Vous êtes sur la page 1sur 144

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN GANGGUAN
OKSIGENASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S


DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT BHAKTI ASIH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok


Praktek mata kuliah KDM

Dosen Pengampu :
Arisnawati,S.kep.

AKADEMI KEPERAWATAN AL- HIKMAH 02


BENDA-SIRAMPOG-BREBES
2011
BAB I
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ
dan kehidupan sel ( Kebutuhan dasar manusia ; 2 ).
B. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM OKSIGENASI
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernafasan
bagian atas ( hidung, faring, laring, dan epiglottis ) dan bagian bawah ( trachea, bronchus,
bronkiolus, dan paru ).
C. PROSES OKSIGENASI
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas 3 tahap, yaitu
- Ventilasi : proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer.
- Difusi Gas : pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler
dengan alveoli
- Transportasi Gas : proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh ke kapiler.
D. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGENASI
1. Saraf Otonomik
Gambar : Pengaruh saraf otonomik terhadap oksigenasi
2. Hormon dan obat
Semua hormone dapat melebarkan pelebaran saluran pernafasan.Obat yang tergolong
parasimpatis dapat melebarkan saluran nafas sedangkan obat yang tergolong beta non selektif
dapat mempersempit nafas.
3. Alergi pada saluran nafas
Banyak factor yang dapat menimbulkan alergi. Faktor – faktor ini menyebabkan bersin,
bila terdapat rangsangan di daerah nasal. Batuk, bila di saluran pernafasan di bagian atas.
Boronkokontriksi pada asama bronkhiale dan rhinitis bila terdapat di saluran pernafasan
bagian bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan aksigenasi, karena usia
organ dalam tubuh berkembang seiring dengan perkembangan usia.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seperti factor alergi,
ketinggian tanah dan suhu.

6. Perilaku
Faktor perilaku dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adlah dalamcara kita
mengonsumsi makanan ( status nutrisi ), aktivitas dan merokok.
E. Masalah Kebutuhan Oksigenasi
a. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat
defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel , ditandai dengan
adanya warna kebiruan pada kulit ( sianosis ).
b. Perubahan pola pernafasan
1. Tachipnea : pernafasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 x / menit.
2. Bradypnea : pernafasan yang lambat dan kurang dari 10 x / menit.
3. Hyperventilasi : cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen dalam
paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam.
4. Kusmaul : pola pernafasan yang cepat dan dangkal.
5. Hipoventilasi : upaya tubuh dalam mengeluarkan CO2 dengan cukup yang dilakukan
pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan O2.
6. Dispnea : perasaan sesak dan berat saat bernafas.
7. Orthopnea : kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk dan berdiri.
8. Cheyne stokes : siklus amplitudonya mula- mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai
dari siklus awal.
9. Pernafasan paradoksial : pernafasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru yang
berlawanan arah dari keadaan norma.
10. Biot : pernafasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes.
11. Stridor : pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernafasan.

c. Obstruksi jalan nafas ( bersihan jalan nafas )


Kondisi pernafasan yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk secara efektif.
d. Pertukaran gas
Kondisi penurunan gas baik O2 maupun CO2 antara alveoli paru dan system vascular.
F. PENGKAJIAN OKSIGENASI
1. Riwayat Keperawatan
Meliputi : ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti epistaksis, obstruksi nasal
dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernafasan. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pengkajian keluhan / gejala adalah keadaan infeksi kronis dari hidung sakit pada
daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri pada tengggorokan, kenaikan suhu tubuh (380), sakit
kepala, lemas, sakit perut, muntah- muntah ( pada anak- anak ), faring berwarna merah dan
adanya edema.
2. Pola Batuk dan Produksi Sputum
Tahap ini dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk batuk kering keras dan
kuat dengan suara mendesing, berat dan berubah- ubah seperti kondisi pasien yang
mengalami penyakit kanker . Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna,
kejernihan dan apakah bercampur darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
3. Sakit Dada
Dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit , luas, intensitas, factor yang menyebabkan
rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta ada / tidaknya hubungan
antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
4. Pengkajian Fisik
• Inspeksi :
a. Penentuan tipe jalan nafas.
b. Penghitungan frekuensi pernafasan dalam waktu 1 menit.
c. Pemeriksaan sifat pernafasan.
d. Pengkajian irama pernafasan .
e. Pengkajian terhadap dalam / dangkalnya pernafasan.
• Palpasi
Berguna untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri, palpasi dilakukan untuk menentukan besar,
konsistensi, suhu, apakah dapat / tidak digerakan dari dasar.
• Perkusi
Bertujuan untuk menilai normal / tidaknya suara perkusi paru.
• Auskultasi
Bertujuan untuk menilai adanya suara nafas.
5. Pemeriksaan laboratorium
Selain pemeriksaan laboratorium, HB, leukosit, dll. Di lakukan secara rutin juga dilakukan
pemeriksaan sputum guna melihat kuman dengan cara mikroskopis.
6. Pemeriksaan diagnostic
• Ronsen dada
• Fluoroskopi
• Bronkografi
• Angiografi
• Endoskopi
• Radio isotop
• Mediastinoskopi
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif berhubungan dengan :
• Produksi sekresi yang kental / berlebihan akibat penyakit infeksi.
• Imobilisasi, status sekresi, batuk tidak efektif akibat penyakit system saraf.
• Efek sedative dari obat pembedahan, trauma, nyeri, kelelahan, gangguan kognitif.
• Depresi reflek batuk.
• Penurunan O2 dalam udara inspirasi.
• Berkurangnya mekanisme pembersihan silia dan respon peradangan.
2. Pola Nafas Tidak Efektif, berhubungan dengan :
• Penyakitinfeksi dari paru
• Depresi pusat pernafasan
• Lemahnya otot pernafasan
• Turunnya ekspresi paru
• Obstruksi trachea
3. Kerusakan Pertukaran Gas, berhubungan dengan :
• Perubahan suplai O2
• Obstruksi saluran pernafasan
• Adanya penumpukan cairan dalam paru
• Atelektaktis
• Bronkospasme
• Adanya edema paru
• Tindakan pembedahan paru
4. Gangguan Perfusi Jaringan, berhubungan dengan :
• Adanya perdarahan
• Adanya edema
• Imobilisasi
• Menurunnya aliran darah
• Vasokontriksi
• Hipovolumik

BAB II
STUDY KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT BHAKTI ASIH

Tanggal Masuk RS : 10 juli 2011


Tanggal Pengkajian : 10 juli 2011
Diagnosa Medis : Dispnea
No. RM : 154837
Ruang : IGD
A. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama Lengkap : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 th
Status : Nikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Luwungragi
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Usia : 60 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Luwungragi
Hubungan dengan pasien : Suami
B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak nafas
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada waktu pasien datang ke IGD, pasien mengatakan sesak nafas dan lemas sudah satu hari
yang lalu akibat kelelahan. Keluarga klien memutuskan untuk di bawa ke rumah sakit, pada
tanggal 10 juli sampai pengkajian. Pada waktu di lakukan pengkajian di IGD didapat data
sesak nafas pasien sudah agak berkurang, tetapi masih lemas. Pasien banyak Tanya tentang
penyakitnya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya sudah sering merasakan sesak nafas apabila kelelahan, tetapi
pasien belum pernah pergi ke rumah sakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dari pihak keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang
dideritanya sekarang ini.,
C. GENOGRAM

Keterangan :
: pria : garis pernikahan

: perempuan : garis keturunan

: pria meninggal : : tinggal serumah

: perempuan meninggal

: pasien

D. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : Sadar
3. Tanda – Tanda Vital :
Takanan Darah : 120/70 mmhg
Nadi : 95 x / menit
Suhu : 36,5 0 c
Pernafasan : 37 x / menit
b. Pemeriksaan Hand To Toe
1. Kepala : bentuk kepala simetris, rambut lebat dan hitam
2. Muka : bentuk muka simetris, ekspresi wajah gelisah
3. Mata : kedua mata simetris, tidak ada sekres, bola mata normal, menggunakan kaca
mata.
4. Hidung : memiliki hidung simetri dan tidak ada pendarahan
5. Mulut : mukosa kering, tidak ada luka, gigi bersih
6. Telinga : kudua telinga simetris, tidak ada sekres, pendengaran normal
7. Leher : tidak ada pembengkakan tyiroid
8. Dada : bentuk dada simetris antara kanan dan kiri
• Jantung : irama jantung regular, tidak ada nyeri tekan, suara perkusi sonor
• Paru : irama pernafasan tidak teratur, tidak ada nyeri tekan, suara perkusi hipersonor
9. Abdomen : bentu simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka
10. Luka : kulit pasien berwarna sawo matang, tidak bengkak, lembab
E. DATA PENUNJANG
EKG : dalam batas normal tidak ada kelainan

F. TERAPI
Rl 20 tetes / menit lewat IV
O2 5 liter / menit
G. DATA FOKUS
Ds :
• pasien mengatakan sesak nafas
• pasien mengatakan lemas
• pasien mengatakan kurang tahu tentang penyakitnya
Do :
• pasien keliatan lemas
• terpasang O2 5 liter / menit
• nadi 95 x / menit, pernafasan 37 x / menit
• bibir kering, wajah tampak pusat
• ekspresi wajah gelisah
• mukosa kering
• irama pernafasan tidak teratur
• suara perkusi hipersonor
H. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM


DS : Pasien mengatakan sesak nafas
DO : - RR = 37 / menit, nadi 95 x / menit, terpasang oksigen, ekspresi wajah gelisah, irama
pernafasan tidak teratur, suara perkusi hipersonor Penurunan energy / kelelahan Pola
nafas tidak efektif
DS : Pasien mengatakan lemas
DO : wajah tampak pucat, bibir kering lemah kelelahan
DS : pasien mengatakan kurang tahu tentang penyakitnya
DO : dulu dan sekarang pasien mengalami penyakit yang sama Kurang
informasi Kurang pengetahuan

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Diagnosa keperawatan Tgl di temukan Tgl teratasi
1 Pola nafas tidak efektif, berhubungan dengan penurunan energy / kelelahan 10 juli
20011 -
2 Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan 10 juli 2011 -
3 Kurangnya pengetahuan, berhubungan dengan kurangnya informasi 10 juli
2011 -

J. PRORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif, berhubungan dengan penurunan energy / kelelahan
2. Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan
3. Kurangnya pengetahuan, berhubungan dengan kurangnya informasi
K. INTERVENSI
Hari / Tanggal No.DX Tujuan dan kriteria hasil intervensi
Minggu / 10 juli 2011 1 Setelah dilakukan tindakan 1 x 20 menit, diharapkan pasien dapat
bernafas dengan normal, dengan criteria hasil :
 Nafas tidak sesak
 Ekspresi muka tidak gelisah
 Irama nafas normal
 Suara perkusi sonor
 RR normal Posisikan pasien untuk memudahkan bernafas, monitor pola nafas, saran
untuk melakukan batuk efektif, auskultasi suara nafas, catat pergerakan dada.
Minggu / 10 juli 2011 2 Setelah dilakukan pengkajian selama 1x20 menit, diharapkan
pasien dapat terpenuhi cairannya, dengan criteria hasil :
 Badannya tidak lemas
 Bibir tidak kering
 Muka tidak pucat Anjurkan istirahat yang cukup, kaji kemampuan pasien dalam
beraktivitas, monitor intake nutrisi untuk penambah energi, monitor TTV, bantu pasien untuk
memenuhi kebutuhan diri
Minggu / 10 juli 2011 3 Setelah dilakukan pengkajian selama 1x20 menit, diharap- kan
pasien dapat mengetahui tentang penyakitnya, dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak terkena penyakit yang sama lagi
 Pasien bisa menjaga kesehatannya Terangkan proses penyakit, terangkan penyebab
penyakit, terangkan pengobatan penyakit, ajarkan tanda dan gejala penyakit, ajarkan
pencegahan penyakit

L. IMPLEMENTASI
Hari / tanggal No.DX Implementasi Respon
Minggu / 10 juli 2011 1 Memosisikan pasien untuk memudahkan bernafas, memonitor
frekuensi; ritme; kedalaman pernafasan, melakukan fisioterapi dada, mengauskultasi suara
nafas, menyarankan tarik nafas dalam Pasien mau melakukan fisioterapi dada dan tarik
nafas dalam
Minggu / 10 juli 2011 2 Anjurkan istirahat yang cukup, mengkaji kemampuan pasien
dalam beraktivitas, memonitor intake nutrisi untuk penambah energy, memonitor TTV,
membantu pasien memenuhi kebutuhan perawatannya Pasien terpenuhi cairannya
Minggu / 10 juli 2011 3 Menerangkan tentang proses penyakit, penyebab penyakit,
pengobatan penyakit, tanda dan gejala penyakit, dan pencegahan penyakit Pasien
mendengarkan apa yang di ajarkan
M. EVALUASI
Hari / tanggal No. DX Evaluasi
Minggu / 10 juli 2011 1 / 2 / 3 S : pasien mengatakan masih sesak nafas, lemas, dan
belum paham tentang penyakitnya
O : RR = 37x/menit, tidak banyak bergerak,pasien kebingungan
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

askep pd klien dg Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

Asuhan Keperawatan pada Tn. K. S

Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

Di Ruang Sakura RSUD Sragen

A. Pengkajian

1. Tanggal Pengkajian : 16 Juni 2009 Pukul : 09.30 WIB

2. Identitas Klien

Nama : Tn. K. S

Umur : 83 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Swasta (petani)

Alamat : Dukuh RT 3 RW V, Tulakan, Sine, Ngawi

Dx. Medis : Dispneu PPOK

Tanggal Masuk : 15 Juni 2009

No. Register : 258164


3. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. S

Umur : 38 tahun

Pendidikan : SLTA

Agama : Islam

Alamat : Dukuh RT 3 RW V, Tulakan, Sine, Ngawi

Hubungan dg Klien: Anak

B. Riwayat Perawatan

1. Keluhan Utama

Klien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan sakit pada perut bagian
atas seperti tertarik saat batuk skala nyeri 6.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan perit sakit dirasakan
sejak beberapa hari yang lalu. Klien adalah pasien pindahan dari ruang Melati dan
ICU.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan sebelumnya pernah mengalami hal yang sama tapi tidak
sampai dirawat di RS.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan dalam keluarganya ada riwayat penyakit hipertensi.

5. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Persepsi Kesehatan


Klien mengatakan kesehatan itu penting dan jika salah satu anggota
keluarganya ada yang sakit

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Sebelum sakit : klien mengatakan makan rutin 3x sehari dan minum 7-8 gelas
per hari

Selama sakit : klien mengatakan tidak nafsu makan, makanan dari RS hanya
habis ½ porsi dan minum 1 gelas air putih hangat serta 1
gelas susu.

c. Pola eliminasi

Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dan BAK lancar dengan BAB 2x
sehari dengan konsistensi lembek, bau khas, berwarna
kuning kecoklatan serta BAK 5x sehari kuning jernih, bau
khas.

Selama sakit : klien mengatakan BAK 4x sehari lancar berwarna kuning

jernih, bau khas serta BAB 1x sehari bahkan 2 hari 1x


dengan konsistensi padat berwarna kuning kecoklatan, bau
khas.

d. Pola istirahat tidur

Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit istirahat tidur ±8-10

jam/hari,dengan posisi tidur miring dan terlentang, sering


mengalami susah tidur bila malam hari terbangun.

Selama sakit : klien mengatakan istirahat tidur selama sakit ±5-8 jam/hari,
dengan posisi tidur miring dan terlentang dengan bagian
kepala agak ditinggikan, sering terbangun bila merasakan
sesak nafas dan nyeri di perutnya
e. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit : klien mengatakan biasanya dapat melakukan aktivitas sehari-


hari secara mandiri

Selama sakit : klien mengatakan dapat beraktivitas tapi dengan bantuan


anaknya/ orang lain

f. Pola hubungan dan peran

Sebelum sakit : klien mengatakan mempunyai hubungan yang baik

dengan keluarga, dan tetangga-tetangganya

Selama sakit : klien mengatakan saat sakitpun klien masih mempunyai


hubungan yang baik dengan keluarga, dan tetangga-
tetangganya

g. Pola konsep diri

Body image : klien mengatakan tidak malu akan penyakit yang

dideritanya

Harga diri : klien mengatakan ingin diperhatikan

Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh

Peran : klien mengatakan perannya adalah sebagai seorang suami,

ayah, dan kakek

Identitas diri : klien mengatakan, klien adalah seorang laki-laki sebagai

seorang petani, sudah menikah, dan mempunyai 3 anak, serta


4 cucu

h. Pola sensori dan kognitif


Klien sadar/ composmentis, dapat berbicara normal,interaksi sesuai,
pendengaran tidak terganggu/ normal, penglihatan normal, klien melakukan
masase pada bagian yang nyeri untuk mengurangi rasa nyeri

i. Pola reproduksi seksual

Klien mengatakan tidak mengalami masalah pada kelaminnya, klien


menyatakan mengikuti KB, dan mengatakan hubungan suami istri baik-baik
saja

j. Pola penanggulangan stress

Sebelum sakit : klien mengatakan jika ada masalah kadang bercerita

dengan istri dan anak-anaknya.

Selama sakit : klien mengatakan selama dirawat di RS permasalahan

kesehatan yang dialaminya sedikit demi sedikit teratasi


meskipun kadang-kadang rasa sesak dan nyeri hilang timbul.
Klien juga mengatakan sangat diperhatikan oleh keluarganya

k. Pola nilai dan kepercayaan

Klien mengatakan beragama Islam, tidak ada larangan pada pasien untuk
ttap beribadah selama dirawat di RS.

C. Pemerikasaan Fisik

1. Keadaan Umum : Klien tampak pucat

2. TTV

TD : 130/80 mmHg

N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit

S : 360C
3. Kepala : rambut beruban, pendek, lurus, tidak ada lesi

4. Wajah : keriput, pucat

5. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

6. Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,bentuk mata bulat,

7. Hidung : tidak ada polip, lurus, bersih

8. Mulut : kering, simetris, tidak sumbing, bersih

9. Telinga : tidak ada serumen, simetris

10. Dada :

a. Paru-paru

 Inspeksi : pengembangan dada kanan = dada kiri

 Palpasi : vocal fremitus simetris

 perkusi : sonor-sonor

 Auskultasi : ada suara tambahan, wheezing (+)

b. Jantung

 Inspeksi : simetris, ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : ictus cordis tidak teraba

 Perkusi : batas jantung tidak melebar

 Auskultasi : tidak ada bising

c. Abdomen

 Inspeksi : perut lebih rendah daripada dada, bersih


 Auskultasi :suara peristaltic usus 7x/ menit

 Palpasi : terdapat nyeri tekan di perut bila bersamaan

dengan batuk

 Perkusi : turgor kulit baik

11. Genetalia : tidak terpasang DC

12. Muskuloskeletal

 Ekstremitas atas : tangan kanan terpasang infuse, tidak ada oedem

 Ekstremitas bawah: kaki dapat digerakkan, kekuatan otot 5

13. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 12 Juni 2009

No. Pemeriksaan Lab Hasil Normal Keterangan


1. Glukosa Sewaktu 180

2. SGOT 36 L : <37 u/l Normal

W : < 31 u/l
3. SGPT 37 L : <42 u/l Normal

W : <32 u/l
4. Ureum 98,6 10-50 mg % Meningkat

5. Kreatinin 1,08 L : 0,6 - 1,1 mg % Meningkat

W : 0,5 – 0,9 mg %
6. WBC 18 4,8 - 10,8 X 103/ ul Meningkat

7. HGB 11 14 – 18 g/dl Menurun


14. Terapi

Infus RL 20 tetes/menit (mikro) + II ampul Aminophilin

Injeksi :

 Dexamethasone 3x1 ml

 Ranitidin 2x2 ml

 Metoclopramide 1x2 ml

 Gentamicin 2x80 mg

 Cefotaxim 1x1 gr

O2 : 3-4 liter/menit

No Tgl/ jam Data Fokus Problem Etiologi TTD


1 16/6/2009 DS : Bersihan jalan Adanya
nafas tidak penumpukan
09.45 WIB - Klien mengatakan sesak efektif sekret
nafas dan batuk
berdahak

DO :

TD: 130/80 mmHg

N : 80 x/menit

RR :28 x/menit

S : 360C

- Adanya penggunaan otot


bantu perut dalam
bernafas

- Batuk produktif

2 16/6/2009 DS : Nyeri akut Retraksi otot


abdominal
10.30 WIB - Klien mengatakan nyeri
pada perut bagian atas

DO :

- Wajah klien tampak pucat

- P : Batuk

- Q : Seperti tertarik

- R : pada perut bagian atas

- S : Skala nyeri 6

- T : Saat batuk
I. Analisa Data

II. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya penumpukan secret ditandai dengan batuk
produktif
2. Nyeri akut b.d retraksi otot abdominal ditandai dengan penggunaan otot bantu perut
untuk usaha bernapas

III. Intervensi

Tanggal : 16/6/2009 jam : 10.45 WIB

No Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasionalisasi TTD


1 I Setelah dilakukan 1. Observai TTV 1. Untuk
tindakan keperawatan mengetahui
2. Beri O2
selama 1x6 jam sesak status TTV
(melalui kanul
nafas klien berkurang, pasien
O2, 3-5 l/
dengan KH :
menit) 2. Untuk
- RR : 16-20 x/ menit mengetahui
3. Ajarkan batuk
pemenuhan
- Sianosis tidak ada efektif &
oksigenasi
postural
- Suara tambahan drainage 3. Untuk
berkurang mengurangi
4. Kolaborasi
secret
- Dahak pasien berkurang dengan dokter
4. Untuk
- Jalan nafas paten
mengetahui
terapi yang
dibutuhkan
pasien
2 II Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Untuk
tindakan keperawatan mengetahui
2. Kaji lokasi &
selama 1x24 jam nyeri status TTV
skala nyeri
pasien berkurang, dengan pasien
(PQRST)
KH :
2. Untuk
3. Ajarkan teknik
- Nyeri pasien berkurang, mengetahui
relaksasi
skla nyeri 1-2 lokasi & skala
- Wajah pasien tampak 4. Kolaborasi nyeri
rileks dengan dokter
3. Untuk
mengurangi
nyeri

4. Untuk
mengetahui
terapi yang
dibutuhkan
pasien

IV. Implementasi

No Tgl/ jam Dx Tindakan Respon Klien TTD


1 16/6/2009 Mengukur TTV DS : klien mengatakan
bersedia untuk diukur
Jam 10.00
TTVnya

DO :

KU :Composmentis

TD : 150/ 70 mmHg

RR : 24x/menit
I
N : 96 x/ menit

S : 36oC
2 Jam 10.10 Melakukan postural DS : klien mengatakan lega
drainage karena dahak dapat keluar

DO : dahak klien keluar


3 Jam 10.20 Memberi O2 3-5 l/ DS : Klien mengatakan lega
menit dengan kanul atau mudah dalam bernafas
DO : klien tampak nyaman
4 Jam 10.30 Mengkaji skala DS :klien mengatakan
perutnya seperti tertindih

DO :skala nyeri 4-6


5 Jam 10.45 Memberi posisi DS : klien mengatakan nyeri
nyaman (memberi di perutnya berkurang
stimulasi &
DO : klien tampak nyaman
kompresisasi)
II
6 Jam 11.00 Mengajarkan teknik DS : klien mengatakan nyeri
relaksasi di perutnya berkurang

DO : klien tampak rileks


7 Jam 12.15 Memberi injeksi DS : klien mengatakan
Ranitidin 2x2 ml bersedia untuk diinjeksi

DO : klien kooperatif
Jam 14.10 OPERAN JAGA
7 Jam 14.20 Mengukur TTV DS : klien mengatakan
bersedia untuk diukur
TTVnya

DO :

I RR : 22 x/menit

S : 37oC

TD : 110/80 mmHg

N : 96 x/menit
8 Jam 15.30 Memberi makan bubur DS : klien mengatakan nafsu
dan minum air putih makan tidak berubah yakni
II
hangat klien dapat menghabiskan 1
porsi makan yang diberikan
RS

DO : klien menghabiskan 1
porsi makanannya & 1 gelas
air hangat
9 Jam 16.00 Memberi injeksi DS : klien mengatakan
Ranitidin 2x2 ml bersedia untuk diinjeksi

DO : klien kooperatif

V. Evaluasi

No Tanggal/jam Dx Catatan Perkembangan TTD


1 16/6/2009 I S : klien mengatakan batuk berkurang, sesak napas

Jam 16.00 berkurang

O:

TD : 150/70 mmHg, S :36oC

RR : 22 x/menit, N : 96 x/menit

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

- Observasi TTV

- Observasi kebutuhan O2

- Beri posisi postural drainage (bila perlu)

- Ajarkan batuk efektif

- Kolaborasi dengan dokter


2 17/6/2009 I S : klien mengatakan batuk berkurang, sesak napas
Jam 05.00 berkurang

O:

TD : 110/80 mmHg, N : 104 x/menit

RR : 22 x/menit, S : 37oC

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilajutkan

- Observasi TTV

- Observasi kebutuhan O2

- Beri posisi postural drainage (bila perlu)

- Ajarkan batuk efektif

- Kolaborasi dengan dokter


Jam 10.30 II S : klien mengatakan nyeri di perutnya sudah

berkurang

O : klien tampak rileks, skla nyeri 1-2

A : masalah teratasi

P : intervensi dipertahankan

- Observasi TTV

- Beri posisinyaman

- Ajarkan teknik relaksasi

- Kolaborasi dengan dokter


Diposkan oleh KUMPULAN ASKEP di 04.54
ASUHAN KEPERAWATAN OKSIGENASI

A.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada saat
perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya mengandung
unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit
yang sama.
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok, pekerjaan,
rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
6. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi
7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat,
darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah
trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea
dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
• Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi
elevasi ke atas.
• Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk
bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1).
Pada orang dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai
dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat
menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan
dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior
mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau
perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung
melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung
berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
• Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah pernapasan
klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam
dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu pernapasan yang cepat,
frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya
kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara
dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang ataukah
hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan
yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler,
ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian
menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang
cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya
tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap
dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya
bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur yang
terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi yang kering
dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas seperti orang
bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi,
ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu batuk
yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi,
ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah
• Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi yaitu
denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60
x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi,
ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan dengan
jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah
oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam
jaringan akibat kelainan internal atau eksternal, atau cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada
mukosa membran, kuku atau kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah
clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu
yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal
selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding
dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara
pria besar

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif
7. Perubahan rasa nyaman
8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
• Bunyi napas yang abnormal
• Batuk produktif atau non produktif
• Cianosis
• Dispnea
• Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan
Kemungkinan faktor penyebab :
• Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
• Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
• Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
• Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
• Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
• Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran
• Immobilisasi
• Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi
2. Pola napas tidak efektif
Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
• Dispnea
• Peningkatan kecepatan pernapasan
• Napas dangkal atau lambat
• Retraksi dada
• Pembesaran jari (clubbing finger)
• Pernapasan melalui mulut
• Penambahan diameter antero-posterior
• Cianosis, flail chest, ortopnea
• Vomitus
• Ekspansi paru tidak simetris
Kemungkinan faktor penyebab :
• Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
• Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
• Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
• CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
• Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
• Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial
atau oedema
• Penimbunan CO2 akibat penyakit paru
3. Gangguan pertukaran gas
Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis
respiratori.
4. Penurunan kardiak output
Tanda-tandanya :
• Kardiak aritmia
• Tekanan darah bervariasi
• Takikhardia atau bradikhardia
• Cianosis atau pucat
• Kelemahan, vatigue
• Distensi vena jugularis
• Output urine berkurang
• Oedema
• Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan batuk)
Kemungkinan penyebab :
• Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung
• Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi kegagalan
jantung
• Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
• Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah

C.RENCANA KEPERAWATAN
1. Mempertahankan terbukanya jalan napas
A. Pemasangan jalan napas buatan
Jalan napas buatan (artificial airway) adalah suatu alat pipa (tube) yang dimasukkan ke dalam
mulut atau hidung sampai pada tingkat ke-2 dan ke-3 dari lingkaran trakhea untuk
memfasilitasi ventilasi dan atau pembuangan sekresi
Rute pemasangan :
• Orotrakheal : mulut dan trakhea
• Nasotrakheal : hidung dan trakhea
• Trakheostomi : tube dimasukkan ke dalam trakhea melalui suatu insisi yang diciptakan pada
lingkaran kartilago ke-2 atau ke-3
• Intubasi endotrakheal
B. Latihan napas dalam dan batuk efektif
Biasanya dilakukan pada pasien yang bedrest atau post operasi
Cara kerja :
• Pasien dalam posisi duduk atau baring
• Letakkan tangan di atas dada
• Tarik napas perlahan melalui hidung sampai dada mengembang
• Tahan napas untuk beberapa detik
• Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut dampai dada berkontraksi
• Ulangi langkah ke-3 sampai ke-5 sebanyak 2-3 kali
• Tarik napas dalam melalui hidung kemudian tahan untuk beberapa detik lalu keluarkan
secara cepat disertai batuk yang bersuara
• Ulangi sesuai kemampuan pasien
• Pada pasien pot op. Perawat meletakkan telapak tangan atau bantal pada daerah bekas
operasi dan menekannya secara perlahan ketika pasien batuk, untuk menghindari terbukanya
luka insisi dan mengurangi nyeri
C. Posisi yang baik
• Posisi semi fowler atau high fowler memungkinkan pengembangan paru maksimal karena
isi abdomen tidak menekan diafragma
• Normalnya ventilasi yang adekuat dapat dipertahankan melalui perubahan posisi, ambulasi
dan latihan
D. Pengisapan lendir (suctioning)
Adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang berlebihan pada jalan napas, suction
dapat dilakukan pada oral, nasopharingeal, trakheal, endotrakheal atau trakheostomi tube.
E. Pemberian obat bronkhodilator
Adalah obat untuk melebarkan jalan napas dengan melawan oedema mukosa bronkhus dan
spasme otot dan mengurangi obstruksi dan meningkatkan pertukaran udara.
Obat ini dapat diberikan peroral, sub kutan, intra vena, rektal dan nebulisasi atau menghisap
atau menyemprotkan obat ke dalam saluran napas.
2. Mobilisasi sekresi paru
A. Hidrasi
Cairan diberikan 2±secara oral dengan cara menganjurkan pasien mengkonsumsi cairan yang
banyak - 2,5 liter perhari, tetapi dalam batas kemampuan/cadangan jantung.
B. Humidifikasi
Pengisapan uap panas untuk membantu mengencerkan atau melarutkan lendir.
C. Postural drainage
Adalah posisi khuus yang digunakan agar kekuatan gravitasi dapat membantu di dalam
pelepasan sekresi bronkhial dari bronkhiolus yang bersarang di dalam bronkhus dan trakhea,
dengan maksud supaya dapat membatukkan atau dihisap sekresinya.
Biasanya dilakukan 2 - 4 kali sebelum makan dan sebelum tidur / istirahat.
Tekniknya :
• Sebelum postural drainage, lakukan :
- Nebulisasi untuk mengalirkan sekret
- Perkusi sekitar 1 - 2 menit
- Vibrasi 4 - 5 kali dalam satu periode
• Lakukan postural drainage, tergantung letak sekret dalam paru.
3. Mempertahankan dan meningkatkan pengembangan paru
A. Latihan napas
Adalah teknik yang digunakan untuk menggantikan defisit pernapasan melalui peningkatan
efisiensi pernapasan yang bertujuan penghematan energi melalui pengontrolan pernapasan
Jenis latihan napas :
• Pernapasan diafragma
• Pursed lips breathing
• Pernapasan sisi iga bawah
• Pernapasan iga dan lower back
• Pernapasan segmental
B. Pemasangan ventilasi mekanik
Adalah alat yang berfungsi sebagai pengganti tindakan pengaliran / penghembusan udara ke
ruang thoraks dan diafragma. Alat ini dapat mempertahankan ventilasi secara otomatis dalam
periode yang lama.
Ada dua tipe yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif.
C. Pemasangan chest tube dan chest drainage
Chest tube drainage / intra pleural drainage digunakan setelah prosedur thorakik, satu atau
lebih chest kateter dibuat di rongga pleura melalui pembedahan dinding dada dan
dihubungkan ke sistem drainage.
Indikasinya pada trauma paru seperti : hemothoraks, pneumothoraks, open pneumothoraks,
flail chest.
Tujuannya :
• Untuk melepaskan larutan, benda padat, udara dari rongga pleura atau rongga thoraks dan
rongga mediastinum
• Untuk mengembalikan ekspansi paru dan menata kembali fungsi normal kardiorespirasi
pada pasien pasca operasi, trauma dan kondisi medis dengan membuat tekanan negatif dalam
rongga pleura.
Tipenya :
a. The single bottle water seal system
b. The two bottle water
c. The three bottle water
4. Mengurangi / mengoreksi hipoksia dan kompensasi tubuh akibat hipoksia
Dengan pemberian O2 dapat melalui :
• Nasal canule
• Bronkhopharingeal khateter
• Simple mask
• Aerosol mask / trakheostomy collars
• ETT (endo trakheal tube)
5. Meningkatkan transportasi gas dan Cardiak Output
Dengan resusitasi jantung paru (RJP), yang mencakup tindakan ABC, yaitu :
A : Air way adalah mempertahankan kebersihan atau membebaskan jalan napas
B : Breathing adalah pemberian napas buatan melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung
C : Circulation adalah memulai kompresi jantung atau memberikan sirkulasi buatan
Jadi secara umum intervensi keperawatan mencakup di dalamnya :
a. Health promotion
• Ventilasi yang memadai
• Hindari rokok
• Pelindung / masker saat bekerja
• Hindari inhaler, tetes hidung, spray (yang dapat menekan nervus 1)
• Pakaian yang nyaman
b. Health restoration and maintenance
• Mempertahankan jalan napas dengan upaya mengencerkan sekret
• Teknik batuk dan postural drainage
• Suctioning
• Menghilangkan rasa takut dengan penjelasan, posisi fowler/semi fowler, significant other
• Mengatur istirahat dan aktifitas dengan memberikan HE yang bermanfaat, fasilitasi
lingkungan, tingkatkan rasa nyaman, terapi yang sesuai, ROM
• Mengurangi usaha bernapas dengan ventilasi yang memeadai, pakaian tipis dan hangat,
hindari makan berlebih dan banyak mengandung gas, atur posisi
• Mempertahankan nutrisi dan hidrasi juga dengan oral hygiene dan makanan yang mudah
dikunyah dan dicerna
• Mempertahankan eliminasi dengan memberikan makanan berserat dan ajarkan latihan
• Mencegah dan mengawasi potensial infeksi dengan menekankan prinsip medikal asepsis
• Terapi O2
• Terapi ventilasi
• Drainage dada

D.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI


Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan dan
kriteria termasuk di dalamnya evaluasi proses.

Askep Kebutuhan Oksigenasi

Kapevi Hatake | 9:44 PM | Asuhan Keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas
berbagai organ sel tubuh.
Dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari peranan fungsi
sisitem pernafasan dan kardiovaskuler yang menyuplai kebutuhan oksigen tubuh. Dan dalam
implementasinya mahasiswa keperawatan diharapkan lebih memahami tentang apa
oksigenasi, bagaimana proses keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi dan
bagaimana praktik keperawatan yang mengalami masalah atau gangguan oksigenasi.
B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa khususnya mahasiswa S1
keperawatan ekstensi, mampu mengingat kembali (review) mengenai konsep pemenuhan
kebutuhan oksigenasi dan praktek keperawatanyang bisa diimplementasikan pada klien yang
mengalami gangguan oksigenasi

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami :
 Pengertian Oksigenasi
 Tujuan pemberian oksigenasi
 Anatomi sistem pernafasan
 Fisiologi sistem pernafasan
 Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen
 Perubahan Fungsi pernapasan

BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital bagi tubuh. Kekurangan oksigen
kurang dari lima menit akan menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Selain itu oksigen
digunakan oleh sel tubuh untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Oksigen
akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang
merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal.

Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara melancarkan
saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2) sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.

B. Tujuan pemberian oksigenasi


Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan pemberian oksigen
dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada, dan cara penghisapan lendir
(suction)
Tujuan :
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler,
dan keadaan hematologi.

C. Anatomi Sistem Pernapasan


1. Saluran Nafas Atas
a. Hidung
1) Terdiri atas bagian eksternal dan internal
2) Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
3) Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung
kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
4) Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung
5) Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus
menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
6) Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
7) Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan
udara yang dihirup ke dalam paru-paru
8) Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghirup) karena reseptor olfaktori
terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalandengan pertambahan usia.

2. Faring
a. Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring
b. Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring
(laringofaring)
c. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

3. Laring
a. Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakea
b. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
1) Epiglotis
daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
2) Glotis
ostium antara pita suara dalam laring
3) Kartilago tiroid
kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam's apple)
4) Kartilago krikoid
satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
5) Kartilago aritenoid
digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
6) Pita suara
ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat
pada lumen laring)
c. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
d. Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batu

4. Trakea
a. Disebut juga batang tenggorok
b. Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

2. Saluran Nafas Bawah


1. Bronkus
a. Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
b. Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
c. Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi
menjadi 9 bronkus segmental
d. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

2. Bronkiolus
a. Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
b. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia)

4. Bronkiolus respiratori
a. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
b. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas

5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar


a. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
b. Dan kemudian menjadi alveoli

6. Alveoli
a. Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
b. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
c. Terdiri atas 3 tipe :
1) Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
2) Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan
(suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
3) Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan

7. Paru-paru
a. Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
b. Terletak dalam rongga dada atau toraks
c. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar
d. Setiap paru mempunyai apeks dan basis
e. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
f. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
g. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya

8. Pleura
a. Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
b. Terbagi mejadi 2 :
1) Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
2) Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
c. Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah
pemisahan toraks dengan paru-paru
d. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah
kolap paru-paru

D. Fisiologi Sistem Pernapasan


Bernafas/pernapasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan
lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernapasan, diafragma, isi abdomen,
dinding abdomen, dan pusat pernapasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernapasan
antara 12-15 kali per menit.

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :


1. Ventilasi
yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara
atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume
paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat

2. Difusi
yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke
darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan
dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang
disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi
sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli
dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler dara
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli

3. Transpor
yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya
karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus
ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan
berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai
oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
1. Curah jantung (cardiac Output / CO)
2. Jumlah sel darah merah
3. Hematokrit darah
4. Latihan (exercise)
5. Keadaan pembuluh darah
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh system respirasi, kardiovaskuler,
dan keadaan hematologi.
 Sistem kardiovaskuler
Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat dipengaruhi oleh fungsi jantung untuk
memompa darah sebagai transport oksigen. Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris.
Aliran darah keluar dari ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Kemudian dari aorta
darah disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol, dan kapiler serta
menyatu kembali membentuk vena yang kemudian dialirkan ke jantung melalui atrium
kanan. Darah dari atrium kanan masuk dalam ventrikel kanan melalui katup pulmonalis untuk
kemudian dialirkan ke paru-paru kanan dan kiri untuk berdifusi. Darah mengalir di dalam
vena pulmonalis kembali ke atrium kiri dan bersikulasi secara sistemik berdampak pada
kemampuan transport gas oksigen dan karbon dioksida.

 Hematologi
Oksigen membutuhkan transport dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksia dari jaringan
ke paru-paru. Sekitar 97% oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan
hemoglobin (Hb) dan 3 % oksigen larut dalam plasma. Setiap sel darah merah mengandung
280 juta molekul Hb dan setiap molekul dari keempat molekul besi dalam hemoglobin
berikatan dengan satu molekul oksigenasi membentuk oksihemoglobin (HbO2). Afinitas atau
ikatan Hb dengan O2 dipengaruhi oleh suhu, ph, konsentrasi 2,3 difosfogliserat dalam darah
merah.
Dengan demikian besarnya Hb dan jumlah eritrosit akan memengaruhi transport gas.
E. Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen.
1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas,
muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b. Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
d. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis,
elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk
menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan
arterioklerosis.
b. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun
mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan depresi pusat pernapasan.
e. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dan permukaan laut.

 Perubahan-perubahan fungsi jantung yang memengaruhi kebutuhan oksigenasi :


1. Gangguan kondiksi seperti distritmia (takikardia/bradikardia).
2. Perubahan cardiac output, menurunnya cardiac output seoerti pada pasien dekom
menimbulkan hipoksia jaringan.
3. Kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis, obstruksi, regurgitasi darah yang
mengakibatkan ventrikel bekerja lebih keras.
4. Myocardial iskhemial infark mengakibatkan kekurangan pasokan darah dari arteri koroner ke
miokardium.
F. Perubahan Fungsi pernapasan
1. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar pernapasan
lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena :
a. Kecemasan
b. Infeksi/sepsis
c. Keracunan obat-obatan
d. Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic.

Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada (chest
pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi , tinnitus.

2. Hipoventilasi
Hivoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O2
tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis
(kolaps paru).

Tanda-tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan
kesadaran, disorientasi, kardiakdistritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan kardiak
arrest.

3. Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang diinspirasi atau
meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh :
a. Menurunnya hemoglobin
b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung.
c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti pada keracunan sianida.
d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pneumonia.
e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.
f. Kerusakan/gangguan ventilasi.

Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan


konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, dan
clubbing.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada saat
perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya mengandung
unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit
yang sama.
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok, pekerjaan,
rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.

6. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
1. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
2. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
3. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
4. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi
7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat,
darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah
trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea
dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
 Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi
elevasi ke atas.
 Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar
dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang dewasa
perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2

Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya :


1) Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter
antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan.
2) Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest,
yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest
ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.

Kelainan tulang belakang diantaranya :


a. Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke belakang.
b. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung.
c. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.

 Pola napas
a. eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan
tidak butuh tenaga untuk melakukannya,
b. tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea
yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt
c. apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.

 Kaji volume pernapasan


a. hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang ditandai dengan
pernapasan yang dalam dan panjang
b. hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan
yang lambat.
 Kaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang
ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu pernapasan yang
ditandai dengan pengembangan perut.
 Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler,
- cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi
apnea.
- kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang
ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
 Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap
dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya
bila dalam posisi duduk atau berdiri
 Perlu juga dikaji bunyi napas
- stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas
- stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi
- wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul,
- rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi
- ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
 Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami
- batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi,
- non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi
- hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah
 Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi
- takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah
- bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah
- hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi
- hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
 Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah
- anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang
- hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah kurang
- hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau
eksternal
- cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat
deoksigenasi yang berlebihan dari Hb
- clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu
yang lama.

Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal
selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding
dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara
pria besar.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif
7. Perubahan rasa nyaman
8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien

1. Bersihan jalan napas tidak efektif


Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
 Bunyi napas yang abnormal
 Batuk produktif atau non produktif
 Cianosis
 Dispnea
 Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan

Kemungkinan faktor penyebab :


 Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
 Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
 Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
 Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
 Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
 Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran
 Immobilisasi
 Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi

2. Pola napas tidak efektif


Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
 Dispnea
 Peningkatan kecepatan pernapasan
 Napas dangkal atau lambat
 Retraksi dada
 Pembesaran jari (clubbing finger)
 Pernapasan melalui mulut
 Penambahan diameter antero-posterior
 Cianosis, flail chest, ortopnea
 Vomitus
 Ekspansi paru tidak simetris

Kemungkinan faktor penyebab :


 Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
 Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
 Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
 CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
 Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
 Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial
atau oedema
 Penimbunan CO2 akibat penyakit paru

3. Gangguan pertukaran gas


Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis
respiratori.
Tanda-tandanya :
 Dispnea,
 Abnormal gas darah arteri
 Hipoksia
 Gelisah
 Takikardia
 Sianosis
 Hipoksemia
 Tingkat kedalaman irama pernafasan abnormal
Kemungkinan penyebab :
 Penumpukan cairan dalam paru
 Gangguan pasokan oksigen
 Obstruksi saluran pernapasan
 Bronkhospasme
 Edema paru
 Pembedahan paru
Kemungkinan penyebab :
 Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung
 Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi kegagalan
jantung
 Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
 Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah

C. Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Inter vensi:
a. Auskultasi dada bagian anterior dan posterior
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan bunyi tambahan.
b. Lakukan pengisapan jalan napas bila diperlukan
Rasional : Merangsang terjadinya batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu batuk secara efektif dan penurunan kesadaran
c. Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.
Rasional : memobilisasi keluarnya sputum
d. Instruksikan untuk batuk efektif & teknis napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
Rasional : memudahkan ekspansi maksimal paru atau jalan napas lebih kecil dan membantu
silia untuk mempermudah jalan napas
e. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesik
Rasional : Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
f. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi :mukolitik, ekspektoran, bronkodilator.
Rasional : untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
g. Kolaborasi dengan bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain mis :
spiromerti iasentif, perkusi, drainase postural.
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.
2. Pola napas tidak efektif
a. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru
b. Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam
Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas, sehingga mudah untuk dikeluarkan
c. Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
d. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ekspektoran
Rasional : Membantu mengencerkan secret, sehingga mudah untuk dikeluarkan
3. Gangguan pertukaran gas
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki hipoksemia
jaringan
b. Pantau GDA Pasien
Rasional : Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik
c. Pantau pernapasan
Rasional : Untuk evaluasi distress pernapasan

4. Penurunan kardiak output


a. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi
radial,popliteal,dorsalis pedis & pastibial
b.Observasi kuliat terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung, vasokontriksi & anemia.
c. Pantau TTV
Rasional : TTV dalam batas normal menunjukan kerja jantung normal
d. Kolaborasi pemberian O2
Rasional : Meningkatkan asupan oksigen dan mencegah hipoksia
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa
menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta
menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian oksigen ke
jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan hematology.

Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan
12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan
difusi.

B. Saran
Disadari oleh kelompok bahwa makalah yang telah disusun oleh kelompok yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi” masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kelompok mengharapkan saran terhadap makalah yang bersifat membangun
agar makalah yang dibuat dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain
masyarakat pada umumnya.

asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

I. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI


A. PENGERTIAN
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OKSIGENASI
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi
cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek.
Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang
berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan
pola napas.
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin
rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya,
individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga
kedalaman pernapasan yang meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah
perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas
yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga
kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi
kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan
menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
3. Lifestyle
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung,
demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat
yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem
kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.
Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya
terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi
oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida
maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi
pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik,
perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Terganggunya fungsi pernapasan dapat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan
napas. Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang
diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau
transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau
lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi
alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga
karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah. Sianosis dapat ditandai dengan warna
kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan
kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi
serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum
terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan
pucat.
7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit
perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang
terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung
meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan
berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di
sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring
atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang
jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk
disaluran napas. Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau
lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang
terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang
tepat. Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok yang terdengar
selama proses inhalasi (inspirasi).
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi
keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja
nafas dan menurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2)
Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien
dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan
oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang
diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi,
humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama
pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil
analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja
otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien
dengan gejala : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan
CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
METODE PEMBERIAN O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik
ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang
memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien
dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah ini adal;ah : (1) kateter nasal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka
sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong
non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 –
6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
 Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
 Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal
lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput
lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6
L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
 Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan
kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien
dan nyaman.
 Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien
bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput
lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2
40 – 60%.
 Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi
dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol.
 Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan
CO2 jika aliran rendah.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12
L/mnt
 Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
 Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12
L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
 Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
 Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.

2. Sistem aliran tinggi


Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat
dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke
sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan
negatif, akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Aliran udara pada alat ini sekitar 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
 Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl
serta tidak terjadi penumpukan CO2
 Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada
aliran rendah.

B. NILAI-NILAI NORMAL
Ciri – ciri rongga pleura normal :
Bersih dari ultrafiltrat plasma.
pH 7,6-7,64.
Protein < 2 % (1-2 gr/dl)
<1000 WBC/cm3
Na : 133-143
K : 3,4-5,4
Cl : 100-106
P CO2 : 35-45
P O2 : 80-95
RR : Neonatus : 30 - 60 x/mnt
Bayi : 44 x/mnt
Anak : 20 - 25 x/mnt
Dewasa : 15 - 20 x/mnt
Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun

C. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Riwayat keperawatan klien
Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :
Data demografi : nama, alamat, umur, jenis kelamin, support sistem yang ada dan tingkat
pendidikan.
2. Riwayat keluarga : penyakit keluarga, penyakit keturunan dan alergi.
Pekerjaan
Keadaan lingkungan : kumuh, rawa – rawa, kota besar
Kebiasaan : merokok, aktivitas.
3. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat,
darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah
trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea
dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi
elevasi ke atas.
Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar
dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang dewasa
perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2.
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai
dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat
menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan
dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior
mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau
perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung
melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung
berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah pernapasan
klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam
dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu pernapasan yang cepat,
frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya
kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara
dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang ataukah
hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan
yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler,
ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian
menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang
cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya
tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap
dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya
bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur yang
terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi yang kering
dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas seperti orang
bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi,
ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu batuk
yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi,
ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah.
Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi yaitu
denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60
x/mnt. Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang
tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah. Juga perlu dikaji tentang
oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam
jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah
kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan
internal atau eksternal, atau sianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku
atau kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu
membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal
selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding
dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara
pria besar

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


as tidak efektif
an pertukaran gas
jalan napas tidak efektif

III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


A. Pola napas tidak efektif
NOC :
1. Status respiratori : kepatenan jalan napas
Kriteria hasil :
a. Klien tidak mengalami demam.
b. Klien tidak mengalami kecemasan.
c. Klien tidak tersedak.
d. Klien mempunyai RR dbn.
e. Klien mempunyai ritme respiratori dbn.
f. Klien mampu mengeluarkan sputum dari jalan napas.
g. Klien tidak mempunyai suara napas abnormal.
2. Status respiratori : ventilasi
Kriteria hasil :
a. Klien mampu melakukan inspirasi dalam.
b. Klien mempunyai ekspansi dada yang simetris.
c. Klien mampu bernapas dengan leluasa.
d. Klien tidak mengalami retraksi dinding dada.
e. Klien tidak mengalami dyspnea pada saat istirahat maupun saat beraktifitas.
f. Klien tidak mengalami orthopnea.
NIC :
1. Terapi oksigen :
a. Membersihkan secret oral, nasal, dan trakeal.
b. Menjaga kepatenan jalan napas.
c. Menyiapkan alat pemberian terapi oksigen.
d. Memonitor volume oksigen yang mengalir.
e. Memonitor posisi selang oksigen.
f. Meyakinkan bahwa masker oksigen/canula terpasang dengan benar.
g. Memonitor kemampuan klien untuk mentoleransi pelepasan oksigen saat makan.
h. Memonitor kecemasan klien berhubungan dengan kebutuhan akan terapi oksigen.
i. Tetap menyediakan oksigen ketika memindahkan klien.
2. Monitoring respiratori :
a. Memonitor rate, ritme, kedalaman, dan usaha respirasi.
b. Mengamati pergerakan dada meliputi kesimetrisan,penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostals.
c. Memonitor respirasi yang “berisik”.
d. Memonitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul, respirasi
cheynestoke, apneustik, biot, dan ataxic.
e. Mempalpasi kesejajaran ekspansi paru.
f. Memperkusi thorak anterior dan posterior.
g. Memonitor kemampuan klien untuk batuk efektif.
h. Memberikan tretmen terapi respiratory (seperti nebulizer) sesuai kebutuhan, sesuai order.
B. Kerusakan pertukaran gas
NOC :
1. Keseimbangan elektrolit dan asam/basa
Kriteria hasil :
a. Klien mempunyai nilai Na, Cl, K, Ca, Mg, Ph, albumin, creat, bicarbonate, BUN serum dbn.
b. Klien mempunyai orientasi kognitif.
2. Status respiratori : pertukaran gas.
Kriteria hasil :
a. Klien mempunyai status mental dalam rentang yang diharapkan.
b. Klien tidak mengalami kurang istirahat.
c. Klien tidak mengalami sianosis.
d. Klien tidak mengalami somnolen.
e. Klien mempunyai Pa O2 dbn.
f. Klien mempunyai Pa CO2 dbn.
g. Klien mempunyai saturasi oksigen dbn.
NIC :
Manajemen asam basa :
Menjaga kepatenan akses IV.
Menjaga kepatenan jalan napas.
Memonitor level elektrolt.
Memonitor status hemodinamik.
Memposisikan yang tepat untuk memfasilitasi ventilasi yang adekuat.
Memonitor gejala kegagalan repiratori.
Memonitor status neurologist.
C. Bersihan jalan napas tidak efektif
NOC :
ntrol aspirasi
Kriteria hasil :
a. Teridentifikasinya faktor resiko.
b. Dapat dikuranginya faktor resiko yang ada.
c. Memposisikan yang tepat saat makan / minum.
d. Menyediakan makanan yang sesuai dengan kemampuan menelan.
tus respiratori : kepatenan jalan napas.
tus respiratori : pertukaran gas
tus respiratori : ventilasi
NIC :
Fisioterapi dada :
enentukan kontraindikasi penggunaan fisioterapi dada.
nentukan segmen paru yang perlu didrainase.
emposisikan klien sesuai dengan segmen paru yang akan didrainase.
lakukan fisioterapi dada.
enggunakan nebulizer dan aerosol secara tepat sesuai order.
monitor jumlah dan tipe sputum.
ndorong klien untuk batuk selama dan setelah drainase.
monitor kemampuan klien mentoleransi terapi.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Black, Joyce M. 1999. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care,
W.B Sunders Company.
Brunner& Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.
Johnson,M., Maas,M., Moorhead,S. 2000. Nursing outcome classification 2nd edition. USA :
Mosby.
McCloskey,J.C., Bulechek,G.M. 1995. Nursing intervention classification 2nd edition.USA :
Mosby
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. 1997. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice.
St. Louis : Mosby.

Sabtu, 16 November 2013


Askep Kebutuhan Oksigenasi

Askep Kebutuhan Oksigenasi


Ol/ Juliardinsyah

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas
berbagai organ sel tubuh.
Dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari peranan fungsi
sisitem pernafasan dan kardiovaskuler yang menyuplai kebutuhan oksigen tubuh. Dan dalam
implementasinya mahasiswa keperawatan diharapkan lebih memahami tentang apa
oksigenasi, bagaimana proses keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi dan
bagaimana praktik keperawatan yang mengalami masalah atau gangguan oksigenasi.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa khususnya mahasiswa S1
keperawatan, mampu mengingat kembali (review) mengenai konsep pemenuhan kebutuhan
oksigenasi dan praktek keperawatan yang bisa diimplementasikan pada klien yang
mengalami gangguan oksigenasi

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami :
 Pengertian Oksigenasi
 Tujuan pemberian oksigenasi
 Anatomi sistem pernafasan
 Fisiologi sistem pernafasan
 Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen
 Perubahan Fungsi pernapasan

BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital bagi tubuh. Otak masih mampu
mentoleransi kekurangan oksigen antara 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung
lebih dari 5 menit, maka terjadi kerusakan sel otak secara permanen.. Selain itu oksigen
digunakan oleh sel tubuh untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Oksigen
akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang
merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal.
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara melancarkan
saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2) sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.

B. Tujuan pemberian oksigenasi


Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan pemberian oksigen
dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada, dan cara penghisapan lendir
(suction)
Tujuan :
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler,
dan keadaan hematologi.

C. Anatomi Sistem Pernapasan


1. Saluran Nafas Atas
a. Hidung
 Terdiri atas bagian eksternal dan internal
 Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
 Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung
kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
 Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung
 Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus
menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
 Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
 Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan
udara yang dihirup ke dalam paru-paru
 Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghirup) karena reseptor olfaktori
terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalandengan pertambahan usia.

b. Faring
 Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring
 Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring
(laringofaring)
 Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif
c. Laring
 Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakea
 Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
o Epiglotis Adalah daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
o Glotis adalah ostium antara pita suara dalam laring
o Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun
(Adam's apple)
o Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah
kartilago tiroid)
o Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
o Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita
suara melekat pada lumen laring)
 Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
 Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batu

d. Trakea
o Disebut juga batang tenggorok
o Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

2. Saluran Nafas Bawah


a. Bronkus
o Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
o Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
o Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi
menjadi 9 bronkus segmental
o Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi
oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

b. Bronkiolus
o Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
o Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

c. Bronkiolus Terminalis
o Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia)

d. Bronkiolus respiratori
o Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
o Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas

e. Duktus alveolar dan Sakus alveolar


o Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
o Dan kemudian menjadi alveoli

f. Alveoli
o Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
o Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
o Terdiri atas 3 tipe :
1) Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
2) Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan
(suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
3) Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan

g. Paru-paru
o Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
o Terletak dalam rongga dada atau toraks
o Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar
o Setiap paru mempunyai apeks dan basis
o Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
o Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
o Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya

h. Pleura
o Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
o Terbagi mejadi 2 :
1) Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
2) Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
o Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah
pemisahan toraks dengan paru-paru
o Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah
kolap paru-paru

D. Fisiologi Sistem Pernapasan


Bernafas/pernapasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan
lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah
pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernapasan, diafragma, isi abdomen,
dinding abdomen, dan pusat pernapasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernapasan
antara 12-15 kali per menit.

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :


1. Ventilasi
yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara
atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume
paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi
yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke
darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan
dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang
disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi
sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli
dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler dara
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli

3. Transpor
yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya
karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus
ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan
berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai
oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)
e. Keadaan pembuluh darah

Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh system respirasi, kardiovaskuler, dan
keadaan hematologi.
 Sistem Respirasi
Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernapasan, diafragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernapasan di otak.
Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfer ke sel tubuh dan pengeluaran CO2 dari sel
tubuh sampai ke luar tubuh. Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi
paru dan difusi.

 Sistem kardiovaskuler
Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat dipengaruhi oleh fungsi jantung untuk
memompa darah sebagai transport oksigen. Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris.
Aliran darah keluar dari ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Kemudian dari aorta
darah disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol, dan kapiler serta
menyatu kembali membentuk vena yang kemudian dialirkan ke jantung melalui atrium
kanan. Darah dari atrium kanan masuk dalam ventrikel kanan melalui katup pulmonalis untuk
kemudian dialirkan ke paru-paru kanan dan kiri untuk berdifusi. Darah mengalir di dalam
vena pulmonalis kembali ke atrium kiri dan bersikulasi secara sistemik berdampak pada
kemampuan transport gas oksigen dan karbon dioksida.

 Hematologi
Oksigen membutuhkan transport dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksia dari jaringan
ke paru-paru. Sekitar 97% oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan
hemoglobin (Hb) dan 3 % oksigen larut dalam plasma. Setiap sel darah merah mengandung
280 juta molekul Hb dan setiap molekul dari keempat molekul besi dalam hemoglobin
berikatan dengan satu molekul oksigenasi membentuk oksihemoglobin (HbO2). Afinitas atau
ikatan Hb dengan O2 dipengaruhi oleh suhu, ph, konsentrasi 2,3 difosfogliserat dalam darah
merah.
Dengan demikian besarnya Hb dan jumlah eritrosit akan memengaruhi transport gas.

E. Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen.


1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas,
muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b. Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
d. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis,
elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk
menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan
arterioklerosis.
b. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun
mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan depresi pusat pernapasan.
e. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dan permukaan laut.

Perubahan-perubahan fungsi jantung yang memengaruhi kebutuhan oksigenasi :


1. Gangguan kondiksi seperti distritmia (takikardia/bradikardia).
2. Perubahan cardiac output, menurunnya cardiac output seoerti pada pasien dekom
menimbulkan hipoksia jaringan.
3. Kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis, obstruksi, regurgitasi darah yang
mengakibatkan ventrikel bekerja lebih keras.
4. Myocardial iskhemial infark mengakibatkan kekurangan pasokan darah dari arteri koroner ke
miokardium.
F. Perubahan Fungsi pernapasan
1. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar pernapasan
lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena :
a. Kecemasan
b. Infeksi/sepsis
c. Keracunan obat-obatan
d. Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic.

Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada (chest
pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi , tinnitus.

2. Hipoventilasi
Hivoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O2
tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis
(kolaps paru).

Tanda-tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan
kesadaran, disorientasi, kardiakdistritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan kardiak
arrest.

3. Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang diinspirasi atau
meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh :
a. Menurunnya hemoglobin
b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung.
c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti pada keracunan sianida.
d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pneumonia.
e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.
f. Kerusakan/gangguan ventilasi.

Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan


konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, dan
clubbing.
G. Gangguan Oksigenasi
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari adanya
gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun fisiologi dari organ-
organ respirasi.
Gangguan pada sistem respirasi dapat disebabkan diantaranya oleh karena peradangan,
obstruksi, trauma, kanker, degeneratif, dan lain-lain. Gangguan tersebu akan menyebabkan
kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara adekuat. Secara garis besar, gangguan
respirasi dikelompokkan menjadi tiga. Yaitu:

a) Gangguan irama/frekuensi pernapasan


1. Gangguan irama pernafasan antara lain :
a. Pernafasan 'cheyne-stokes' yaitu siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula dangkal,
makin naik kemudian makin menurun dan berhenti. Lalu pernafasan dimulai lagi dengan
siklus baru. Jenis pernafasan ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongesti,
peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis, jenis pernafasan
ini terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000-15.000 kaki diatas permukaan laut dan
pada bayi saat tidur.
b. Pernafasan 'biot' yaitu pernafasan yang mirip dengan pernafasan cheyne-stokes, tetapi
amplitudonya rata dan disertai apnea, keadaan pernafasan ini kadang ditemukan pada
penyakit radang selaput otak.
c. Pernafasan 'kussmaul' yaitu pernafasan yang jumlah dan kedalaman meningkat sering
melebihi 20 kali/menit. Jenis pernafasan ini dapat ditemukan pada klien dengan asidosis
metabolik dan gagal ginjal.

2. Gangguan frekuensi pernafasan


a. Takipnea/ hipernea, yaitu frekuensi pernafasan yang jumlah nya meningkat diatas frekuensi
pernafasan normal.
b. Bradipnea, yaitu kebalikan dari takipnea dimana frekuensi pernafasan yang jumlahnya
menurun dibawah frekuensi pernafasan normal.

b) Insufisiensi pernafasan
Penyebab insufisiensi pernafasan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus
2. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru.
3. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru
kejaringan.

c) Hipoksia.
Hipoksia adalah kekuranga oksigen dijaringan, istilah ini lebih tepat daripada anoksia. Sebab
jarang terjadi tidak ada oksigen sama sekali dalam jaringan. Hipoksia dapat dibagi kedalam
kelompok yaitu :
1. Hipoksemia
2. Hipoksia hipokinetik (stagnant anoksia/anoksia bendunga)
3. Overventilasi hipoksia
4. Hipoksia histotoksik

H. Masalah Keperawatan Berkaitan dengan Kebutuhan Oksigen

Masalah keperawatan yang umum terjadi terkait dengan kebutuhan oksigen ini, antara
lain :
1. Tidak Efektifnya Jalan Napas
Masalah keperawatan ini menggambarkan kondisi jalan napas yang tidak bersih, misalnya
karna adanya sumbatan, penumpukan sekret, penyempitan jalan napas oleh karena spasme
bronkus, dan lain lain.
2. Tidak efektifnya Pola Napas
Tidak efektifnya pola napas ini merupakan suatu kondisi dimana pola napas, yaitu inspirasi
dan ekspirasi, menunjukkan tidak normal. Penyebab biasanya karena kelemahan
neuromuskular, adanya sumbatan ditrakeobronkhinal, kecemasan dan lain lain.
3. Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara
oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang dikeluarkan pada pertukaran gas antara
alveoli dan kapiler. Penyebabnya bisa karena perubahan membran alveoli, kondisi anemia,
proses penyakit, dan lain-lain
4. Penurunan perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan adalah suatu keadaan dimana sel kekurangan suplai nutrisi dan
oksigen. Penyebabnya dapat terjadi karena kondisi hipovelemia, hipervolemia, retensi karbon
diogsida.
5. Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan
untuk melakukan aktivirtasnya. Penyebabnya antara lain karena ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, produksi yang dihasilkan menurun, dan lain-lain
6. Perubahan pola tidur
Gangguan kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan pola tidur terganggu. Kesulitan bernafas
(sesak nafas) menyebabkan seseorang tidak bisa tidur. Perubahan pola tidur juga dapat terjadi
karena kecemasan dengan penyakit yang dideritanya
7. Resiko terjadinya iskemik otak
Gangguan oksigenasi mengakibatkan suplai darah keotak berkurang. Hal tersebut disebabkan
oleh cardiac output yangmenurun, aliran darah keotak berkurang, gangguan perfusi jaringan
otak, dan lain-lain. Akibatnya, otak kekurangan oksigen sehingga beresiko terjadinya
kerusakan jaringan otak.

I. Pemeriksaan Fungsi Paru Dengan Alat Spirometri


Respirasi (Pernapasan atau ventilasi) sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi
pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang
lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran normal
seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan
alat berupa spirometer atau spirometri, sedang hasil rekamannya disebut dengan spirogram.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500
ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi
tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal
secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli
yang aktif dalam proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% (150 ml) menetap di
ruang rugi (anatomic dead space).

Volume total udara yang ditukarkan dalam satu menit disebut dengan minute volume of
respiration (MVR) atau juga biasa disebut menit vantilasi. MVR ini didapatkan dari hasil kali
antara volume tidal dan frekuensi pernapasan normal permenit. Rata-rata MVR dari 500 ml
volume tidal sebanyak 12 kali pernapasan permenit adalah 6000 ml/menit.
Volume pernapasan yang melebihi volume tidal 500 ml dapat diperoleh dengan mengambil
nafas lebih dalam lagi. Penambahan udara ini biasa disebut volume cadangan inspirasi
(Inspiratory reserve volume) sebesar 3100 ml dari volume tidal sebelumnya, sehingga volume
tidal totalnya sebesar 3600 ml.

Meskipun paru dalam keadaan kosong setelah fase ekspirasi maksimal, akan tetapi
sesungguhnya paru-paru masih memiliki udara sisa yang disebut dengan volume residu yang
mempertahankan paru-paru dari keadaan kollaps, besarnya volume residu sekitar 1200 ml.
Berikut cara pemeriksaan vital paru dengan alat spirometri :
1. Siapkan alat spirometri
2. Nyalakan alat terlebih dahulu dengan memencet tombol ON. Masukkan data seperti umur,
seks, TB, BB
3. Kemudian masukkan mouthpiece yang ada dalam alat spirometri kedalam mulutnya dan
tutuplah hidung dengan penjepit hidung.
4. Untuk mengatur pernapasan, bernapaslah terlebih dahulu dengan tenang sebelum melakukan
pemeriksaan.
5. Tekan tombol start jika sudah siap untuk memulai pengukuran.
6. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk ekspirasi maksimal
(tidak terputus). Bila dilakukan dengan benar maka akan keluar data dan kurva pada layar
monitor spirometri.
7. Kemudian ulangi pengukuran dengan melanjutkan inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal.
8. Setelah selesai lepaskan mouthpiece, periksa data dan kurva kemudian dilanjutkan dengan
mencetak hasil rekaman (tekan tombol print pada alat spirometri)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :


1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada saat
perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya mengandung
unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit
yang sama.
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok, pekerjaan,
rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
6. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi
7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat,
darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah
trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea
dapat diketahui.
e. Thoraks
Inspeksi :
 Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi
elevasi ke atas.
Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar
dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1:1). Pada orang dewasa
perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah (1 : 2)

Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya :


a. Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter
antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan.
b. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest,
yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest
ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.

Kelainan tulang belakang diantaranya :


a. Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke belakang.
b. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung.
c. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.

3) Pola napas
o eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan tidak
butuh tenaga untuk melakukannya,
o tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu
pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt
o apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.

 4) Kaji volume pernapasan


o hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang ditandai dengan
pernapasan yang dalam dan panjang
o hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan
yang lambat.

5) Kaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang
ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu pernapasan yang
ditandai dengan pengembangan perut.

6) Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler,
- cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi
apnea.
- kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang
ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
7) Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang dan
kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya bila
dalam posisi duduk atau berdiri

8) Perlu juga dikaji bunyi napas


o stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas
o stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi
o wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul,
o rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi
o ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.

9) Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami


o batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi,
o non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi
o hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah

10) Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi
o takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah
o bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah
o hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi
o hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.

11) Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah


o anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang
o hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah kurang
o hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau
eksternal
o cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat deoksigenasi
yang berlebihan dari Hb
o clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu
yang lama.

Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal
selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding
dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara
pria besar.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif
7. Perubahan rasa nyaman
8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
 Bunyi napas yang abnormal
 Batuk produktif atau non produktif
 Cianosis
 Dispnea
 Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan

Kemungkinan faktor penyebab :


 Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
 Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
 Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
 Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
 Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
 Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran
 Immobilisasi
 Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi

2. Pola napas tidak efektif


Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
 Dispnea
 Peningkatan kecepatan pernapasan
 Napas dangkal atau lambat
 Retraksi dada
 Pembesaran jari (clubbing finger)
 Pernapasan melalui mulut
 Penambahan diameter antero-posterior
 Cianosis, flail chest, ortopnea
 Vomitus
 Ekspansi paru tidak simetris

Kemungkinan faktor penyebab :


 Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
 Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
 Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
 CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
 Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
 Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial
atau oedema
 Penimbunan CO2 akibat penyakit paru

3. Gangguan pertukaran gas


Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis
respiratori.
Tanda-tandanya :
 Dispnea,
 Abnormal gas darah arteri
 Hipoksia
 Gelisah
 Takikardia
 Sianosis
 Hipoksemia
 Tingkat kedalaman irama pernafasan abnormal

Kemungkinan penyebab :
 Penumpukan cairan dalam paru
 Gangguan pasokan oksigen
 Obstruksi saluran pernapasan
 Bronkhospasme
 Edema paru
 Pembedahan paru

C. Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Inter vensi:
a. Auskultasi dada bagian anterior dan posterior
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan bunyi tambahan.
b. Lakukan pengisapan jalan napas bila diperlukan
Rasional : Merangsang terjadinya batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu batuk secara efektif dan penurunan kesadaran
c. Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.
Rasional : memobilisasi keluarnya sputum
d. Instruksikan untuk batuk efektif & teknis napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
Rasional : memudahkan ekspansi maksimal paru atau jalan napas lebih kecil dan membantu
silia untuk mempermudah jalan napas
e. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesik
Rasional : Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
f. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi :mukolitik, ekspektoran, bronkodilator.
Rasional : untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
g. Kolaborasi dengan bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain mis :
spiromerti iasentif, perkusi, drainase postural.
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.

2. Pola napas tidak efektif


a. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru
b. Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam
Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas, sehingga mudah untuk dikeluarkan
c. Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
d. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ekspektoran
Rasional : Membantu mengencerkan secret, sehingga mudah untuk dikeluarkan

3. Gangguan pertukaran gas


a. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki hipoksemia
jaringan
b. Pantau GDA Pasien
Rasional : Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik
c. Pantau pernapasan
Rasional : Untuk evaluasi distress pernapasan

Beberapa Metode pemenuhan kebutuhan oksigen

1. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen ke dalam paru-paru
melalui saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat
melalui tiga cara yaitu melalui kanula, nasal, dan masker. Pemberian oksigen tersebut
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia.

Persiapan Alat dan Bahan :


1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2. Nasal kateter, kanula, atau masker
3. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)

Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Cek flowmeter dan humidifier
4. Hidupkan tabung oksigen
5. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu berikan
lubrikan dan masukkan.
8. Catat pemberian dan lakukan observasi.
9. Cuci tangan

2. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindak keperawatan yang terdiri atas
perkusi, vibrasi dan postural drainage.

a. Perkusi
Disebut juga clapping adalah pukualn kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya, pada dinding dada
dan punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk.
Tujuannya, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkhus.

Prosedur:
1. Tutup area yang akan dilakkan perkusi dengan handuk atau pakaian untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
2. Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
3. Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit
4. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah cedera seperti :
mammae, sternum dan ginjal.

b. Vibrasi
Getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan datar pada
dinding dada klien.
Tujuannya, vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi
dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi,

Prosedur:
1. Letakkan telapak tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area dada yang akan di
drainage. Satu tangan diatas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan
ekstensi. Cara yang lain: tangan bisa diletakkan secara bersebelahan.
2. Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan menghembuskan napas secara
lambat lewat mulut atau pursed lips.
3. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan dan gunakan hampir
semua tumit tangan. Getarkan (kejutkan) tangan keaarh bawah. Hentikan getaran jika klien
melakukan inspirasi.
4. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan sekret ke dalam tempat
sputum.

c. Postural drainage
Merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-
paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik utnuk melakukannya
yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam hari.
Postural drainage harus lebih sering dilakukan apabila lendir klien berubah warnanya menjadi
kehijauan dan kental atau ketika klien menderita demam.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage yaitu:


a. Batuk 2 atau 3 kali berurutan setelah setiap kali berganti posisi
b. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.
c. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit sebelum melakukan postural
drainage
d. Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat membantu mengencerkan lendir.

Peralatan:
a. Bantal
b. Papan pengatur posisi
c. Tisu wajah
d. Segelas air
e. Sputum pol

Prosedur:
1. cuci tangan
2. pilih area yang tersumbat yang akan di drainage berdasarkan pengkajian semua area paru,
data klinis dan chest X-ray.
3. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainage area yang tersumbat.
4. Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
5. Selama 10-15 menit drainage pada posisi tersebut, lakukan perkusi dan vibrasi dada diatas
area yang di drainage
6. Setelah drainage pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk. Bila tidak bisa batuk,
lakukan suction. Tampung sputum di sputum spot.
7. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
8. Anjurkan klien istirahat sebentar bila perlu.
9. Anjurkan klien minum sedikit air.
10. Ulangi langkah 3-8 sampai semua area tersumbat telah ter drainage
11. Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.
12. Cuci tangan
13. Dokumentasikan

3. Napas dalam dan batuk efektif

a. Napas dalam
Yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari atas pernapasan abdominal (diafragma) dan purse
lips breathing.

Prosedur:
1. Atur posisi yang nyaman
2. Fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
3. Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga
4. Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung samapi 3 selama
inspirasi
5. Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips braething) secara perlahan-lahan

b. Batuk efektif
Yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.
Prosedur:
1. Tarik napas dalam lewat hidung dan tahan napas untuk beberapa detik
2. Batukkan 2 kali. Pada saat batuk tekan dada dengan bantal. Tampung sekret pada sputum
pot.
3. Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena dapat menyebabkan fatigue dan
hipoksia.
4. Suctioning (pengisapan lendir)
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan sekret atau lendir secara sendiri. Tindakan tersebut dilakukan untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi.

Persiapan Alat dan Bahan :


1. Alat pengisap lendir dengan botol yang berisi larutan desinfektan
2. Kateter pengisap lendir
3. Pinset steril
4. Dua kom berisi larutan akuades/NaCl 0,9% dan larutan desinfektan
5. Kasa steril
6. Kertas tisu

Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur pasien dalam posisi terlentang dan kepala miring ke arah perawat
4. Gunakan sarung tangan
5. Hubungakan kateter penghisap dengan selang penghisap
6. Hidupkan mesin penghisap
7. Lakukan penghisapan lendir dengan memasukan kateter pengisap ke dalam kom berisi
akuades atau NaCl 0,9% untuk mencegah trauma mukosa.
8. Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap
9. Tarik lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5 detik
10. Bilas kateter dengan akuades atau NaCl 0,9%
11. Lakukan hingga lendir bersih
12. Catat respon yang terjadi
13. Cuci tangan

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa
menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta
menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian oksigen ke
jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan hematology.

Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan
12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan
difusi.

Diposkan oleh juliardinsyah di 08.33

Asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
oleh karena gangguan sistem pernapasan
BAB II
PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen oleh
karena gangguan sistem pernapasan
1. Konsep dasar askep gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada sistem pernapasan
2. Patofisiologi kelainan struktur dan fungsi Sistem Pernafasan
3. Pengkajian, perumusan masalah/diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, evaluasi
dan pendokumentasian keperawatan pada kasus yang disebabkan:
Peradangan/infeksi: Pnemonia

2.1 Anatomi Fisiologi


Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus,
tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan
darah dapat berlangsung. Saluran pernapasan berawal di saluran hidung (nasal). Saluran
hidung berjalan ke faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem
pernapasan maupun sistem pernapasan maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran
yang berjalan dari faring-trakea (windpipe), tempat lewatnya udara ke paru, dan esofagus,
saluran tempat lewatnya makanan ke lambung. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring
melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut jika hidung tersumbat; jadi,
anda dapat bernapas melalui mulut sewaktu anda terkena pilek. Karena faring berfungsi
sebagai saluran bersama untuk makanan dan udara, terdapat mekanisme-mekanisme reflek
untuk menutup trakea selama proses menelan, sehingga makanan masuk ke esofagus dan
tidak kesaluran nafas. Esofagus tetap tertutup, kecuali sewaktu menelan, untuk mencegah
udara masuk ke lambung sewaktu kita bernafas.
Laring atau kotak suara, yang terletak dipintu masuk trakea, memiliki penonjolan di bagian
anterior yang membentuk jakun (“Adam ‘s apple”). Pita suara, dua pita jaringan elastik yang
terentang dibukaan laring, dapat diregangkan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot-
otot laring. Pada saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang tegang, pita suara
tersebut bergetar untuk menghasilkan bermacam-macam bunyi. Lidah, bibir, dan langit-langit
lunak memodifikasi bunyi menjadi pola-pola yang dapat dikenal. Pada saat menelan, pita
suara mengambil posisi rapat satu sama lain untuk menutup pintu masuk ke trakea.
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang
masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam setiap paru, bronkus terus bercabang-
cabang menjadi saluran nafas yang semakin sempit, pendek, dan banyak, seperti percabangan
pohon. Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus. Diujung-ujung brokiolus terkumpul
alveolus, kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
Agar udara dapat masuk-keluar bagian paru tempat terjadinya pertukaran gas tersebut,
keseluruhan saluran pernapasan dari pintu masuk melalui saluran brokiolus terminal ke
alveolus harus tetap terbuka. Trakea dan bronkus besar merupakan saluran tidak berotot dan
cukup kaku yang dikelilingi oleh serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah kompresi
saluran tersebut. Brokiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan yang dapat menahan
tetap terbuka. Dinding brokiolus mengandung otot polos yang dipersarapi oleh sistem saraf
otonom dan peka terhadap hormon dan zat kimia lokal tertentu. Faktor-faktor ini dengan
mengubah-ubah derajat kontraksi otot polos bronkiolus (serta kaliber saluran pernapasan
halus ini), mampu mengatur jumlah udara yang mengalir antara atmosfer dan setiap
kelompok alveolus.

2.2 Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut
jaringan paru oleh mikro-organisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri,
yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri positif-gram. Streptoccus pneumoniae yang menyebabkan
pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus
grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeruginosa.
Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influensa. Pneumonia mikoplasma, suatu
pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang,
berdasarkan beberapa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap
acquired immunodeficieny syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang
normal sangat jarang terjadi yaitu Pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol
dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab
yang kotor, dapat mengindap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi
lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengindap pneumonia aspirasi. Bagi
individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia,
bukan mikro-organisme, dengan mencetuskan suatu respirasi peradangan.

2.3 Etiologi
Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus
Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus
Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis, cryptococosis,
pneumocytis carini
Aspirasi : Makanan, cairan, lambung
Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas

2.4 Tanda dan gejala


• Batuk nonproduktif
• Ingus (nasal discharge)
• Suara napas lemah
• Retraksi intercosta
• Penggunaan otot bantu nafas
• Demam
• Ronchii
• Cyanosis
• Leukositosis
• Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
• Batuk
• Sakit kepala
• Kekakuan dan nyeri otot
• Sesak nafas
• Menggigil
• Berkeringat
• Lelah
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: – kulit yang lembab – mual dan muntah – kekakuan
sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah,
malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas
cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah,
suara napas melemah, dan ronki.
Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas
batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi
bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen
tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila
iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi
kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak
perkusi.

2.5 Komplikasi
• Abses paru
• Edusi pleural
• Empisema
• Gagal nafas
• Perikarditis
• Meningitis
• Atelektasis
• Hipotensi
• Delirium
• Asidosis metabolik
• Dehidrasi
• Penyakit multi lobular

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental
disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial
(interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus
bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak
sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella,
tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus
atau bakteriemia.
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi
respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya
neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan
dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan
pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi
atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia
dan kebutuhan oksigen.

2.7 Pengobatan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
(lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan
dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan untuk pneumonia
bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Jika sesak tidak terlalu
berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding
drip. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
ü Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ü Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberianUntuk kasus pneumonia hospital
base :
ü Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
ü Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan


I. Pengkajian
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan.
Insomnia.
Tanda : Letargi.
Penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK Kronis.
Tanda : Takikardia.
penampilan kemerahan/ pucat.

Intergritas Ego
Gejala : Banyaknya stressor masalah finansial.

Makanan/Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Riwayat diabetes melitus.
Tanda : Distensi abdomen.
Hiperaktif bunyi usus.
Kulit kering dengan Turgor buruk.
Penampilan kakeksia (malnutrisi).

Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal ( influenza).
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen).

Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala.
Nyeri dada (Pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza).
Mialgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan.

Pernafasan
Gejala : riwayat adanya/ISK Kronis, PPOM, merokok sigaret.
Takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : sputum: merah muda, berkarat/purulen.
Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi.
Fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi.
Gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas : menurun/tak ada diatas area yang terlibat, atau nafas brokial.
Warna : pucat/sianosis bibir/kuku
Keamanan
Gejala : riwayat sistem imun, mis., SLE, AIDS, penggunaan steroid/kemoterapi,
institusionalisasi, ketidakmampuan umum.
Demam (Mis., 38,5-39,6 OC).
Tanda : Berkeringat.
Mengigil berulang, gemetar.
Kemerahan mungkin ada pada kasus robeola atau varisela.

Penyuluhan atau pembelajaran


Gejala : riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap
demam dan proses infeksi.
6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat
banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ Takipnea, pernapasan dangkal,
dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada
dan/atau cairan paru.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius, mis: krekels, mengi. R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada
respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
3. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk,
mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk
adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan
jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4. Lakukan penghisapan sesuai indikasi. R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas
secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau
penurunan tingkat kesadaran.
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
daripada dingin. R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesik. R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik
diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.

Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.


Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas. R/ Manifestasi distres pernapasan
tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku)
atau sianosis sentral (sirkumoral). R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon
tubuh terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau dingin. R/
Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat meningkatkan
kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
4. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler), napas
dalam dan batuk efektif. R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5. Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker, masker Venturi. R/
Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. Oksigen diberikan
dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
6. Awasi GDA, nadi oksimetri. R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong
penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat. R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke depan
meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan. R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
Intervensi:
1. Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensitas nyeri. R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada
pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau tanda vital. R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas. R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat
mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya
batuk.
6. Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi. R/ Obat ini dapat digunakan untuk
menekan batuk non-produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan,
meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap
demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi:
1. Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap
hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Bartikan/bantu
kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum
makan. R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual.
3. Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi selama sakit panas. R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang
dapat membantu pasien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan
nutrisi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi dan berat badannya.
4. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang
menarik untuk pasien. R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih
sedikit energi.
Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat
banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang
tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital
stabil.
Intervensi:
1. Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik. R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju
metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut
mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3. Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan.
Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4. Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan. R/ Adanya penurunan masukan/banyak
kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
6. Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya
komplikasi.

III. Evaluasi
1. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan, menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat,
mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
2.9 Oksigenasi (latihan nafas dalam dan batuk efektif)
Tujuan
1. meningkatkan bersihan jalan nafas klien
2. mencegah infeksi
3. meningkatkan rasa nyaman klien
Definisi
latihan ini merupakan perpaduan antara nafas dalam dan batuk efektif yang digunakan untuk
memfasilitasi fungsi pernapasan klien

Peralatan
1. sarung tangan
2. bengkok
3. antiseptik (jika perlu)
4. sputum pot
5. tisu habis pakai
Tindakan/Prosedur
1. ucapkan basmalah
2. cuci tangan
3. persiapan klien dan lingkungan :
o salam terapeutik
o informed consent dan kontrak kepada klien
o dekatkan peralatan yang telah disiapkan di samping tempat tidur klien.
o jaga privasi klien
4. kaji pernapasan klien
5. atur posisi klien dalam posisi nyaman setengah duduk diatas tempat tidur atau kursi atau
pada posisi tidur dengan satu bantal
6. fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
7. peragakan pada klien cara nafas dalam :
o tempatkan satu atau dua tangan pada abdomen dibawah tulang rusuk
o tarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup, pusatkan kedaerah abdomen.
inhalasi/menarik nafas sepanjang 3 hitungan.
o buat mulut seperti akan bersiul, kemudian keluarkan nafas perlahan dan lembut. bentuk
mulut seperti bersiul menyebabkan aliran udara yang resisten keluar dari paru-paru,
meningkatkan tekanan dalam bronchus dan meminimalkan kolpas pada jalan nafas yang lebih
kecil.
o pusatkan pada dinding abdomen dan kencangkan otot abdomen saat mengeluarkan nafas
untuk meningkatkan efektifitas ekshalasi. hitung 7 hitungan selama ekshalasi.
o ulangi sebanyak sampai 3-5 kali
8. peragakan cara batuk efektif pada klien :
o setelah menggunakan bronchodilator atau melakukan nafas dalam, pada nafas terakhir
tahan nafas selama beberapa detik.
o batuk dua kali. batuk pertama melepaskan mucus dan batuk kedua untuk mengeluarkan
secret. batuk dengan menutup mulut dengan tangan yang telah dibalut tissue.
o hindari episode batuk yang lama karena dapat menyebabkan kelelahan dan hipoksia.
9. buang sekret yang ada pada sputum pot
10. minta klien untuk mengulangi peragaan tadi
11. anjurkan klien untuk melakukan tindakan ini selama 5 mneit. dan latihan ini dapat
dilakukan 4-5 kali/hari (pagi bangun tidur, saat rileks, siang sebelum makan dan sore setelah
mandi)
12. terminasi dan kontrak waktu selanjutnya
13. cuci tangan
14. lakukan pendokumentasian: karakteristik sputum (warna, jumlah)
15. akhirilah dengan membaca hamdallah

Fokus Evaluasi
1. kolaborasi dengan dokter untuk medikasi: pemberian obat batuk
2. perhatikan apakah klien mengkonsumsi obat batuk, jika ya anjurkan untuk menghindari
penggunaan yang berlebihan karena dapat menyebabkan efek samping
3. jika klien menderita DM, hindari sirup obat batuk yang mengandung gula atau alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood Lauralee (2001), Fisiologi manusia. Dari Sel ke Sistem, edisi ke 2. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler (2001). Rencana
Asuhan Keperawatan Edisi ke 3. Jakarta: EGC.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pneumonia

This Life Is A Chance


Hidup itu tak pernah indah jika bukan kita sendiri yang mengubahnya menjadi indah

Minggu, 06 Januari 2013


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
AKIBAT OBSTRUKSI: BRONKITIS KRONIS DAN EMPISEMA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I)

Disusun oleh:
Dewi Desviana
Fadhilah Ramdhani
Juwita Yuniar A
Lia Yulianti
Muhamad Asep
Reyza Apandi
Ujang Mashur

PRODI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari
tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai
faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang
menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi
lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru
seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat
perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu
diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I
b. Sebagai media pembelajaran mahasiswa-mahasiswi STIKES Kota Sukabumi
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan organ-organ respirasi yang termasuk ke dalam gangguan obstruksi paru
b. Menjelaskan klasifikasi penyakit dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOM)
c. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOM)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi Umum


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi obstruksi ireversible progresif aliran udara ekspirasi. Individu
dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif dan intoleransi aktivitas.

2.2. Anatomi dan Fisiologis


Anatomi dan fisiologi yang masuk dalam
1. Trachea atau batang tenggorok Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
2. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
3. Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
4. Paru-Paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus media, dan
lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supeirior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior,
dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5
(lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3
(tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.

2.3. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam Penyakit Obstruktif Kronik (PPOK) antara lain:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan penyakit di saluran napas yang diakibatkan oleh rekasi keradangan yang
berlangsung lama dan selanjutnya akan berkembang menjadi Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM), karena kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan gejala
berupa penyumbatan.
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2
tahun berturut-turut.
A. Etiologi
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa
alat tubuh, yaitu :
a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada
dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
B. Patofisiologi
Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
Mukus lebih kental Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya
seluruh saluran nafas akan terkena.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal
dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan
asidosis.
Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC.
Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF.

Paparan asap rokok

Kerusakan fungsi cilliary

Infeksi Poroduksi mukus meningkat

Obstruksi jalan nafas

Kollaps jalan napas


Penurunan ventilasi (alveolar,
hypoxia dan asidosis)

Kerusakan Ventilasi Kekurangan oksigen


jaringan

Peningkatan PaCO2 Penurunan


PaO2
C. Manifestasi Klinis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini bronkhitis kronis.
Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien
biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernafasan.
2. Emfisema Paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru
yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka
jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya
destruksi jaringan makah keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya
sebagai "overinflation".
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran
napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas.
A. Tipe:
Terdapat tiga tipe emfisema antara lain:
a. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan
bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi
biasanya kantung alveolar tetap bersisa.
b. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya
termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul
sangat sering pada seorang perokok.
c. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi
dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari
pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim
alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,
seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbulipe
B. Etiologi
Penyebabnya antara lain:
a. Merokok adalah penyebab utama
b. Faktor predisposisi. Genetik terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein
plasma, defisiensi antitripsin alfa-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Secara genetik
sensitif terhadap faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen).
C. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang
mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu
akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari
adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan
kehilangan elastisitas recoil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut
blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan
peningkatan ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas
atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru
untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi
oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai
dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya
berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

Paparan asap rokok

Kerusakan dinding alveolus

Overdistensi

Desktruksi dinding Alveoli


Kollaps jalan nafas

Penurunan ventilasi

Penurunan pertukaran O2 dan CO2

Obstruksi saluran nafas


D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea
2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan (sternokleidomastoid)
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7. Distensi vena leher selama ekspirasi.

2.4. Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
2.5. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

2.6. Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologist
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
c. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan
KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1
- 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun
hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
(7,3 Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

2.9. Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain :
nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif
baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai
evaluasi.
3.1. Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit
sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat
kesehatan dari proses penyakit:
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Riwayat merokok?
7. Obat yang dipakai setiap hari?
8. Obat yang dipakai pada serangan akut?
9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5. Barrel chest?
6. Apakah tampak sianosis?
7. Apakah ada batuk?
8. Apakah ada edema perifer?
9. Apakah vena leher tampak membesar?
10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11. Bagaimana status sensorium pasien?
12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
13. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :
a. Chest X-Ray :
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara
retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk
bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :
bronchodilator.
c. TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema
e. FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)
menurun pada bronchitis dan asthma.
f. ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal
atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH
normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema
sedang atau asthma).
g. Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
h. Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).
i. Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
j. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan
sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
k. ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis),
gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal
(emfisema)
l. Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi
keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
Palpasi:
1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?
2. Adakah fremitus taktil menurun?
3. Perkusi:
4. Adakah hiperesonansi pada perkusi?
5. Diafragma bergerak hanya sedikit?
6. Auskultasi:
7. Adakah suara wheezing yang nyaring?
8. Adakah suara ronkhi?
9. Vokal fremitus nomal atau menurun?

3.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi.
Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
1. Gagal/insufisiensi pernapasan
2. Hipoksemia
3. Atelektasis
4. Pneumonia
5. Pneumotoraks
6. Hipertensi paru
7. Gagal jantung kanan
3.3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
a. Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
b. Intervensi keperawatan:
 Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
 Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
 Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
 Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai
yang diharuskan.
 Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
dan asap.
 Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas
pendek, rasa sesak didada, keletihan.
 Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
 Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan
streptococcus pneumoniae.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
a. Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
b. Intervensi:
 Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
 Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien
membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
 Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
a. Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
b. Intervensi keperawatan:
 Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
 Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
 Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada
kemungkinan efek sampingnya.
 Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
 Pantau pemberian oksigen.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen.
a. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang
mungkin.
b. Intervensi keperawatan:
 Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
 Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian
ukur lagi tanda-tanda vital.
 Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan
exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
 Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
 Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik
terhadap kemampuan pasien.
 Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
 Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
 Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
 Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
a. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
b. Intervensi keperawatan:
 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat
badan dan ukuran tubuh.
 Auskultasi bunyi usus
 Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
 Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
 Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
 Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
 Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
a. Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
b. Intervensi keperawatan:
 Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
 Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan
tindakan tersebut.
 Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
 Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
 Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
a. Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
b. Intervensi:
 Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan,
mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
 Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan
energi.
 Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
a. Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
b. Intervensi keperawatan:
 Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
 Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
 Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
a. Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
b. Intervensi keperawatan:
 Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada
pasien.
 Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
 Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
 Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
 Tingkatkan harga diri klien.
 Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi.
a. Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
b. Intervensi keperawatan:
 Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien
tentang penyakit dan perawatannya.
 Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber
kelompok.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).
Ada beberapa penyebab Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) pengaruh dari masing-
masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor
merokok dianggap yang paling dominan.
Asuhan keperawatan untuk pasien untuk pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
di buat untuk memperingan penyakit, mencegah penyakit tersebut datang kembali serta
memperbaiki fungsi organ.
4.2. Saran
Penyakit Paru Obtstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang membahayakan
karena penyakit ini akan mengakibatkan terganggunya kebutuhan akan O2 untuk proses
metabolisme tubuh. Bila terganggu maka akan berakibat fatal. Jadi sebagai perawat kita harus
bisa mengaplikasikan tindakan apa yang perawat untuk mencegah penyakit itu terjangkit
setidaknya untuk perawat itu sendiri. Dengan hal yang cukup mudah dengan berhenti
merokok.

DAFTAR PUSTAKA

 Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
 Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin
Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
 Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
 http://kapukpkusolo.blogspot.com/2010/10/askep-ppok-penyakit-paru-obstruktif.html

 http://klinikblogger.blogspot.com/2009/03/emfisema-paru.html
  http://nursingbegin.com/anatomi-fisiologi-saluran-pernafasan/
Diposkan oleh This is My World di 22.47
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Reaksi:

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Dhil Dhani
Memuat...
Loading...

Daily Calendar
Translate
Body Mass Index Calculator
Life is never simple, but simple always life
Memuat...

Mengenai Saya

This is My World
Lihat profil lengkapku

Entri Populer

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN AKIBAT
OBSTRUKSI: BRONKITIS KRONIS DAN EMPIS...

ASKEP KARDIOVASKULER

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BEDAH JANTUNG


DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KONDUKSI
JANTUNG ...

 SATPEL Kanker Paru

SATUAN ACARA PENYULUHAN 1. Topik : Kanker Paru 2. Sub


Topik : a. Definisi kanker paru b....

Update Galaxy W dengan AOKP

Mau berbagi pengalaman nih materi ini di copi dari sumber yang terpercaya dah
sudah terbukti. saya sudah mencobanya dan ternyata berhas...

 SIK

Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia Tujuan SIK untuk mentransformasi data


yang tersedia melalui pencatatan. Ditulis Oleh : Heru Sup...

ARSIP ARSIP
 ▼ 2013 (5)
o ▼ Januari (5)
 SIK
 Update Galaxy W dengan AOKP
 ASKEP KARDIOVASKULER
 SATPEL Kanker Paru
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN PEME...

Cheeky Quotes
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Template Picture Window. Gambar template oleh epicurean. Diberdayakan oleh Blogger.

This Life Is A Chance


Hidup itu tak pernah indah jika bukan kita sendiri yang mengubahnya menjadi indah

Minggu, 06 Januari 2013


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
AKIBAT OBSTRUKSI: BRONKITIS KRONIS DAN EMPISEMA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I)
Disusun oleh:
Dewi Desviana
Fadhilah Ramdhani
Juwita Yuniar A
Lia Yulianti
Muhamad Asep
Reyza Apandi
Ujang Mashur

PRODI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari
tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai
faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang
menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi
lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru
seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat
perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu
diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I
b. Sebagai media pembelajaran mahasiswa-mahasiswi STIKES Kota Sukabumi
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan organ-organ respirasi yang termasuk ke dalam gangguan obstruksi paru
b. Menjelaskan klasifikasi penyakit dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOM)
c. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOM)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi Umum


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi obstruksi ireversible progresif aliran udara ekspirasi. Individu
dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif dan intoleransi aktivitas.

2.2. Anatomi dan Fisiologis


Anatomi dan fisiologi yang masuk dalam
1. Trachea atau batang tenggorok Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
2. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
3. Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
4. Paru-Paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus media, dan
lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supeirior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior,
dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5
(lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3
(tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.

2.3. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam Penyakit Obstruktif Kronik (PPOK) antara lain:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan penyakit di saluran napas yang diakibatkan oleh rekasi keradangan yang
berlangsung lama dan selanjutnya akan berkembang menjadi Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM), karena kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan gejala
berupa penyumbatan.
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2
tahun berturut-turut.
A. Etiologi
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa
alat tubuh, yaitu :
a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada
dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
B. Patofisiologi
Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
Mukus lebih kental Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya
seluruh saluran nafas akan terkena.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal
dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan
asidosis.
Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC.
Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF.

Paparan asap rokok

Kerusakan fungsi cilliary

Infeksi Poroduksi mukus meningkat

Obstruksi jalan nafas

Kollaps jalan napas


Penurunan ventilasi (alveolar,
hypoxia dan asidosis)

Kerusakan Ventilasi Kekurangan oksigen


jaringan

Peningkatan PaCO2 Penurunan


PaO2
C. Manifestasi Klinis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini bronkhitis kronis.
Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien
biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernafasan.
2. Emfisema Paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru
yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka
jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya
destruksi jaringan makah keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya
sebagai "overinflation".
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran
napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas.
A. Tipe:
Terdapat tiga tipe emfisema antara lain:
a. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan
bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi
biasanya kantung alveolar tetap bersisa.
b. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya
termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul
sangat sering pada seorang perokok.
c. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi
dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari
pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim
alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,
seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbulipe
B. Etiologi
Penyebabnya antara lain:
a. Merokok adalah penyebab utama
b. Faktor predisposisi. Genetik terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein
plasma, defisiensi antitripsin alfa-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Secara genetik
sensitif terhadap faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen).
C. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang
mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu
akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari
adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan
kehilangan elastisitas recoil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut
blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan
peningkatan ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas
atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru
untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi
oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai
dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya
berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

Paparan asap rokok

Kerusakan dinding alveolus

Overdistensi

Desktruksi dinding Alveoli


Kollaps jalan nafas

Penurunan ventilasi

Penurunan pertukaran O2 dan CO2

Obstruksi saluran nafas


D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea
2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan (sternokleidomastoid)
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7. Distensi vena leher selama ekspirasi.

2.4. Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
2.5. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

2.6. Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologist
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
c. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan
KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1
- 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun
hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
(7,3 Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

2.9. Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain :
nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif
baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai
evaluasi.
3.1. Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit
sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat
kesehatan dari proses penyakit:
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Riwayat merokok?
7. Obat yang dipakai setiap hari?
8. Obat yang dipakai pada serangan akut?
9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5. Barrel chest?
6. Apakah tampak sianosis?
7. Apakah ada batuk?
8. Apakah ada edema perifer?
9. Apakah vena leher tampak membesar?
10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11. Bagaimana status sensorium pasien?
12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
13. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :
a. Chest X-Ray :
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara
retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk
bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :
bronchodilator.
c. TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema
e. FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)
menurun pada bronchitis dan asthma.
f. ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal
atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH
normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema
sedang atau asthma).
g. Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
h. Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).
i. Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
j. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan
sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
k. ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis),
gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal
(emfisema)
l. Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi
keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
Palpasi:
1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?
2. Adakah fremitus taktil menurun?
3. Perkusi:
4. Adakah hiperesonansi pada perkusi?
5. Diafragma bergerak hanya sedikit?
6. Auskultasi:
7. Adakah suara wheezing yang nyaring?
8. Adakah suara ronkhi?
9. Vokal fremitus nomal atau menurun?

3.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi.
Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
1. Gagal/insufisiensi pernapasan
2. Hipoksemia
3. Atelektasis
4. Pneumonia
5. Pneumotoraks
6. Hipertensi paru
7. Gagal jantung kanan
3.3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
a. Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
b. Intervensi keperawatan:
 Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
 Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
 Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
 Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai
yang diharuskan.
 Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
dan asap.
 Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas
pendek, rasa sesak didada, keletihan.
 Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
 Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan
streptococcus pneumoniae.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
a. Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
b. Intervensi:
 Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
 Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien
membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
 Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
a. Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
b. Intervensi keperawatan:
 Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
 Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
 Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada
kemungkinan efek sampingnya.
 Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
 Pantau pemberian oksigen.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen.
a. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang
mungkin.
b. Intervensi keperawatan:
 Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
 Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian
ukur lagi tanda-tanda vital.
 Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan
exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
 Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
 Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik
terhadap kemampuan pasien.
 Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
 Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
 Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
 Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
a. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
b. Intervensi keperawatan:
 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat
badan dan ukuran tubuh.
 Auskultasi bunyi usus
 Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
 Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
 Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
 Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
 Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
a. Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
b. Intervensi keperawatan:
 Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
 Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan
tindakan tersebut.
 Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
 Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
 Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
a. Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
b. Intervensi:
 Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan,
mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
 Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan
energi.
 Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
a. Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
b. Intervensi keperawatan:
 Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
 Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
 Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
a. Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
b. Intervensi keperawatan:
 Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada
pasien.
 Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
 Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
 Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
 Tingkatkan harga diri klien.
 Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi.
a. Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
b. Intervensi keperawatan:
 Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien
tentang penyakit dan perawatannya.
 Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber
kelompok.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).
Ada beberapa penyebab Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) pengaruh dari masing-
masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor
merokok dianggap yang paling dominan.
Asuhan keperawatan untuk pasien untuk pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
di buat untuk memperingan penyakit, mencegah penyakit tersebut datang kembali serta
memperbaiki fungsi organ.
4.2. Saran
Penyakit Paru Obtstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang membahayakan
karena penyakit ini akan mengakibatkan terganggunya kebutuhan akan O2 untuk proses
metabolisme tubuh. Bila terganggu maka akan berakibat fatal. Jadi sebagai perawat kita harus
bisa mengaplikasikan tindakan apa yang perawat untuk mencegah penyakit itu terjangkit
setidaknya untuk perawat itu sendiri. Dengan hal yang cukup mudah dengan berhenti
merokok.

DAFTAR PUSTAKA

 Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
 Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin
Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
 Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
 http://kapukpkusolo.blogspot.com/2010/10/askep-ppok-penyakit-paru-obstruktif.html

 http://klinikblogger.blogspot.com/2009/03/emfisema-paru.html
  http://nursingbegin.com/anatomi-fisiologi-saluran-pernafasan/
Diposkan oleh This is My World di 22.47
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Reaksi:

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Dhil Dhani
 SIK
 Update Galaxy W dengan AOKP
 ASKEP KARDIOVASKULER
 SATPEL Kanker Paru
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

Loading...

Daily Calendar
Translate

Powered by Translate

Body Mass Index Calculator


Life is never simple, but simple always life
 SIK
 Update Galaxy W dengan AOKP
 ASKEP KARDIOVASKULER
 SATPEL Kanker Paru
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

Mengenai Saya

This is My World
Lihat profil lengkapku

Entri Populer

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN OKSIGEN: GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN AKIBAT
OBSTRUKSI: BRONKITIS KRONIS DAN EMPIS...

ASKEP KARDIOVASKULER

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BEDAH JANTUNG


DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KONDUKSI
JANTUNG ...

 SATPEL Kanker Paru

SATUAN ACARA PENYULUHAN 1. Topik : Kanker Paru 2. Sub


Topik : a. Definisi kanker paru b....

Update Galaxy W dengan AOKP


Mau berbagi pengalaman nih materi ini di copi dari sumber yang terpercaya dah
sudah terbukti. saya sudah mencobanya dan ternyata berhas...

 SIK

Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia Tujuan SIK untuk mentransformasi data


yang tersedia melalui pencatatan. Ditulis Oleh : Heru Sup...

ARSIP ARSIP
 ▼ 2013 (5)
o ▼ Januari (5)
 SIK
 Update Galaxy W dengan AOKP
 ASKEP KARDIOVASKULER
 SATPEL Kanker Paru
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN PEME...

Cheeky Quotes
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Template Picture Window. Gambar template oleh epicurean. Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi