Vous êtes sur la page 1sur 25

MAKALAH PSIKOLOGI

“ADAPTASI”

OLEH :
KELOMPOK 3
TINGKAT II A / D IV KEPERAWATAN

NI WAYAN MUJANI (P07120216021)


NI PUTU NUR ADIANA DEWI (P07120216022)
NI NYOMAN MURTI APSARI DEWI (P07120216023)
I GUSTI AYU INTAN ADRIANA SARI (P07120216024)
A.A. ISTRI MARANSIKA NIKE PUTRI (P07120216025)
PUTU AYU MAHAPATNI M K P (P07120216026)
NI PUTU EVI SRIKRISNAYANTI (P07120216027)
I GUSTI AYU SRI PARWATI (P07120216028)
PUTU DIAH SANDI DEWI (P07120216029)
I MADE DWI TRESNA SAPUTRA (P07120216030)

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah yang berjudul “ADAPTASI” dapat terselesaikan dengan baik.
Selanjutnya tidak lupa saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah banyak membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam menyusun makalah ini, saya menyadari bahwa masih terdapat banyak
kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun
penulisannya. Oleh karena itu, dengan senang hati saya mengharapkan kritik dan saranyang
sifatnyamembangum demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.
Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua utamanya
dalam bidang kesehatan dan semoga jerih payah kita mendapat berkah dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om.

Denpasar, April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................…...2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
PEMBAHASAN................................................................................................................7
2.1 Pengertian Adaptasi..................................................................................................7
2.2 Tujuan Adaptasi........................................................................................................8
2.3 Dimensi Adaptasi.....................................................................................................9
2.4 Karakteristik adaptasi..............................................................................................9
2.5 Jenis Adaptasi...........................................................................................................9
2.6 Fungsi Koping..........................................................................................................9
2.7 Aspek koping............................................................................................................9
2.8 Sumber Ketahanan terhadap Stress........................................................................10
BAB III............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1 Simpulan................................................................................................................17
3.2 Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata Adaptasi telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, Adaptasi
adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian. Dalam hal ini respon individu
terhadap suatu perubahan yang ada. dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan
tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptip.
Adaptasi sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan cara-cara tertentu. Tapi
melihat hal-hal tersebut,tampaknya tidak banyak orang yang mengetahui tentang
adaptasi bagaimana mencegahnya, mengatasi, ataupun memanfaatkannya sebagai
salah satu bagian dari hidup kita. Pemahaman yang baik terhadap adaptasi akan
membantu kita dalam menghadapi hal tersebut menyerang kita, melalui penanganan
yang tepat dengan adanya pemahaman yang baik mengenai adaptasi maka individu
tidak akan terkena dampak negatif dari hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari adaptasi?
2. Apakah tujuan dari adaptasi?
3. Apakah dimensi dari adaptasi?
4. Apakah karakteristik dari adaptasi?
5. Apakah jenis dari adaptasi?
6. Apakah fungsi koping?
7. Apakah askep koping?
8. Apakah sumber ketahanan terhadap stress?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian dari adaptasi
2. Untuk Mengetahui tujuan dari adaptasi
3. Untuk mengetahui dimensi dari adaptasi
4. Untuk mengetahui karakteristik dari adaptasi
5. Untuk mengetahui jenis dari adaptasi
6. Untuk mengetahui fungsi koping
7. Untuk mengetahui askep koping
8. Untuk mengetahui sumber ketahanan terhadap stress
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Adaptasi


Adaptasi adalah proses perubahan dimensi fisiologis dan psikososial dalam
merespons terhadap stress. Gerungan (1996) mengemukakan, penyesuaian diri adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan (keinginan diri). Adaptasi merupakan pertahanan yang didapa tsejak lahir
atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress.
Folkman dan Lazarus (1984) mengemukakan, adaptasi adalah usaha perilaku untuk
menangani permintaan eksternal dan atau internal yang dinilai melampaui atau mengganggu
sumber-sumber daya yang dimiliki oleh orang tersebut. Pada hakikatnya, adaptasi adalah
suatu proses perubahan yang terjadi dalam aktivitas individu terhadap aspek fisiologis dan
psikososial dalam merespons terhadap suatu stressor.
2.2 Tujuan Adaptasi
Adaptasi yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi suatu masalah atau situasi
tertentu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik somato, psiko, maupun sosial.
Adler percaya bahwa manusia menciptakan pola perilaku untuk melindungi perasaan
berlebihan akan harga diri mereka terhadap rasa malu di muka umum, sehingga membuat
seseorang mampu menyembunyikan citra diri mereka yang rendah dan mempertahankan gaya
hidup yang mereka jalani saat ini (Feist dan Feist, 2009). Freud menjelaskan bahwa tujuan
dari adaptasi khususnya mekanisme pertahankan diri adalah menghadapi ledakan-ledakan
seksual dan agresif secara langsung dan untuk mempertahankan atau melindungi ego (diri
sendiri) dari kecemasan (Feist dan Feist, 2009). Secara umum, adaptasi bertujuan untuk
menghadapi tuntutan secara sadar dan tidak sadar, menghadapi tuntutan kebutuhan secara
realistik, rasional, dan objektif

2.3 Dimensi Adaptasi


Ada banyak dimensi di antaranya adaptasi di antaranya adaptasi fisiologis yang
memungkinkan homeostasis fisiologis dan terjadi juga proses serupa pada dimensi
psikososial dan dimensi lainnya (Potter dan Perry, 1997). Adaptasi melibatkan reflex,
mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme coping dan idealnya dapat mengarah
pada penyesuaian situasi (Selye, 1976:Monsen,Floyd dan Brookman,1992). Potter dan Pery
(1997) lebih lanjut mengemukakan stresor yang menstimulasi adaptasi bias berjangka pendek
seperti kejadian demam, atau dapat jangka Panjang seperti adanya paralisis dan ekstremitas
tubuh. Agar dapat berfungsi secara optimal, seseorang hendaknya bias merespons positif
terhadap stressor dan beradaptasi terhadap berbagai tuntunan maupun perubahan yang
menimpa individu bersangkutan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu,
kelompok, dan keluarga. Adaptasi keluarga adalah proses keluarga mempertahankan
keseimbangan eksistensi keluarga, sehingga keluarga dapat melaksanakan tugasnya dalam
mengatasi stress untuk mencapai tujuan dan meningkatkan dan pertumbuhan dari anggota
individual dalam keluarga. Haber (1990) dan Fox (1991) mengemukakan adaptasi keluarga
sangat ditentukan oleh keterampilan berkomunikasi, penghormatan antar individu anggota
keluarga, sumber adaptasi yang adekuat, dan pengalaman dalam mengaasi stressor.
Potter dan Pery (1997) mengemukakan stress dapat mempengaruhi dimensi fisik,
perkembangan, emosional, intelektual, social, dan spiritual seperti :
1. Fisik
Dimensi adaptasi fisik meliputi sindrom adaptasi local dan sindrom adaptasi
umum. Contohnya adalah sakit tenggorokan, kemudian demam, jika tidak berhasil
diatasi dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya jika berhasil, infeksi akan dapat
teratasi dan pulih kembali.
2. Perkembangan
Dimensi adaptif perkembangan meliputi koping yang berhasil dalam tugas
atau tahap perkembangan sebelumnya dan adaptasi yang berhasil terhadap stressor
sebelumnya. Sebagai contoh dimensi adaptif perkembangan adalah ketika stressornya
pension, jika tidak berhadil beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akan
mengakibatkan depresi, sebaliknya jika berhasil beradaptasi peran fungsi berubah
dengan suatu aktivitas lain yang lebih bermakna.
3. Emosional
Dimensi adaptif emosional adalah mekanisme pertahanan psikologis dan
kekuatan kepribadian individu. Contoh stressor perkosaan jika tidak behasil
beradaptasi, ia akan mengalami kekuatan yang tidak rasional terhadap seorang pria,
manakala berhasil beradaptasi, akan mengalami integrase dari ingatan traumatic dan
dapat berfungsi sebagai penasihat untuk orang lain dipusat krisis pemerkosaan
4. Intelektual
Dimensi adaptif intelektual di antaranya Pendidikan formal, kemampuan
untuk menyelesaikan masalah, keterampilan berkomunikasi, persepsi realistic, dan
mobilisasi kesadaran terhadap strategi koping positif masa lalu. Contohnya stressor
seseorang didiagnosis menderita kanker, adaptasi yang gagal adalah menyangkal
adanya kanker dan mengabaikan semua pengobatan. Adaptasi yang berhasil adalah
menggunakan pendekatan penyelesaian masalah yang aktif untuk mengambil
keputusan tentang pengobatan dan perawatannya.
5. Sosial
Dimensi adaptif social meliputi jaringan social yang memberikan dukungan
dapat mengarahkan individu kepada sumber yang dibutuhkan. Pecandu alcohol dalam
keluarga merupakan contoh stressor, jika gagal beradaptasi, individu akan menarik
diri dari keluarga dan kontrak social lainnya, sebaliknya adaptasi yang berhasil adalah
partisipasi aktif dari semua anggota keluarga dalam kelompok pendukung (Alcoholic
Anonymous)
6. Spiritual
Kelompok pendoa dan dukungan dari rohaniawan merupakan dimensi adaptif
spiritual. Contohnya stressor anggota keluarga yang sakit merasa bahwa Tuhan telah
meninggalkannya, adaptasi yang gagal adalah menarik diri dengan tidak pergi ke
tempat ibadah, tidak berbicara dengan pemimpin agama/rohaniawan. Adaptasi yang
berhasil adalah yang bersangkutan mulai mencari teman di tempat ibadah, menjadi
tenaga sukarela untuk aktivitas yang berkaitan dengan tempat ibadah

2.4 Karakteristik Adaptasi


Freud pertama kali mengembangkan pemikiran tentang adaptasi khususnya mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism) ini pada tahun 1926, kemudian anaknya Anna freud
menyempurnakan dan menata konsep ini (Feist dan Feist, 2009). Lebih lanjut dikemukakan
mekanisme pertahanan diri ini normal dan digunakan secara universal, jika digunakan secara
ekstrim akan mengarah pada perilaku yang kompulsif, repetitive, dan bisa neurotis. Potter
dan Perry(1997) mengemukakan seseorang akan menggunakan energy fisiologis dan
psikologis untuk merespon dan beradaptasi ketika terjadi stress. Besarnya energy yang
dibutuhkan dan efektivitas daru upaya untuk beradaptasi tergantung pada intensitas, cakupan,
durasi stressor, dan besarnya stressor lainnya. Lindsay dan Carrieri menyatakan respon stress
adalah alamiah, adaptif, dan protektif, serta karakteristik dari respons neuroendokrin yang
terintegrasi (Potter dan Perry 1997). Karakteristik respon stress itu adalah :
1. Terdapat respons normal terhadap stressor, yang dalam kehidupan sehari-hari dapat
meningkatkan skresi katekolamin yang menyebabkan peningktan frekuensi jantung
dan tekanan darah.
2. Stressor fisik dan emosional mencetuskan respon serupa (spesifitas lawan
nonspesifitas) yang pola besarnya berbeda.
3. Besar dan durasi stresordapat sedemikian besarnya, sehingga mekanisme homeostasis
untuk penyesuaian gagal yang dapat mengakibatkan kematian
4. Pemajanan berulang terhadap stimuli mengakibatkan perubahan adaptif, yaitu kadar
enzim tirosin hidrolase jaringan meningkatkan yang menyebabkan peningkatan
kapasitas bagi tubuh untuk menghasilkan norepinefrin dan epinefrin.
5. Terdapat perbedaan individual dalam merespons terhadap stressor yang sama.
Respons terhadap stress mencakup adaptasi fisiologis dan adaptasi psikologis. Adaptasi
fisiologis berkenaan dengan respons organ-organ tubuh terhadap adanya stressor, sedangkan
adaptasi psikologis berhubungan dengan respons psikologis terhadap stressor yang ada

2.5 Jenis Adaptasi


Pada umumnya jenis adaptasi ada dua yaitu : adaptasi fisiologis dan adaptasi
psikologis. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Adaptasi Fisiologis
Penelitian klasik yang dilakukan oleh seorang dokter yang fokus meneliti
stress yaitu Hans Selye (1946, 1976) menemukan dua adaptasi fisiologis yang
berhubungan denganstress yaitu Local Adaptation Syndrom (LAS) dan General
Adaptation Syndrom (GAS). LAS merupakan sindrom adaptasi dari jaringan tubuh,
organ terhadap stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya,
sedangkan GAS merupakan sindrom adaptasi pertahanan dari keseluruhan tubuh
terhadap stress. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
a. LAS
Sindrom adaptasi setempat ini termasuk diantaranya pembekuan darah,
penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya dan respon terhadap
tekanan. LAS memiliki ciri :
1) Respons yang terjadi adalah setempat/local, jadi tidak melibatkan seluruh system
tubuh.
2) Respons adalah adaptif yang berarti stressor diperlukan untuk menstimulasinya.
3) Sifat respons jangka pendek, tidak terdapat terus menerus.
4) Respons adalah restorative yaitu membantu dalam memulihkan homeostatis
region atau bagian tubuh tertentu.

Sebagai contoh LAS ada dua respons yang sering dihadapi oleh seseorang atau
tenaga kesehatan khususnya dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya
yaitu respons reflex nyeri dan respons inflamasi.

a) Respons reflex nyeri


Merupakan respons setempat dari system saraf pusat terhadap nyeri untuk
melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Melibatkan respons sensoris,
saraf sensoris yang menyebar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam
medulla spinalis, saraf motoric yang menjalar dari medulla spinalis dan otot
efektif.
b) Respons Inflamasi
Respons ini distimuli oleh trauma atau keadaan infeksi, yang memusatkan
inflamasi sehingga menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan
penyembuhan. Respons inflamasi berakibat adanya nyeri setempat,
pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi. Respons inflamasi
terjadi dalam tiga fase. Fase pertama meliputi perubahan sel-sel dan system
sirkulasi. Awalnya penyempitan pembuluh darah terjadi pada tempat cedera untuk
Mengendalikan perdarahan, kemudian dilepaskan histamine pada tempat cedera,
meningkatkan aliran darah ke area cedera dan meningkatkan jumlah sel darah
putih untuk melawan infeksi. Hampir bersamaan dilepaskan kinin untuk
meningkatkan permeabilitas kapiler agar memungkinkan masuknya protein,
cairan dan leukosit ke tempat yang mengalami cedera. Pada saat demikian aliran
darah setempat menurun, menjaga leukosit di tempat cedera untuk melawan
infeksi. Fase kedua ditandai oleh adanya pelepasan eksudat dari luka. Eksudat
merupakan kombinasi cairan, sel-sel dan bahan lainnya yang dihasilkan di tempat
cedera. Tipe dan jumah eksudat dari satu cedera ke jenis cedera lain dan dari satu
orang ke orang lainnya. Eksudat biasanya dilepaskan di tempat cedera pada luka
terpotong, lecet, atau incisi bedah. Fase ketiga dalah perbaikan jaringan dengan
regenerasi atau pembentukan jaringan parut.

b. GAS
Merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress, yang melibatkan
berbagai system tubuh terutama system saraf otonom dan system endokrin. GAS
terdiri dari reaksi alarm (peringatan), resisten dan tahap pemulihan atau kehabisan
tenaga.
1) Reaksi alarm
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk
menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat agar volume darah dapat
meningkat menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan
untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energy untuk
keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti epinefrin dan
norepinefrin mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, meningkatkan alira
darah ke otot, meningkatkan pengambilan oksigen dan meningkatkan
kewaspadaan.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu unutk melakukan respon
melawan atau menghindar (figh or flight). Curah janung, ambilan oksigen dan
frekuensi pernapasan meningkat; dilatasi pupil mata untuk menghasilkan bidang
visual yang lebih besar, dan frekuensi jantung meningkat untuk menghasilkan
energy lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energy mental ini
seseorang disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor.
Selama reaksi alarm, individu dihadapkan pada stressor spesifik. Respon
fisiologis individu adalah mendalam, melibatkan system tubuh utama dan dapat
berlangsung dari hitungan menit sampai jam dan dapat mengancam hidup
seseorang. Stressor yang terus menetap setelah reaksi alarm (peringatan) maka
berlanjut ke fase kedua yaitu fase resisten.
2) Tahap resisten
Tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormon, frekuensi jantung, tekanan darah
dan curah jantung kembali ke tingkat normal. Individu berupaya untuk
beradaptasi terhadap stressor, jika stressor dapat diatasi tubuh akan memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi , namun jika stresor terus menetap seperti kehilangan
darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, kemudian tidak mampu
beradaptasi maka individu masuk tahap ketiga tahap kehabisan tenaga.
3) Tahap kehabisan tenaga
Terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stressor dan energy yang
diperlukan semakin menipis. Respons fisiologis menghebat tetapi tingkat energy
individu terganggu dan adaptasi terhadap stressor hilang. Tubuh tidak mampu lagi
mempertahankan dirinya terhadap dampak stressor, regulasi fisiologis
menghilang dan jika stress terus berlangsung dapat mengakibatkan kematian.

2. Adaptasi Psikologis
Perilaku adaptif psikologis individu membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stressor. Perilaku ini diarahakan pengelolaan stress dan diperoleh melalui
pembelajaran dan pengalaman, sejalan dengan individu mengidentifikasi perilaku
yang dapat diterima dan berhasil.
Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik.
Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitis, kemampuan penyelesaian
masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat. Individu bisa terlibat
penyalahgunaan alcohol atau obat-obatan yang secara subyektif dapat dipandang
sebagai perilaku adaptif, namun dalam kenyataannya hal demikian malah dapat
meningkatkan stress dan bukan menyelesaikan masalah.
Perilaku adaptif psikologis disebut sebagai copingatau mekanisme coping.
Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan coping merupakan strategi untuk
memanajemen perilaku menuju penyelesaian masalah yang paling sederhana dan
realistis, serta berfungsi untuk membebaskan diri masalah yang nyata maupun tidak
nyata dan coping merupakan usaha kognitif dan perilaku untuk mengatasi,
mengurangi, dan tahan terhadap berbagai tuntutan (distress demand).
Berbagai tuntutan ini bisa internal atau eksternal. Tuntutan internal seperti
adanya konfilk peran yaitu seorang wanita harus memilih antara keluarganya dan
karirnya. Tuntutan interbal bisa berupa kemacetan dan atau stres pekerjaan. Coping
menghasilkan dua tujuan, pertama individu mengubah hubungan dengan dirinya
dengan lingkungannya agar menghasilkan dampak yang lebih baik. Tujuan kedua
adalah individu biasanya berusaha untuk meredakan atau menghilangkan beban
emosional yang dirasakanya.
Lazarus dan Folkman (1984) lebih lanjut menyatakan pada awalnya kata
“manajemen” dalam arti coping memiliki pengertian yang sangat penting dan
mengindikasikan coping sebagai usaha untuk keluar serta mencoba mencari solusi
dari setiap permasalahan yang ada. Pada dasarnya jika dapat mengatasi setiap masalah
yang ada dan dapat mengevakuasi kembali setiap inti dari setiap permasalahan yang
ada, kita akan dapat memberikan penilaian secara sederhana setelah mengamati setiap
perbedaan permasalahan yang ada, mentoleransi atau menerima suatu ketakutan,
ancaman dan kita akan menolak dan menghindar dari setiap masalah yang dialami
(Lazarus dan Folkman, 1984).Penilaian merupakan komponen penting dalam kaitan
stress dengan coping. Lazarus dan Folkman (dalam Mayne dan Bonano, 2003)
membedakan dua tipe penilaian, yaitu penilaian primer (primary appraisal) dan
penilaian sekunder (secondary appraisal). Penilaian primer tergantung pada tujuan,
nilai dan kepercayaan yang berhubungan dengan evaluasi yang dimiliki oleh individu
terhadap stressor. Penilaian primer ditujukan pada kejadian yang dialami sebagai
pertanyaan oleh individu untuk menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian
tersebut dapat diartikan sebagai hal yang positif, netral atau negative dan disesuaikan
dengan tujuan, nilai dan kepercayaan yang dimiliki oleh individu tersebut.
Lazarus dan Folkman (dalan Mayne dan Bonano, 2003) membedakan lima tipe
penelitian primer yaitu penilaian yang tidak relevan (irrelevant), penilaian yang
positif (benign/positive), penilaian yang penuh kekalahan (harm/loss), penilaian yang
penuh ancaman (threat), dan penilaian yang penuh kemenangan (chalenge).
Individu berhadapan dengan lingkungan yang baru atau terjadi perubahan
lingkungan ada situasi yang penuh tekanan maka individu akan melakukan penilaian
awal yaitu penilaian primer untuk menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian
tersebut dapat diartikan sebagai awal hal yang positif, netral, atau negatif. Sesudah
penilaian awal terhadap stressor maka dilanjutkan dengan penilaian sekunder.
Penilaian sekunder merupakan penilaian terhadap kemampuan individu atau penilaian
terhadap sumber-sumber ketahanan terhadap stress seperti harga diri, hubungan yang
dimiliki dalam upaya mengatasi tekanan yang dialami (Lazarus dalam Eysenck dan
Keane, 2001).
Safaria dan Saputra (2009) mengemukakan setelah individu memberikan
penilain primer dan sekunder individu akan melakukan penilaian ulang (re-appraisal)
yang akhirnya mengarah pada pemilihan strategi coping untuk penyelesaian masalah
yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Keputusan pemilihan strategi coping dan
respons yang digunakan oleh individu untuk menghadapi situasi stress tergantung dari
faktor internal diantaranya gaya coping yang sudah terbiasa dipakai dan kepribadian
diri individu yang bersangkutan. Faktor eksternal berupa ingatan pengalaman dari
berbagai situasi dan keberadaan dukungan sosial.

2.6 Fungsi Koping


Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan coping memiliki dua fungsi umum yaitu
dapat berupa focus pada permasalahan yang dihadapi dan melakukan regulasi emosi dalam
merespons atau beradaptasi terhadap stress. Secara rinci, diuraikan sebagai berikut:
1. Coping yang berfokus pada emosi (Emotion-focused coping)
Merupakan suatu upaya untuk mengontrol respons emosional terhadap situasi
yang sangat menekan. Coping ini disebut juga dengan mekanisme pertahanan ego
yang pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud, yang merupakan perilaku yang
tidak disadari oleh individu yang memberikan perlindungan psikologis terhadap
kejadian yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap orang dan
membantu melindungi dari perasaan tidak berdaya dan ansietas (Potter dan Perry,
1997).
Coping yang berfokus pada emosi merupakan suatu pengaturan respons
emosional dari situasi yang penuh stress. Individu dapat mengatur respons emosinya
dengan berbagai cara seperti dengan mencari dukungan emosi dari sahabat dan
keluarga, melakukan aktivitas yang disukai, bahkan tidak jarang menggunakan
alcohol atau obat-obatan (Sarafino, 1998).
Manusia belajar menggunakan berbagai mekanisme pembelaan egonya jika ia
mengalami suatu peristiwa atau stressor yang mengancam keutuhan integritas
pribadinya (Maramis, 2005). Mekanisme ini penting karena dapat memperlunak
kegagalan, menghilangkan kecemasan, mengurangi perasaan yang menyakitkan, dan
untuk mempertahankan perasaan layak dan harga diri. Mekanisme pertahanan ego
sebenarnya tidak realistic sehingga mengandung penipuan diri dan distorsi realitas,
karenanya dalam jangka panjang dapat mengganggu kepribadian.
Menurut Maramis (2005), beberapa jenis mekanisme pertahanan diri
diantaranya:
a. Fantasi
Keinginan yang tidak terkabulkan dipuaskan dalam imajinasi. Fantasi yang
produktif dapat digunakan secara konstruktif untuk mempertahankan
motivasi dan untuk menyelesaikan masalah dengan segera karena bias
rileks seperti dalam imajinasi yang kreatif atau visualisasi. Sebaliknya,
fantasi yang tidak produktif hanya merupakan suatu kegiatan pemuasan
khayalan untuk mengganti pemenuhan kebutuhan yang tidak tercapai
tetapi tidak mendorong mencapai kebutuhan yang diinginkan.

b. Pengingkaran / Penyangkalan (Denial)


Menghindari realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau menolak
untuk mengenalinya, kemungkinan merupakan mekanisme pertahanan diri
yang paling sederhana dan primitive (Stuart dan Sundeen, 2002).

c. Rasionalisasi
Stuart dan Sundeen (2002) mengemukakan rasionalisasi adaah membrikan
penjelasan yang dapat diterima secara social atau seolah-olah masuk akal
untuk menyesuaikan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak
dapat diterima. Rasionalisasi mempunyai dua unsur pembelaan yaitu:
membantu membenarkan yang dilakukan dan yang dipercaya serta
melunakkan kekecewaan yang berhubungan dengan tujuan yang tidak
dapat diraih. Fenomena adanya rasionalisasi adalah mencari-cari alasan
untuk membenarkan perilakunya atau kepercayaannya, tidak mampu
mengenal hal-hal yang bersifat dinamis atau bertentangan dan
menjadibingung, marah jika alasannya digunakan orang.

d. Identifikasi
Menambah rasa harga diri dengan menyamakan dirinya dengan seseorang
atau suatu hal yang dikaguminya. Identifikasi dengan pahlawan atau
dengan tokoh yang baik dapat memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian anak.

e. Introyeksi
Individu menyatukan kualitas atau nilai-nilai orang lain atau suatu
kelompok ke dalam struktur egonya sendiri (Stuart dan Sundeen, 2002).

f. Represi
Secara tidak sadar, menekan pikiran yang berbahaya dan yang menydihkan
keluar dari alam sadarnya. Represi memegang peranan penting dalam
membantu individu mengawasi semua keinginan yang berbahaya dan
dalam mengurangi gangguan sebagai akibat adanya pengalaman yang
menyakitkan.
Dalam hal pengalaman yang traumatic terjadi dengan tiba-tiba, maka
represi untuk sementara waktu dapat bekerja sebagai pembelaan diri
sampai waktu dan factor yang lain sudah dapat membuat individu tidak
begitu peka lagi terhadap kejadian tersebut. Disamping represi, ada supresi
dan keduanya berbeda. Dalam supresi, individu secara sadar menolak
pikirannya ke luar dari alam sadarnya dan memikirkan hal yang lain.
Supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa jika tidak
dilakukan terus menerus dan mengingat individu mengetahui perilakunya
demikian.

g. Regresi
Kembali ke taraf perkembangan yang telah dilalui, yang biasanya kurang
matang dan kurang aspiratif. Dalam regresi, secara tidak disadari individu
itu mengulangi atau mencoba lagi perilaku atau cara yang digunakan
terdahulu, sewaktu ia masih kanak-kanak dan tergantung pada orang lain.
Individu juga mundur dari kenyataan ke keadaan yang lebih rendah
tuntutannya, lebih sederhana atau rendah cita-citanya dan dengan suatu
kepuasan yang lebih mudah dicapai.

h. Proyeksi
Menyalahkan orang lain berhubungan dengan kesulitannya sendiri atau
mengeluarkan kepada orang lain keinginannya sendiri yang tidak baik.
Proyeksi merupakan kecendrungan seseorang untuk menyalahkan ornag
lain mengenai kesalahan dirinya sendiri. Seseorang menghubungkan
kepada orang lain keinginan dan pikirannya sendiri yang tidak dapat
diterima. Proyeksi berkembang dari pengalaman sendiri bahwa
menyalahkan orang lain tentang kegagalan sendiri, pikiran tercela akan
membantu individu tersbut dalam menghindari celaan dan hukuman
masyarakat, dan jika seseorang menganut nilai-nilai masyarakat, proyeksi
akan dapat melindungi terhadap penurunan harga dirinya.

i. Reaksi Formasi (Reaction Formation)


Pembentukan sikap dan pola perilaku yang berlawanan dengan sesuatu
yang benar-benar dirasakan atau akan dilakukan oleh orang lain (Stuart
dan Sundeen, 2002).

j. Sublimasi
Keinginan yang tidak terpenuhi terutama seksual akan disalurkan pada
kegiatan lain yang dapat diterima oleh masyarakat. Sublimasi merupakan
penggunaan energi psikis umum untuk aktivitas yang baik, sehingga secara
tidak langsung dapat mengurangi ketegangan karena frustasi seksual atau
dorongan yang lain.

k. Kompensasi
Menutup kekurangan dengan menonjolkan hal yang baik atau karena
frustasi dalam suatu bidang tertentu, dicari kepuasan dalam bidang yang
lain. Kompensasi biasanya dilakukan terhadap perasaan kurnag mampu.

l. Salah Pindah (Displacement)


Mengalihkan emosi yang semestinya diarahkan pada orang atau benda
tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan.

m. Pelepasan (Undoing)
Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran, kecenderungan, atau
tindakan yang tidak disetujui. Meminta maaf, menyesal, dan menjalani
hukuman merupakan bentuk pelepasan.

n. Penyekatan Emosi (Emotional Insulation)


Individu mengurangi tingkat keterlibatan emosinya dalam keadaan yang
dapat menimbulan kekecewaan atau sesuatu yang menyakitkan.
Menyesuaikan diri dengan cara hidup yang lebih terbatas tanpa harapan
dan tanpa keterlibatan ego. Ia melindungi dirinya terhadap rasa sait karena
kekecewaan dan frustasi yang berlarut-larut dengan cara menyerah dan
menerima secara pasif segala sesuatu yang diberikan oleh kehidupan.
Adapula orang setelah mengalami sesuatu yang menyakitkan akan
membatasi gerak-geriknya.

o. Isolasi (Intelektualisasi, Disosiasi)


Merupakan suatu bentuk penyekatan emosional, beban emosi dalam suatu
keadaan yang menyakitkan diputuskan atau diubah (distorsi). Seseorang
dapat mengurangi rasa salah karena perbuatan yang tidak layak dengan
menunjuk pada relativitas sebuah ide baik dan buruk atau benar dan salah
dalam kebudayaan. Pada isolasi ini terjadi pemutusan beban emosional
yang normal dengan cara intelektualisasi.

p. Simpatisme
Berusaha mendapatkan simpati dengan jaln menceritakan berbagai
kesukarannya.

q. Pemeranan (Acting Out)


Mengurangi suatu ketegangan yang dibangkitkan oleh keinginan yang
terlarang dengan membiarkan ekspresinya. Pada umumnya, hal ini tidak
dilakukan, kecuali individu itu lemah dalam pengawasan kesusilaannya.
Akan tetapi, kadang-kadang masih dialaminya keadaan yang penuh
ketegangan yang begitu tinggi, sehingga tiap tindakannya dirasakan
sebagai sesuatu yang meringankan, agar hal itu segera selesai.

r. Fiksasi
Feist dan Feist (2009) mengemukakan pada umumnya pertumbuhan psikis
lazimnya bergerak secara kontinu melalui serangkaian tahap
perkembangan, akan tetapi proses pendewasaan secara psikologis tidaklah
bebas dari momen-momen yang penuh dengan stress maupun kecemasan.
Melangkah ke tahap perkembangan lebih lanjut akan memunculkan
kecemasan yang begitu besar, maka ego bisa mengambil strategi untuk
tetap bertahan di tahap psikologis saat ini yang telah terasa lebih nyaman.
Pertahanan ini disebut fiksasi (fixation).
Fiksasi merupakan keterikatan permanen dari libido pada tahap
perkembangan sebelumnya yang lebih primitive dan bersifat universal
(Freud, 1963).

s. Menarik Diri
Perkembangan kepribadian bisa berhenti ketika manusia lari dari kesulitan.
Adler menyebut kecenderungan ini sebagai menarik diri atau perlindungan
dengan membuat jarak. Adler menyebutkan empat cara perlindungan
dalam menarik diri, yaitu:
(1) Bergerak mundur adalah kecenderungan untuk melindungi tujuan
superioritas fiksional seseorang dengan cara psikologis kembali pada
periode kehidupan yang lebih aman. Bergerak mundur mirip dengan
konsep regresi Freud yang keduanya melingkupi usaha untuk kembali
pada fase awal kehidupan yang lebih nyaman. Regresi ini terjadi secara
tidak sadar dan melindungi seseorang dari pengalaman yang penuh
kecemasan, sedangkan bergerak mundur kadang-kadang terjadi secara
sadar dan dimaksudkan untuk mempertahankan superioritas yang
berlebih. Cara ini bertujuan untuk memperoleh simpati, sikap
mengganggu yang ditawarkan secara berlebihan kepada anak-anak
yang manja.
(2) Berdiam diri adalah kecenderungan tidak bergerak ke arah mana pun,
mereka menghindari semua tanggung jawab dalam melindungi diri
mereka sendiri dari ancaman kegagalan.
(3) Keragu-raguan adalah orang yang ragu-ragu atau bimbang ketika
dihadapkan pada masalah yang sulit. Penundaan yang dilakukan pada
akhirnya memberikan alasan untuk berkata, “sekarang sudah
terlambat”. Adler percaya bahwa kebanyakan perilaku kompulsif
bertujuan untuk membuang-buang waktu. Cara ini di mata orang lain
tampak sebagai tindakan yang merugikan diri sendiri, namun keadaan
ini membantu individu-individu neurotic untuk mempertahankan rasa
harga diri mereka yang tinggi.
(4) Membangun penghalang adalah cara dengan mampu mengatasi
masalah, mereka melindungi harga diri dan wibawa mereka. Beberapa
orang membangun rumah dari jerami untuk menunjukkan kalau
mereka bisa merobohkannya, jika mereka gagal untuk mengatasinya,
mereka akan selalu bisa mencari alasan (Feist dan Feist, 2009).

2. Coping yang berfokus pada masalah (Problem-focused coping)


Merupakan suatu upaya untuk mengurangi stressor dengan mempelajari cara-
cara atau keterampilan-keterampilan yang baru untuk dugunakan mengubah situasi,
keadaan, atau pokok permasalah. Smet (1994) menyatakan individu akan cenderung
menggunakan strategi ini jika dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Coping ini
sering kita gunakan saat menghadapi masalah dalam aktivitas kehidupan kita sehari-
hari seperti saat tawar-menawar, saat menyusun jadwal kuliah, atau saat mengikuti
kursus.
Billings dan Moos membuat kategori coping menjadi dua macam meliputi
coping aktif atau menghindar (avoidant) dan coping yang dillihat sebagai respons
focus yaitu orientasi pada masalah dan orientasi pada emosi (Rice, 1992).

2.7 Aspek Koping


Matheny, dkk. mengemukakan dua model coping yang diperolehnya melalui metode
metaanalisis dari berbagai literature yang membaginya menjadi coping kombatif dan coping
preventif (Rice, 1992).
(1) Coping kombatif adalah escape learning (penyelesaian) dengan langsung
bertempur untuk mengatasi persoalan, meliputi monitoring stress dan simtom,
menyusun kekuatan atau sumber daya, menyerang stressor dengan penyelesaian
masalah, asertivitas, dan desensitisasi, menoleransi stresor dengan cognitive
restructuring, menyangkal (denial), sensation focusing, menurunkan ketegangan
dengan relaksasi, disclosure, katarsis, dan self medication.
(2) Coping preventif adalah avoidant learning (penghindaran) merupakan upaya
untuk mencegah terjadinya distress, sehingga individu menjadi lebih tahan
terhadap stress tersebut, meliputi menghindari stressor melalui life adjustments,
adjusting tingkat tuntutan, mengubah pola perilaku yang menimbulkan stress
(altering stress-inducing behaviour pattern), mengembangkan sumber daya
coping individu seperti asset fisiologis (kesehatan fisik dan olahraga), asset
psikologis (harga diri, kepercayaan diri, dan sense of control), asset kognitif
(kompetensi akademik, perubahan keyakinan, persepsi, penilaian terhadap
keadaan stress dan kemampuan manajemen waktu), asset social (dukungan social
dan kemampuan menjalin hubungan), dan asset finansial (sumber keuangan dan
pekerjaan).
Aspek coping yang akan diuraikan berkenaan dengan coping yang berfokus-
pada emosi (emotional focused coping ) dan coping yang akan berfokus pada problem
( problem focused coping ) yang telah dibahas sebelumnya. Falkmandan Lazarus
mengidentifikasi berbagai aspek yang berkenan dengan copung yang berfokus pada
emosi, yaitu :

1. Seeking social emotional support, adalah upaya untuk memperoleh dukungan


secara emosional maupun sosial dari orang lain

2. Distancing, melakukan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari masalah atau
memutuskan suatu harapan yang positif

3. Escape avoidance, mengkhayal tentang suatu situasi atau melakukan tindakan


atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu berfantasi
seandainya masalahnya hilang dan mencoba untuk tidak memikirkan tentang
masalahnya dengan tidur atau menggunakan alcohol yang berlebihan

4. Self control, adalah mengatur perasaan diri sendiri atau tindakannya dalam
hubungannya dengan penyelesaian masalahnya

5. Acepting responbility, dengan berupaya untuk menerima masalah yang dihadapi


sambil memikirkan jalan keluarnya

6. Positive reappraisal, berupaya memberinti arti positif dari situasi yang ada dalam
masa perkembangan kepribadian, kadang kala dengan pemikiran yang religious
(Taylor, 1995)

Aspek – aspek dari coping yang berfoku spada problem adalah :

1. Seeking informational support, berupaya untuk memperoleh dukungan informasi


dari orang lain yang dianggap dapat dipercaya dan competen

2. Confrontife coping, dengan melakukan konfrontasin untuk menyelesaikan


masalah secara nyata

3. Planful problem – solving, adalah menganalisis setiap situasi yang menimbulkan


masalah serta berupaya mencari solusi secara langsung atas masalah yang
dihadapi.
2.8 Sumber Ketahanan Terhadap Stress
Antonovsky (1979) telah mencatat bahwa sebagian besar dari kita telah
bertahan hidup dan bahkan berkembang cepat dalam dunia yang terisi dengan
pathogen-pathogen fisik, psikologis, sosial dan pathogen budaya atau dengan kata lain
terisi dengan stressor. Untuk menangani atau beradaptasi dengan stressor ini, dapat
berorientasi pada sumber-sumber ketahanan terhadap stress (Stress Resistance
Resource). Inilah yang harus dimiliki dalam penyelesaian yang memungkinkan bagi
setiap orang untuk mengatasi stressor kehidupan. Menurut Sheridan dan Radmacher
(1992), sumber-sumber ketahanan terhadap stress meliputi:
1. Sumber daya material
Sumber daya material diantaranya adalah uang dan semua hal-hal yang dapat
dibeli: makanan, pakaian, rumah, dan perawatan kesehatan. Ini adalah sumber daya
material yang paling bermanfaat yang dimiliki, tetapi semua sumber daya ini tidak
mendapat perhatian yang memadai dalam literature.
2. Sumber daya fisik
Adalah atribut-atribut fisik positif dari seseorang, seperti kekuatan, kesehatan
dan daya tarik, dapat berguna dalam menanggulangi stressor. Pada umumnya,
diasumsikan bahwa keadaan fisik yang menarik adalha sumber daya yang baik untuk
membangun jaringan dukungan sosial (Walster, Aronson, Abrahams, dan Rottman,
1966).
3. Sumber daya intrapersonal
Sumber daya intrapersonal adalah keseluruhan ‘kekuatan-kekuatan dalam diri’
yang membantu dalam menghadapi peristiwa kehidupan. Satu diantaranya sumber
daya yang paling penting dari tipe ini adalah harga diri. Keberadaan harga diri ini
berkaitan kuat dengan integritas ego. Antonovsky (1979) mengungkapkan bahwa
identitas ego merujuk pada keseluruhan perasaan tentang diri yang stabil dan terpadu
yang dinamis dan fleksibel. Semua orang yang memiliki identitas ego yang kuat
mempertahankan kebebasannya dalam berhubungan dengan realitas sosial dan
budaya, tanpa menghiraukan apa namanya dan bagaimana definisinya. Suatu perasaan
yang kuat tentang diri dapat merupakan hal yang penting dalam menghadapi banyak
stressor.
4. Sumber daya pendidikan dan informasi
Ilmu pengetahuan adalah sumber daya paling berharga untuk dimiliki.
Mengetahui tentang gizi, olahraga, faktor risiko, keselamatan, dan cara pertolongan
pertama pada kecelakaan dapat merupakan sumber daya penting dalam
menanggulangi stressor yang memengaruhi kesehatan dan dalam zaman informasi
ilmu pengetahuan merupakan sumber pendapatan. Pendidikan membantu seseorang
untuk memperoleh sumber-sumber material. Lulusan perguruan tinggi dapat berharap
memperoleh gaji lebih besar dari pada lulusan sekolah menengah.
5. Sumber daya budaya
Antonovsky (1979) mengemukakan bahwa budaya member kita perasaan
mengenai hal-hal yang berhubungan secara koheren. Sumber daya budaya member
seseorang kepercayaan yang kuat untuk member makna pada kehidupannya,
walaupun tidak selamanya terbukti. Perasaan koheren memainkan peranan besar bagi
kemampuan seseorang untuk mengatasi stress. Tradisi, adat-istiadat, dan ritual
tertentu dari suatu budaya memberi kontribusi perasaan koheren.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
adaptasi adalah suatu proses perubahan yang terjadi dalam aktivitas individu terhadap
aspek fisiologis dan psikososial dalam merespons terhadap suatu stressor.
Secara umum, adaptasi bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara sadar dan tidak
sadar, menghadapi tuntutan kebutuhan secara realistik, rasional, dan objektif
Ada banyak dimensi di antaranya adaptasi di antaranya adaptasi fisiologis yang
memungkinkan homeostasis fisiologis dan terjadi juga proses serupa pada dimensi
psikososial dan dimensi lainnya. mengemukakan stress dapat mempengaruhi dimensi fisik,
perkembangan, emosional, intelektual, social, dan spiritual
Respons terhadap stress mencakup adaptasi fisiologis dan adaptasi psikologis.
Adaptasi fisiologis berkenaan dengan respons organ-organ tubuh terhadap adanya stressor,
sedangkan adaptasi psikologis berhubungan dengan respons psikologis terhadap stressor yang
ada
Pada umumnya jenis adaptasi ada dua yaitu : adaptasi fisiologis dan adaptasi
psikologis
menyatakan coping memiliki dua fungsi umum yaitu dapat berupa focus pada
permasalahan yang dihadapi dan melakukan regulasi emosi dalam merespons atau
beradaptasi terhadap stress
Dua model coping yang diperolehnya melalui metode metaanalisis dari berbagai
literature yang membaginya menjadi coping kombatif dan coping preventif
Untuk menangani atau beradaptasi dengan stressor ini, dapat berorientasi pada
sumber-sumber ketahanan terhadap stress (Stress Resistance Resource). Inilah yang harus
dimiliki dalam penyelesaian yang memungkinkan bagi setiap orang untuk mengatasi stressor
kehidupan.

3.2 Saran
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai materi yang menjadi uraian makalah
ini, tentu banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan referensi yang
kami peroleh. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Candra, I. W., I. G. A. Harini, dan I. N. Sumirta.2017. Psikologi Landasan Keilmuan


Praktik Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Penerbit ANDI

Feist, J. dan G. J, Feist. 2009. Teori Kepribadian. Terjemahan oleh Widia.


Jakarta:Salemba Humanika.

Freud, S. 1963. Introductory Lectures On Psychoanalysis. dalam Standard edition


(Vol. 15 & 16)

Gerungan , W.A 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Penerbit PT Eresco


Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Vous aimerez peut-être aussi