Vous êtes sur la page 1sur 3

Berantas Radikalisme di Kampus, Bukan Radikalnya

Akhir-akhir ini kasus radikalisme semakin banyak dijumpai ditanah air ini, sasaran
utamanya tentu saja para penerus bangsa ini generasi muda yang kelak akan melanjutkan roda
kepemimpinan ditanah air ini. Hal ini seperti dilansir BIN pada tahun 2017 bahwa 39 persen
mahasiswa terpapar paham radikalsme.

BIN juga mengungkapkan bahwa Mahasiswa, memang sering dijadikan target


penyebaran paham radikalisme oleh pelaku-pelaku terorisme. Mereka jadi target cuci otak
kemudian dicekoki pemahaman-pemahaman teroris.
Salahsatu contoh nyata radikalisme diwilayah kampus yaitu kasus penangkapan alumni
diUniversitas Riau karena melakukan perakitan bom yang diduga akan digunakan untuk aksi
terorisme ntuk melakukan aksi peledakan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Riau dan DPR RI. Daya ledaknya diperkirakan menyamai rentetan bom yang
meledak di Surabaya, Jawa Timur. Adanya kasus tersebut tentu sangat meresahkan karena
generasi yang harusnya menjadi pemimpin bangsa dihari esok malah berusaha menghancurkan
bangsanya sendiriyang
Namun ada hal yang perlu kita garis bawahi , yang merusak generasi penerus bangsa
ini adalah radikalisme bukan radikal. Lantas memang apakah perbedaan antara radikalisme
dengan radikal? Mengapa radikal dalam kehidupan kampus diperbolehkan sedangkan
radikalisme tidak boleh? Dan bagaimana cara efektif umtuk memberantas radikalisme
dikampus?
Banyak kaum awam mengemukakan bahwa radikal dan radikalisme adalah suatu hal
yang sama, padahal sebenarnya tidak karena kedua hal tersebut memiliki perbedaan yang
sangat mendasar meskipun istilah dan asal bahasanya sama. Istilah radikal dan radikalisme
berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”. Menurut The Concise Oxford Dictionary (1987),
berarti akar, sumber, atau asal mula.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, radikal diartikan sebagai “secara menyeluruh”,
“habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir atau bertindak”.
Dalam pengertian lebih luas, radikal mengacu pada hal-hal mendasar, pokok, dan esensial.
Berdasarkan konotasinya yang luas, kata itu mendapatkan makna teknis dalam berbagai ranah
ilmu, politik, ilmu sosial, bahkan dalam ilmu kimia dikenal istilah radikal bebas.
Sedangkan istilah radikalisme Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
cet. th. 1995, Balai Pustaka didefinisikan sebagai faham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Kemudian, Ensiklopedi online Wikipedia, membuat definisi yang lebih spesifik bahwa
radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara
kekerasan.
Setelah kita mengetahui pengertian radikal dan radikalisme maka kita akan menyadari
bahwa antara radikal dengan radikalisme memiliki perbedaan secara mendasar. Gampangnya
kita dapat mengatakan bahwa hal yang radikal dapat bersifat netral atau dapat bermakna positif
maupun negative tergantung penggunaan kata itu sendiri sedangkan semua radikalisme
memiliki makna negative.
Sebagai contoh dalam kehidupan dikampus kita harus berpikir radikal, yang artinya kita
harus maju dalam berpikir dan bertindak sehingga kita dapat menjadi mahasiswa yang cerdas
dan menjunjung tinggi nama kampus kita dengan baik.
Sebaliknya radikalisme dilingkungan kampus harus sangat dihindari dan diberantas
karena dapat merusak para mahasiswa penerus bangsa ini dikarenakan mereka yang berpaham
radikalisme akan terlalu cinta yang berlebihan terhadap agama ataupun seusuatu hingga
menimbulkan semacam kebenaran tunggal , dimana kelompok lain yang berbeda paham akan
dicap salah dan akan dihapuskan oleh mereka.
Untuk memberantas radikalisme diwilayah kampus diperlukan korelasi dari berbagai
pihak, bukan hanya dari pihak kampus itu sendiri namun peran alumni dan juga pemerintah
juga sama pentingnya guna menghapuskan paham radikalisme dikampus

Pemerintah dapat melakukan monitoring kepada para dosen dan mahasiswa dengan
pengawan yang salah satunya yaitu dengan mendata nomor telepon seluler dan akun media
sosial milik dosen dan mahasiswa dengan tujuann agar mengetahui lalu lintas komunikasi
mereka itu seperti apa dan dengan siapa. Hal ini dilakukan bukan bermaksud untuk merenggut
hak privasi dosen, mahasiswa. Namun hal ini demi pengawasan yang mau tidak mau harus
dilakukan demi terwujudnya kampus yang steril, bersih, dan aman dari segala bentuk
radikalisme.
Peran rector sendiri yaitu dapat memikirkan bagaimana upaya konkret dalam
menjabarkan Pancasila kepada para mahasiswanya. Hal ini karena Indonesia butuh
kebersamaan dan kekompakan untuk maju. rektor dan pimpinan perguruan tinggi juga harus
proaktif dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran paham radikal di kampus. Misalnya,
dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait terorisme, ulama, hingga melakukan
upaya yang sistematik
Sebagai mahasiswa dan penerus generasi bangsa kita harus menjadi agen perubahan
dan penyeru kebenaran. Aktualisasikan diri dengan pemahaman agama yang benar, yang
berdiri pada posisi menolak radikalisme. Kita harus menjadi generasi yang cerdas agar tidak
kalah perang melawan radikalismeApabila para mahasiswa dapat menerapkan hal ini, maka
secara tidak langsung kita dapat menghapuskan radikalisme diwilayah kampus dan juga
dinegeri pertiwi ini

https://www.kompasiana.com/hesty.kusumaningrum/59fa6507c226f92ddf7e5313/strategi-
melawan-radikalisme-di-era-millenial
https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/06/05/p9t93e440-mengubur-
radikalisme-di-kampus
http://mediaindonesia.com/read/detail/164302-radikalisme-di-kampus-kian-mencemaskan

Vous aimerez peut-être aussi