuk
mengawal kelompok komunikasi pada saat terjadi
masyarakat pada saat bencana
terjadi bencana.
Tabel 3: Contoh Indikator Komponen Kapasitas (Perka BNPB No. 2/2012)

Sebagaimana kerentanan, tingkat kapasitas unit analisis juga dapat diketahui


setelah melalui proses skoring indikator dari masing – masing komponen.

4. Risiko
Tingkat risiko merupakan nilai yang dicari pada pemetaan risiko, yaitu
seberapa rendah, sedang atau tinggi risiko tersebut. Dengan mengetahui tingkat
risiko pada suatu daerah, akan dapat diperoleh gambaran seberapa besar risiko yang
diperkirakan akan dialami apabila terjadi bencana. Risiko merupakan fungsi dari
ancaman, kerentanan dan kapasitas. Berikut ilustrasinya:
Semakin besar ancaman, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga akan
semakin besar. Semakin luas daerah genangan banjir menunjukkan tingkat risiko
yang semakin tinggi pula.
Semakin besar kerentanan, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga akan
semakin besar, karena semakin rentan suatu komunitas maka risiko timbulnya
korban jiwa dan kerugian materil juga akan semakin besar.
Semakin besar kapasitas, maka tingkat risiko akan semakin kecil, sebab
semakin siap sebuah komunitas dalam menghadapi bencana, maka kemungkinan
timbulnya korban jiwa maupun kerusakan materil akibat bencana juga akan
semakin kecil.
Hubungan tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis:

Dimana:
R : Disaster Risk : Risiko Bencana, potensi terjadinya kerugian
H : Hazard Threat : Ancaman bencana yang terjadi pada suatu lokasi.
V : Vulnerability : Kerentanan suatu daerah yang apabila terjadi bencana maka
akan menimbulkan kerugian
C : Coping Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk melakukan
pencegahan atau pemulihan dari bencana.

9
2.6 Langah – Langkah Penilaian Risiko Bencana Pariwisata
Untuk menyusun prioritas risiko bencana yang mungkin terjadi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu berdasarkan penjumlahan nilai bahaya, kerentanan dan
manajemen / kapasitas serta berdasarkan pertemuan faktor ancaman bencana dan
kerentanan masyarakat.
2.6.1 Berdasarkan Penjumlahan Nilai Bahaya, Kerentanan dan Kapasitas
Penjumlahan nilai karakteristik bahaya, kerentanan bencana dan kapasitas
bencana akan menghasilkan nilai ancaman / bencana. Suatu bencana yang
menghasilkan nilai acaman / bencana tertinggi merupakan bencana yang harus
diprioritaskan dalam suatu penanganan bencana.
Analisis risiko dilakukan dalam beberapa tahap sesuai dengan data yang dimiliki.
Berikut adalah beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk melakukan analisis risiko:

No Tahapan
1 Pembuatan peta rawan (ancaman dan kerentanan)
2 Penetapan jenis bencana
3 Identifikasi elemen – elemen bahaya, kerentanan dan kapasitas seesuai
dengan jenis ancaman yang akan dipetakan (Penetapan variabel)
4 Penetapan cara penilaian
5 Pembuatan matriks penilaian risiko
6 Penilaian
7 Penetapan hasil penilaian
8 Penyusunan rencana aksi
Tabel 4: Diagram tahapan analisis risiko bencana
1. Pembuatan Peta Rawan
a. Ancaman
1) Melengkapi peta topografi (kota, sungai, danau, gunung berapi,
penambangan, pabrik, industry, dll)
2) Inventarisasi ancaman (banjir, gunung meletus, longsor, kebocoran
pipa, kecelakaan, transportasi, dll).
b. Kerentanan
Melengkapi peta rawan ancaman dengan kerentanan masyarakat:
1) Data demografi (jumlah bayi, balita, dll)
2) Sarana dan prasarana kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll)
3) Data cakupan YANKES (imunisasi, KIA, gizi, dll)
2. Penetapan Jenis Bahaya
Penetapan jenis bahaya merupakan pengelompokan jenis bahaya yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

 Tsunami  Angin Puyuh


 Gempa bumi  Banjir
 Letusan gunung  Tanah longsor
 Kebakaran hutan
berapi
 Kekeringan
10
 KLB penyakit  Konflik dengan
menular kekerasan
 Kecelakaan
transportasi atau
industri

3. Penetapan Variabel
a. Karakteristik Bahaya
1) Frekuensi
Suatu bahaya / ancaman seberapa sering terjadi
2) Intensitas
Diukur dari kekuatan dan kecepatan secara kuantitatif / kualitatif
3) Dampak
Pengukuran seberapa besar akibat terhadap kehidupan rutin keluasan
4) Keluasan
Luasnya daerah yang terkena
5) Komponen uluran waktu
Rentang waktu peringatan gejala awal hingga terjadinya dan lamanya
proses bencana berlangsung.
b. Kerentanan
1) Fisik
Kekuatan struktur bangunan fisik (lokasi, bentuk, material, kontruksi,
pemeliharaannya), dan sistem transportasi dan telekomunikasi (akses
jalan, sarana angkutan, jaringan komunikasi, dll)
2) Sosial
Meliputi unsur demografi (proporsi kelompok rentan, status
kesehatan, budaya, status sosek, dll)
3) Ekonomi
Meliputi dampak primer (kerugian langsung) dan sekunder (tidak
langsung)
c. Manajemen
1) Kebijakan
Telah ada / tidaknya kebijakkan, peraturan perundangan, Perda,
Protap,dll tentang penanggulangan bencana
2) Kesiapsiagaan
Telah ada / tidaknya system peringatan dini, rencana tindak lanjut
termasuk pembiayaan
3) Peran serta masyarakat
Meliputi kesadaran dan kepedulian masyarakat akan bencana
4. Penetapan Cara Penilaian
Penilaian berdasarkan :
a. Jenis bahaya / ancaman
b. Penilaian sesuai dengan kelompok variabel
c. Berdasarkan data, pengalaman dan taksiran
d. Saling terkait satu sama lain

11
e. Nilai berkisar antara 1 sampai 3
1 = risiko terendah
2 = risiko sedang
3 = risiko tertinggi
f. Untuk penilaian manajemen dinilai dengan skala yang berbalik
1 = kemampuan tinggi
2 = kemampuan sedang
3 = kemampuan rendah
5. Membuat Matriks Penilaian Risiko

GEMPA
No VARIABEL BANJIR KERUSUHAN dst
BUMI
1 BAHAYA
a. Frekuensi
b. Intensitas
c. Dampak
d. Keluasan
e. Uluran
Waktu
Total
2 KERENTANAN
a. Fisik
b. Sosial
c. Ekonomi
Total
3 MANAJEMEN
a. Kebijakan
b. Kesiapsiaga
an
c. PSM
Total
NILAI
Tabel 5: Matriks penilaian

6. Penilaian
a. Masing – masing komponen yang ada diberi nilai untuk masing – masing
jenis bahaya
b. Kemudian nilai tersebut dijumlahkan
1) Karakteristik bahaya, nilai dijumlah
2) Kerentanan, nilai dijumlah
3) Manajemen, nilai dijumlah
c. Setelah didapat nilai masing – masing variable, kemudian nilai tersebut
dijumlahkan (nilai karakteristik bahaya + kerentanan + manajemen)
7. Menetapkan Hasil Penilaian
a. Ancaman / bencana (event) dengan nilai tertinggi merupakan yang harus
diprioritaskan

12
Setelah berhasil mengidentifikasi daerah mana saja yang memiliki tingkat
risiko tinggi, selanjutnya dapat disusun rencana aksi yang dapat dilakukan pada
daerah tersebut untuk mengurangi risiko bencana. Rencana aksi ini dapat
berupa:
 Pengurangan kerentanan, seperti membangun pusat kesehatan masyarakat,
mendirikan koperasi, usaha-usaha mitigasi seperti pembangunan sabo dam,
dan seterusnya.
 Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat di daerah yang dimaksud agar
mampu menghadapi bencana, seperti melalui kegiatan pelatihan dan
simulasi kebencanaan, pembangunan Sistem Peringatan Dini, pembuatan
jalur evakuasi, pengadaan alat komunikasi, dan seterusnya.

Kerentanan yang Kapasitas yang


Kec Risiko Program Aksi
perlu diantisipasi menjadi prioritas
Temon Tinggi  Pemukiman di  Infrastruktur  Infrastruktur  Pengetatan
lembah perlindungan fisik: regulasi
 Penduduk pemukiman pembenahan penggunaan
miskin  Peningkatan irigasi lahan
 Penduduk
akses sosial  Rumah aman  Program
rentan (balita,  Desa siaga
ekonomi pembangunan
 Pengawasan
ibu hamil)
termasuk fisik
dan  Sosialisasi bagi
kesiapsiagaan
pengendalian warga di daerah
bidang  Penggunaan
berisiko tinggi
kesehatan lahan
 Peringatan dini banjir
Tabel 6: Contoh dari rencana aksi (Aditya, 2010)

2.6.2 Berdasarkan Pertemuan Faktor Ancaman Bencana dan Kerentanan


Masyarakat
Pertemuan dari faktor – faktor ancaman bencana / bahaya dan kerentanan
masyarakat, akan dapat memosisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan
pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan antara ancaman bahaya,
kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Risiko (R)
Semakin = (Bahaya
tinggi (H)
ancaman x Kerentanan
bahaya (V)) daerah,
(H) di suatu / Kemampuan (C)
maka semakin tinggi
risiko (R) daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi
tingkat kerentanan (V) masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula

13
tingkat risikonya (R). Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan
masyarakat (C), maka semakin kecil risiko (R) yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat
besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan


bahaya / ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya / ancaman
tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitasnya) dengan rincian :
 5 : Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
 4 : Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10
tahun mendatang)
 3 : Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100
tahun)
 2 : Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
 1 : Kemungkian sangat kecil (hingga 20%).

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila


bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak (jumlah
korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas
wilayah yang terkena bencana dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan) maka
dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:
 5 : Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
 4 : Parah (60 – 80% wilayah hancur)
 3 : Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
 2 : Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
 1 : Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak).
Sehingga akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

No Jenis Ancaman Bahaya Probabilitas Dampak


1 Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 5
2 Tanah Longsor 5 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 Angin Puting Beliung 2 2

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain dengan
tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas seperti
berikut:

14
Berdasarkan matriks di atas, kita dapat memprioritaskan jenis ancaman
bahaya yang perlu ditangani. Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala
(3-1)
 Bahaya / ancaman tinggi nilai 3 (merah)
 Bahaya / ancaman sedang nilai 2 (kuning)
 Bahaya / ancaman rendah nilai 1 (hijau)

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Analisis risiko bencana pada daerah pariwisata adalah proses penilaian terhadap
risiko bencana atau potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
daerah pariwisata dalam kurun waktu tertentu yang dapatkan menimbulkan kerugian.
Risiko bencana dinilai berdasarkan ada atau tidaknya ancaman pada suatu daerah,
besar kecilnya tingkat kerentanan faktor fisik/infrastruktur, penduduk, dan sosial-
ekonomi, serta seberapa kuat atau lemah kapasitas masyarakat untuk melakukan
pencegahan, adaptasi maupun mitigasi dalam rangka meminimalkan korban dan
kerugian akibat bencana. Kerangka penilaian risiko tersebut didasarkan pada tiga buah
elemen utama kegiatan penilaian risiko bencana yaitu ancaman, kerentanan dan
kapasitas.
Untuk menyusun prioritas risiko bencana yang mungkin terjadi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu berdasarkan penjumlahan nilai bahaya, kerentanan dan
kapasitas, serta berdasarkan pertemuan faktor ancaman bencana dan kerentanan
masyarakat.

3.2 Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan - kekurangan
pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor, seperti keterbatasan waktu,
pemikiran, dan pengetahuan. Oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami
sangat membutuhkan saran - saran dan masukan yang bersifat membangun kepada
semua pembaca.
Selain itu, diharapkan daerah pariwisata yang merupakan kawasan rawan bencana
(KRB) agar melakukan analisis risiko bencana untuk mengurangi dampak kerugian
yang ditimbulkan dari bencana.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Kamila. 2017. Analisa Risiko Bencana.


https://www.scribd.com/document/337835821/analisa-risiko-bencana (Diakses pada
tanggal 18 Maret 2018 pukul 14.00 Wita)

Ayu, Dewa. 2017. Analisis Risiko Bencana. (online). Available :


https://www.scribd.com/document/338332660/BAB-I-II-III-doc (Diakses pada tanggal
18 Maret 2018 pukul 14.00 Wita)

Bakornas. 2004. Bencana alam di Indonesia. Jakarta: Pt Balindo

BNPB. 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta: Pt Global

Canon, Terrry. 1994. Vulnerability Analysis and The Explanation of Natural Disaster. Dalam.
Disaster. Development and Environment. Oleh Ana Varley.ed.1994. Chichester: John
Wilwy & Sons

Firmansyah. 2005. Identifikasi Risiko Bencana dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang.
ITB: Wahyu Publisher

Naisbitt, John. 1994. Global Paradox. Jakarta: Binapura Aksara

Velasquea, German.T.et. ALL. 2003. Sebuah Pendekatan Baru Mitigasi Bencana alam dan
Perencanaan Kota. Dalam. Takashi Inoguchi.et all.eds.(2003). Jakarta: Pustaka LPSES

Wacana, Petra. 2011. Analisa Risiko Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana. Dalam
https://petrasawacana.wordpress.com/2011/02/21/analisa-risiko-bencana-dan-
pengurangan-risiko-bencana/ Diakses pada tanggal 18 Maret 2018 pukul 14.00

World Tourism Organixation (WTO). 2003. Safety and Security in Tourism Parttnership and
Pratical Giudelines for Destinationas World Tourism Organization. Jakarta: Y
Publisher

17

Vous aimerez peut-être aussi