Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
RSUD SALATIGA
Disusun oleh :
CICI ANDRIYANI
(SN172012)
2
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
4
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh
manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Mclosyet al., 2009).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita
batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (carpinito, 2010).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2012 ).
6
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
7
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-
0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex
adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
8
kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan
dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan,
kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2010).
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
9
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-
paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang
dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan
ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
10
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Pathway
11
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2016).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
12
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2011):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
13
keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
F. KOMPLIKASI
14
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan
diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
15
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan.
Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
16
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT
17
4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
5. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
6. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
7. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
8. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
9. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
10. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
11. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
12. Paket Kombipak.
13. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
14. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu
(1) masa pengobatan.
18
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
19
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
20
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
21
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi (Santoso, Budi, 2007)
K. RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
INTERVENSI
DIAGNOSA KRITERIA HASIL
NO
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)
22
v Respiratory status : Airway suction
Definisi : Ventilation
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Ketidakmampuan untuk
v Respiratory status : Airway 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
membersihkan sekresi
atau obstruksi dari patency suctioning.
saluran pernafasan 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
untuk mempertahankanv Aspiration Control
suctioning
kebersihan jalan nafas.
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
23
neuromuskular, 3. Mampu 5. Lakukanfisioterapi dada jika perlu
hiperplasia dinding mengidentifikasikan 6. Keluarkansekretdenganbatukatausuction
bronkus, alergi jalan
dan mencegah factor 7. Auskultasisuaranafas, catatadanya suara
nafas, asma.
- Obstruksi jalan yang dapat tambahan
nafas : spasme jalan menghambat jalan 8. Lakukan suction pada mayo
nafas, sekresi
nafas 9. Berikanbronkodilator bila perlu
tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
nafas buatan, sekresi Lembab
bronkus, adanya
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
eksudat di alveolus,
adanya benda asing keseimbangan
di jalan nafas. 12. Monitor respirasi dan status O2
24
Keletihan kebersihan paru 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
somnolen paru dan bebas keseimbangan.
dari tanda tanda 12. Monitor respirasi dan status O2.
Iritabilitas
distress pernafasan
Hypoxia
3. Mendemonstrasik
kebingungan
an batuk efektif Respiratory Monitoring
Dyspnoe dan suara nafas i. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
nasal faring yang bersih, tidak respirasi
AGD Normal ada sianosis dan ii. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
sianosis dyspneu (mampu penggunaan otot tambahan, retraksi otot
mengeluarkan supraclavicular dan intercostal
warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman) sputum, mampu iii. Monitor suara nafas, seperti dengkur
bernafas dengan iv. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
Hipoksemia
mudah, tidak ada kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
hiperkarbia
pursed lips) v. Catat lokasi trakea
sakit kepala ketika
4. Tanda tanda vital vi. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
bangun
dalam rentang paradoksis)
frekuensi dan
normal vii. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
kedalaman nafas
abnormal tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
viii. Tentukan kebutuhan suction dengan
25
3. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh v Nutritional Status : food Nutrition Management
and Fluid Intake
1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
tidak cukup untuk jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
keperluan metabolisme 1. Adanya peningkatan
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
tubuh. berat badan sesuai
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
dengan tujuan
vitamin C
Batasan karakteristik : 2. Berat badan ideal
5. Berikan substansi gula
sesuai dengan tinggi
- Berat badan 20 % 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
atau lebih di bawah badan
serat untuk mencegah konstipasi
ideal 3. Mampu
- Dilaporkan adanya 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
mengidentifikasi
intake makanan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
yang kurang dari kebutuhan nutrisi
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
RDA (Recomended 4. Tidak ada tanda tanda
Daily Allowance) makanan harian.
malnutrisi
- Membran mukosa 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
5. Tidak terjadi
dan konjungtiva 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
pucat penurunan berat
- Kelemahan otot 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
badan yang berarti
yang digunakan nutrisi yang dibutuhkan
untuk
menelan/mengunya
h
Nutrition Monitoring
- Luka, inflamasi
pada rongga mulut
1. BB pasien dalam batas normal
- Mudah merasa
kenyang, sesaat 2. Monitor adanya penurunan berat badan
setelah mengunyah 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
makanan dilakukan
- Dilaporkan atau
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
fakta adanya
26
kekurangan makan
makanan 5. Monitor lingkungan selama makan
- Dilaporkan adanya
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
perubahan sensasi
rasa jam makan
- Perasaan 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
ketidakmampuan
8. Monitor turgor kulit
untuk mengunyah
makanan 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
- Miskonsepsi patah
- Kehilangan BB
10. Monitor mual dan muntah
dengan makanan
cukup 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
- Keengganan untuk kadar Ht
makan 12. Monitor makanan kesukaan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Nyeri abdominal 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
dengan atau tanpa jaringan konjungtiva
patologi
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Kurang berminat
terhadap makanan 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
- Pembuluh darah lidah dan cavitas oral.
kapiler mulai rapuh
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
- Diare dan atau
steatorrhea
- Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya
informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
27
berhubungan :
- Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
28
metabolisme menggigil
- aktivitas yang
berlebih
- pengaruh
medikasi/anastesi
- ketidakmampuan/pe
Temperature regulation
nurunan
kemampuan untuk 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
berkeringat
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
- terpapar
dilingkungan panas 3. Monitor TD, nadi, dan RR
- dehidrasi pakaian 4. Monitor warna dan suhu kulit
yang tidak tepat
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
29
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
30
Internasional): serangan nonfarmakologi untuk 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
mendadak atau pelan mengurangi nyeri, 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
intensitasnya dari ringan
mencari bantuan) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
sampai berat yang dapat
diantisipasi dengan 2. Melaporkan bahwa lampau
akhir yang dapat nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
diprediksi dan dengan
dengan menggunakan menemukan dukungan
durasi kurang dari 6
bulan. manajemen nyeri 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
3. Mampu mengenali nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri (skala, kebisingan
Batasan karakteristik :
intensitas, frekuensi 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Laporan secara
dan tanda nyeri) 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
verbal atau non
verbal 4. Menyatakan rasa (farmakologi, non farmakologi dan inter
Fakta dari observasi nyaman setelah nyeri personal)
Posisi antalgic
berkurang 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
untuk menghindari
nyeri 5. Tanda vital dalam intervensi
Gerakan melindungi rentang normal 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Tingkah laku 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
berhati-hati
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Muka topeng
Gangguan tidur 15. Tingkatkan istirahat
(mata sayu, tampak 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
capek, sulit atau
dan tindakan nyeri tidak berhasil
gerakan kacau,
menyeringai) 17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
Terfokus pada diri nyeri
sendiri
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan Analgesic Administration
proses berpikir,
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
penurunan interaksi
dengan orang dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
31
lingkungan) 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
Tingkah laku dan frekuensi
distraksi, contoh :
3. Cek riwayat alergi
jalan-jalan,
menemui orang lain 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dan/atau aktivitas, dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
aktivitas berulang-
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
ulang)
Respon autonom beratnya nyeri
(seperti diaphoresis, 6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
perubahan tekanan
dan dosis optimal
darah, perubahan
nafas, nadi dan 7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
dilatasi pupil) pengobatan nyeri secara teratur
Perubahan 8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
autonomic dalam
tonus otot (mungkin pemberian analgesik pertama kali
dalam rentang dari 9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
lemah ke kaku) nyeri hebat
Tingkah laku
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, (efek samping)
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Faktor yang
berhubungan :
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.