Vous êtes sur la page 1sur 22

TUGAS : Sistem Respirasi

DOSEN : Nurmawati Lataima,S.Kep,Ns

ASKEP
TUBERKULOSIS PARU

Di susun oleh:

Kelompok III

Nurlin Siti Hajar

Nensi Silvana

Nanang Aprilia Riliyani

Nanang Suge Ulva

Yuliana Budi Sri Devi

Yeriston Sulvianti

Ridwan

STIKES HUSADA MANDIRI POSO


TAHUN AJARAN 2014/2015

1
A. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosisi. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme pathogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria pathogen, tetapi hanya stain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah.

B. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman microorganism yaitu mycobacterium tuberculosis dengan
ukuran panjang 1-4 um dan tebal 1,3-0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta
tahan asam atau basil tahan asam.

C. Patogenesis dan Patofisiologi


Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei danjatuh ketanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri
ke udara di bantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung
dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri bakteri
lewat udara di sebut dengan istilah air-borne ifektion. Bakteri yang terisap akan melewati
pertahanan mukosiler saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana
terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakamn diri (multiplying) bakteri tuberkolosis
dan fokus ini di sebut fokus primer atau lesi atau fokus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan
limfe regional. Yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam
waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap terhadap
protein yang di buat bakteri tuberkolosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes
Mantoux.

2
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar keseluru tubuh melalui berbai
jalan, yaitu:
1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai area paru atau melalui
sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun keseluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya
secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberkolosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewti lesi paru dapat membawa atau mengangkut material
yang mengandung bakteri tuberkolosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ
melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan
bakteri tuberkolosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur.
Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkolosis yang dorman dapat
aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifvasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Selin
itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkolosis yang baru masuk
ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembli. Biasanya organ paru
tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.

Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer adalah inveksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan
ditangkap dan di hancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri di
tangkap oleh makrofag yang lemah maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag
yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, di hasilkan bahan kemotaksik
yang menarik monosit ( makrofag ) dari aliran darah membentuk tuberkel.

3
Jika pertahanan tubuh ( inang ) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh
dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih janjut dan menjadi dorman atau tidur.
Ketika suati saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/parah atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif
kembali,. Inilah yang di sebut reaktivasi infeksi primer atau inveksi pasca primer. Infeksi ini
dapat terjadi bertahun-tahun setelah inveksi primer terjadi.

Tuberkulosis Sekunder

TB paru sekunder terjadi apabila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme,


keganasan, silikosis, DM, dan AIDS.

Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limve ragional dan organ lainnya
jarang terkena, lesi terbatas dan terlokaliasasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer. Tetapi nikrosis jaringan
lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa ( perkijuan ) yang luas dan di sebut tuberkuloma.
Protease yang di keluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa.
Secara umum dapat di katakan bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainya dari TB
sekunder adalah akibat dari reaksi nikrotik yang di kenal sebagai hipersensitivitas seluler.

TB paru pasca-primer dapat di sebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber oksogen,
terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya, hal
ini terjadi pada daerah apikal atau segmen posterior lobus superior ( fokus simon 0, 10-20 mm
dari pleura, dan segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin di sebabkan oleh kadar oksigen
yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB.

Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru. Kerusakan paru di akibatkan oleh
produksi sitokin ( tumor nicroting factor ) yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh
jaringan fibrotik yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi
oleh jaringan fibrotik yang tebal.

4
patway Invasi bakteri tuberkolosis via innhalasi

Penyebara bakteri secara Ifeksi primer sembuh


Bronkogen, limfogen, dan
hematogen Sembuh dengan focus ghon

infeksi pasca-primer Bakteri dorman


(reaktivasi)
Bakteri muncul beberapa tahun kkoemudian sembuh dengan
fibrotik
Reaksi infeksi/inflamasi, membentuk kavitas dan merusak parenkim paru

 Edema trakeal/faringeal penurunan jaringan reaksi


sistemis :
 Peningkatan produksi secret efektif paru, atelektasis, anoreksia,
mual,
 Pecahnya pembuluh darah kerusakan membrane alveolar- demam,
penurunan
Jalan napas kapiler merusak pleura, berat badan,
dan
Dan perubahan cairan intrapleura
*batuk produktif
*batuk darah
*sesak napas Komplikasi TB paru: *intake nutrisi tidak
*penurunan kemampuan *efusi pleura adekuat
batuk efektif *pneumothoraks *tubuh makin kurus

*ketidak efektifan bersihan *Perubahan pemenuhan


Jalan *pola napas tidak efektif nutrisi kurang
*resiko tinggi sufokasi dari kebutuhan

5
D. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan tuberkulosi paru menjadi 3 bagian,yaitu :

1. Pencegahan

2. pengobatan

3. Penemuan penderita

Pencegahan Tuberkulosis Paru

1. Pemeriksaan kontak,yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan


penderita TB Paru BTA positif.Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,klinis,dan
radiologis.Bila tes tuberkulin positif,maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang
pada 6 dan 12 bulan mendatang.Bila masih negatif,diberikan BCG vaksinasi.Bila
positif,berarati terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2. Mass chest X-ray,yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi


tertentu misalnya:

 Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan.


 Penghuni runah tahanan.
 Siswa-siswi pesantren.

3. Vaksinasi BCG

4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan


tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif,sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:

 Bayi di bawah 5 tahun dengan hasil tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meninghitis TB,

6
 Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular,
 Individu yang menujukan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,
 Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunusupresif jangka
panjang.
 Penderita Diabetes Malitus

5. Komunikasi,informasi,dan edukasi (KIE) tentang penyakit TB kepada masyarakat di


tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun
petugas LSM (misalnya perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia --
PPTI).

Pengobatan Tuberkulosis Paru

Tujuan pengobatan pad penderita TB paru selain mengobati ,juga untuk mencegah
kematian,kekambuhan,resiste terhadap OAT,serta memutuskan mata rantai penularan.Untuk
penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru.Berikut ini yang penting untuk diketahui

Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT).

a. Aktivitas Bakterisidal,untuk bakteri yang membelah cepat.


 Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan ialah Rimfapisin (R) dan sterptosin (S).
 Intraseluler,jenis obat yang digunakan Rimfapisin dan Isoniazin (INH).
b. Aktvitas sterilisasi,terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan Rimfapisin dan Isoniazin
 Intraseluler,untuk slowly growing bacilli,digunakan pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis,obat-obatan yang yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
 Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan Etambutol,asam para amino salisilik dan
sikloserine.
 Intraseluler,kemungkinan masih dapat dimusnakan oleh isoniazin dalam keadaan
yang terjadiresistensi sekunder.

7
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase :1. Fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
(4-7 tahun).Jenis obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rimfapisin.Isoniazin,Pirazinamid,streptomisin,dan Etambutol.

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas 5 komponen.

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam


penanggulan TB.
2. Dignosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,sedangkan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksan rediologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh
Pengawasan Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Kategori didasarkan pada urutan kebutuhanpengobatan dalam program.Untuk itu,


Penderita di bagi dalam empat kategori sebagai berikut.

KATEGORI 1

Kategori 1 adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan yang
berat seperti meninghitis,TB Milier,Perikarditis,Pleuritis masif atau bilateral,spondiolitis dngan
gangguan neurologis,TB usus,TB saluran perkemihan.

Dimulai dengan fase 2 HRZS (E) obat diberikan setiap hari selama 2 bulan.Bila selama 2
bulan spuntum menjadi negatif,maka di mulai fase lanjutan.Bila setelah 2 bulan sputum masih
tetap positif,maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi.kemudian fase selanjutnya adalah
4HR atau 4H3R3.Pada penderita meningitis,TB milier,spondiolitis dengan kelainan
neurologis,fase lanjuan diberikan lebih lama,yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan 8-9
bulan.sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6HE.

8
KATEGORI II

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan dengan sputum tetap positif.Fase
intensif dalam bentuk 2 HRZS-1 HRZS.Bila setenga 3 bulan sputum masih positif ,maka fase
intensif di perpanjang 1 bulan lagi dengan HRZS dikenal dengan obat sispan.Bila setelah 4 bulan
sputum masih tetap positif,maka pengobatan di hentikan 2-3 hari.kemudian ,periksa biakan dan
uji resistensi lalu pengobatan di teruskan degan fase lanjutan.

Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata bakteri masih sensitif
terhadap semua obat dan setelah fase intensif sputum menjadi negatif maka fase lanjutan dapat
diubah seperti kategori 1 dengan pengawasan ketat..Bila data menunjukan resistensi terhadap H
dan R,maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat .Tetapi jika data menunjukan resistensi
terhadap H atau R,maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil .Fase lanjutan adalah 5
H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasan.

KATEGORI III

Kategori III adalah kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan
kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam kategori I.Pengobatan yang di berikan:

 2 HRZ/6 HE
 2 HRZ/4 HE
 2HRZ/4 H3R3

KATEGORI IV

Kategori IV adalah TB Kronis.Prioritas pengobatan rendah kemungkinan keberhasilan


pengobatan kecil sekali.Untuk negara kurang mampudari segi kesehatan masyarakat,dapat
diberikan H saja seumur hidup.Untuk negara maju pengobatan secara individu dapat dicoba
pemberian obat berdasarkan uji resisten atau obat ke 2 seperti Quinolon, Ethioamide, Sikloserin,
Amikasin, dan Kanamisin.

9
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

A. ANAMNESIS
 Keuhan utama

Tuberculosis sering di juluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah
dan demam. Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas sehingga di abaikan bahkan
kadang-kadang asimptomatik.

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim
kesehatan dapat di bagi menjadi da golonngan, yaitu:

1. Keluhan respiratorik, meliputi:


a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering di
keluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat
nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan tama klaen untuk
meminta pertolongan kesehatan. Hal ii di sebbkan rasa takut klien ada darah yang keluar
dari jalan napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar atau
hanya blood streat, berpa garis, atau bercak-ercak darah.
c) Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan arenkim paru sudah luas atau karna ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotoras, anemia, dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleyuritik ringan. Gejala ini timbul apabila
system persarafan di pleur terkena TB.

2. Keluhan sistemis
a) demam

keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama panjang seranganya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek.

10
b) keluhan sistemik lain

keluhan yang biasa timbul keringat malam, anoreksia, penuruan berat badan. Dan
malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-
bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, ddan sesak napas-walaupun
jarang-dapat juga timbul menyeruupai gejala pneumonia.

 Riwayat Penyakit Saat Ini

Keluha batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan, mula-mula non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
terjadi kerusakan jaringan. Batuuk akan timbul apaila proses penyakit telah menyebabkan
bronkus, dimana terjadi iritasi bronkus selanjutnya adanya peradangan pada bronkus, batuk
akan menjadi produktif.

Klien TB paru sering menderita batuk darah. Adanya batuk darah menimbulkan
kecemasan pada diri klien karna batuk darah dianggap sebagai suatu tanda dari beratnya
penyakit yang diidapnya.

Pada batuk darah, gejala permukaan biasanya rasa gatal pada tenggorokan atau adanya
keinginan batuk dan kemudian darah dibatukan keluar. Darah berwarna terang dan berbuih
dapat bercampur sputum dan bersifat alkali (Harrison, 1992). Batuk darah terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringanya batuk darah yang timbul beragam tergantug
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya
aneurisme pada dinding kavita, tetapi dapat juga terjadi karna ulserasi pada mulkosa bronkus
(yunus, 1992).

 Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien perna
menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkolosis dari organ lain,
pembesaran geta bening, dan penyakit lain yang memperberat TB Paru seperti diabetes
militus.

Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu yang
masi relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu. Adanya alergi obat harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul.
Seringkali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam
seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada

11
klien dengan TB Paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum OAT.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini perna di alami oleh anggota keluarga lainnya sebagai factor predisposisi
penularan didalam rumah.

B. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat


untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien bertempat tinggal. Hal ini
penting, mengingat TB Paru sangat rentang di alami oleh mereka yang bertempat tinggal di
pemukiman padat dan kumuh karena populasi bakteri TB Paru lebih mudah hidup di tempat yang
kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang.

TB Paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarak miskin karena
tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh non spesifik dan mengkonsumsi makanan kurang
bergizi.

Klien TB Paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka seringkali tidak


menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang peenting.
Pendidikan yang rendah sering kali menyebabkan seseorang tidak dapat meningkatkan
kemampuannya untuk mencapai taraf hidup yang baik.

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB Paru meliputi pemeriksaan fisik umum per
sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus
pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.

12
Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang
kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, spoor, soporokoma, atau
koma.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB Paru biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak
napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi.

B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB Paru merupakan pemeriksaan focus yang terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

B2 (Blood)

Pada klien dengan TB paru pengkajian yng didapat meliputi:

Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan dan kelemahan fisik

Palpasi : Denyut nadi perifer melemah

Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif
mendorong keisi sehat.

Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi janntung tambahan biasanya tidak
didapatkan

B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
prfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan

13
adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan sclera ikterik
pada paru dengan gangguan fungsi hati.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan degan intake cairan. Oleh karna itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
rifampisin.

B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.

B6 (Bone)

Aktifitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi
tak teratur.

D. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan
pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus
mengenai TB paru awal kecuali lokasi lobus bawah dan biasanya berada disekitar hilus.

Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil


yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic ireguler, pita parenkimal,
klasifikasi modul dan adenopati, perubahan kelingkungan berkas brongkhovakuler,
bronhietaksis, dan emfisema, perisikatriksial.

14
Radiologis TB Paru Milier

Tb Paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB Paru milier akut dan TB Paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB Milier akut diikuti oleh
infasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat
dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT.

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberkolosis di peroleh dengan pemeriksaan


mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobaterium antara yang satu
dengan yang lainnya harus dilihat sifat kolomi, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai
media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapiutik, perbedaan kepekaan terhadap
binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen
mycobacterium. Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium Tuberculosis berupa:

1. Sputum klien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika
sulit di dapatkan mak sputum di kumpulkan selama 24 jam.
2. Urine. Urine yang diambil adalah urin yang pertama di pagi hari atau urine yang di
kumpulkan selama 12-24 jam. Jika klien menggunakan kateter mak urine yang tertampun
di dalam urine bag dapat di ambil.
3. Cairan kumba lambung. Umumnya bahan pemeriksaan ini di gunakan jika anak-anak
atau klien tidak dapat mengeluarkan sputum. Bahan pemeriksaan di ambil pagi hari
sebelum sarapan.
4. Bahan-bahan lain. Misalnya pus,cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan
pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tengkorak.

Bahan pemeriksaan dapat di teliti secara microskopis dengan membuat sediaan dan
diwarnai dengan pewarnaan tahan asam dan diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil
pemeriksaan mikroskopis dilaporkan sebagai berikut.

 Bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri tahan asam, maka
diberikan label (penanda): “Bakteri tahan asam negative atau BTA (-)

15
 Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka jumlah yang
ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan ulangan.
 Bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi label: “Bakteri tahan asam
positif atau BTA (+)”.

Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitive
adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan
peningkatan immunoglobulin terutama IgG dan IgA (Loman, 2001).

Diagnosis Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus


yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
tracheal/faringeal
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-
kapiler
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
keletihan,anoreksia,dipnea peningkatan metabolism tubuh
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang berhubungan dengan adanya batuk, sesak
napas, dan nyeri dada
6. Ketidak mampuan melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) yang berhubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah)
7. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematiaan yang dibayangkan (ketidak
mampuan untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas
8. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan di rumah.
9. Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko pathogen

16
Rencana Intervensi

Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungab dengan sekresi mukus
yang kental, hemoptisis kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakheal.

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas
kembali efektif.

Kriteria hasil:

 Klien mampu melakukan batuk efektif


 Pernapasan klien normal (16-20 kali/menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Bunya napas normal, Rh-/- dan pergerakan pernapasan normal

Rencana Intervensi Rasional

Mandiri Penurunan bunyi napas menujukan ateletaksis,


ronhi menujukan akumulsi sekret dan ketidak
Kaji fungsi penapasan (bunyi napas, efektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
kecepatan, irama,kedalaman, dan dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas
penggunaan otot bantu napas) dan peningkatan kerja pernapasan.

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental
catat karakter, volume skutum, dan (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).
adanya hemobtisis Sputum berdarah bilah ada kerusakan (kafitasi) paru
atau luka bronkhial dan memerlukan intervensi
lebih lanjut.

Berikan posisi fowler/semifowler tinggi Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
dan bantu klien berlatih napas dalam dan menurunkan upaya napas. Fentilasi maksimal
batuk efektif. membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret ke jalan napas besar untuk
dikeluarkan

Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan


2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.

Bersikan sekret dari mulut dan trkea, Mencegah opstruksi dan aspirasi pengisapan di
bila perlu lakukan pengisapan (suction) perlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan
sekret.

Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan TB terbagi menjadi dua fase yaitu fase
indikasi OAT. intensif (2-3 bulan), fase lanjutan (4-7 bulan)
paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan jenis obat utama yang di
gunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah

17
rifampisin INH pirazinamid, strep tomisin dan
etambutol

Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan


perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan .

Bronkodilator Bronkodilator meningkatkan diameter lumen


pecabangan trakeo brokhial sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran udara.

Kortikostiroid Kortikostiroid berguna dengan keterlibatan luas


pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.

Ketidakefektifan pola pernapasan b.d menurun ekspansi paru sekunder terhadap


penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : dlam wakti 3 x 24 jam setelah deberikan intervansi pola napas kembali efektif

Kriteria evaluasi:

 Klien mampu melakukan batuk efektif


 Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan berada pada betas normal, pada pemeriksaan
rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan dan bunyi napas terdengar jelas

Rencana Intervensi Rasional

Indikasi faktor penyebab Dengan meidentifikasi penyebab, kita


dapatmenentukan jenis difusi pleura sehingga
dapat mengambil tndakan yang tepat.

Kaji fungsi pernapasan catat kecepatan Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat
pernapasan dispneaseanosis dan terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau
perubahan tanda vital dapat menujukan terjadinya syok akibat hopoksia.

Berikan posisi fowler/semifowler tinggi Pososi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
dan miring pada sisi yang sakit, bantu menurunkan upaya benapas fentilasi maksimal
klien untuk latihan napas dan batuk membuka area atelektasis dan meningkatkan
efektif gerakan sekret kejalan napas beras untuk di
keluarkan.

Auskultasi bunyi napas Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area
kolaps yang meliputi sati lobus segmen paru dan

18
seluru area paru

Kaji pengembangan dada dan posisi Ekspansi paru menurun pda erea kolaps deviasi
trakea. trakea kearah sisi yang sehat pada tension
pneumotoraks

Kolaborasi untuk tindakan torakosentesis Bertujuan sebagai efekuasi cairan atau udara dan
atau kalau perlu WSD memudahkan ekspansi paru secara maksimal

Bila di pasangkan WSD: periksa Mempertahankan tekanan negatif intrapleura yang


pengontol, pengisap dan jumlah isapan meningkatkan ekspansi paru optimum.
yang benar

Periksa batas cairan pada botol pengisap Air dalam botol penampung berfungsi sebagai
dan pertahankan pada batas yang di sekat yang mencegah udra atmosfir masuk
tentukan kedalam pleura

Obserfasi gelembung udara dalam botol Gelembung udara selama ekspirasi menujukan
penampung kelurnya udara dari pleura sesuai dengan apa yang
diharapkan. Gelembung biasanya menurun seiring
degan bertambanya ekspansi paru. Tidak adanya
gelembung udara dapat menujukan bahwa ekspansi
paru sudah optimal atau tersumbatnya selang
drainase.

Setelah USD di lepas, tutup sisi libang Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti
masuk dengan kassa sreril dan opservasi berulangnya pneumotoraks.
tanda yang dapat menujukan berulangnya
pneimitoraks seperti napas pendek
keluhan nyeri.

19
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membran afeolat-kapiler dan edema bronkhial

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi

Kriteria evaluasi :

 melaporkan tak adanya/penuruna dispneasigen


 klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
 menunjukan perbaikan ventilasidan kadar oksigen adekuat dengan gas arteri dalam
rentang normal

Rencana intervensi Rasional

Mandiri TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari


bagian kecil bronkhopneumonia sekmya
Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, terhadaampai inflamasi difus yang luas, nekrosis,
peningkatan upaya pernapasan, ekspnsi difusi pleura, dan sifbrosis yang luas. Efeknya
toraks, dan kelemahan. terhadap penapsan berfariasi dari gejala ringan,
dispnea berat, sampai distres pernapasan.

Evaluasi tingkat kesadaran, catat Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru
sianosis, dan perubahan warna kulit, yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ
termasuk membran mukosa dan kuku fital dan jaringan tubuh.

Tunjukan dan dukung pernapasan bibir Membuat tahanan melawan udara luar umtuk
selama ekspirasi kususnya untuk klien mencegah kolaps/penyempitan jalan napas
dengan fibrosis dan parenkim paru. sehingga membantu menyabarkan udara melalui
paru dan mengurangi napas pendek

Tingkatkan tirah baring, batasi aktifitas, Menurunkan konsumsioksigen selama periode


dan bantu kebutuhan perawatan diri penurunan pernapasan dan dapat menurunkan
sehari-hari sesuai keadaan klien beratnya gejala.

Kolaborasi Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau satu rasi dan


peningkatan PCO2 menujukan kebutuhan untuk
Pemeriksaan AGD intervensi/perubahan program terapi.

Pemberian oksigen sesuai kebutuhan Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang
tambahan terjadi akibat penurunan fentilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.

Kortikosteroit Kortokosteroid berguna dengan keterlibatan luas


pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan

20
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan denagn keletihan
anoreksia atau dispnea, dan peningkatan metabolisme tubuh
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan keperawatan, intake nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria evaluasi
1. klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang kurang menjadi adekuat
2. pernyataan motivasi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Rencana intervensi Rasional

Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat Memvalidasi dan menetapkan derajat maslah untuk
badan, derajat penurunan berat badan, menetapkan pilihan intervensi yang tepat
integritas mukosa kulit, kemampuan
menelan, riwayat mual/muntahdan diare.
Vasilitasi klien untuk memperoleh diet Memperhitungkan keinginan individu dapat
biasa yang disukai klien (sesuai indikasi). memperbaiki intake gizi

Pantau intake dan output, timbang BB Berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi
secara periodik. (sekali seminggu). dan dukungan cairan
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasatidak enak karena sisa makanan,
sebelum dan sesudah makan sertasebelum sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem
dan sesudah intervensi/pemeriksaan pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah
peroral.
Vasilitasi pemberian diet TKTP, berikan Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan
dalam porsi kecil tapi sering. energi besar serta menurunkan iritasi saluran cerna.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang
menetapkan komposisi dan jenis diet yang cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
tepat. energi dan kalori
Kolaborasi untuk pemeriksaan Lab Menilai kemajuan terapi diet dan membantu
kususnya BUN protein serum, dan perencanaan intervensi selanjutnya
albumin
Kolaborasi untuk pemberian multivitamin Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
vitamin
21 yang tinggi sekunder dari peningkatan laju
metabolisme umum.
DAFTAR PUSTAKA

 Muttaqin,Arif, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan.-Jakarta: Selemba Medika, 2012

22

Vous aimerez peut-être aussi