Vous êtes sur la page 1sur 27

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KALIDERES


PERIODE 6 MARET 2018 – 5 JUNI 2018

Topik : STEMI
Nama : dr. Kevin Rianto Putra

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat /tanggal lahir : Jakarta, 27-11-61 Suku Bangsa : Betawi
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Petugas parkir Pendidikan : SLTA
Alamat : Lingkungan III 1/3, Kalideres No. RM : 051239

A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 25 Mei 2018, jam 02.00

Keluhan utama :
Nyeri dada kiri sejak 8 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Kalideres pada 25 Mei 2018, jam 02.00 dengan keluhan
nyeri dada kiri sejak 8 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan menjalar hingga ke bahu, lengan, dan
tubuh bagian kanan, terasa perih seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak
3 jam SMRS. Pasien tidak merasakan sesak napas. Pasien tidak merasakan mual atau muntah.
Pasien tidak merasakan demam. Pasien tidak merasakan batuk atau pilek. BAB dan BAK pasien
dirasakan dalam batas normal. Riwayat tekanan darah tinggi dan kencing manis disangkal oleh
pasien. Pasien adalah perokok aktif sejak usia muda, merokok 1 bungkus per hari.

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(+) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir

1
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu lain-lain: (-) Operasi
(-) Penyakit ginjal kronis (-) Gagal jantung kongestif (-) Kecelakaan

Adakah Kerabat yang Menderita ?

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Artritis √
Rematisme √
Hipertensi √
Jantung √
Ginjal √
Lambung √

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun

2
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(+) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(+) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(-) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah Darah (-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Nyeri Perut (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria

3
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat
Katamenia
(-) Leukore (-) Pendarahan
(-) lain – lain
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata – rata (kg) :
Berat tertinggi kapan (kg) :
Berat badan sekarang (kg) : 60
(bila pasien tidak tahu dengan pasti)
(+) Tetap (-) Turun (-) Naik

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) di rumah (+) Rumah Bersalin (-) R.S Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-) lain - lain

Riwayat Imunisasi
(-) Hepatitis (-) BCG (-) Campak (-) DPT (-) Polio (-) Tetanus
(pasien sudah tidak ingat)

4
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3 kali/hari
Jumlah / kali : Porsi normal
Variasi / hari : Nasi, ayam, ikan, telur, mie instan, bakso
Nafsu makan : Cukup

Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : -
Pekerjaan : -
Keluarga : -

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 60 kg
Tekanan Darah : 180/90 mmHg
Nadi : 106 kali/menit
Suhu : 36,8oC
Pernafasaan : 20 kali/menit
Keadaan gizi : Baik
Sianosis : Tidak sianosis
Edema umum : Tidak edema
Cara berjalan : Normal
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : tenang

5
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Normal
Jaringan Parut : Tidak ada
Pigmentasi : Normal
Pertumbuhan rambut : Normal, merata
Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Normotermi
Pembuluh darah : Normal
Keringat : Umum
Turgor : Normal
Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Normal
Edema : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak teraba pembesaran, benjolan
Leher : Tidak teraba pembesaran, benjolan
Supraklavikula : Tidak teraba pembesaran, benjolan
Ketiak : Tidak teraba pembesaran, benjolan
Lipat paha : Tidak teraba pembesaran, benjolan

Kepala
Ekspresi wajah : Normal
Simetri muka : Simetris, tidak ada pucat, tidak ada edema
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok
Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi

Mata
Exophthalamus : Tidak ada Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Tidak edema Lensa : Jernih

6
tidak hiperemis
Konjungtiva : Anemis Visus :-
Sklera : Tidak ikterik Gerakan Mata : Tidak ada jerky,
tidak ada nistagmus
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : N+
Deviatio Konjugate : Tidak ada Nistagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak ada Selaput pendengaran : Tidak ada tanda
radang/hiperemis,
tidak ada bulging,
reflex cahaya
positif langsung dan
tidak langsung
Lubang : Lapang dikedua Penyumbatan : Tidak ada
liang telinga
Serumen : Tidak berlebihan Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada

Mulut
Bibir : Tidak sianosis, Tonsil : T1 - T1
tidak kering, simetris
Langit-langit : Tidak terbelah Bau pernapasan : Tidak berbau
Gigi geligi : Tidak ada karies dentis Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis, Selaput lendir : Tidak ada
Lidah : Tidak telihat deviasi lidah ataupun lidah kotor.

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+2 cm
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran
Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Dada
Bentuk : Simetris kanan dan kiri, tidak mencekung atau mencembung

7
Pembuluh darah : Tidak teraba
Buah dada : Normal, simetris, tidak teraba massa

Paru – Paru
Depan Belakang
Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Inspeksi
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kiri Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Palpasi
Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Kiri Sonor Sonor
Perkusi
Kanan Sonor Sonor
Kiri Vesikular Vesikular
Auskultasi
Kanan Vesikular Vesikular

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 4 garis mid-clavicularis
Perkusi :
Batas kanan : Sela iga 4 garis sternalis kanan
Batas atas : Sela iga 2 garis sternalis kiri
Batas kiri : Sela iga 5, 1 jari medial garis axilaris kiri
Auskultasi : Katup Mitral : BJ I > BJ II, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Katup Trikuspid : BJ I > BJ II, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Katup Aorta : BJ II > BJ I, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Katup Pulmonal : BJ II > BJ I, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi Arteri Karotis : Teraba pulsasi

8
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi Arteri Tibialis Posterior: Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Perut
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak terlihat lesi kulit dan bekas luka operasi
Palpasi
Dinding perut : Tidak teraba benjolan, nyeri tekan dan defense muscular
Hati : Tidak teraba pembesaran hati
Limpa : Tidak teraba pembesaran limpa
Ginjal : Bimanual dan Ballotement tidak teraba ginjal
Lain-lain :-
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik, tidak ada bruit
Refleks dinding perut : Normal

Alat Kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Normotrofi Normotrofi
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Lain-lain : - -

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Tidak ada Tidak ada

9
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Edema : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : - -

Refleks
Kanan Kiri
Refleks tendon
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Kremaster - -
Refleks kulit Positif Positif
Refleks patologis Negatif Negatif

Colok Dubur (atas indikasi) : tidak dilakukan pemeriksaan

C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Tanggal: 25 Mei 2018 ; Jam 02.10
Darah rutin
Hb : 15,3 g/dL
Ht : 47,4 %
Leukosit : 10.800 /µL
Trombosit : 254.000 /µL
O2 saturation : 98% SGOT : 21 IU/L
Elektrolit SGPT : 16 IU/L
Natrium (Na) : 137 mEq/L Ureum : 33 mg/dL
Kalium (K) : 3,7 mEq/L Kreatinin : 0,9 mg/dL
Klorida (Cl) : 103 mEq/L Glukosa sewaktu : 107 mg/dL

10
Elektrokardiografi

Kesan : STEMI luas

D. RINGKASAN (RESUME)
Laki-laki 56 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 8 jam SMRS
yang dirasakan semakin memberat sejak 3 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan menjalar hingga ke
bahu, lengan, dan tubuh bagian kanan, terasa perih seperti ditusuk-tusuk. Pasien merupakan
seorang perokok aktif sejak usia muda, merokok 1 bungkus per hari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 180/90 mmHg. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri dada yang
terus menerus dan dada berdebar. Dari hasil pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan kesan
STEMI luas.

E. DIAGNOSIS KERJA
STEMI luas

F. DIAGNOSIS BANDING
-

G. ANJURAN PEMERIKSAAN
Enzim jantung, Rontgen thorax posisi PA, Echocardiography, Angiografi koroner

11
H. PENATALAKSANAAN

Non medika mentosa

- Tirah baring
- O2 cannul 3 lpm
- Rujuk cito untuk dilakukan PCI

Medika mentosa

- ISDN 5 mg SL – pk. 02.15 – 02.30 – 02.45


- Clopidogrel 4 x 75 mg (300 mg) – pk 02.25 – 03.15
- Aspilet 2 x 80 mg (160 mg) – pk 02.25 – 03.15
- Pethidine 25 mg – 03.20

I. PROGNOSIS
 Ad vitam : Dubia
 Ad functionam : Dubia
 Ad sanationam : Dubia

12
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM KORONER AKUT

Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan utama di dunia.
Diperkirakan 17,3 juta orang meninggal akibat PJK pada tahun 2008, mewakili 30% dari total
kematian di dunia. Berdasarkan data statistik dari American Heart Association (AHA) tahun
2008, terdapat 1,4 juta orang dirawat di rumah sakit karena menderita SKA. Sementara di
Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 1,5%. Angka kejadiannya sering
terjadi pada golongan usia 45-54 dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi
pada kelompok umur > 55 tahun yaitu 30,6%.1-3

Definisi
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan beberapa
kondisi yang disebabkan oleh iskemik miokard akut atau infark miokard karena berkurangnya
aliran pembuluh darah koroner. SKA dibagi menjadi 3, yaitu: Infark miokard dengan elevasi
segmen ST (STEMI: ST segment elevationmyocardial infarction), Infark miokard dengan non
elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segmentelevation myocardial infarction) dan Angina
Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris).4-5 `

STEMI merupakan indikator oklusi total pembuluh darah arteri koroner, yang memerlukan
tindakan revaskularisasi dan reperfusi miokard secepatnya. Melalui estimasi 30% dari pasien
ACS dengan STEMI, dari data National Registry of Myocardial Infarction-4 (NRMI-4),
diperkirakan terdapat 500.000 kasus pertahun di Amerika Serikat. Angka kematian pada pasien
ACS di dunia telah mengalami penurunan, dari 20% menjadi 5%. Hal ini dapat terjadi karena
terapi yang efektif.5-7

Patofisiologi

Sindrom koroner akut terjadi akibat plak pembuluh darah koroner yang mengalami
aterosklerosis koyak atau pecah dan disertai dengan disfungsi endotel. Ruptur plak disebabkan
oleh faktor kimia yang merusak komposisi plak, dimana plak ateroma yang berisi sel lemak
dengan dan dibungkus dengan jaringan ikat, semakin lemah akibat mediator inflamasi, yang
dikeluarkan akibat adanya plak, memicu gangguan integritas plak. Salah satunya adalah limfosit

13
T dan interferon γ mencegah sintesis kolagen sehingga jaringan ikat pembungkus plak menipis,
membuat plak semakin mudah ruptur. Trauma mekanis pada plak (peningkatan tekanan darah
dalam lumen endotel, peningkatan heart rate, dan kontraksi ventrikel) juga dapat mendesak plak
sehingga plak semakin mudah ruptur.8

Plak yang ruptur akan memicu proses agregasi trombosit, yang mengakitifkan juga jalur
koagulasi dan mengeluarkan agen-agen vasokonstriktor, sehingga lumen pembuluh darah
semakin sempit dan aliran darah semakin kencang sehingga memicu aktivasi platelet lagi pada
lokasi plak. Disfungsi endotel pada aterosklerosis juga memperberat penyempitan lumen endotel.
Agen-agen vasodilator (NO dan prostacyclin) berkurang jumlahnya sehingga proses pelebaran
dan inhibisi agregasi platelet berkurang, semakin memperberat keadaan lumen. Lumen endotel
semakin sempit oleh trombus, trombus semakin mudah ruptur dan menyumbat pembuluh darah
yang lebih distal, dan pembuluh darah semakin sempit akibat respon vasokonstriksi.8

Gambar 1. Mekanisme kematian sel pada infark miokardium8

Penegakan Diagnosis

Morbiditas dan mortalitas STEMI dapat dikurangi bila pasien dan petugas kesehatan
dapat mengenali gejalanya dengan cepat dan memperpendek waktu respon untuk memperoleh
penanganan. Penegakan diagnosis STEMI membutuhkan riwayat pasien dan faktor risiko pasien
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan laboratorium, biomarka jantung, dan
pemeriksaan imaging (ekokardiografi dan foto torax). Semua pasien yang diduga mengalami
sindrom koroner akut harus selesai dilakukan pemeriksaan EKG dan evaluasi awal dalam waktu
10 menit sejak masuk IGD.9

14
Kriteria diagnosis STEMI yang disetujui oleh ACC/AHA dan European Society of
Cardiology (ESC) adalah pasien dengan nyeri dada dan pemeriksaan EKG menunjukan (1)
elevasi segmen ST (2) left bundle branch block yang diduga baru (3) adanya perubahan
gelombang T (inversi) dan gelombang Q patologis. Peningkatan kadar enzim jantung akibat
nekrosis miokard (CKMB dan troponin) dilakukan untuk mendukung diagnosis atau apabila
gambaran EKG tidak menunjukan gambaran yang khas dan dicurigai sebagai infark miokard tipe
lain.4

Anamnesis

Anamnesis riwayat pasien harus dilakukan sementara EKG sedang dikerjakan dan terapi
awal diberikan. Terdapat 2 gejala yaitu nyeri yang tipikal dan atipikal. Nyeri tipikal meliputi rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten
(>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.5,9

Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran
angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering
dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita
diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul
saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan
aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya
keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.5

Untuk mengenali nyerinya, tanyakan pasien bagimana nyeri dada yang dialami, awal
mulai, bagaimana rasanya (menusuk, menekan, terbakar), dan apakah menyebar ke bagian lain
dari tubuh. Nyeri dada adalah gejala kardinal infark miokard, tetapi tidak selalu hadir, jadi
pastikan untuk bertanya tentang nyeri pada rahang, bahu, leher, lengan, dan apakah ada pusing,
mual, dan sesak napas. Tanyakan juga apakah pasien pernah merasakan hal seperti ini
sebelumnya, apakah intensitasnya sama atau berbeda, apakah ada sesuatu yang membuat lebih
baik atau lebih buruk, atau jika mengkonsumsi sesuatu akan mengurangi ketidaknyamanan.
Informasi masalah medis sebelumnya, prosedur bedah masa lalu, obat yang pernah dikonsumsi
(jika pasien ingat), dan riwayat alergi.5

15
Pada pasien dijumpai: Nyeri dada pada dada sebelah kiri, terasa seperti ditusuk-tusuk,
menjalar ke bahu, tangan kiri, leher serta punggung. Nyeri dada dirasakan selama >20 menit.
Keringat dingin dan mual dijumpai. Riwayat nyeri dada sebelumnya dijumpai 6 bulan yang lalu,
tetapi tidak dijumpai mual, muntah, dan keringat.

Faktor Risiko

Faktor risiko pada penyakit jantung koroner terdiri dari faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi adalah hipertensi, dislipidemia, merokok, obesitas, diabetes melitus, kurangnya
aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan stres.

a. Usia
Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur, diatas 45
tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Pasien usia lanjut lebih sering mengalami
perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta
yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan compliance arteri dan hipertensi
arterial, hipotensi ortostatik, hipertrofi jantung, dan disfungsi ventrikular terutama disfungsi
diastolik dibandingkan dengan pasien yang masih muda.5

b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan.Walaupun setelah menopause
angka kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat
kematian laki-laki akibat penyakit jantung. Pada wanita, hormon esterogen memiliki efek
atheroprotective, meningkatkan HDL dan mengurangi LDL, serta efek antioksidan dan
antiplatelet sehingga resiko aterosklerosis dan gangguan endotel lebih jarang terjadi pada wanita
yang belum menopause.8

c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk
penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada
ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.4

16
d. Merokok
Merokok mampu memicu infark miokard melalui proses aterosklerosis. Konsumsi rokok
meningkatan modifikasi oksidatif dari LDL, menekan jumlah HDL, kerusakan endotel, dan
meningkatan stres oksidatif pada pembuluh darah sehingga aterosklerosis rentan terjadi.
Merokok juga memicu respon vasokonstriksi, menimbulkan hipoksia jaringan, Penelitian
menunjukan merokok dapat menimbulkan infark miokard 7 tahun lebih cepat daripada tidak
merokok.8

e. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab langsung aterosklerosis. Hipertensi meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah terhadap lipoprotein sehingga terjadi kerusakan endotel.8

f. Dislipidemia
Kolesterol dapat berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika
lemak berakumulasi terus berlangsung, akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner
yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami aterosklerosis.
Resiko penyakit jantung koroner naik menjadi dua kali lipat pada pasien dengan kadar kolesterol
200 mg/dl dibandingkan dengan kadar kolesterol 240 mg/dl.8

g. Obesitas
Beberapa perubahan metabolisme lemak sering dijumpai pada individu dengan obesitas.
Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak viseral dibandingkan dengan total
lemak tubuh. Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan
trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau
normal, partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien
dengan resistensi insulin yang berkaitan dengan adipositas viseral.Perubahan-perubahan ini
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.8

h. Diabetes melitus
Diabetes mellitus (DM) sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskular.
Pada DM, terjadi gangguan pembuluh darah, penurunan bioavailibilitas NO sebagai agen

17
vasodilator, dan peningkatan adesi leukosit, sehingga memicu juga aterosklerosis dan penyakit
arteri koroner.8

Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi


iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut,
suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut,
hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap
SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi
katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.5

Dari inspeksi, kebanyakan pasien dengan infark miokard yang luas akan mengalami
pucat, keringat dingin, atau gelisah. Pemeriksaan denyut nadi sebaiknya diperiksa untuk
menentukan apakah terjadi aritmia, blok jantung, atau takikardi. Aritmia, baik takiaritmia,
maupun bradiaritmia, dapat dijumpai pada pasien dengan STEMI. Batuk, mengi, dan batuk
berdahak yang berbusa bisa dijumpai pada pasien dengan STEMI. Demam biasanya terjadi
dalam waktu 24-48 jam (Emedicine, 2014). Tekanan darah juga penting untuk diperiksa untuk
melihat apakah pasien dalam keadaan hipotensi karena syok kardiogenik, atau hipertensi yang
berat (kontraindikasi terapi fibrinolitik). Pada 6-10 % kasus STEMI dapat dijumpai syok
kardiogenik dengan onset antara 6 jam setelah terjadi serangan. Syok kardiogenik sendiri terjadi
75% pada 24 jam sewaktu onset. Hipotensi, takikardia saat istirahat, perubahan status mental,
oliguria, ekstremitas dingin, dan kongesti paru dapat dijumpai pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik.5

Dalam pemeriksaan fisik juga dapat ditemui suara jantung S4 yang terjadi akibat iskemia
dan kurangnya ATP sehingga menyebabkan kekakuan otot jantung. Desah holosistolik yang
dapat ditemui terjadi akibat regurgitasi mitral yang diakibatkan iskemia inferior. Desah
holosistolik ini terdengar paling kuat di apeks dan mengalami radiasi ke arah aksila.5

18
Tanda dan Gejala pada SKA 8

Tanda dan Gejala yang bisa ditemui pada SKA


Karakteristik nyeri Berat, persisten, berlokasi di substernal
Efek simpatis Diaphoresis
Ekstremitas dingin
Parasimpatis (efek vagal) Mual, muntah
Kelemahan
Respon inflamatorik Demam dengan derajat rendah
S4 (dan S4 jika gangguan sistolik terjadi)
Temuan pada jantung
Gallop
Penonjolan diskinetik
Mumur sistolik
Lainnya Ronki basah basal pada paru-paru
Distensi vena jugular

3.6. Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram

Pada SKA pemeriksaan EKG merupakan modalitas dalam menegakkan diagnosis


STEMI. EKG harus dilakukan sesegera mungkin setelah pasien mencapai rumah sakit, yaitu
sekitar 10 menit. Gambaran EKG pada SKA bervariasi, dapat normal, nondiagnostik, Left
Bundle Branch Block (LBBB), elevasi segmen ST yang persisten di atas 20 menit.5

Pada STEMI gambaran yang paling khas adalah adanya ST elevasi pada EKG. Elevasi
dari ST merupakan penanda adanya infark miokardium yang menggambarkan kerusakan yang
bersifat luas dan memiliki kemungkinan besar reversible. Akan tetapi, dalam beberapa kasus
elevasi dari segmen ST merupakan tanda dari infark sejati. Hal ini juga menunujukkan bahwa
untuk terapi dari STEMI membutuhkan tindakan yang agresif. ST elevasi biasanya kembali
kepada garis isoelektris dalam beberapa jam dan ST elevasi yang persisten menunujukkan
adanya penggembungan dari ventrikel dan melemahnya ventrikel yang lebih dikenal dengan
aneurisma ventrikuler. Elevasi ST dinilai dengan 2 sadapan yang bersebelahan dan bergantung
pada usia dan jenis kelamin.5

19
Gelombang Q menunjukkan adanya kematian dari sel miokardium yang ireversibel dan
biasanya muncul dalam beberapa jam setelah terjadinya infark dan cenderung menetap seumur
hidup pasien. Gelombang Q terbentuk karena jaringan yang mati tidak bisa mengalirkan aliran
listrik sehingga aliran listrik menjauhi dari daerah yang mengalami infark. EKG juga digunakan
untuk mengetahui di mana kerusakan myocardium sesuai dengan sadapannya.8

Gambar 2. Evolusi gambaran EKG pada STEMI 8

Lokasi Infark Berdasarkan sadapan EKG5

Sadapan dengan deviasi Segmen Lokasi Iskemia atau Infark


V1-V4 Anterior
V5-V6,I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R-V4R Ventrikel kanan

Enzim Jantung

1. CK-MB
CK-MB merupakan isoenzim dari kreatinine kinase yang di temukan di jantung sehingga
dijadikan sebagai dasar dari kriteria standar pada diagnosis miokardiak infark. CK-MB
meningkat pada 3-12 jam dari onset nyeri dada dan mencapai puncak dalam waktu 24 jam. Pada
waktu 48 hingga 72 jam nilainya akan kembali ke nilai normal. Spesifisitasnya tidak setinggi
troponin tetapi sensitivitasnya sekitar 95%.5

110
2. Troponin
Cardiac troponin merupakan penanda kerusakan miokard yang memiliki spesifisitas
tinggi. Protein ini dilepaskan oleh area yang kecil pada kerusakan miokardium sekitar 1 – 3 jam
setelah terjadinya kerusakan otot jantung dan kembali normal pada 5-7 hari. Sedangkan pada
darah perifer, peningkatan terjadi pada waktu 3 – 4 jam, menghilang dalam 2 – 3 hari dan bila
nekrosis luas dapat bertahan hingga 2 minggu.5 Troponin lebih spesifik dibanding CK-MB.

Faktor yang menyebabkan kenaikan dari troponin adalah :

1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat


2. Infark miokardiak akut
3. Infark miocardiak surgical
4. Unstable angina
5. Miokarditis
6. Dissecting aneurysm
7. Trauma pada otot, rhabdomyolisis, polymyositis, dermatomyositis
8. Penyakit kritis terutama pada sepsis
9. Emboli paru
10. Gangguan ginjal.

Enzim jantung yang sering digunakan5

Waktu Waktu Peningkatan Waktu kembali ke nilai


Penanda
Peningkatan Awal Tertinggi normal
CK-MB 4 – 8 jam 12 – 24 jam 72 – 96 jam
Troponin I 4 – 6 jam 12 jam 3 – 10 jam
Troponin T 4 – 8 jam 12 – 48 jam 7 – 10 jam

Angiografi Koroner

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada
arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat

111
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang – kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri (Van de werf et al, 2008).

Penatalaksanaan

Tatalaksana Awal5
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung dengan adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel
mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama. Karena itu diperlukan elemen utama
tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI, antara lain :
a. Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
c. Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
d. Melakukan terapi reperfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai
keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi
kepada masyarakat.

Tatalaksana Umum5
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

2. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, nitrogliserin
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin

112
intravena. Nitrogliserin intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru.

3. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2 – 4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5 – 15 menit dengan dosis total 20 mg. Mengurangi dan menghilangkan nyeri
dada sangat penting karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan
vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung.5

4. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg
diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

5. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit
sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100
mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

6. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100
mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal jantung, infark
miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis,
target 25-50 mg.

7. Antagonis Kalsium
Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin.
Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan nyeri
dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.

113
8. Antitrombotik
Menurut John (2008) heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau
low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberikan 5000 Unit bolus dilanjutkan
dengan 1000 Unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan aPTT (target
aPTT 1,5-2 x nilai normal).

9. Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa


Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant fibrinolitik.
Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup.
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian antiplatelet berupa aspilet
ditambah dengan clopidogrel.

10. Terapi Reperfusi

3.3 Pendekatan Manajemen STEMI5

114
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi
dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump
failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Pemberian terapi fibrinolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung,
karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat
terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar enzim jantung yang meningkat,
namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi
(NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi heparin, aspirin, dan obat – obat anti angina. Terapi
fibrinolitik tidak boleh diberikan pada infark non ST elevasi. Namun pada pasien STEMI
pemberian fibrinolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat diberikan
semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai dalam waktu kurang dari 30
menit. Jenis – jenis obat fibrinolitik diantaranya8 :
1. Streptokinase
Regimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan dalam 1
jam. Terapi dinyatakan berhasil bila dijumpai VES (ventricular extrasystole) pada
pantauan elektrokardiografi yang menandakan lisisnya tromboemboli.11
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA)
Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien – pasien yang telah
mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap streptokinase,
hipotensi (TDS < 90 mmHg).

Indikasi terapi fibrinolitik adalah sebagai berikut :


 Gejala yang sesuai dengan IMA
 Perubahan EKG berupa ST elevasi >0,1 mm pada minimal 2 sandapan berdekatan yang
merupakan gambaran bundle branch block baru
 Onset nyeri dada < 6 jam sangat bermanfaat, 6-12 jam bermanfaat, dan >12 jam tidak
bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut, yang terbukti berlanjutnya
nyeri dada dan ST elevasi pada EKG.

Kontraindikasi fibrinolitik menurut Bottiger et. al tahun 2008, keberhasilan resusitasi


tidak dikontraindikasikan dengan terapi fibrinolitik. Akan tetapi, pada keadaan yang tidak efektif

115
dimana dapat terjadi peningkatan perdarahan yang merugikan, pemberian fibrinolitik tidak
diindikasikan.

Kontraindikasi fibrinolitik
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
Stroke hemoragik atau stroke yang Transient Ischaemic Attack (TIA)
belum diketahui dengan awitan dalam 6 bulan
kapanpun
Stroke iskemik 6 bulan terakhir Pemakaian antikoagulan oral
Kerusakan sistem saraf sentral dan Kehamilan atau dalam 1 minggu post
neoplasma partum
Trauma operasi/ trauma kepala yang Tempat tusukan yang tidak dapat
berat dalam 3 minggu terakhir dikompresi
Perdarahan saluran cerna dalam 1 Resusitasi traumatik
bulan terakhir
Penyakit perdarahan Hipertensi refrakter (tekanan darah
sistolik > 180mm Hg
Diseksi aorta Penyakit hati lanjut
Ulkus peptikum yang aktif

Kegagalan fibrinolitik ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST


elevasi. Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu rescue PTCA
harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya fibrinolitik diulangi dengan dosis
yang sama.9
Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi
arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan fibrinolitik. Namun tindakan ini masih
terbatas pada beberapa rumah sakit sehingga dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan
reperfusi pada pasien dengan kontraindikasi absolut fibrinolitik atau pasien dengan syok
kardiogenik tindakan ini tidak dianjurkan jika pemberian fibrinolitik melebihi 60-90 menit.9

116
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization , 2013. Cardiovascular Diseases (CDVs). Diunduh dari


www.who.int/mediacentre/facsheets/ .
2. Sharkes, Mikael, Anthony B, 2009.Acute Coronary Syndromes. Am Fam Physician 2009;
80(4): 383-384
3. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Diunduh dari
www.litbang.depkes.go.id>download
4. Amsterdam EA, et al. 2014. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients with
Acute Coronary Syndromes. AHA/ACA ACS Guideline 2014: 13
5. PERKI, 2014. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ketiga. Jakarta : Centra
communications : hlm 1-72.
6. Elliott M, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-elevation
Myocardial Infarction : A Report of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation.
2013; 127:e362-e425.
7. Phil A,et al. 2013. Myocardial Infarction with ST- segment elevation: the acute management
of myocardial infarction with ST segment elevation. Nice Guideline Draft : 3
8. Rhee J, Sabatine MS dan Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. In: Lilly LS, ed.
Pathophysiology of heart disease: A collaborative project of medical students and faculty.
Baltimore, MD: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins, 2011:161-89.
9. O’Gara, P., T., et al, 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation
Myocardial Infarction. Journal of the American College of Cardiology Vol. 61, No. 4, 2013.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2012.11.019

117

Vous aimerez peut-être aussi