Vous êtes sur la page 1sur 16

LAPORAN KASUS

ASMA EKSASERBASI AKUT

Disusun oleh:

Prayogi Kramy

FAB 117 028

Pembimbing:

dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.RM

dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik


pada bagian
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK &


EMERGENCY MEDICINE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UPR
PALANGKA RAYA
2018
BAB I
1
PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting


dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di
berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan
tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan
disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas
serta menurunkan kualitas hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-
150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang
setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat
selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani
dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi
yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit
alergi lainnya, dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya
terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan
asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan
derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah
1
menghindari faktor penyebab.
BAB II
LAPORAN KASUS

2
PRIMARY SURVEY (Tn.M)
Vital Sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,50C
Pernapasan : 29 kali/menit
SpO2 : 98%
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 20 kali/menit, torako-abdominal,
pergerakan thoraks simetris kanan/kiri
Circulation: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 90 kali/menit
reguler, kuat angkat
Disability : GCS (Eye 4,Verbal 5,Motorik 6) pupil isokor +/+
(diameter 3 mm/3mm)
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang
termasuk dalam priority sign yaitu sesak nafas yang memerlukan
pemberian oksigen segera.
Pemberian label : Kuning.
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah
ditempatkan di ruangan non bedah posisi semifowler dan
diberikan oksigenasi 2-4 lpm.
I. IDENTITAS
Identitas penderita
Nama : Tn.M
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 38 th
Alamat : Jl. G.Obos XII
Agama : Kristen Protestan

3
Tanggal Pemeriksaan: 28 Mei 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan istri pasien
1. Keluhan utama: Sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD dengan
keluhan utama sesak nafas sejak 1 hari SMRS. Sesak muncul
terus menerus dan memberat sejak ± 3 jam SMRS. Keluhan
sesak pasien tidak mengalami perbaikan dengan istirahat dan
pasien merasa sesaknya berkurang dengan posisi duduk. Keluhan
sesak disertai batuk sejak 2 hari SMRS. Batuk berdahak serta
pilek dan semakin kuat bila udara dingin. Selain itu pasien juga
mengeluhkan ada nyeri perut terasa perih sejak 1 hari SMRS.
Riwayat nyeri dada, demam disangkal.
3.. Riwayat penyakit dahulu: Pasien mengaku memiliki riwayat
alergi udara dingin, debu, dan ada riwayat asma, riwayat
hipertensi dan DM disangkal.
4. Riwayat penyakit keluarga: Ibu pasien memiliki keluhan
sakit yang sama.
5. Riwayat pengobatan: Pasien mengaku ada minum obat
Methylprednisolone dan salbutamol 1 hari SMRS.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1. Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos Mentis
4
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, regular, kuat
angkat
Suhu : 36,50C
Pernapasan : 29 kali/menit
3. Mata : cojungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor, diameter pupil 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+).
4. Leher : perbesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
5. Toraks : Simetris, retraksi intercostal (+), fremitus taktil
normal simetris, sonor, vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing
(+/+), ictus cordis tidak terlihat dan teraba pada SIC V
midclavicula sinistra, S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-),
gallop (-).
6. Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,
heparlien tidak teraba membesar, shifting dulness (-).
7. Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”, edema (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSA

- Asma Bronkial Eksaserbasi Akut

VI. PENATALAKSANAAN

- O2 2 lpm

5
- Nebulisasi Ipratropium bromide+Salbutamol (Combivent)
dan Fluticasone Propionate (Flexotide)
- Inj.Ranitidin 50 mg
- Po: Salbutamol 3x2 mg, Metilprednisolon 2x8mg, Gliseril
Guaiakolat (GG) 3x1
- Pasien dipulangkan

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : BONAM


Quo ad functionam : BONAM
Quo ad sanationam : BONAM

BAB III
PEMBAHASAN

Kegawatdaruratan pada pasien ini adalah pasien merupakan


prioritas karena pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang
memerlukan pemberian oksigen dan bronkodilator untuk
meringankan beban pernafasan.

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang


melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
6
yang menimbulkan gejala episodik berulang dan mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.1
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik,
gejala berkaitan dengan cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, di tambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik.2
1. Riwayat penyakit/gejala :
- Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa
pengobatan
- Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan
berdahak
- Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
2. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat
penyakit :
- Riwayat keluarga (atopi)
- Riwayat alergi / atopi
- Penyakit lain yang memberatkan
- Perkembangan penyakit dan pengobatan
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga
pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani
yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada
sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan

7
jalan napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas,
maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas.
Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan
tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. demikian
mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat
berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah,
sukar biacara,takikardi, hiperniflasi dan penggunan otot bantu
napas.1,2
Menurut Global Initiative for Asthma (Medical
Communications Resources, Inc; 2006)
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala
nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (FEV1 ≥80%
predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas
PEV atau FEV1<20%)
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari,
serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF
≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-
30%)
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >1 kali/ minggu,
menggunakan agonis-β2 kerja pendek setiap hari (FEV1

8
60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu,
variabilitas PEV atau FEV1>30%).
4. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala
asma nokturnal sering terjadi (FEV1 ≤60% predicted atau
PEF ≤60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%)
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasar kan gambaran

klinis (sebelum pengobatan)


Derajat Gejala Gejala malam Faal
paru
Intermiten Gejala kurangKurang dari 2 kaliAPE
dari 1x/minggu dalam sebulan >80%
Asimtomatik
Persisten ringan -Gejala lebih dariLebih dari 2 kaliAPE
1x/minggu tapidalam sebulan >80%
kurang dari
1x/hari
-Serangan dapat
menganggu
Aktivitas dan
tidur
Persisten sedang -Setiap hari, Lebih 1 kali dalamAPE 60-
-serangan 2seminggu 80%
kali/seminggu,
bisa berahari-
hari.
-menggunakan
obat setiap hari
-Aktivitas &
tidur terganggu

9
Persisten berat -gejala Kontinyu Sering APE
-Aktivitas <60%
terbatas

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan kondisi terkontrolnya asma


(asma terkontrol)
Karakteristik Terkontrol total Terkontrol Tidak
sebagian terkontrol

Gejala harian Tidak ada atau >2x per minggu Terdapat >= 3
<= 2 per minggu kriteria dari
asma terkontrol
Keterbatasan Tidak ada Ada sebagian dalam
aktivitas setiap minggu

Asma malam Tidak ada Ada

Kebutuhan Tidak ada atau >2x per minggu


pelega <= 2 per minggu

APE atau Normal <80%


VEP1 prediksi/nilai
terbaik

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien


mengarah ke diagnosis asma bronkial eksaserbasi akut. Dimana
10
eksaserbasi didefinisikan sebagai episodik perburukan yang ditandai
dengan meningkatnya gejala disertai penurunan arus ekspirasi
melalui pemeriksaan faal paru. Adapun tatalaksana awal yang
diberikan pada pasien dengan eksaserbasi yaitu terdiri atas
pemberian oksigen dengan target saturasi oksigen mencapai 90%
pada orang dewasa dan 95% pada anak – anak. Pada pasien ini
diberikan oksigenasi dengan menggunakan nasal kanul 2 lpm.
Di samping itu, diberikan pula bronkodilator berupa SABA
secara nebulisasi sebanyak maksimal 3 kali dalam 1 jam dengan
rentang waktu 15 – 20 menit. Pada pasien ini diberikan tatalaksana
nebulisasi dengan menggunakan Ipratropium bromide+Salbutamol
(Combivent) dan Fluticasone Propionate (Flexotide), nebulisasi
dilakukan selama 15 menit.

Bronkodilator diindikasikan karena efek bronkodilatasi


yang kuat dan onset kerja yang cepat. Adapun cara pemberian yang
dianjurkan adalah inhalasi dengan IDT memakai spacer. Dalam
praktiknya, SABA seringkali dikombinasikan dengan antikolinergik,
yaitu ipratropium bromide. Bila masih belum menunjukkan hasil
yang optimal, dapat diberikan aminofilin secara bolus intravena
secara perlahan – lahan dengan dosis 5 – 6 mg/kg BB dilanjutkan
dengan drip dosis 0,5 – 0,9 mg/kgBB/jam.3

Setelah terapi, kembali dilakukan monitor pada kondisi


pasien. Dalam 1 – 2 jam berikutnya, kembali dilakukan penilaian
untuk melihat apakah diperlukan tindakan selanjutnya. Bila

11
pengobatan berespons baik dan pasien telah stabil, pasien dapat
dipulangkan.

Setelah dilakukan nebulisasi, pada pasien ini dilakukan


observasi selama 1 jam. Setelah satu jam, saat dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan, pasien mengatakan keluhan sesak pasien sudah
berkurang dan pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
pasien 120/80 mmHg dan auskultasi paru wheezing sudah
berkurang. Oleh karena itu pasien diperbolehkan untuk pulang.

Pada pasien ini diberikan obat pulang berupa salbutamol


3x2 mg, metilprednisolon 2x8 mg dan GG 3x1.

Kortikosteroid diindikasikan pada kejadian eksaserbasi


akut, terutama apabila belum ditemukan respons optimal dengan
bronkodilator, eksaserbasi pada terapi kortikosteroid oral, serta
kondisi eksaserbasi berat. Efek yang ditimbulkannya bukanlah
bronkodilatasi secara langsung, melainkan hambatan produksi
kemokin, sitokin, eikosanoid, hambatan pada peningkatan basofil,
eosinofil, dan leukosit lain di jaringan paru, serta menurunkan
permeabilitas vaskular.

Pada umumnya, pemberian dosis tunggal besar bila


diperlukan pun dapat dibenarkan, terutama apabila terdapat kondisi
yang mengancam jiwa pasien. Namun, perlu diperhatikan bahwa
penghentian tiba – tiba atau penggunaan kortikosteroid
berkepanjangan diketahui berhubungan dengan meningkatnya risiko
infeksi, hipertensi, ulkus lambung / duodenum, hiperglikemia, dan

12
osteoporosis.3,4 Pada praktik sehari – hari, pemberian yang
dianjurkan adalah prednison oral 50 mg, metilprednisolon 125 mg
intravena, atau hidrokortison 500 mg intravena. Pada pasien ini
digunakan metilprednisolon 8 mg dengan pemberian 2 kali sehari.

Pada pasien ini diberikan GG 3 kali sehari. Gliseril


Guaiakolat (GG) merupakan ekspektoran meningkatkan
pembersihan mukus dari saluran bronkus. Ekspektoran bekerja
dengan cara merangsang selaput lendir lambung dan selanjutnya
secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran nafas sehingga
menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah pengeluaran
dahak. Obat ini juga merangsang terjadinya batuk supaya terjadi
pengeluaran dahak. Ekspektoran diberikan untuk membantu
pengeluaran dahak setelah dilakukan nebulisasi.4

Pasien dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik paru, untuk


memeriksaan keluhan batuk selama 2 minggu, keringat malam dan
penurunan berat badan yang dialami pasien selama 1 bulan terakhir.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan


bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien,
khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-
kanak. Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti
bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan
pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang
irreversible, pasien ini seringkali memiliki rangsangan komorbid
seperti perokok berat. Bahkan jika tidak diobati, pasien asma tidak
akan berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat
13
seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang
menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih
diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang
jauh berkurang sewaktu pasien di usia tua.2

14
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Tn,M, usia 63 tahun, datang


dengan keluhan sesak nafas disertai batuk tidak berdahak. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 130/80
mmHg, denyut nadi 90 kali/menit, RR 29 kali permenit, pada
pemeriksaan toraks didapatkan retraksi intercostal, auskutasi
wheezing (+) dikedua lapang paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan
yang didapatkan pasien didiagnosis asma bronkial eksaserbasi akut.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan nebulisasi, yang
kemudian dilakukan observasi selama 1 jam di IGD. Setelah 1 jam,
gejala klinis pasien berkurang, tekanan darah 120/80 mmHg,
auskultasi paru wheezing berkurang, sehingga pasien diperbolehkan
untuk pulang. Obat pulang pasien berupa bronkodilator oral,
kortikosteroid dan ekspektoran. Pasien dianjurkan untuk kontrol ke
poliklinik paru.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: PDPI; 2004.
2. DAI. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta: Dewan Asma
Indonesia; 2011.
3. Goodman & Gilman’s the Pharmacological Basis of
Therapeutics. 13th edition. New York: McGraw Hill;
2017.p.297-315.
4. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth.
Farmakologi dan terapi. Edisi 5 Edisi Revisi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2012. hal. 66-82, 273-97.

16

Vous aimerez peut-être aussi