Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai populasi
yang terus meningkat (The Global Initiative for Asthma, 2004). Kasus asma diseluruh dunia
menurut survey GINA (2004) mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita
asma bertambah menjadi 400 juta jiwa.

Saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini disebabkan oleh pengelolaan asma yang tidak terkontrol
yang di tambah dengan sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan
penyakit asma sehingga menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya dapat
menyebabkan kematian seketika pada penderitanya (Dahlan, 1998).

Di Amerika Serikat tercatat sekitar 2 juta penderita asma yang mengunjungi Unit Gawat
Darurat setiap tahunnya, dan sekitar 500.000 penderita asma yang harus menjalani rawat inap,
dan sebagai peringkat ketiga penyebab rawat inap. Di satu sisi, dunia kedokteran dan farmasi
telah mencapai kemajuan yang sangat signifikan dalam pemahaman mengenai asma sebagai
penyakit. Namun ironisnya, dari sisi lain, meski berjuta-juta dollar telah dikeluarkan untuk
berbagai studi dan riset mengenai asma, nyatanya jumlah penderita baru asma di seluruh dunia
terus meningkat dari tahun ke tahun.

Penyakit asma sudah lama diketahui, namun saat ini pengobatan atau terapi yang diberikan
hanya untuk mengendalikan gejala (Sundaru, 2008). Asma merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan tapi dapat dikendalikan. Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang
dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu dengan cara
pemberian obat-obatan anti inflamasi tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu
dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru 2008).

1
Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari allergen
pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan
nutrisi yang memadai, menghindari stres dan olahraga (Wong, 2003). Semua penatalaksanaan ini
bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (Siswantoyo,
2007; The Asthma Foundation of Victoria, 2002) dan memperlancar sistem respirasi (Suyoko,
1992).

Asma dapat diatasi dengan baik dan akan lebih sedikit mengalami gejala asma apabila
kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat. Olahraga dan aktivitas merupakan hal penting untuk
membuat seseorang segar bugar dan sehat. Melakukan olahraga merupakan bagian penanganan
asma yang baik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

I.2 Rumusan Masalah

 Apa saja penyebab dan penatalaksanaanAsma


 Klasifikasi Asma

I.3 Tujuan Penulisan

 Untuk mengetahui apa saja penyebab-penyebab terjadinya serangan asma


 Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit asma
 Untuk mengetahui bagaimana penanganan asma

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PKRS
Promosi Kesehatan di Rumah Sakit untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien dan
kelompok-kelompok masyarakat agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan
rehabilitasnya. Klien dan kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan,
mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat.Melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai social budaya
mereka serta didukung kebijakan public yang berwawasan kesehatan.
Tujuan PKRS adalah agar terciptanya masyarakat Rumah Sakit yang menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat melalui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien atau klien
Rumah Sakit serta pemeliharaan lingkungan Rumah Sakit dan termanfaatkannya dengan baik
semua pelayanan yang disediakan Rumah Sakit.
Sasaran PKRS adalah masyarakat di Rumah Sakit yang terdiri dari petugas, pasien, keluarga
pasien, pengunjung dan masyarakat yang tinggal disekitar Rumah Sakit.

II.2 Penyakit Asma

Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki
arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi
yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan
peradangan atau pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga menyebabkan
diproduksinya cairan kental yang berlebih (Prasetyo, 2010).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Asma adalah penyakit radang kronis pada saluran pernafasan yang ditandai dengan
penyempitan saluran pernafasan yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat
peningkatan respon saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan.

3
Penderita penyakit asma biasanya memiliki saluran pernafasan yang sangat sensifit terhadap
sesuatu. Asma dapat terpicu misalnya terhadap udara dingin, debu, bulu binatang dan lain-lain
yang mengakibatkan saluran nafas yang sensitif menjadi menyempit dan menyebabkan jalan
keluar masuknya udara menjadi kurang lega. Penyakit ini bersifat sementara dan bisa menyerang
siapa saja baik itu orang dewasa maupun anak-anak.

Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak dokter
ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
a. Asma Ekstrinsik
b. Asma Intrinsik
1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi
penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap mereka yang sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem imunitas bekerja lepas kendali
dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini disebabkan oleh alergen. Alergen bisa tampil dalam
bentuk: mulai dari serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga
zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi, sistem imunitasnya
memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE. Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya
pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran pernafasan
lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat kimia yang disebut
mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi penegangan/pengerutan saluran
pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam
saluran tersebut.

2.Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini
disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara,
polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya

4
karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia
juga mudah terkena asma intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah untuk
mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian asma yang akan
dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun dalam prakteknya, asma adalah
penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas,
golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-
sama dideteksi ada pada satu orang.

II.3 Penyebab Terjadinya Asma


Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma,
yaitu:
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak
kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan
pernafasan akut, yang belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik. Gejala-gejala bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti: perubahan
cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernafasan. Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan (inflammation)
dan sekaligushiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernafasan. Oleh
kebanyakan kalangan kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab asma
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma (inducer) dengan demikian
mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih
sulit diatasi, dibanding gangguan pernafasan yang diakibatkan oleh pemicu (trigger).
Umumnya penyebab asma (inducer) adalah alergen, yang tampil dalam bentuk:

5
ingestan, inhalan, dan kontak dengan kulit. Ingestan yang utama ialah makanan dan
obat-obatan. Sedangkan alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga,
tungau, serpih dan kotoran binatang, serta jamur.

II.4 Klasifikasi Asma


Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma) yaitu:
1.Intermiten
Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan derajat asma ini,
serangannya biasanya berlangsung secara singkat. Dan gejala ini juga bisa muncul di
malam hari dengan intensitas sangat rendah yaitu ≤ 2x sebulan.
2.Persisten Ringan
Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada tingkatan derajat asma ini,
gejala pada sehari-hari berlangsung lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari atau sama
dengan 1 kali sehari dan serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam
hari.
3. Persisten Sedang
Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat. Pada tingkatan derajat
asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1 x seminggu dan hampir setiap hari.
Serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
4. Persisten Berat

Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat keparahannya. Pada tingkatan
derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya hampir setiap hari, terus menerus, dan sering
kambuh. Membutuhkan bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya dapat
mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

II.5 Gejala
Gejala Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :

 batuk terutama pada malam atau dini hari

6
 sesak napas
 napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
 rasa berat di dada
 dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah:
 Serangan batuk yang hebat
 Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
 Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
 Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
 Kesadaran menurun
II.6 Pengendalian Asma

Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya dan
mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA, 2005).
2. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma.
Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita
asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru
(GINA, 2005).
3. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma adalah
menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat
berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
4. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan tingkat
keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten, tidak ada
pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan

7
obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones, atau leukotrien.
Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan pilihan obat β.

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):


- Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala inflamasi
asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi
gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).
Obat ini dapat menimbulkan kandidiasisorofaringeal, menimbulkan iritasi pada bagian
saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja adrenal atau
mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).
- Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid inhalasil. Obat ini
dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal,
katarak, glukoma, obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
- Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini dapat
menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada imun nonspecific. Obat ini
dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi
powder(GINA, 2005).
- β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian. Obat ini dapat
mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat
menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan
hipokalemia (GINA, 2005).

- β2-Agonist Oral

8
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu malam. Obat ini
dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada
bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).
- Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dengan
merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat
menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia
dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi,
aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian.
- Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi gejala termasuk
batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:
- β2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol gejala
asma,variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja
jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
- β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
- Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat
menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA, 2005).

5. MetodePengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian. Buteyko
merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat menurunkan ventilasi
alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain itu memperbaiki gejala yang
ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk
penderita asma dengan prinsip latihan tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).

9
6. Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang
mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat.
Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat
bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

7. Pemeriksaan Teratur
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur kepada tim
medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan kemampuan fungsi paru
(GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup sehat akan
sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai,
menghindari stress, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi
tubuh (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan menjaga penderita asma
dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan
imunitas tubuh penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh tidak menjadi
lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang beranggapan tidak dapat
melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga
dengan latihan fisik, kesehatan tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat ditingkatkan
sejalan dengan peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of Victoria,
2002).

10
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
- Promosi Kesehatan di Rumah Sakit untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien dan
kelompok-kelompok masyarakat agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan
dan rehabilitasnya.
- Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma,
yaitu: pemicu dan penyebab.
- Asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga
menyebabkan diproduksinya cairan kental yang berlebih

III.2 Saran
- Masyarakat harus memperluas pengetahuan tentang asma, agar penyakit ini dapat
diminimalisir.
- Menghindari faktor-faktor penyebab asma agar tidak terkena ataupun semakin parah.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:
EGC
 Dahlan, Zul. 1998. Masalah Asma di Indonesia dan Penanggulangan jelasnya..
Bandung: Subunit Pulmonologi Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin.
 Global Initiative For Asthma (GINA). 2005. Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170 [15 Agustus
2012]
 Hadibroto, Iwan. dan Alam, Syamsir. 2006. Asma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
 Pengertian Paru-paru. http://paru-paru.com/pengertian-paru-paru-manusia/ [15 Agustus
2012]
 Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah Asma : Mengenal Asma, Sebab-sebab, Resiko-
resiko, Dan Cara Mengantisipasinya. Yogyakarta: Diva Press.
 Sundaru, Heru. 2008. Apa yang Perlu Diketahui Tentang Asma.
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=204&Item
id=3 [14 Agustus 2012]
 Suyoko, E.M.D. 1992. Konsep Baru Penatalaksanaan Asma Bronial pada Anak.
Jakarta: Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo.
 The Asthma Foundation of Victoria. (2002). Terapi Pelengkap dan Penyakit Asma
 The Asthma Foundation of Victoria. 2002. Penyakit Asma dan Gerak Badan.
http://www.asthma.org.au/Portals/0/AsthmaandExercise_IS_Indonesian.pdf [14
Agustus 2012]

12
 Wong, DN. 2003. Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missauri, USA:
Mosby.

13

Vous aimerez peut-être aussi