Vous êtes sur la page 1sur 18

REFERAT

FILARIASIS

Oleh:

Septy Irmitha Yunus

201710401011059

Pembimbing:

dr. Andri Catur Jatmiko, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang mengambil topik “Filariasis”.

Referat ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian Kulit

dan Kelamin di RSUD Jombang. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan responsi kasus ini,

terutama kepada dr.Andri Catur Jatmiko, Sp.KK selaku dokter pendamping yang

telah memberikan bimbingan kepada saya dalam penyusunan dan penyempurnaan

referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran

khususnya Bagian Kulit dan Kelamin.

Jombang, Juli 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................1
DAFTAR ISI ...........................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................. 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4
2.1 Definisi ...........................................................................................................4
2.2 Epidemiologi ..................................................................................................4
2.3 Etiologi ...........................................................................................................4
2.4 Tipe .................................................................................................................6
2.5 Patogenesis ...................................................................................................11
2.6 Diagnosis ......................................................................................................13
2.7 Diagnosis banding ........................................................................................14
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................15
BAB III : KESIMPULAN ............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan


yang dikenal di dunia. Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab kecacatan
menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Di
Indonesia, mereka yang terinfeksi filariasis bisa terbaring di tempat tidur selama
lebih dari lima mingggu per tahun, karena gejala klinis akut dari filariasis yang
mewakili 11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga miskin, total kerugian
ekonomi akibat ketidakmampuan karena filariasis adalah 67% dari dari total
pengeluaran rumah tangga perbulan (Masrizal, 2013).
Data WHO, diperkirakan 120 juta orang di 83 negara di dunia terinfeksi
penyakit filariasis dan lebih dari 1,5 milyar penduduk dunia (sekitar 20% populasi
dunia) berisiko terinfeksi penyakit ini. Dari keseluruhan penderita, terdapat dua
puluh limajuta penderita laki - laki yang mengalami penyakit genital (umumnya
menderita hydrcocele) dan hampir lima belas juta orang, kebanyakan wanita,
menderita lymphoedema atari elephantiasis pada kakinya. Sekitar 90% infeksi
disebabkan oleh Wucheria Bancrofti, dan sebagian besar sisanya disebabkan Brugia
Malayi. Vektor utama Wucheria Bancrofti adalah nyamuk Culex, Anopheles, dan
Aedes. Nyamuk dari spesies Mansonia adalah vektor utama untuk parasit
Brugarian, namun di beberapa area, nyamuk Anopheles juga dapat menjadi vektor
penularan filariasis (WHO, 2012).
Parasit Brugarian banyak terdapat di daerah Asia bagian selatan dan timur
terutama India, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan China. Hampir seluruh wilayah
Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama wilayah Indonesia Timur yang
memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 dilaporkan kasus
kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota. Hasil
laporan kasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/kota yang ditindak lanjuti
dengan survei endemisitas filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat 337
kabupaten/ kota endemis dan 135 kabupaten/kota nonendemis (Kemenkes, 2010).

3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit rnenular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia,
Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar
getah bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam berulang,
peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan,payudara dan alat
kelamin (Chin, 2006).
2.2 Epidemiologi
Penyakit ini diperkirakan seperlima penduduk dunia atau 1.1 milyar
penduduk beresiko terinfeksi, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah
subtropis. Penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan, stigma sosial, hambatan
psikososisal, dan penurunan produktivitas kerja penderita, keluarga dan
masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Dengan
demikian penderita menjadi beban keluarga dan negara. Sejak tahun 2000
hingga 2009 di laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang
tersebar di 401 kabupaten/ kota.4,24 (Depkes RI, 2009).
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan
merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga
ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesiafilariasis
tersebar luas, daerah endemis terdapat terdapat di banyak pulau di seluruh
nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
NTT, Maluku, dan Irian Jaya (Depkes RI, 2009).
2.3 Etiologi
Infeksi filaria dikategorikan menjadi tiga macam berdasarkan lokasi
terserangnya hospes oleh cacing, yaitu filariasis limfatik, filariasis kulit dan
filariasis rongga tubuh (Goldsmith et al, 2012).

4
Penyebab utama Filariasis limfatik :
1. Filaria bancrofti (Wuchereria bancrofti)
Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wuchereria
bancrofti. Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe,
sedangkan mikrofilaria ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi
bias terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan
sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang
diketahui. Wuchereria bancrofti akan mencapai kematangan seksual
dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan cacing betina
berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm (Behrman,
2007).
2. Filaria malayi (Brugia malayi)
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing
dewasa jenis ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-
80 mikrometer. Sedangkan cacing betinanya berukuran panjang 43-55 mm
dan berdiameter 130-170 mikrometer.
3. Timor microfilaria (Brugia timori)
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing
jantan berukuran panjang 20 mm dengan diameter 70-80 mikrometer.
Sedangkan yang betina berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100
mikrometer. Filaria tipe ini terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores
dan beberapa pulau sekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe.
Vektornya adalah Anopheles barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai
mikrofilaria Brugia Malayi, yaitu lekuk badannya patah-patah dan susunan
intinya tidak teratur, perbedaannya terletak di dalam hal :
1. Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil
daripada inti-inti lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan
dengan letak inti tambahan Brugia malayi.
3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa

5
4. Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi.
Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal.

Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex


spp., Aedes spp. dan Mansonia spp (Behrman, 2007).

Penyebab Filariasis subkutan:

1. Onchorcercia spp
Penyebab penyakit ini adalah Onchocerca volvulus. Juga dikenal
sebagai hanging groins, leopard skin, river blindness, atau sowda. Gejala
klinis akibat adanya microfilaria di kulit dan termasuk pruritus, bengkak
subkutaneous, lymphadenitis, dan kebutaan.
Cacing dewasa berukuran panjang 10-42 mm dengan diameter 130-
210 mikrometer. Sedangkan cacing betina berukuran panjang 33,5-50 mm
dengan diameter 270-400 mikrometer.
Cacing dewasa berada dalam nodulus di jaringan subkutis atau lebih
dalam, biasanya timbul di daerah pelvis, temporal dan daerah occipital.
Mikrofilarianya dapat ditemukan didalam jaringan subkutis, darah tepi,
urine dan sputum (Goldsmith et al, 2012).
2. Loaiasis
Penyababnya adalah cacing Loa loa. Cacing jantan memiliki
panjang 30-34 mm dan lebar 0,35-0,43 mm. Sedangkan cacing betina loa-
loa berukuran 40-70 mm dengan lebar 0,5 mm. Lalat buah mangga atau
deerflies dari Chrysops diduga sebagai vektor dari penyakit loaiasis
(Goldsmith et al, 2012).
3. Mansonelliasis
Infeksi mansoneliasis disebabkan karena Mansonella perstans dan
Mansonella streptocerca (Goldsmith et al, 2012).

2.4 Tipe Filariasis


Infeksi filaria dikategorikan secara garis besar berdasarkan lokasi
terserangnya, yaitu Filariasis limfatik, filariasis kulit dan filariasis rongga tubuh.
Morbiditas paling banyak disebabkan oleh spesies yang menyebabkan filariasis

6
limfatik lalu diikuti oleh filariasis kulit. Filariasis rongga tubuh yang disebabkan
oleh Mansonella ozzardi biasanya asimtomatis (Goldsmith et al, 2012).
1. Filariasis limfatik (Brugia malayi dan Brugia timori; Wuchereria
bancrofti). Filariasis limfatik sebagian besar disebabkan oleh Wuchereria
bancrofti (Bancroftian filariasis) 90%, dan Brugia malayi (Malayan
filariasis) yang terhitung 10% sampai 65% dari seluru kasus filariasis.
Infeksi yang disebabkan karena Brugria timori jarang ditemukan. Filariasis
limfatik tersebar didaerah perkotaan maupun pedesaan yang memiliki iklim
tropis dan subtropis, dengan jumlah kasus terbesar di wilayah India, Asia
tenggara, wilayah pasifik dan Afrika subsahara. Wuchureria bancrofti juga
ditemukan endemis di daerahAmerika selatan (Guyana, Suriname, dan
daerah Brazil). Pada negara berkembang, infeksi primer didapatkan dari
imigran dan orang-orang yang lama menetap didaerah endemis(Goldsmith
et al, 2012).
Infeksi disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk, dan dapat
dicegah dengan menghindari gigitan nyamuk. Masa inkubasi biasanya
terjadi 5-18 bulan. Dalam waktu tersebut mikrofilaria berpindah menuju
sistem limfatik, menjadi lebih matur , berpasangan dan melepaskan
mikrofilaria (larva baru). Kebanyakan gejala muncul dalam waktu 3 bulan
setelah paparan. Filariasis limfatik kebanyakan didapatkan pada anak-anak,
1/3 anak didaerah endemis terinfeksi sebelum usia 5 tahun. Gejala terlihat
setelah infeksi berjalan beberapa tahun dan prevalensi gejala klinis rata-rata
muncul saat usia 20 tahun pada daerah endemis. Cacing dewasa hidup rata-
rata selama 10-15 tahun , dan mikrofilaria kemungkinan hidup 6-12 bulan,
Gejala dan gejala sisa dapat bertahan pada manusia setelah semua parasit
mati. Manifestasi klinis dapat berupa gejala akut, kronis dan rekuren
(Goldsmith et al, 2012).
Infeksi awalnya dapat berupa gejala subklinis tetapi dapat juga
menyebabkan limfangitis rekuren dengan gejala seperti limfadenitis, orcitis,
epididimitis atau terkadang demam. Limfangitis terjadi 6-10 kali tiap tahun,
dengan setiap serangan terjadi 3-7 hari. Pada episode awal badan yang
terkena biasanya tidak menampakkan gejala apapun. Pada episode resolusi

7
fase akut yang disebabkan oleh Wucherecia brankofti kulit bagian tungkai
dapat mengelupas secara hebat, demam intermiten dan adenolimfangitis
dapat terjadi selama hidup dari cacing dewasa. Orang yang melakukan
perjalanan pada negara endemis lebih dari 1 tahun jarang didapatkan infeksi
tetapi dapat memunculkan gejala inflamasi yang lebih buruk. Temuan klinis
dapat berupa limfangitis, limfadenitis, nyeri pangkal paha akibat dari
peradangan limfatik, urtikaria dan eosinofil ditemukan pada hapusan darah
tepi. Penyakit kronis pada gejala sisa dari obstruksi limfatik( limfadema,
elephantiasis, hidrokel, dan siluria) akan terjadi 10-15 tahun setelah infeksi.
Kulit yang terkena dapat menjadi hipertrofi, verukosa dan fibrotik dengan
lipatan kulit yang tetap berfungsi. Fisura, ulserasi, dan infeksi sekunder
bakteri dan gangren dapat terjadi. Ekstremitas bagian bawah, skrotum dan
penis merupakan bagian yang paling sering terkena, dan ekstremitas bagian
atas, payudara, dan vulva merupakan bagian tubuh yang lebih jarang terkena
infeksi. Pengobatan tidak dapat mengobati ketika infeksi ditemukan
terlambat dan terjadi obstruksi limfatik (Goldsmith et al, 2012).
Eosinofil dalam jumlah besar dan meningkatnya kadar IgE sering
ditemukan pada pemeriksaan penunjang. Infiltrat dapat ditemukan pada
pemeriksaan foto thoraks pada individu dengan eosinofilia pulmonary
tropikal. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria dalam
darah, urin cariran tubuh lainnya, dan dalam jaringan tubuh pada saat malam.
Tetapi orang dengan infeksi aktif dari filaria dapat tidak ditemukan
mikrofilia dalam darah. USG nodus limfatik inguinal dapat memperlihatkan
mikrofilaria aktif (filarial dance sign), sering terjadi pada laki-laki dibanding
dengan perempuan. Biopsi nodus limfatik merupakan kontraindikasi
(Goldsmith et al, 2012).
2. Filariasis kulit: Loiasis (Loa loa). Loiasis merupakan penyakit endemik di
daerah pedesaan Afrika Tengah dan Barat, yang mempengaruhi sekitar 3–13
juta penduduk. Loa loa ditularkan oleh lalat Chrysops yang menggigit saat
siang hari; Infeksi dapat dicegah dengan menghindari gigitan dari Chrysops
di daerah endemik, chemoprophylaxis iethylcarbamazine, dan pengobatan
manusia yang terinfeksi untuk mengurangi sumber parasit. Gejala biasanya

8
mulai rata-rata 24 bulan setelah terpapar, tetapi dapat dimulai sedini
mungkin 4 bulan atau hingga satu dekade atau lebih setelah infeksi.
Mikrofilaria pertama kali muncul dalam aliran darah 5–6 bulan setelah orang
itu menjadi terinfeksi. Cacing dewasa dapat hidup lebih lama dari 20 tahun
di inang manusia (CDC, 2015).
Pada loiasis dapat ditemukan bengkak yang keabu-abuan. Lokal area
dari angioedema terjadi karena migrasi dari cacing dewasa melalui jaringan
subkutan. Pembengkakan keabu-abuan biasanya dimulai beberapa tahun
setelah infeksi, terutama sekitar persendian pada ekstremitas atas yang
berlangsung 2-4 hari, dan dapat dihubungkan dengan pruritus atau nyeri.
Ukurannya berkisaran antara 5-20 cm dan dapat berulang. Fatigue, myalgia,
atralgia dan demam jarang terjadi. Pergerakan cepat dari creeping erupsi
biasanya bertahan beberapa jam dan terjadi ketika cacing dewasa berpindah
dibawah kulit; cacing dewasa juga dapat terlihat bergerak melintasi
konjungtiva mata. Pruritus dapat juga terjadi. Eosinofinofil pada darah tepi
ditemukan dalam jumlah besar, leukositosis dan peningkatan IgE dapat
terlihat (Goldsmith et al, 2012).

a. b.
Gambar 2.1 a. Filariasis limfatik b. Calabar swelling pada Loaiosis

3. Filariasis Kulit: Mansonelliasis (Mansonella perstans, Mansonella


streptocerca). Infeksi disebabkan karena Mansonella perstans dan
Mansonella streptocerca sering bersifat asimptomatis, tetapi ketika gejala
muncul akan muncul gejala primer pada kulit. Mansonella perstans
merupakan endemis pada daerah Sub-Sahara, serta bagian dari Amerika
Tengah dan Selatan. Ini ditularkan dengan menggigit pengusir hama

9
Culicoides. Seperti filariasis limfatik, infeksi selama masa kanak-kanak
sering terjadi, dan infeksi ulang dapat terjadi. Di daerah yang sangat
endemik, prevalensi infeksi mungkin setinggi 80%. Manifestasi kulit
termasuk pembengkakan yang mirip dengan calabi, biasanya di lengan
bawah, tangan dan wajah, dan pruritus dengan atau tanpa ruam papular.
Interval yang tepat antara infeksi dan timbulnya gejala tidak jelas.
Mansonella streptocerca endemik di daerah berhutan di Afrika Barat dan
Tengah. Penularan juga dapat ditularkan oleh hama yang terinfeksi.
Manifestasi kulit dari infeksi Mansonella streptocerca termasuk pruritus, lesi
papular, dan makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau likenifikasi,
biasanya ditemukan di dada bagian atas. Eosinofilia sering ditemukan pada
infeksi Mansonella, tetapi mungkin juga karena tingginya prevalensi
koinfeksi dengan infeksi filaria atau helminthic lainnya (Goldsmith et al,
2012).
4. Filariasis Kulit: Onchocerciasis (Onchocerca volvulus). Onchocerciasis
tersebar didaerah katulistiwa pedesaan Afrika dan peninsula
arab.Onchocerciasis ditransmisikan oleh lalat hitam genus simulium. Pada
manusia, perjalanan infektif larva matur menuju dewasa terkapsul dalam
jaringan fibrosa dan menetap dalam nodul yang berada pada jaringan
subkutan dan fasia dalam. Masa inkubasi biasanya terjadi 1-2 tahun dengan
rentang bulanan sampai bertahun-tahun, meskipun mikrofilaria dapat
pertama kali muncul pada 3-15 bulan setelah paparan, gejala dapat muncul
mendahului mikrofilaremia, tetapi sering berkembang hanya setelah
beberapa bulan atau tahun setelah infeksi. Mikrofilaria dapat bertahan pada
manusia sampai 2-3 tahun dan cacing dewasa dapat menetap 10-15 tahun.
Cara pencegahan utama dari onchocerciasis adalah melalui kontrol vektor
dan pengobatan menggunakan ivermektin pada daerah endemis (Goldsmith
et al, 2012).
Individu yang terinfeksi dapat asimptomatis. Manifestasi klinis
kebanyakan menyerang kulit dan mata. 6 pola perubahan kulit pada
onchocerciasis yaitu:

10
1. Onchodermatitis papular akut
2. Onchodermatitis papular kronis
3. Onchodermatitis likenifikasi
4. Atrofi
5. Depigmentasi
6. Nodul onchocercal
Lebih dari satu pola dapat muncul bebarengan. Pruritus sering
menjadi gejala utama saat terjadi infeksi. Onchodermatis papular akut sering
menyerang dimuka, ekstremitas dan tungkai yang menyebar dalam bentuk
papul pruritik, vesikel dan pustul, terkadang dihubungkan dengan eritema
dan edema. Visitor ke daerah endemis dapat menimbulkan gejala pruritus
dan rash yang dapat mendemonstrasika reaksi imun hipersensitivitas. Nodul
di kulit dan mata biasanya tidak ada. Setelah terpapar di area hutan barat dan
tengah Afrika, traveler dapat terserang bentukan akut daro onchocerciasis
yang dikarakteristikkan munculnya pruritus secara akut dan tungkai
mengalami pembengkakan berwarna kemerahan seperti gros bras
camerounais (Goldsmith et al, 2012).
Lesi kulit pada onchodermatitis papular kronis berupa makula dan
likenifikasi papul dengan ukuran yang bervariasi dengan diameter 3-9 mm.
Pruritus merupakan keluhan yang umum dan hiperpigmntasi post inflamasi
dapat timbul. bagian tubuh yang sering terkena adalah pantat, bahu dan
pinggang (Goldsmith et al, 2012).
2.5 Patogenesis
Penularan ke manusia melalui gigitan vektor nyamuk (Mansonia dan
Anopheles). Bila manusia digigit maka microfilaria akan menempel di kulit dan
menembus kulit melalui luka tusuk dan melalui sistem limfe ke kelenjar getah
bening. Cacing yang sedang hamil akan menghasilkan microfilaria. Cacing
tersebut muncul dalam darah dan menginfeksi kembali serangga yang menggigit
(Masrizal, 2013).
Pada manusia, masa pertumbuhan penularan filariasis belum diketahui
secara pasti, tetapi diduga ± 7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk
melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan

11
bersarang diantara otot-otot torax. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya
menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. dalam waktu ± seminggu, larva
ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva
stadium II. Pada hari ke 10 dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi,
tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III. Larva ini
sangat aktif dan sering bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen kemudia ke
kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III
ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka
tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limpah setempat. Di dalam
tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi
larva stadium IV, stadium V atau stadium dewasa. Umur cacing dewasa filarial
5-10 tahun.Cara penularan filariasis melalui gigitan nyamuk Culex fatigans,
Armigeres, Aedes, Anopheles, dan Mansonia (CDC, 2013).

Gambar 2.2 Daur hidup cacing

12
2.6 Diagnosis

1. Filariasis limfatik
Metode standar untuk mendiagnosis infeksi aktif adalah identifikasi
mikrofilaria dalam apusan darah dengan pemeriksaan mikroskopis.
Mikrofilaria yang menyebabkan filariasis limfatik bersirkulasi dalam darah
pada malam hari (disebut periodisitas nocturnal). Pengambilan darah harus
dilakukan pada malam hari untuk bertepatan dengan penampilan
mikrofilaria, dan apusan tebal harus dibuat dan diwarnai dengan Giemsa
atau hematoxylin dan eosin. Untuk meningkatkan kepekaan, teknik
konsentrasi dapat digunakan (CDC, 2013).
Teknik serologi menyediakan alternatif untuk deteksi mikroskopis
mikrofilaria untuk diagnosis filariasis limfatik. Pasien dengan infeksi filaria
aktif biasanya memiliki peningkatan kadar IgG4 antifilarial dalam darah dan
ini dapat dideteksi menggunakan tes rutin.Karena lymphedema dapat
berkembang bertahun-tahun setelah infeksi, tes laboratorium kemungkinan
besar menjadi negatif dengan pasien-pasien ini (CDC, 2013).
2. Loiasis
Pada individu yang telah digigit oleh lalat yang membawa Loa loa di
daerah tempat Loa diketahui ada, diagnosis dapat dilakukan dengan cara
berikut:
- Identifikasi cacing dewasa oleh ahli mikrobiologi atau ahli patologi
setelah dikeluarkan dari bawah kulit atau mata.
- Identifikasi cacing dewasa di mata oleh penyedia layanan kesehatan.
- Identifikasi mikrofilaria pada apusan darah yang diambil dari darah
yang diambil dari pasien antara jam 10AM dan 2PM.
- Identifikasi antibodi terhadap L. loa pada tes darah khusus
Loiasis bisa sulit terdiagnosis , terutama pada infeksi ringan di mana
sangat sedikit mikrofilaria dalam darah. Tes darah khusus tidak tersedia
secara luas di Amerika Serikat. Tes darah antibodi positif pada
seseorang tanpa gejala berarti hanya bahwa orang itu terinfeksi suatu
saat dalam hidupnya. Itu tidak berarti bahwa orang itu masih memiliki
parasit hidup di dalam tubuhnya (CDC, 2015).

13
3. Onchocerciasis
Diagnosis onchocerciasis dapat menjadi sulit pada infeksi ringan, yang
lebih sering terjadi pada orang yang bepergian ke tetapi bukan penduduk di
daerah yang terkena. Ada beberapa cara diagnosis dapat dilakukan:
- Metode diagnosis yang paling umum adalah snip kulit. Pencukuran 1-2
hingga 2 mg atau biopsi kulit dilakukan untuk mengidentifikasi larva,
yang muncul dari kulit ketika dimasukkan ke dalam larutan fisiologis
(misalnya saline normal). Biasanya 6 snips diambil dari berbagai area
tubuh. Polymerase chain reaction (PCR) pada kulit dapat
memungkinkan diagnosis jika larva tidak divisualisasikan.
- Pada pasien dengan nodul di kulit, nodul dapat diangkat secara operasi
dan diperiksa untuk cacing dewasa.
- Infeksi pada mata dapat didiagnosis dengan pemeriksaan slit-lamp pada
bagian anterior mata di mana larva atau lesi yang disebabkannya terlihat.
- Tes antibodi telah dikembangkan untuk menguji infeksi, meskipun
mereka tidak tersedia secara luas di Amerika Serikat. Tes-tes ini tidak
dapat membedakan antara infeksi masa lalu dan saat ini, sehingga
mereka tidak berguna pada orang-orang yang tinggal di daerah di mana
parasit itu ada, tetapi mereka berguna dalam pengunjung ke daerah-
daerah tersebut. Beberapa tes adalah tes umum untuk infeksi dengan
parasit filarial dan beberapa lebih spesifik untuk onchocerciasis.
4. Mansonelliosis
Mansonella perstans dan M. ozzardi biasanya didiagnosis dengan
temuan mikrofilaria yang bersirkulasi dalam darah. Tidak ada spesies yang
menunjukkan periodisitas. Mansonella streptocerca biasanya didiagnosis
dengan menemukan microfilaria di kulit snips.
2.7 Diagnosis Banding
Filariasis Limfatik: Diagnosis banding. Infeksi akut dapat menyerupai
limfangitis bakteri dan penyebab lain dari limfangitis noduler, penyebab lain
dari limfadema dan elephantiasis harus dipertimbangkan selama evaluasi pada
penyakit kronis ini.

14
Filariasis kulit (Loiosis): Diagnosis banding dari loiasis dapat dibandingkan
dengan lesi kulit nodular.
Filariasis kulit Onchocerciasis: Diagnosis banding pada kasus akut dapat berupa
insect bites, scabies atau eksema. Pada kasus kronis adalah eksema kronis atau
likenoid dan dermatitis atopik(Goldsmith et al, 2012).
2.8 Penatalaksanaan
Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC). DEC
bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka
panjang. Hingga saat ini, DEC merupakan satu-satunya obat yang efektif, aman,
dan relatif murah. Untuk filariasis bancrofti, dosis yang dianjurkan adalah 6
mg/kg berat badan per hari selam 12 hari. Sedangkan untuk filaria brugia, dosis
yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan per hari selam 10 hari (Masrizal,
2013).
Efek samping dari DEC ini adalah demam, mengigil, artralgia, sakit kepala,
mual, hingga muntah. Pada pengobatan filariasis brugia, efek samping yang
ditimbulkan lebih berat. Sehingga untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis
rendah, tetapi waktu pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama
(Masrizal, 2013).
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik
semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap
nematode dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping
yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC (Masrizal, 2013).

15
BAB III

KESIMPULAN

1. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit rnenular menahun yang


disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia,
Anopheles, Culex, Armigeres.
2. Penyakit ini diperkirakan seperlima penduduk dunia atau 1.1 milyar
penduduk beresiko terinfeksi, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah
subtropis.
3. Infeksi filaria dikategorikan menjadi tiga macam berdasarkan lokasi
terserangnya hospes oleh cacing, yaitu filariasis limfatik, filariasis kulit dan
filariasis rongga tubuh
4. Filariasis limfatik terdiri dari Filaria bancrofti (Wuchereria bancrofti),
Filaria malayi (Brugia malayi), dan Timor microfilaria (Brugia timori).
5. Filariasis kulit terdiri dari Onchorcerciasis , Loaiasis, dan Mansonelliasis.
6. Diagnosis filariasis dapat ditegakkan menggunakan apusan darah dengan
ditemukannya mikrofilaria.
7. Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC). Obat lain
yang juga dipakai adalah ivermektin.

16
DAFTAR
PUSTAKA

Behrman RE, HB Jenson, RM Kliegman. Lymphatic Filariasis (Brugria Malayi,


Brugria timori, Wuchereria Bancrofti) in Nelson Textbook of Pediatric 18th
Edition.2007 : 1502-1503.

CDC/Centers for Disease Control and Prevention, 2015, Parasites Loiasis,


[Online, Dari : https://www.cdc.gov/parasites/loiasis.html].

CDC/Centers for Disease Control and Prevention, 2013, Parasites Onchorciasis


(Also known as River Blindness), [Online, Dari :
https://www.cdc.gov/parasites/onchorciasis.html].

CDC/Centers for Disease Control and Prevention, 2013, Parasites Lymphatic


Filariasis, [Online, Dari : https://www.cdc.gov/lymphaticfilariasis.html].

Chin, James. [Editor] INyoman Kandun, Manual Pemberantasan Penyakit


Menular, Jakarta: CV. Infomedika; 2006.

Depkes RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Ditjen PP & PL.
Jakarta ;2009.

Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Dalam:
Fitzpatrick‟s Dematology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc
Graw-Hill, 2012.h.2563-2565.

Masrizal, 2013, Penyakit Filariasis, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Padang, Vol. 7,


No. 1.

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI. 2,010. Filariasis di


Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi,Volume 1,Juli 2010.

World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Epidemiology of


Filariasis. Tahun 2012, [Online, Dari : http://www.filariasis.org].

17

Vous aimerez peut-être aussi

  • Penyuluhan Asi
    Penyuluhan Asi
    Document2 pages
    Penyuluhan Asi
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Penyuluhan Asi
    Penyuluhan Asi
    Document2 pages
    Penyuluhan Asi
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • MENGOBATI PUB
    MENGOBATI PUB
    Document2 pages
    MENGOBATI PUB
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Title Layout: Evidence Based Medicine
    Title Layout: Evidence Based Medicine
    Document9 pages
    Title Layout: Evidence Based Medicine
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Document1 page
    Bab I Pendahuluan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • 3 Tinjauan Pustaka
    3 Tinjauan Pustaka
    Document14 pages
    3 Tinjauan Pustaka
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • MENGOBATI PUB
    MENGOBATI PUB
    Document2 pages
    MENGOBATI PUB
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Document1 page
    Bab I Pendahuluan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Filariasis
    Filariasis
    Document27 pages
    Filariasis
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Bab II Filariasis
    Bab II Filariasis
    Document12 pages
    Bab II Filariasis
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Cover HG CPR
    Cover HG CPR
    Document1 page
    Cover HG CPR
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • BAB III Filariasis
    BAB III Filariasis
    Document1 page
    BAB III Filariasis
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I Filariasis
    Bab I Filariasis
    Document4 pages
    Bab I Filariasis
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Bunyi Jantung 3 Dan 4
    Bunyi Jantung 3 Dan 4
    Document3 pages
    Bunyi Jantung 3 Dan 4
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Penyakit Katup Jantung - 2
    Penyakit Katup Jantung - 2
    Document16 pages
    Penyakit Katup Jantung - 2
    Canda Arditya
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 4 Pembahasan
    BAB 4 Pembahasan
    Document3 pages
    BAB 4 Pembahasan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    ghinaisyr
    Pas encore d'évaluation
  • GAGAL JANTUNG Fix
    GAGAL JANTUNG Fix
    Document2 pages
    GAGAL JANTUNG Fix
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 5 Kesimpulan
    BAB 5 Kesimpulan
    Document1 page
    BAB 5 Kesimpulan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1 Pendahuluan
    BAB 1 Pendahuluan
    Document1 page
    BAB 1 Pendahuluan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 4 Pembahasan
    BAB 4 Pembahasan
    Document3 pages
    BAB 4 Pembahasan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • TB_Milier
    TB_Milier
    Document41 pages
    TB_Milier
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • GAGAL JANTUNG Fix
    GAGAL JANTUNG Fix
    Document2 pages
    GAGAL JANTUNG Fix
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 5 Kesimpulan
    BAB 5 Kesimpulan
    Document1 page
    BAB 5 Kesimpulan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 1 Pendahuluan
    BAB 1 Pendahuluan
    Document1 page
    BAB 1 Pendahuluan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    ghinaisyr
    Pas encore d'évaluation
  • BAB 5 Kesimpulan
    BAB 5 Kesimpulan
    Document1 page
    BAB 5 Kesimpulan
    Septy Irmitha Yunus
    Pas encore d'évaluation