Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PNEUMONIA NEONATAL
Oleh :
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
JULI 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA NEONATAL
I. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi
akut jaringan paru oleh mikroorganisme ( Corwin, 2000 ).
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada
anak. (Suriadi, 2001).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh, bakteri,
virus, jamur, dan benda-benda asing ( Muttaqin, 2009).
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana pulmonary alveolus
(alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan
terisi oleh cairan. ( Anonymous, 2009).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi
dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan
dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-
paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut
ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau
diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009).
II. PATOFISIOLOGI
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin (hematogen)
sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut juga Early Onset
Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate
menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-paru.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan
memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan penyebab
terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi antara
lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif banyak,
perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu
virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan Streptococcus
Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi sel
dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi
alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi benda
asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui
udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga
membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk
alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis
dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan
membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya
permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat
menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
PATHWAY
masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate
RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli Hipertermi
V. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaa medis
Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi
apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.
b. Penatalaksanaa keperawatan
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan
pemeriksaan AGD.
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan vibrasi.
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi
hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan
respiratory arrest.
Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah
yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal space. Pada
pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras,
suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang
disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang (>3
det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran,
besar dan reflek pupil terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan
pada genetalia dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi,
adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada
tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana ATR
(activity tonus respon).
c. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan edema,
dan penumpukan sekret. .
Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria hasil :
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Intervensi dan Rasional :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, krakels
terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien
yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan tingkat kesadaran.
4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium
5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator
mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan: pola
nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).
2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).
3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
4) Napas cuping hidung tidak ada.
Intervensi dan Rasional :
1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti
dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume
sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
komplikasi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti
paru.
3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi
parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat, CRT<3 detik.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Intervensi dan Rasional :
1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas.
Rasional: takipnea, pernapasan yang dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2) Tempatkan pasien dalam incubator.
Rasional: mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah hipotermia, memperbaiki
metabolisme jaringan.
3) Pantau tanda vital.
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih lanjut dan
mengetahuai perubahan sesegera mungkin.
4) Pantau tingkat kesadaran .
Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel otak,
kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran .
5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer.
Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda hipoksia jaringan
yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat.
6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt).
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan.
DAFTAR PUSTAKA