Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS
HEPATIS (SIROSIS HATI)
B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui
biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau
subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik,
Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama
faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang
dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi
setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut
ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit
hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
2. FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang terbanyak.
Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari sel-sel dalam
hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam akan melewati
hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3) Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan dialirkan
ke organ melalui sistema portal.
b. Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1) Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak, empedu,
Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati menyimpan
makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c) Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa, protein,
factor koagulasi, enzim, empedu.
d) Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen yang masuk
ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2) Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
a) Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin dan immune bodies
c) Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.
Pathway
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati adalah
perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah
darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu
hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi
oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan
dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan
penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah
timbulnya defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah
karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian
berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi
badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis,
sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita
dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu
rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk
makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi
hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai
tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada
orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat
disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah
albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar
asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks, splenoportografi,
Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi
hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan
sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati
tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila
proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-
125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit
sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien
atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan
timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data yang
meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis
hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker (malfungsi
hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada bising
usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah, Penurunan berat
badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental, perubahan mental,
bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-hati/distraksi,
Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas (asites),
Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan
gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri tekan dan
asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar
ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat
aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: 1. Tawarkan diet tinggi 1. Memberikan kalori
aktivitas Peningkatan kalori, tinggi protein bagi tenaga dan
berhubungan energi dan (TKTP). protein bagi proses
dengan partisipasi dalam 2. Berikan suplemen penyembuhan.
vitamin (A, B 2. Memberikan
kelelahan dan aktivitas
kompleks, C dan K) nutrien tambahan.
penurunan Kriteria Hasil:
3. Motivasi pasien untuk3. Menghemat tenaga
berat badan Melaporkan
melakukan latihan pasien sambil
peningkatan
yang diselingi mendorong pasien
kekuatan dan
istirahat untuk melakukan
kesehatan pasien.
4. Motivasi dan bantu latihan dalam batas
Merencanakan
pasien untuk toleransi pasien.
aktivitas untuk
melakukan latihan 4. Memperbaiki
memberikan
dengan periode perasaan sehat
kesempatan
waktu yang secara umum dan
istirahat yang
ditingkatkan secara percaya diri
cukup.
bertahap
Meningkatkan
aktivitas dan
latihan bersamaan
dengan
bertambahnya
kekuatan.
Memperlihatkan
asupan nutrien
yang adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
Perubahan Tujuan: 1. Catat suhu tubuh 1. Memberikan dasar
suhu tubuh: Pemeliharaan secara teratur. untuk deteksi hati
hipertermia suhu tubuh yang2. Motivasi asupan dan evaluasi
berhubungan normal cairan intervensi.
3. Lakukan kompres 2. Memperbaiki
dengan proses Kriteria Hasil:
dingin atau kantong kehilangan cairan
inflamasi pada Melaporkan suhu
es untuk menurunkan akibat perspirasi
sirosis tubuh yang normal
kenaikan suhu tubuh. serta febris dan
dan tidak
4. Berikan antibiotik meningkatkan
terdapatnya gejala
seperti yang tingkat
menggigil atau
diresepkan. kenyamanan
perspirasi.
5. Hindari kontak pasien.
Memperlihatkan
dengan infeksi. 3. Menurunkan panas
asupan cairan
6. Jaga agar pasien melalui proses
yang adekuat.
dapat beristirahat konduksi serta
sementara suhu evaporasi, dan
tubuhnya tinggi. meningkatkan
tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju
metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: 1. Batasi natrium 1. Meminimalkan
integritas kulit Memperbaiki seperti yang pembentukan
yang integritas kulit dan diresepkan. edema.
berhubungan proteksi jaringan 2. Berikan perhatian 2. Jaringan dan kulit
dan perawatan yang yang edematus
dengan yang mengalami
cermat pada kulit. mengganggu suplai
pembentukan edema.
3. Balik dan ubah posisi nutrien dan sangat
edema. Kriteria Hasil:
pasien dengan rentan terhadap
Memperlihatkan
sering. tekanan serta
turgor kulit yang
4. Timbang berat badan trauma.
normal pada
dan catat asupan 3. Meminimalkan
ekstremitas dan
serta haluaran cairan tekanan yang lama
batang tubun.
setiap hari. dan meningkatkan
Tidak
5. Lakukan latihan mobilisasi edema.
memperlihatkan
gerak secara pasif, 4. Memungkinkan
luka pada kulit.
tinggikan ekstremitas perkiraan status
Memperlihatkan
edematus. cairan dan
jaringan yang
6. Letakkan bantalan pemantauan
normal tanpa
busa yang kecil terhadap adanya
gejala eritema,
dibawah tumit, retensi serta
perubahan warna
maleolus dan tonjolan kehilangan cairan
atau peningkatan
tulang lainnya. dengan cara yang
suhu di daerah
paling baik.
tonjolan tulang.
5. Meningkatkan
Mengubah posisi
mobilisasi edema.
dengan sering.
6. Melindungi tonjolan
tulang dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: 1. Observasi dan catat 1. Memberikan dasar
integritas kulit Memperbaiki derajat ikterus pada untuk deteksi
berhubungan integritas kulit dan kulit dan sklera. perubahan dan
dengan ikterus meminimalkan 2. Lakukan perawatan evaluasi intervensi.
yang sering pada 2. Mencegah
dan status iritasi kulit
kulit, mandi tanpa kekeringan kulit
imunologi yang Kriteria Hasil:
menggunakan sabun dan meminimalkan
terganggu Memperlihatkan
dan melakukan pruritus.
kulit yang utuh
tanpa terlihat luka masase dengan 3. Mencegah
atau infeksi. losion pelembut ekskoriasi kulit
Melaporkan tidak (emolien). akibat garukan.
adanya pruritus. 3. Jaga agar kuku
Memperlihatkan pasien selalu pendek.
pengurangan
gejala ikterus
pada kulit dan
sklera.
Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-
hari.
Perubahan Tujuan: Perbaikan1. Motivasi pasien untuk1. Motivasi sangat
status nutrisi, status nutrisi makan makanan dan penting bagi
kurang dari Kriteria Hasil: suplemen makanan. penderita anoreksia
kebutuhan Memperlihatkan 2. Tawarkan makan dan gangguan
tubuh asupan makanan makanan dengan gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-
Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.