Vous êtes sur la page 1sur 88

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. LETAK GOEGRAFIS

Kabupaten Simeulue dengan ibukotanya Sinabang terletak di sebelah barat

daya Provinsi Aceh, berjarak 105 Mil laut dari Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

dan 85 Mil Laut dari Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan serta berada pada

koordinat 2°15’ - 2°55’ Lintang Utara dan terbentang dari 95°40’ sampai dengan

96°30’ Bujur Timur (Peta Rupa Bumi Skala 1 : 250.000 oleh Bakorsurtanal).

Kabupaten Simeulue merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari 54

buah pulau besar dan kecil. Pulau yang terbesar adalah Pulau Simeulue yang

panjangnya ± 100,2 Km dengan lebar berkisar antara 8 – 20 Km. Pulau Simeulue

memiliki luas 199.502 Ha atau ± 94 % dari 212.512 Ha luas Kabupaten Simeulue

secara keseluruhan.

Berdasarkan peta rupa bumi yang dikeluarkan oleh Bakorsurtanal, titik

terendah Pulau Simeulue terletak pada nol meter dari permukaan laut (mdpl),

sedangkan titik tertinggi adalah 485 mdpl. Sebagian besar wilayah Pulau

Simeulue berbukit-bukit, memiliki kemiringan (slope) dibawah 180 terletak di

tengah Pulau Simeulue terutama di pegunungan di sebelah Utara dan Selatan.

Secara geologis Pulau Simeulue termasuk di deretan kepulauan busur luar.

Struktur geologinya mencerminkan status kompleks tumbukan antara lempengan

India – Australia dan Eurasia yang terjadi pada Oligo – Miosen, dengan struktur –

struktur lipatan dan kekar yang berkembang baik. Dua pola arah sesar yang utama

61
62

adalah Timur Laut - Barat Daya dan Barat Laut - Tenggara. Sesar besar terdapat

di Pulau Simeulue adalah sesar Pegaja yang berarah Barat Laut – Tenggara.

2. IKLIM

Secara umum Kabupaten Simeulue beriklim tropika basah dengan curah

hujan 2.828 mm/tahun dan merata di setiap pulau. Keadaan cuaca ditentukan oleh

penyebaran musim. Pada musim barat yang berlangsung sejak bulan September

hingga Februari, sering terjadi hujan yang disertai badai dan gelombang besar

sehingga sangat berbahaya bagi pelayaran. Sedangkan pada musim timur yang

berlangsung sejak bulan Maret hingga Agustus, biasanya terjadi kemarau yang

diselingi hujan yang tidak merata serta keadaan laut yang relatif tenang. Suhu

harian berkisar antara 25° - 33° C. Dengan kelembaban udara relatif berkisar

diantara 60% - 75% yang berlangsung sepanjang tahun. Kecepatan angin rata-

rata di wilayah ini sebesar 3 knot.

3. TANAH

Kepulauan Simeulue bukan merupakan kepulauan vulkanik dan memiliki

curah hujan yang tinggi karena dikelilingi samudera yang luas. Tanahnya

umumnya memiliki tingkat keasaman yang tinggi, seperti podsolik merah kuning,

podsolik merah coklat, alluvial, orgonosol batu kapur dan tanah bergambut.

Menurut Peta Rupa Bumi skala 1 : 250.000 (Bakosurtanal), titik terendah

Pulau Simeulue terletak pada nol meter di atas permukaan laut, sedangkan titik

tertingginya terletak pada 600 meter di atas permukaan laut. Sebahagian besar

wilayahnya terletak pada ketinggian 0 – 300 meter diatas permukaan laut dan
63

sisanya merupakan daerah berbukit – bukit dengan kemiringan di bawah 18° yang

terletak di tengah pulau.

Jumlah penduduk Kabupaten Simeulue 83.173 Jiwa, 20.875 KK yang

tersebar dalam 10 kecamatan yang didalamnya mencakup 29 Mukim dan 138

Desa, 409 Dusun, rata - rata pertumbuhan penduduk 3,98 % pertahun dengan

kepadatan penduduk rata – rata 0,5 jiwa per km². Kepadatan penduduk.

Kecamatan Simeulue Timur dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu 1,38 jiwa

per km² sedangkan Kecamatan Teluk Dalam merupakan Kecamatan yang

mempunyai penduduk terkecil sebesar 0,22 jiwa per km².

kepadatan penduduk ada di Kecamatan Simeulue Timur dengan ibukota

Sinabang yang juga sebagai ibu kota Kabupaten Simeulue, sedangkan yang paling

rendah di Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamatan Teluk Dalam yang

merupakan Kecamatan yang terletak di tengah pulau Simeulue.

Penelitian ini berlangsung di lima Wilayah Puskesmas dalam Kabupaten

Simeulue, kelima wilayah ini dipilih oleh karena jumlah dukun malanak/paraji

masih ada, masih ada ibu hamil yang melakukan persalinan di rumah yang

ditolong oleh dukun malanak/paraji, serta masih ada dukun malanak/paraji yang

tidak bermitra dengan bidan. Adapun wilayah puskesmas yang diteliti adalah:

. Puskesmas Simeulue Timur, Puskesmas Kuala makmur, Puskesmas Teupah

selatan, Puskesmas Teupah Tengah, dan Puskesmas Teupah Barat. Dalam

Kabupaten Simeulue. Penghasilan utama masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

tersebut masing-masing wilayah adalah sebagian besar bekerja sebagai petani


64

yaitu 55%, pegawai negeri sipil sebanyak 20%, pekebun sebanyak 10%, nelayan

10%, dan lain-lain 5%.

4. AKTIVITAS EKONOMI

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu diperhatikan

berbagai faktor, seperti faktor sosial ekonomi, yang bersifat menunjang sektor

kesehatan di Kabupaten Simeulue. Kabupaten Simeulue yang terletak di luar

Pulau Sumatera, secara geografis relatif terisolir, keadaan perekonomian relatif

belum begitu berkembang, hanya berpusat pada Ibu Kota Kabupaten yang jumlah

penduduknya relatif lebih banyak dari Kecamatan lainnya. Kondisi ini

menyebabkan perkembangan Pulau Simeulue sangat bergantung pada

perkembangan wilayah sekitarnya. Keadaan perekonomian Kabupaten Simeulue

sangat sensitif terhadap perubahan produksi, konsumsi dan distribusi di daerah

tetangga.

Strategi pengembangan prasarana perekonomian di Kabupaten Simeulue

ditujukan untuk memelihara kesinambungan pembangunan dengan tetap

bertujuan pada pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dan

pemerataan. Prasarana perekonomian meliputi pasar, koperasi, unit - unit usaha,

bank, dan sebagainya, masih sangat terbatas.

Pada tahun 2005 prasarana penting lainnya mulai merambah dan berfungsi

di Pulau Simeulue seperti bidang Komunikasi dengan hadirnya Telkomsel dan

Perbankan yang sudah online serta adanya jaringan internet. Untuk sarana

transportasi udara mulai bertambahnya jumlah pesawat yang beroperasional di

Kabupaten Simeulue yang menuju Medan dan Banda Aceh, untuk sarana
65

transportasi laut sudah adanya kapal Ferri, untuk sarana transportasi darat telah

beroperasionalnya Damri lintas darat dari Banda Aceh ke Sinabang. Sedangkan

untuk jaringan internet dan speedy masih terbatas pada daerah tertentu saja.

Sementara untuk jaringan telkomsel belum dapat mengakses seluruh wilayah

kerja Puskesmas, terutama untuk daerah Sanggiran dan Alafan.

5. KELUARGA MISKIN

Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang

atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak – hak dasarnya untuk

mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi

yang sangat luas ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multi

dimensional, sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan dan perlu

kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai.

Kemiskinan dipahami sabagai ketidakmampuan ekonomi penduduk untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari

pengeluaran. Pengukuran kemiskinan dari Badan Pusat Statistik menggunakan

konsep memenuhi kebutuhan dasar (basic need apporoach) dalam mengukur

kemiskinan.

Penanganan keluarga miskin untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten

Simeulue tahun 2015 mendapat perhatian khusus dimana semua pelayanan

kesehatan dasar dan pelayanan rujukan tanpa dipungut biaya (gratis) melalui

program JKN dan dilengkapi dengan program JKRA (Jaminan Kesehatan Rakyat

Aceh) yang mensasar penduduk di luar masyarakat miskin, sehingga seluruh

masyarakat mendapatkan jaminan kesehatan secara menyeluruh (All Coverages).


66

A. Umur Harapan Hidup (UHH)

Untuk perkembangan angka harapan hidup di Kabupaten Simeulue pada

tahun 2011 sebesar 63,05, pada tahun 2012 UHH sebesar 63,12 tahun dan pada

tahun 2013 UHH sebesar 63,32 tahun. Pada ada tahun 2014 sebesar 64,24 dan

tahun 2015 masih mengacu pada umur harapan hidup tahun 2014.

B. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka kematian ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari

derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang

meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau

penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama

kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa

memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Di Kabupaten Simeulue dengan jumlah penduduk sebesar 89.117 jiwa

terdapat jumlah AKI tahun 2013 jumlah kematian ibu tidak ada atau nihil (Akino),

tahun 2014 kematian ibu sebanyak 2 kasus kematian ibu, tahun 2015 sebanyak 7

kematian ibu, tahun 2016 sebanyak 5 kematian ibu, dan tahun 2017 jumlah

kematian ibu di Kabupaten simeulue sebanyak 7 kasus kematian ibu.

Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa penyebab

kematian ibu di Kabupaten Simeulue pada Tahun 2015 adalah pre eklampsia

sebanyak 28.57 % (2 kasus), invertio uteri/Pendarahan sebesar 28.57% (2 kasus),

dan 14 % akibat pre eklamsi + Kelainan katup jantung + Edema paru (1 kasus),

Infeksi + Steven Jhonson Syndrome sebanyak 14 % (1 kasus) dan infeksi paru +


67

jantung 14% (1 kasus). Tahun 2016 dan 2017 jumlah kematian ibu tidak ada atau

nihil (Akino).

C. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal

sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup

pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap

kesakitan maupun kematian. AKB dapat dihitung dari Laporan bulanan

Puskesmas Kecamatan dalam tahun 2015. AKB pada tahun 2010 sebesar 40/1000

KH, 2011 sebesar 41/1000 KH dan pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi

sebesar 22/1000 KH. Pada tahun 2013 kembali terjadi peningkatan sebesar

29/1000 KH dan AKB pada tahun 2014 juga terjadi peningkatan sebesar 32/1000

KH, sedangkan pada tahun 2015 terjadi penurunan sebesar 22/1000 KH dari

jumlah kematian sebanyak 36 Angka Kematian Bayi.

D. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal

sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran

hidup. AKABA merepresentasikan risiko terjadinya kematian pada fase antara

kelahiran dan sebelum umur 5 tahun yakni jumlah kematian bayi dan jumlah

kematian anak balita. AKABA 2011 sebanyak 10/1000 Sedangkan Angka

kematian balita pada tahun 2012 yang tercatat sebanyak 3/1000 Balita dan pada

tahun 2013 terjadi penurunan kasus yaitu sebanyak 33/1000 KH, Pada tahun 2014

AKABA sebanyak 36/1000 KH, sedangkan pada tahun 2015 AKABA sebanyak

5/1000 KH.
68

4.1.1. Aspek Kependudukan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian di lima wilayah

puskesmas dalam kabupaten simeulue adalah:

1. Wilayah kerja Puskesmas Simeulue Timur yang ber ibu kota sinabang

dengan luas wilayah 17.597.28 Km2. berbatasan dengan 4 perbatasan

yaitu sebelah timur berbatasan dengan laut hindia, sebelah barat

berbatasan dengan kecamatan teupah tengah, sebelah utara berbatasan

dengan kecamatan puskesmas kuala makmur (desa linggi), sebelah selatan

berbatasan dengan kecamatan teupah selatan. dengan jumlah wilayah

kerjanya 10 desa, 27 dusun, jumlah penduduk 20.618 jiwa, terdiri dari

laki-laki 10.722 jiwa, perempuan 9.896 jiwa, KK 3.782, 1 unit

puskesmas, 3 unit pustu, 32 pos posyandu, dimana jarak 15 km dianggap

sebagai desa terjauh. Sedangakan desa yang memiliki jarak tempuh 1 Km

atau 5 menit s/d 15 menit Km ke puskesmas kabupaten dianggap desa

terdekat ibu kota. Jumlah PNS 35 orang, bakti murni 18 orang dan bakti

magang 15 orang. bidan bidan PTT 9 orang, kontrak 5 orang

2. Wilayah kerja Puskesmas Kuala Makmur terletak di Desa Kuala Makmur

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue yang berjarak kurang

lebih 16 Km dari pusat kota Kabupaten Simeulue, dengan luas wilayah

115, 04 Km2, yang berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Teluk Dalam, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan

Teupah Selatan, Sebelah Timur berbatasan dengan Lautan Hindia, Sebelah

Barat berbatsan dengan Kecamatan teupah Barat dengan jumlah desa 7


69

desa, 23 dusun. Keterjangkauan pelayanan kesehatan salah satunya dapat

dilihat dari keadaan dan kondisi geografis wilayah tersebut, Secara umum

hubungan kekota kecamatan dari 7 desa dapat dilalui dengan roda 2 dan

roda 4, Namun terdapat satu desa yang hanya dapat dilalui Via Laut yaitu

robin dan perahu, namun keberadaan transportasi umum masih sangat

minim, dengan jumlah penduduk 5.878 jiwa, terdiri dari laki-laki 2.963

jiwa,perempuan 2.915 jiwa, KK 1.521 1 unit puskesmas, pustu 2 unit,

Poskesdes 6 unit, 10 pos posyandu, jumlah tenaga bidan 11, perawat 4.

dukun malanak/paraji 3 orang. ditambah dengan tenaga kesehatan

lainnya.

3. Wilayah kerja Puskesmas Teupah Selatan terdiri dari 19 desa, 4 mukim

dan 51 dusun. Luas wilayah mencakup 22.223.80 Km yang dibagi atas 19

desa, dengan jarak tempuh ke kabupaten simeulue 42 Km. Jalan batu

berlayar kekecamatan teupah selatan. Dengan batas wilayah sebelah utara

berbatasan dengan teupah tengah, sebelah selatan berbatasan dengan

kecamatan simeulue timur, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan

simeulue timur, sebelah timur berbatasan dengan laut samudra. Jumlah

penduduk 9.539 jiwa, dan terdiri laki-laki 4.848 jiwa, perempuan 4.691

jiwa. Jumlah KK 2.326. jumlah sarana/prasarana 1 unit puskesmas, 9 unit

PUSTU, 2 unit Pokesdes. 10 posyandu. Masyarakat teupah selatan

merupakan masyarakat religius dimana peran tokoh agama dan tokoh

masyarakat sangat memiliki pengaruh. Jumah tenaga kesehatan D4

kebidanan 1 orang, DIII kebidanan 31 orang (14 orang di puskesmas, dan


70

17 orang di desa), perawat 2 orang.ditambah dengan petugas kesehatan

lainnya dan tenaga dukun 4 orang.

4. Puskesmas Teupah Tengah terletak di pertengahan pulau simeulue

diantara simeulue timur dan teupah barat dengan luas wilayah 370 Ha

terdiri dari daerah pegunungan, dataran, sawa dan rawa-rawa terbagi

dalam 12 desa, dengan jarak 6 Km dianggap desa terjauh dengan jumlah 4

desa, desa kota dianggap desa dekat karena memiliki jarak tempuh ke

puskesmas kabupaten 1 Km atau 5 menit dengan 8 desa, dengan jumlah

penduduk 6.560 jiwa, dan KK. 1.879 terdiri laki-laki 3.365 jiwa,

perempuan 3.165 jiwa, sarana/prasarana kesehatan 1 unit puskesmas, 8

unit PUSTU, 3 unit Poskesdes, 17 posyandu. tenaga kesehatan dokter

umum 2 orang, D4 kebidanan 3 orang, AKBID 3 orang, AKPER 13 orang,

ditambah dengan tenaga kesehatan lainnya dan 3 orang dukun.

5. Wialayah kerja Puskesmas Teupah Barat ber ibu kota salur dengan luas

wilayah 14.673,05 Km jumlah desa 12 dusun 48 dusun jarak tempuh ke

ibu kota 28 Km dengan batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan

kecamatan teluk dalam, Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan

teupah selatan Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Teupah

Tengah dengan jumlah penduduk 8.325 jiwa terdiri laki-laki 4.291 jiwa,

perempuan 4.034 jiwa, jumlah KK 1.786. Fasilitas kesehatan 1 unit

puskesmas jumlah pustu 12 unit poskesdes 4 unit, 19 posyandu. jumlah

tenaga kesehatan bidan 23 orang, perawat 11 orang ditambah dengan

tenaga medis lainnya.dan dukun 5 orang.


71

4.1.2. Aspek Sosial

1. Tingkat pendidikan

Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan masyarakat di

wilayah puskesmas simeulue timur, wilayah puskesmas kuala makmur,

wilayah puskesmas teupah selatan, wilayah puskesmas teupah tengah, dan

wilayah puskesmas teupah barat. masih ada penduduk yang berijazah

sekolah dasar di lima wilayah tersebut, selanjutnya berijazah SLTP, SLTA,

tidak tamat SD, buta huruf. Dan perguruan tinggi.

2. Agama

Berdasarkan data yang ada, sebagian besar penduduk beragama mayoritas

islam.

3. Pekerjaan

Berdasarkan data yang di peroleh , mata pencaharian utama sebagian besar

penduduk di lima wilayah puskesmas tersebut adalah bertani, mata

pencaharian lainnya seperti PNS, POLRI, pengusaha/wiraswasta dan

bengkel/montir

4. Jumlah Tenaga Kesehatan dan Dukun di Wilayah Penelitian

Dokter 4 orang, D IV kebidanan 51 orang, AKBID 103 orang, D I

kebidanan 1 orang, SI keperawatan 4 orang, AKPER 30 orang, SPK 1

orang. sedangkan jumlah dukun malanak/paraji di wilayah penelitian

adalah 11 orang dukun malanak/paraji. sampai saat ini masih aktif

menolong persalinan adalah 5 orang dukun malanak/paraji, dan bermitra

dengan bidan sedangkan yang tidak bermitra 6 orang dukun


72

malanak/paraji, dengan alasan sudah dikeluarkannya peraturan daerah

yaitu peraturan bupati tentang persalinan harus di fasilitas kesehatan dan

ditolong oleh tenaga kesehatan. Alasan yang lain sebagian dukun sudah

lanjut usia.

5. Sosial Budaya

Masyarakat Simeulue merupakan masyarakat yang heterogen dengan

banyak suku dari berbagai daerah. Pulau ini memiliki tiga bahasa yaitu

bahasa Devayan (Simolol), bahasa Leukon dan bahasa Sigulai yang

digunakan sebagian besar masyarakat. Untuk daerah sekitar kota Sinabang

menggunakan bahasa masyarakat pesisir Sumatera (bahasa Aneuk Jamee).

Akibat akulturasi budaya menyebabkan Simeulue memiliki beberapa

kesenian yang diadopsi dari berbagai suku seperti Aceh, Nias, Batak, Minang, dan

Sulawesi (Bugis). Mayoritas penduduk Simeulue memeluk agama Islam dan

umumnya masyarakat cepat beradaptasi dengan para pendatang sehingga tidak

menyulitkan dalam pergaulan sehari-hari.

Di wilayah penelitian pada umumnya sangat percaya dan dekat dengan

dukun malanak/paraji baik untuk pertolongan persalinan maupun pengobatan

penyakit yang lain nya. Budaya yang lain sangat mempengaruhi pemamfaatan

fasilitas kesehatan oleh masyarakat adalah keyakinan bahwa hidup dan mati ada

ditangan ALLAH SWT, jadi ketika mengalami masalah kesehatan masyarakat

cendrung untuk pasrah pada ALLAH SWT dan dalam budaya Simeulue

“Manyarah”
73

4.1.3. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan data dari wilayah puskesmas sarana dan prasarana kesehatan

yang terdapat diwilayah penelitian mencakup posyandu, puskesmas pembantu dan

klinik bersalin. Sarana dan prasarana ini kuat mendukung proses berlangsungnya

kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan. Berikut merupakan tabel sarana dan

prasarana yang terdapat di wilayah penelitian

Tabel 4.1
Sarana dan Prasarana Kesehatan di Lokasi Penelitian

Sarana dan Prasarana kesehatan Jumlah


Puskesmas 6 unit
Puskesmas Pembantu 34 unit
Poskesdes 14 unit
Pos Posyandu 88 unit
Klinik Bersalin Swasta 4 unit

Sumber: RPJM Puskesmas Kabupaten Simeulue

4.2. Karakteristik Partisipan

Pada penelitian ini, partisipan terdiri dari dua yaitu partisipan dan

partisipan kunci. Proses pengumpulan data pada kedua partisipan ini dilakukan

dengan wawancara mendalam. Karakteristik partisipan dapat dilihat dari umur,

tingkat pendidikan, alamat serta status partisipan .


74

Tabel 4.2
Karakteristik Partisipan dan Partisipan Kunci

Kode
NO Umur Pendidikan Alamat Status Partisipa
Partisipan
1. BD1 32 AMd Keb P.Kota batu Bides
2. BD2 30 AMd Keb P.Air pinang Bides
3. BD3 28 AMd Keb P.Sneubok Bides
4. BD4 25 AMd Keb P.Matan urung Bides
5. BD5 24 AMd Keb P.Angkeu Bides
6. DK1 65 SD DS.Kolok Dukun
7. DK2 61 SD DS.Air pinang Dukun
8. DK3 59 SD DS.Sneubok Dukun
9. DK4 57 SD DS.Matan urung Dukun
10. DK5 55 SD DS.Angkeu Dukun
11. NF1 43 SLTA DS.Angkeu Nifas
12. NF2 24 SLTA DS.Sneubok Nifas
13. TOMA 63 SLTA DS.Sinabang Tokoh Masyarakat
14. TODA 58 SLTA SK.Karya Tokoh Adat

Sumber: Hasil Wawancara Mendalam dengan Partisipan pada Bulan Juli


Sampai Agustus 2018.

4.3. Hasil Penelitian Etnografi dan Kebudayaan

Penelitian lapangan merupakan ciri khas antropologi budaya. Penelitian

etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar

melihat, mendengar, berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda.

Inti etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang

menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna ini terekpresikan secara

langsung dalam bahasa dan banyak yang diterima dan disampaikan hanya secara

tidak langsung melalui kata dan perbuatan tetapi dalam setiap masyarakat orang

tetap menggunakan sistim makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku

mereka untuk memahami diri mereka sendiri untuk memahami orang lain, serta

untuk memahami dunia di mana mereka hidup. Sistem makna ini merupakan
75

kebudayaan mereka etnografi selalu mengimplikasikan teori kebudayaan.

Cooley,mead, dan Thomas ahli sosiologio.

4.3.1. Sumber Daya kemitraan

Sumber daya dalam kemitraan bidan dan dukun malanak/paraji adalah

segala sesuatu yang mendukung proses kemitraan. Adapun sumber daya yang

dimaksud mencakup daya dukung finansial untuk membiayai proses kemitraan,

sarana-prasarana seperti ruang bersalin yang sehat dan alat-alat kesehatan yang

menunjang persalinan yang sehat dan dukungan transportasi yang mendukung

rujukan.

4.3.1.1. Dukungan Finansial

Dana merupakan sumber daya yang mendukung proses kemitraan dukun

malanak/paraji dan bidan dalam pertolongan persalinan. Dana ini digunakan untuk

membiayai proses kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun

malanak/paraji yang bermitra, bidan dan pemegang program mereka mengatakan

bahwa tidak ada dana khusus dari pemerintah untuk mendanai program kemitraan

ini. Pernyataan dari dukun malanak/paraji, bidan dan pemegang program dapat

dilihat sebagai berikut.

“Kalau dana untuk kerjasama tidak pernah ada”

“Nga biaya mek karajosamo adu nehu pernah nga”

(wawancara mendalam,DK1.BD1)

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada dana khusus yang

dipersiapkan untuk mendanai kemitraan ini. Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun malanak/paraji dengan


76

bidan di Kabupaten Bojonegoro bahwa pemerintah melalui Dinas kesehatan

provinsi mengalokasikan dana dekonsentrasi untuk pelaksanaan program

kemitraan dukun malanak/paraji dengan bidan. Terbukti bahwa dengan adanya

dana kemitraan ini berhasil menembus target dengan pencapaian pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 99,34% dan angka kematian ibu dan

bayi mengalami penurunan.

Penelitian lain yang di lakukan Dedik Setiawan dkk (2005) mengenai

kemitraan bidan dengan dukun malanak/paraji di Kabupaten Trenggalek,

mengindikasikan bahwa keberhasilan kemitraan di tempat ini tidak terlepas dari

adanya dukungan dana pemerintah melalui dinas kesehatan. Dinas kesehatan

memberikan dana bergulir kepada puskesmas untuk diberikan kepada dukun

malanak/paraji setiap merujuk persalinan.

Dalam pedoman pelaksanaan kemitraan antara bidan dengan dukun

malanak/paraji dijelaskan bahwa ada dana yang disiapkan oleh pemerintah, yang

berasal dari APBD (melalui dinas kesehatan dan puskesmas), dana Jaminan

Persalinan (jampersal), sumber dana dari pihak ketiga, atau pun dana dari swadaya

masyarakat desa atau swadaya bidan setempat untuk mendanai program kemitraan

ini. Dana tersebut digunakan untuk pendataan kesehatan ibu dan anak, pertemuan-

pertemuan, koordinasi, pelatihan bagi bidan dan dukun malanak/paraji, pemberian

transport bagi dukun malanak/paraji setiap kali mengantar ibu hamil ke fasilitas

kesehatan, insentif untuk dukun malanak/paraji setiap persalinan yang dirujuk ke

bidan, pelatihan-pelatihan berkala dukun malanak/paraji dengan bidan dan

penyediaan sarana prasarana pendukung kemitraan (Kemendagri, 2014).


77

Dari aspek finansial, kemitraan antara bidan dengan dukun malanak/paraji

di Wilayah Puskesmas Kabupaten Simeulue belum mendapat perhatian dari segi

finansial menandakan ketidak seriusan pemerintah dalam menangani masalah

persalinan, Hal ini tentu menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan

kemitraan bidan dan dukun malanak/paraji selama ini. Dapat di prediksi juga

bahwa kedepannya kemitraan ini tidak akan berkembang dan berhasil tanpa

adanya dukungan dana baik dari pemerintah maupun swasta.

4.3.1.2. Sarana dan Prasarana penunjang

Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya yang sangat

mendukung proses kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan. Sarana dan

prasarana tersebut mencakup fasilitas kesehatan seperti , poskesdes, pustu,

posyandu dan puskesmas, ruang bersalin dan alat-alat yang menunjang persalinan

yang sehat, akses jalan yang baik serta dukungan sarana transportasi.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap bidan yang bermitra,

mereka mengatakan bahwa sarana dan prasarana penunjang kemitraan masih

belum memadai. Pernyataan dari kedua bidan tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

“ Alat partus dan ruang untuk bersalin. Karena apabila tidak lengkap alat

dan tidak tersedia ruangan bagaimana kami menolong pasien, karena kami punya

disini lengkap semua sehingga apabila dukun malanak/paraji datang mengantar

ibu hamil untuk bersalin kami dapat menolong, Yang paling utama dibutuhkan

adalah transportasi/ambulance desa.”


78

“Pekakaik malaherkan alek ruangan bersalen. Karano apobilo ado

lengkap alek adu tasadio ruangan eben ami manolong pasien, Karano inambo

ma’i ere lengkap masarek sahinggo bilomano dokun malanak/paraji fesang

manelon ibuk singa maida malelai jama’i dapek manolong, Singa paleng utamo

di perlukan adolah alelewan/transportasi desa.”

(wawancara mendalam, BD1)

“Lampu, tempat tidur, ruangan bersalin, transportasi, alat partus, selama

ini yang lengkap satu set alat partus, ruangan bersalin hanya satu, lampu juga

masih kurang transportasi (ambulance desa) tidak ada sama sekali.”

“Lampu, banon ere’an, ruangan malelai, transportasi, alat malelai

salamo ere singa lengkap sao set alat malelai, ruangan malelai sao dul, lampu

maru ngahai kurang alelewan(ambulance desa) ade ere samo sakali.”

(wawancara mendalam ,BD1)

Berdasarkan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan

prasarana yang terdapat di lokasi penelitian belum memadai untuk menunjang

pelaksanaan kemitraan ini. Dimana belum tersedianya sarana transportasi seperti

ambulance desa untuk merujuk ibu hamil yang akan bersalin,. Hal ini tentunya

menghambat proses rujukan ibu hamil oleh dukun malanak/paraji. Dalam panduan

kemitraan antara bidan dan dukun malanak/paraji, ambulance desa juga

merupakan sarana yang mendukung proses kemitraan.

Penelitian yang serupa dilakukan oleh Yusriani dan amaliah Oktaviani

(2014) mengenai kemitraan antara bidan dan dukun malanak/paraji, membuktikan


79

bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan

kelancaran program kemitraan tersebut.

Penelitiaan lain yang dilakukan oleh Adriana Nara (2014) menemukan

bahwa ada hubungan antara akses pelayanan kesehatan dengan pemamfaatan

fasilitas persalinan oleh ibu hamil. Dimana kesulitan menjangkau fasilitas

kesehatan karena terbatasnya sarana transportasi membuat ibu memutuskan tidak

bersalin difasilitas kesehtan.

Dalam pelaksanaan kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan,

dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang juga merupakan prasyarat

keberhasilan pelaksanaan kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu

ada dalam pemberian pelayanan oleh bidan adalah puskesmas, pustu, poskesdes,

rumah tunggu kelahiran, posyandu, yang dilengkapi listrik dan air bersih.

Sedangkan sarana yang menunjang kemitraan diantaranya mobiler, alat kesehatan,

buku pegangan bidan dan dukun malanak/paraji, baju seragam dukun

malanak/paraji, peralatan P3K, media penyuluhan dan sarana transportasi

(Kemendagri,2014).

Fasilitas kesehatan yang dilengkapi oleh alat-alat persalinan yang sehat

dan tenaga yang berkompeten menjadi prasyarat utama dalam menangani

persalinan. Akan tetapi kelengkapan fasilitas kesehatan ini tidak menjamin

peningkatan rujukan persalinan oleh dukun malanak/paraji bila sulit diakses dan

dijangkau.
80

4.3.2. Karakteristik Partner

Karakteristik patner berpengaruh terhadap sebuah proses kemitraan

kualitas-kualitas personal seperti pengetahuan dan ketrampilan, motivasi, dan

persepsi mamfaat merupakan elemen dari karakteristik patner yang berpengaruh

terhadap sebuah proses kemitraan. Dalam penelitian ini. Peneliti menjabarkan

karakteristik ke dalam dua tema besar yaitu ketrampilan dan keahlian serta

motivasi.

4.3.2.1. Ketrampilan dan Keahlian

Ketrampilan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap partner sangat

berpengaruh terhadap pelaksanaan sebuah kemitraan. Berdasarkan wawancara

peneliti dengan bidan dan dukun malanak/paraji yang bermitra mengenai

ketrampilan mereka dalam membantu persalinan, sebagian besar mengatakan

bahwa kompetensi mereka sudah sangat memadai dalam hal membantu

persalinan. Berikut kutipan pernyataan dari para dukun malanak/paraji terkait

dengan ketrampilan bidan dalam hal menolong persalinan.

“Keterampilan menolong persalinan, Setiap saya mengantar ibu yang mau

untuk bersalin saya selalu mengamati dan mereka sangat pintar-pintar menolong

persalinan apalagi ditunjang oleh alat yang lengkap”

“Caro manolong simalelai, Sabe a o manelon ibuk singa mangida malelai

salalu u simak lakik siya sebu-sebu ne manolong singamalelai iya alek sa’a

nisokong alat singa lengkap.”

(wawancara mendalam, DK1)


81

“Ketrampilan menolong persalinan dan komunikasinya mereka itu bagus.

Kalau ada pertemuan di puskesmas saya selalu diajak ikut jadi pengalaman saya

bertambah makanya senang saya”

“ Caro manolong malelai alek sia marepon lakek de’enne, Nga alek pakat

ek puskesmas salalu a o daajak mae sa’a pangalaman o betemi mangko sa’a gera

a o.” (wawancara mendalam, DK1)

Sedangkan Pernyataan dari para bidan terkait dengan kompetensi para

dukun malanak/paraji, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Ketrampilan menjaga ibu hamil dari gangguan roh jahat, dan memberi air

minum yang sudah dibacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an, makanya masyarakat

disini sangat percaya pada dukun malanak/paraji masyarakat disini masih panggil

dukun malanak/paraji sebagai pendamping walaupun mereka sudah difasilitas

kesehatan melahirkan.”

“Caro manjago sifeselan tek gangguan roh jahek, alek mangeba uek dak

singang matu’aek dibaco ayat-ayat sucu Al-qur’an makone masyarakat ek ere

paleng sia picayo mek dokun malanak/paraji, masyarakat ek ere ngahai daongan

dokun malanak/paraji sabagai pandampeng ainaupon isira ngang sia dok

fasilitas kesehatan malelai.”

(wawancara mendalam, BD2)

“ Mereka hanya melakukan ritual/keagamaan dengan membaca ayat-ayat

suci Al- Qur’an lalu dikasih minum air putih saja supaya untuk meluncurkan

proses persalinan mereka, tidak pernah bertindak langsung dengan pasien tetapi
82

memberikan air putih yang sudah di do’a-do’a saja dengan istilah salusu yang

bertujuan untuk memperlancar proses kelahiran bayinya “

“isiraya singa dakarajokan adat-istiadat kaagamoan alek mambaco ayat-

ayat suci Al-Qur’an sa’a daba dainom uek odeng mawi supayo mamba

mamenang jalanne malelai isira, aduon sia nehu manolong lanjar mek singa

akoik tapi maba uek odeng singang diba rok’a-rok’a mawi alek istilah salusu

tujuanne mampelancar jalanne mangaktuhu anak neya.”

(wawancara mendalam BD2)

Berdasarkan pemaparan diatas, dukun malanak/paraji dan bidan saling

mengakui ketrampilan dan kelebihannya masing-masing dalam bermitra. Dukun

malanak/paraji mengakui bahwa para bidan memiliki pengetahuan dan

ketrampilan yang memadai dalam menolong persalinan melalui pendidikan formal

yang telah mereka tempuh. Hal inilah yang mendorong para dukun malanak/paraji

yang bermitra di Kabupaten Simeulue selalu merujuk ibu bersalin agar ditangani

oleh para bidan. Sementara itu pada bagian lain, para bidan mengakui bahwa

pengetahuan para dukun malanak/paraji terutama yang berkaitan dengan hal-hal

supranatural dan yang dipegang teguh oleh kepercayaan masyarakat tradisional

merupakan kualitas personal dari para dukun malanak/paraji yang sangat

diperlukan dalam kemitraan ini.

Kemitraan dibangun untuk memadukan ketrampilan dan keahlian serta

sumber daya yang lain untuk menangani suatu permasalahan. Pemetaan

ketrampilan dan keahlian ini akan memudahkan dalam pembagian peran dan tugas

dalam bermitra untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan


83

kegiatan. Dalam konteks kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan, dukun

malanak/paraji memiliki keahlian dalam hal supranatural dan budaya setempat,

sedangkan bidan memiliki keahlian dalam menangani persalinan sehingga kedua

ketrampilan ini dipadukan untuk menangani masalah persalinan..

Hendaknya keahlian dan ketrampilan ini dipahami oleh setiap anggota

mitra sesuai dengan landasan kemitraan yang menyebutkan bahwa para pihak

yang bermitra harus saling memahami kemampuan masing-masing dimana bidan

memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu

sedangkan dukun malanak/paraji memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat.

Masing-masing kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam

mendukung persalinan yang aman dan selamat bagi ibu.

4.3.2.2. Motivasi

Karakteristik partner yang lain adalah motivasi. Motivasi adalah suatu

dorongan dari dalam diri sesorang yang menyebabkan individu itu untuk

melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (Notoatmodjo,2012). Berdasarkan

wawancara, dukun malanak/paraji percaya bahwa bidan dapat menangani

persalinan dengan mudah berkat pengetahuan dan ketrampilan yang mereka

peroleh dari pendidikan formal. Dengan demikian, para dukun malanak/paraji

terdorong untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu para bidan

mempunyai persepsi bahwa para dukun malanak/paraji mempunyai hubungan

yang sangat dekat dengan ibu hamil dan masyarakat masih menaruh kepercayaan

yang begitu tinggi terhadap peran dukun malanak/paraji dalam menangani

persalinan.
84

Pengakuan dari para dukun malanak/paraji mengenai motivasi yang

mendorong mereka untuk bekerjasama dengan bidan dalam menangani persalinan.

Pernyataan dari dukun malanak/paraji dapat dilihat pada kutipan wawancara

berikut.

“Karena sekarang sudah keluarnya Peraturan Pemerintah Daerah

Kabupaten Simeulue Nomor 12 tahun 2013. setiap ibu hamil harus bersalin di

fasilitas kesehatan dan di tolong oleh bidan, Makanya saya setiap ada ibu hamil

yang akan bersalin saya selalu antar kefasilitas kesehatan (PUSTU) dan terlebih

dahulu melapor ke bidan. Masa sebelum adanya peraturan tersebut. saya ini

masih aktif menolong persalinan di rumah bila dipanggil oleh ibu yang mau

melahirkan saya bantu”

“Karano dumaar ngang kaluar Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten

Simeulue 12 taun 2013. Satiok sifeselan harus malelai ek fasilitas kesehatan sa’a

nitolong alek bidan, Makone dek o satiok alek sifeselan singang maida malelai

salalu u selon mek fasilitas kesehatan/PUSTU alek lanjar malapor mek bidan.

Maso fahai kaluar peraturan iya. Dek o ere ngahai teher a o manolog malelai ek

luma nga da ongan singa maida malelai u tolong”.

(wawancara mendalam, DK2)

“Sesudah adanya peraturan pemerintah daerah, saya turut senang, saya

diajak terus bekerjasama suka tidak suka harus saya ikut. Saya juga berfikir setiap

ibu yang mau melahirkan tidak selamanya lancar dalam persalinan sewaktu-

waktu terjadi kesulitan saya tidak bisa mengatasinya sendiri sudah ada bidan

memberi tindakan pertolongan pada ibu yang melahirkan”


85

“ Matuaik nga peraturan pamerintah daerah, Dek o ere torut a o gera,

daajak a o lanjar bekarajosamo gera bak gera harus u afen. Pekeran o satiok

singa maidah malelai adu salamone lancar ek bahak iya malelai, sawaktu-waktu

takeder sulet aduagak mangatasine mesa ngang alek bidan mangeba tindakan

manolong singa malelai iya.”

(wawancara mendalam DK2)

Pada pihak lainnya, para bidan mengatakan bahwa mereka bekerjasama

dengan para dukun malanak/paraji karena kepercayaan masyarakat yang masih

percaya terhadap para dukun malanak/paraji, berikut pernyataan para bidan

mengenai alasan mereka melakukan kerjasama dengan para dukun malanak/paraji.

“ Karena Sebagaian besar ibu hamil lebih percaya dukun malanak/paraji

untuk menolong persalinan, Nah dengan adanya kerjasama ini harapan kami

dukun malanak/paraji selalu mengantar mereka ke sini sehingga lebih banyak

yang melahirkan di fasilitas kesehatan”

“Karano sabagian gadang ibu hamil labih picayo dukun malanak/paraji

untuk manolong malahikan, dengan adonyo karajosamo ko harapan kami dukun

malanak/paraji salalu mangantekan urangtu kasiko sahinggo labih banyak yang

malahikan di fasilitas kesehatan”

(wawancara mendalam, BD3)

“Begini karena dukun malanak/paraji sangat dekat dengan mereka, Selama

ini mereka lebih sering periksa hamil ke dukun malank/paraji. Masyarakat lebih

dekat dengan dukun malanak/paraji dari pada petugas kesehatan, sehingga kami

mengajak dukun malanak/paraji bekerjasama sehingga dukun malanak/paraji


86

melaporkan ibu hamil baru dan mengantarkan ibu yang bersalin ke bidan/fasilitas

kesehatan.”

“Wi ere karano dokun malanak/paraji paleng aken mek isira salamo ere

isiraya paleng acok mepareso feselda mek dokun malanak/paraji. Masyarakat

lebinan sia aken mek dokun malanak/paraji dari pado mek petugas kesehatan,

sahinggo ma’i ajak dokun malanak/paraji bekarajosamo sahinggo sa’a dokun

malanak/paraji mangatuk ibuk singa feselan baro alek manelon ibuk singa

malelai mek bidan/fasilitas kesehatan.”

(wawancara mendalam,BD3)

Berdasarkan dari pemaparan data diatas, para dukun malanak/paraji di

kabupaten Simeulue bekerjasama dengan para bidan, karena para bidan mengajak

mereka untuk bekerjasama dalam menangani persalinan. Selanjutnya menurut

seorang dukun malanak/paraji, kerjasama ini mempermudah mereka dalam

menangani persalinan berkat pengetahuan dan ketrampilan khusus yang dimiliki

oleh para bidan. Dengan kata lain, para dukun malanak/paraji yakin dengan

kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan. Para dukun malanak/paraji

memandang pendidikan dan keterampilan para bidan sebagai motivasi yang

mendorong mereka untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu pada

bagian lain, para bidan di Kabupaten Simeulue juga melihat adanya kualitas

personal yang dimiliki para dukun malanak/paraji di kabupaten Simeulue.

Berdasarkan data diatas, dapat digambarkan bahwa kepercayaan masyarakat yang

tinggi terhadap para dukun malanak/paraji dan keberadaan dukun malanak/paraji


87

yang dekat dengan masyarakat, akhirnya mendorong para bidan untuk

bekerjasama dengan para dukun malanak/paraji.

Penelitian Anggorodi (2009) di Sulawesi tenggara dan Cirebon Jawa Barat

membuktikan bahwa peran dukun malanak/paraji di masyarakat masih cukup

signifikan. Hal ini terjadi karena besarnya kepercayaan masyarakat akan

pertolongan para dukun malanak/paraji. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun

malanak/paraji ini, hendaknya ditanggapi oleh para bidan untuk melakukan

kerjasama dengan para dukun malanak/paraji dalam menangani persalinan.[

Dalam pedoman kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan, dijelaskan

mengenai karakter bidan yaitu penegetahuan, ketrampilan muda dan miskin

pengalaman, sedangkan karakter dukun malanak/paraji adalah holistik, terpercaya,

diterima oleh masyarakat dan ada dimana-mana. Dengan demikian kemitraan

antara bidan dan dukun malanak/paraji sebenarnya dibangun di atas kualitas-

kualitas personal ini.

4.3.3. Relasi Antar Partner

Relasi antar partner dalam kemitraan antara bidan dengan dukun

malanak/paraji mencakup kepercayaan. Penghargaan dan konflik. Tingkat

kepercayaan yang tinggi antara partner menandakan baiknya relasi yang dibangun

antara mereka. Penghargaan antara partner juga menunjukan atau buruknya relasi

antara partner dalam bermitra. Demikian pun halnya dengan konflik dan

mekanisme penyelesaian konflik juga menandakan relasi antara bidan dan dukun

malanak/paraji dalam bermitra.


88

Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun malanak/paraji yang

bermitra di Kabupaten Simeulue. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa

sejauh ini relasi mereka dengan para bidan tidak mengalami persoalan. Bukti nya

mereka selalu mengantar pasien untuk di tangani oleh para bidan.Pernyataan para

dukun malanak/paraji terlihat pada kutipan berikut:

“Boleh buk bidan karena setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya

selalu antar kepustu dan kalau pun ada yang melahirkan dirumah saya akan

disuruh keluarganya untuk pergi lapor ke bidan.”

“Dai buk bidan karano satiok alek ibu hamil singa maida malaherkan

salalu u selon mek pustu dan kalau pun nga singa maida malaherkan ek luma O,

uruon keluarga ne malapor mek bidan.”

(wawancara mendalam,DK3)

“ Boleh buk bidan tidak pernah ada perbedaan pendapat karena saya

selaluh ikut apa yang merekah mintak. Kalau mereka suruh ini itu saya selalu ikut

seperti kalau merujuk ibuk hamil saya selalu di mintak ikut bersama bidan.”

“Dai buk bidan ado nehu nga perbedaan pandapek karano dek o salalu

malafen araya singa ra tidau. Kalau da ruon so’i so’ode dek o salalu malafen. Wi

maru kalau manelon ibuk hamil dek o salalu datidau malafen samo alek bidan”.

(wawancara mendalam, DK3)

“Boleh buk bidan saya ini biasa dipanggil kalau ada posyandu dan tidak

ada masalah dengan mereka”


89

“Dai buk bidan de’o ere biaso da ongan, kalau alek posyandu adou

masalah alek isira”

(wawancara mendalam,DK5)

Pengakuan yang sama juga diberikan oleh para dukun malanak/paraji

mengenai relasi mereka dengan para bidan sejauh ini. Pernyataan mereka dapat

dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Lumayan baik hanya ada satu dukun malanak/paraji yang belum berhasil

kerjasamanya padahal kami sudah memberikan perhatian yang lebih pada dia.

Kami sudah angkat dia jadi kader tapi sama saja tidak ada perubahan.”

“Lumayan mare’en alek mesa dukun malanak/paraji singa bahai berhasil

karajosamo alek ise , padohal jama’i ngang mamba paratian singa lebih mek ise,

ngang ya ma’i angkek manjadi kader tapi samo mang aduo perubahan”

(wawancara mendalam,DK4)

“Tidak pernah ada masalah, kalau yang bekerjasama dengan kami

semuanya baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu

antar ke kami.”

“Aduon pernah alek masalah, kalau singa karajosamo alek jama’i

masarek mare’en de’en mawi karano isira tiok alek singa maida masancal isira

salau manelon mek jama’i.

(wawancara mendalam, BD4)

Relasi yang terjalin dengan baik antara bidan dengan dukun

malanak/paraji ini terlibat dalam jawaban mereka bahwa sejauh ini mereka hampir

tidak pernah mengalami konflik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para


90

dukun malanak/paraji yang bermitra, mereka mengatakan bahwa sejauh ini tidak

ada konflik yang terjadi antara mereka dengan bidan, karena mereka sudah saling

memahami peran dan kompetensi masing-masing, Berikut adalah pernyataan para

dukun malanak/paraji terkait dengan relasi mereka dengan para bidan.

“ Tidak pernah ada masalah selama ini dengan bidan. Mereka semua baik-

baik saja kalau ada yang mau diruujuk, saya sering diminta ikut juga oleh bidan

di pustu itu orangnya baik-baik.”

“Aduon pernah alek masalah salamo ere alek bidan. Isira masarek

mare’en-de’en mawi kalau alek singa maida dirujuk, dek o sering datidauo

malafen maruo alek bidan, dok pustu atane baik-baik siya”

(wawancara mendalam,DK5)

“tidak pernah ada masalah karena saya selalu menuruti apa yang mereka

inginkan.”

“aduon pernah alek masalah karano dek o salalu malafen araya singa

rada.”

(wawancara mendalam,DK5)

“ Tidak pernah ada masalah, kalau posyandu saya biasanya ikut juga

dengan mereka.”

“Aduon pernah alek masalah, kalau posyandu dek o biasone malafen a’o”

(wawancara mendalam,DK5)

Pernyataan yang sama juga diberikan oleh para bidan terkait dengan relasi

mereka dengan para dukun malanak/paraji sejauh ini. Sebagian besar dari mereka

mengatakan bahwa sejauh ini antara mereka dengan para dukun malanak/paraji
91

tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan buruknya relasi antara mereka.

Berikut adalah pernyataan dari pada bidan mengenai relasi mereka dengan para

dukun malanak/paraji.

“ Tidak ada, sejauh ini tidak ada masalah semuanya baik-baik saja.”

“ Aduon nga tok dumaar alek masalah masarek mare’en-de’en mawi”

(wawancara mendalam,BD4)

“Tidak pernah ada masalah, Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya

baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu antar ke

bidan.”

“Aduon pernah nga masalah, kalau singa karajosamo alek jama’i

masarek mare’en-de’en mawi karano isiraya satiok alek singa maida masancal

salau daselon melk bidan”

(wawancara mendalam,BD4)

Relasi yang terjalin baik antara bidan dengan dukun malanak/paraji ini

juga terlihat dari rasa saling menghargai di antara mereka. Para dukun

malanak/paraji menghargai bidan sebagaiorang yang mempunyai kompetensi

formal dalam menolong persalinan, dan sebaliknya para bidan menghargai para

dukun malanak/paraji yang sudah berpengalaman dalam menolong persalinan.

Pernyataan pada dukun malanak/paraji dan bidan terlihat dalam kutipan

wawancara berikut:

“ Saya sangat menghargai mereka bu bidan. Bentuk penghargaan saya

kalau ada ibu hamil saya selalu antar ke pustu itu saja bentuk penghargaan saya.
92

Bu bidan tau kan kami yang di kampong ini tidak punya apa-apa untuk kasih

mereka.”

“Paleng siya uhargai bu bidan, bantuk ne siya uhargai alek singa hamil

salalu u selon mek pustu soiye mawi bantukne penghargaan o ya. Kan muillah

jama’i diak kampong ere ado sahuk singa-nga singa maiba mek isira”

(wawancara mendalam,DK1)

“Iya ibu kenapa tidak, Bagaimana kerjasama ini ke depannya kalau tidak

saling menghargai, Bentuk penghargaan saya terhadap mereka ya saya mengikuti

apa yang mereka inginkan itu saja ibu.”

“Dise ibuk anado aduon, ebeen karajosamo ere mek amon kalau akduon

saleng ita manghargoi, Bantok karajosamo o mek isira dek o ere malafen mawi

isira araya singa rada ibuk”

(wawancara mendalam,DK1)

“Saya menghargai mereka buktinya setiap kali kegiatan posyandu mereka

panggil saya selalu datang.”

“Dek o mangharagai isira buktine satiok siya mangida posyandu salalu

daongan ao salalu ao fesang ”

(wawancara mendalam, DK1)

“Iya kami menghargai mereka. Bentuk penghargaannya bila ada kegiatan

tingkat puskesmas kami selalu diundang mereka untuk hadir dan mereka

mendapatkan uang transport. Kalau untuk tingkat desa tidak ada hanya ucapan

terimakasih saja”
93

“ Dise jama’i manghargoi isira bantuk manghargoine asal alek kegiatan

tingkek puskesmas jama’i ere salalu maiundang siya sa’a isiraya mandapek siya

kepeng perjalanan. Nga tingkek desa ade ere dahan tarimokasih mawi”

(wawancara mendalam,BD1)

“Tidak ada penghargaan, Sekarang ini dana persalinan untuk petugas tidak

ada. Semua persalinan gratis jadi kami tidak ada uang untuk bayar dukun

malanak/paraji. Bentuk penghargaan lain juga tidak ada. Paling kami ngomong-

ngomong baik-baik saja dengan mereka karena komunikasi ini yang paling

penting.”

“Ade ere panghargoine dumaar ere biaya malaherkan mek petugas ade

ere. Masarek malaherkan gratis jadine ade ere kepeng mamayar dukun

malanak/paraji. Panghargo bukan ne ade ere maru, paleng ami marepon-repon

mareen-reen mawi alek isira karano depon ere singa paleng penting”

(wawancara mendalam,BD2)

Berdasarkan data diatas, kecendrungan dukun malanak/paraji dan bidan di

Wilayah Puskesmas Kabupaten Simeulue. mengakui bahwa sejauh ini relasi

antara dukun malanak/paraji dengan bidan berjalan dengan baik. Buktinya bahwa

para dukun malanak/paraji selalu bersedia untuk merujuk ibu hamil kepada bidan

bukan karena terpaksa tetapi karena mereka merasa dihargai dan diterima baik

oleh para bidan. Bukti dari relasi yang baik ini juga terlihat dari data penelitian di

atas bahwa sejauh ini antara bidan dengan dukun malanak/paraji di Wilayah

Puskesmas Kabupaten Simeulue. tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan

ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaannya dalam kemitraan ini. Relasi
94

yang baik ini juga terlihat dari adanya komitmen dari kedua belah pihak untuk

saling menghargai antara kedua belah pihak.

Penelitian dari yusriani dan Amalia Octaviani (2014) di kabupaten

Pangkep membuktikan bahwa ada koefisien relasi yang begitu kuat antara sikap

partner dengan proses berjalannya suatu kemitraan. Dalam penelitian ini kedua

peneliti ini mensyinyalir bahwa para bidan dan dukun malanak/paraji menaruh

rasa saling menghormati yang pada gilirannya memberi efek yang positif

terhadap kemitraan.

Dalam pedoman kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan, dijelaskan

beberapa landasan yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra, salah satu

dianatranya adalah saling menghargai. antara dukun malanak/paraji dengan bidan

sangat penting. Dukun malanak/paraji telah ada di masyarakat jauh sebelum

keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu kebidanan. Dukun malanak/paraji

perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan yang dimiliki dan

ditugaskan oleh pemerintah (Kemendagri,2014). Suatu persahabatan dapat

dikatakan sebagai persahabatan yang sejati apabila antara sahabat saling

menghargai. Demikian halnya dengan kemitraan, kemitraan akan berjalan dengan

baik apabila antara anggota mitra saling menghargai, seberapa kecilpun peran atau

kontribusi anggota suatu kemitraan, perlu dihargai oleh anggota mitra yang lain.

Oleh karena itu, para anggota suatu kemitraan harus saling menghargai.

4.3.4. Karakteristik Kemitraan

Karakteristik kemitraan bersinggungan erat dengan aspek-aspek organisasi

dalam suatu kemitraan. Dengan demikian, karakteristik kemitraan berarti


95

mencakup manajmen pembagian peran, komunikasi, pengambilan keputusan,

koordinasi dan komitmen sebagai anggota sebuah organisasi. Dalam konteks

kemitraan antara bidan dengan dukun malanak/paraji, karakteristik kemitraan

bersentuhan dengan soal pembagian peran antara bidan dengan dukun

malanak/paraji dalam membantu persalinan, komunikasi antara bidan dengan

dukun malanak/paraji yang terjadi dalam pertemuan yang sudah terjadwal dengan

baik, mekanisme koordinasi dalam merujuk pasien dan sejauh mana keduanya

berkomitmen untuk kepentingan kemitraan tersebut.

4.3.4.1. Pembagian Peran

Dalam konteks kemitraan dukun malanak/paraji dan bidan, manajmen

pembagian peran merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan

kemitraan, masing-masing pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus

dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan

para dukun malanak/paraji yang bermitra mereka mengatakan bahwa peran atau

tugas mereka dalam kemitraan ini adalah mengantar pasien ke pustu dan

membantu bidan dalam menolong persalinan seperti memijit, memberikan air

untuk diminum oleh ibu yang hendak bersalin. Berikut pernyataan dari para dukun

malanak/paraji:

“Kalau ada yang melahirkan saya antar ke pustu, sampai disana saya bantu

pijat-pijat dengan bantu memberikan air minum yang sudah dibacakan ayat-ayat

suci Al-Qur’an bila dibutuhkan ibu hamil sedangkan yang menolong persalinan

sampai selesai bidan. Nanti setelah selesai semua saya bantu bersih/lap ibu

bersalin. Itu saja yang saya kerjakan.”


96

“kalau nga singa malaherkan u selon mek pustu, lentuk do’i u orut-orut u

tolong ubah uek dak singa ubacokan ayat-ayat suci Al-Quran supayo maheya

tuhu anak neya nga nitidau singa malaherkan iya sedangkan singa manolong

malaherkan iya sampai matuaik bidan, Siuk maktuaik masarek baro u tolong

mambersihkan/mangelap singa malaherkan iya. Soiye mawi singa u karajokan

iya”

(wawancara mendalam, DK2)

“Kami sama-sama menunggu, Kalau di rumah sakit saya tidak ikut

campur, kalau dipustu di sini saya biasanya memberi tahu ibu pada saat proses

persalinan dengan cara mengelus-elus perut ibu sambil berzikir untuk mengurangi

rasa sakit dan nyeri memberikan air minum yang sudah di bacakan ayat-ayat suci

Al-Qur’an dan berdo’a supaya kelahiran bayinya cepat dan selama.”

“ Jama’i ere samo-samo mai faal, Kalau ek luma sakit dek o ere ado u

campuri, kalau ek pustu ek ere dek o biaso ne mangatu’an mek singa malaherkan

iya beteng saat malelai iya u salai-salai besel ne ya alek a’o berzikir supayo

mangurangi sekoik ne ya, u ba uek dak singang utawar alek ayat-ayat suci Al-

Qur’an, alek ma rok’a supayo maheya tuhu anak ne ya dan salamat bilok alek

lohan”

(wawancara mendalam,DK2)

“Saya kasih air minum dan melihat mereka menolong persalinan,

Terkadang ada bidan yang menyuruh saya keluar maka saya keluar dan mengintip

dari jendela saja.”


97

“ U ba uek dak saa uenak siya manolong masancal iya kadang-kadang

alek bidan singa maruon dek o kaluar saa kaluar a o saa usehe tek jandela mawi”

(wawancara mendalam,DK3)

Sementara itu para bidan menangani secara penuh proses persalinan,

Pernyataan para bidan mengenai tugas mereka dalam membantu proses persalinan

terlihat dalam kutipan wawancara berikut.

“Kami biasanya yang menolong persalinan sedangkan dukun

malanak/paraji membantu memberikan air minum yang sudah di bacakan ayat-

ayat suci Al-Qur’an, mengelus-elus perut ibu hamil sambil berzikir dan kadang

kami minta mereka untuk menyiapkan susu untuk ibu hamil.”

“Jama’i biasone singa manolong malaherkan iya sadangkan dukun

malanak/paraji manolong mamba uek dak singang nibaco ayat-ayat suci Al-

Qur”an, manalai-nalai besel singa malaherkan iya alek iya berzikir. Kadang-

kadang maru mai ruon siya mangade’en susu mek singa malaherkan iya”

(wawancara mendalam,BD3)

“Dukun malanak/paraji benar-banar hanya mendampingi saja. Semua

tindakan bidan yang melakukan, mereka hanya mendampingi.”

“Dukun malanak/paraji molo pendampeng mawi masarek karajo

manolong lalaherkan iya bidan masarek isira dukun malanak/paraji iya

mandampingi mawi”

(wawancara mendalam, BD3)

Prinsipnya dalam sebuah kemitraan, pembagian peran harus juga

mempertimbangkan kompetensi masing-masing partner dan setiap partner harus


98

menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berkaitan dengan

pembagian peran antara bidan dengan dukun malanak/paraji yang bermitra di

Wilayah Puskesmas Kabupaten Simeulue, mereka berpendapat bahwa pembagian

peran yang sudah mereka jalankan selama ini sudah sesuai dengan kompetensi

mereka masing-masing. Pernyataan para dukun malanak/paraji terkait dengan

pembagian peran mereka selama ini. Dapat di lihat pada kutipan wawancara

berikut:

“Sudah sesuai bu bidan karena mereka sekolah khusus untuk menolong

persalinan sedangkan saya hanya berdasarkan pengalaman saja. Tidak ada

dokumen tertulis. yang paling saya bantu pijit dan kasih minum bila dibutuhkan.”

“Ngang sasuai ibuk bidan karano isiraya sekolah da khusus manolong

malaherkan mawi sadangkan jama’i ya berdasarkan pangalaman mawi. Ade ere

perjanjian singa ditules. Paleng u tolong mangurut urut alek mamba uek dak nga

nitidau”

(wawancara mendalam,DK4)

“Sudah sesuai ibu karena saya serahkan sepenuhnya kepada bu bidan.

Tidak tertulis di buku mengenai pembagian tugas kami.”

“Ngang sasuai ibuk bidan karano masarek karajo u serahkan mek dio ibu

bidan karano ado ere surat tatulis masalah tugas ma’i”

(wawancara mendalam,DK4)

“Iya bu bidan sudah sesuai karena biasanya saya antar ke puskesmas kalau

ibu hamilnya yang minta melahirkan di puskesmas tapi kalau tidak saya tolong

disini saja.”
99

“Dise buk bidan ngang sasuai karano biasone u selon mek puskesmas alek

singa feselan singa manidau masancal mek puskesmas tapi kalu akduon u tolong

ek ere mawi”

(wawancara mendalam,DK4)

Sedangkan persepsi para bidan terkait dengan pembagian peran dengan

para dukun malanak/paraji dalam kemitraan yang telah berjalan selama ini, dapat

dilihat pada pernyataan mereka sebagai berikut:

“Sudah karena petugas kesehatan punya tanggungjawab untuk menolong

persalinan. Kami tidak punya dokumen tertulis paling kami jalankan seperti biasa

saja selama ini.”

“Ngang karano petugas kesehatan molo tanggungjawab da manolong

singa malelai iya jama’i ere ado ami surat singa tatules paleng mai jalankan

mawi wi tek salamone iye.”

(wawancara mendalam,DK5)

“ Sudah sesuai, Kalau dukun malanak/paraji hanya sebatas memberikan air

minum saja yang sudah di bacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an sedangkan semua

tindakan bidan yang punya tanggungjawab. Tidak ada dokumen tertulis.”

“Ngang sasuai, kalau dukun malanak/paraji sabatas mamba uek dak

mawi singang di baco ayat-ayat suci Al-Qur’an sadangkan masarek tindakan

bidan singa tanggungjawab. Ade ere surat singa ditules”

(wawancara mendalam,DK5)
100

Pembagian peran selama ini yang dirasa oleh para dukun malanak/paraji

dan bidan sudah berjalan baik. Dinilai sangat mendukung proses kemitraan

mereka selanjutnya. Berikut pernyataan mereka:

“Iya bu bidan sudah mendukung kami ini tinggal ikut saja apa yang bidan

suruh.”

“Dise buk bidan ngang mai dukung jama’i ere malafen mawi araya singa

di ruon”

(wawancara mendalam,DK5)

“Sangat mendukung ibu, melakukan ritual/keagamaan seperti membaca

do’a do’a ayat suci Al-qur ‘an untuk menjaga ibu hamil dari gangguan-gangguan,

itu yang bisa kami bantu, Kalau menolong persalinan itu tanggung jawab bu

bidan. Jadi saling melengkapi.”

“Molo teher didukung ibuk bidan, mangeba adat kebiasaan wi mambaco

do’a-do’a ayat suci Al-qur’an supayo manjago ibu singa beteng mangandung tek

gangguan-gangguan, soiye singa dai mai ba manolong, nga manolong

malaherkan kan iya so ede tanggungjawab buk bidan. Saa samo malengkapi”

(wawancara mendalam,DK5)

“Sudah mendukung bu bidan, tetapi kadang kalau saya ke puskesmas

bidan menyuruh saya keluar dari ruang bersalin.”

“Ngang mandukung buk bidan, tapi kadang nga a o mek puskesmas bidan

iya niruon a’o kaluar tek ruangan bersalen”

(wawancara mendalam,DK4)
101

“Ya mendukung, Sebenarnya dari segi ilmu kesehatan yang paling penting

kan petolongan persalinannya, Untuk jaga badan dari roh jahat dan lain-lain tidak

terlalu penting hanya karena masyarakat saja yang percaya. “

“Singa mandukung sebenar ne tek segi ilmu kesehatan singa paleng

penteng kan manolong singa malelai, Singa manjago gangguan roh jahat alek

bukan-bukan ne iye ado penting laon karano masyarakat mawi singa te picayo”

(wawancara mendalam, BD)

Hasil penelitian menunjukan bahwa selama ini para dukun malanak/paraji

umumnya berperan dalam aspek non teknis kesehatan. Dengan kata lain, para

dukun malanak/paraji bertugas mendampingi ibu bersalin dan menolong bidan

dalam hal menangani persalinan. Para dukun malanak/paraji berperan dalam

memberi air, memijit ibu bersalin dan juga menangani hal-hal yang berkaitan

dengan dengan keyakinan budaya setempat. Sedangkan bidan berperan dalam

aspek teknis kesehatan.

Selanjutnya dukun malanak/paraji dan bidan yang bermitra umumnya

tidak menyatakan keberatan terkait dengan pembagian peran ini. Hal ini tampak

dari pengakuan dukun malanak/paraji yang cenderung mengatakan bahwa selama

ini tugas mereka hanyalah merujuk ibu hamil, sedangkan yang dominan berperan

dalam menangani persalinan adalah bidan. Para dukun malanak/paraji juga

memberikan pengakuan bahwa pembagian peran yang terjadi selama ini, sudah

sangat mendukung kemitraan. Para bidan juga memberikan pengakuan yang

serupa berkaitan dengan pembagian peran ini. Menurut para bidan pembagian

peran antara mereka dengan dukun malanak/paraji yang sudah berjalan selama ini
102

sudah sesuai dengan apa yang digariskan dalam pedoman kemitraan antara bidan

dengan dukun malanak/paraji, di mana bidan merupakan penanggung jawab

penuh dalam menangani persalinan, Namun pembagian peran ini tidak tertulis

dalam dokumen yang resmi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Budiyono dkk,(2011). Di puskesmas Mranggen Kabupaten Demak menjelaskan

bahwa peran dukun malanak/paraji hanya sebatas melakukan pemijatan saja

sedangkan yang menolong persalinan adalah bidan. Penelitian lain juga dilakukan

oleh Metti dan Rosmadewi,(2012). Bahwa dukun malanak/paraji adalah sudah

mengetahui peran mereka tidak lagi menolong persalinan melainkan membantu

bidan dalam merawat ibu dan bayi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembagian peran dalam kemitraan

bidan dan dukun malanak/paraji di wilayah puskesmas dalam Kabupaten

Simeulue sudah mengikuti apa yang ditegaskan departemen kesehatan yaitu

bahwa tugas dukun malanak/paraji bukan lagi sebagai penolong utama dalam

persalinan tetapi hanya mendampingi bidan dan ibu hamil dalam persalinan.

Dalam pedoman, peran bidan dan dukun malanak/paraji dalam

pelaksanaan kemitraan telah dibagi sejak periode kehamilan, persalinan dan nifas.

bidan dan dukun hendaknya saling memahami kedudukan tugas dan fungsi dalam

bermitra, dimana bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu

persalinan ibu hamil. dukun tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu

persalinan secara langsung melainkan mendorong agar proses rujukan ibu bayi

hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih (Kemendagri,2014). Dalam


103

proses alih peran dan pembagian tugas antara dukun malanak/paraji dan bidan

dalam pertolongan persalinan, perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin

antara mereka. Mekipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi

ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam

nota kesepakatan) yaitu mekanisme rujukan kasus persalinan dan pembagian

biaya persalinan (Depkes,2008).

Pembagian peran atau tugas dukun malanak/paraji dan bidan dalam

persalinan sudah jelas walaupun tidak ada dokumen tertulis. Masing-masing pihak

diharapkan dalam melaksanakan perannya dengan baik sehingga persalinan dapat

ditangani dan kematian ibu dan bayi akibat persalinan dapat ditekan.

4.3.4.2. Komunikasi

Komunikasi antara partner adalah hal yang sangat penting di dalam sebuah

kemitraan. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun malanak/paraji,

komunikasi antara keduanya adalah sesuatu hal yang perlu untuk kepentingan

kemitraan. Sebagai sebuah organisasi, maka komunikasi antara bidan dengan

dukun malanak/paraji di upayahkan agar terjadwal dengan baik seperti pertemuan

bulanan atau tahunan.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun malanak/paraji dan bidan

yang bermitra, mereka tidak pernah mengadakan pertemuan ditingkat

desa/kelurahan tetapi untuk tingkat kecamatan pernah dilaksanakan beberapa kali.

Berikut adalah pernyataan para dukun malanak/paraji.

“Kalau dengan bidan tidak pernah ada pertemuan. Paling dulu dokter dari

puskesmas datang dan kami kumpul di puskesmas membahas masalah persalinan


104

di rumah dan dulu juga pernah ada paratamuan dengan dokter tapi saya tidak

ikut.”

“Nga alek bidan ado nehu nga paratamuan, nehu inang ere alek dokter

tek puskesmas fesang, saa makleko ami ek puskesmas mamfakati hal malelai ek

luma nang ere maru nga alek paratamuan alek dokter tapi fa ado nga a o

malafen”

(wawancara mendalam,DK1)

“Kalau dengan bidan yang disini tidak pernah tetapi kalau di Dinas

Kesehatan Kabupaten Simeulue pernah diundang 1 kali ibu. Bila ada pertemuan

saya biasanya pergi dengan bidan 1 kali di puskesmas kami di beri pengarahan

mengenai menolong persalinan. Setiap ibu hamil harus bersalin di fasilitas

kesehatan jangan paksa untuk tolong sendiri di rumah, nanti kalau ada

perdarahan berbahaya, Biasanya kalau ada pertemuan saya diberikan transportasi

ibu.”

“Nga alek bidan singa e ere ado nehu tapi nga ek Dinas Kesehatan

Kabupaten Simeulue nehu da undang sakali ibuk. Nga alek paratamuan dek o

biaso ne mae alek bidan sakali mek puskesmas. Ami di ba pengarahan bahak hal

manolong malelai. Satiok singa feselan harus malelai ek fasilitas kesehatan aefak

dipakso manolong mesa-mesa ek lumah, karano edong alek sidang bela bahayo.

Biaso ne nga alek paratamuan di ba mek dek o kepeng perjalanan ibuk.”

(wawancara mendalam,DK1)

“Pernah saya diundang kepuskesmas dapat pengarahan tentang persalinan.

Dokter bilang kalau ada yang melahirkan harus melahirkan di fasilitas kesehatan
105

jangan paksa untuk bersalin di rumah, dua kali saya di undang dari Dinkes dan

Puskesmas dapat pengarahan dari petugas penanggungung jawab kesehatan ibu

dan anak, baik dari dinkes maupun puskesmas tentang persalinan.”

“Nehu a o da undang mek puskesmas alek pandangan ek bahak hal

malelai dokter mangahan edong nga singa malelai harus mek malelai ek fasilitas

kesehatan aefak di pakso manolong malelai ek luma, doholi a o da undang tek

Dinas Kesehatan alek Puskesmas dapek pandangan tek petugas singa

bertanggungjawab kesehatan ibu alek anak.ai nau tek dinas kesehatan ai nau tek

puskesmas bahak hal malelai.”

(wawancara mendalam,DK1)

Pernyataan para bidan dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Kalau pertemuan rutin tingkat desa tidak ada. Pertemuan biasanya untuk

tingkat puskesmas dilakukan setiap akhir tahun untuk membahas hal apa saja yang

dilakukan dukun malanak/paraji dan bidan. Tidak semua dukun malanak/paraji

diundang paling hanya satu sampai dua orang saja.”

“Nga maleku-leku sabe ek bak desa ade ere. Maleku-leku biasone ek

tingkek puskesmas nikarajokan satiok akhir tahun mek mambahas hal araya singa

dikarajokan dukun malanak/paraji alek bidan. Aduon masarek dukun

malanak/paraji da undang paleng mawi mesa sampai daro mawi”.

(wawancara mendalam,BD2)

“Kalau pertemuan rutin tidak ada. Paling setahun sekali ada semacam

pelatihan atau pengarahan pada dukun malanak/paraji. Yang dibahas mengenai

persalinan yang tidak boleh ditolong dukun malanak/paraji. Dukun malanak/paraji


106

hanya sebatas mendampingi, mengajak pasien dan mengantar pasien ke pustu atau

puskesmas.”

“Nga mufakat sabe ado nehu, Paleng sataun sahuli wi singa beguru ya

afa’i wi arahan iya mawi mek dukun malanak/paraji, singa dibahas masalah

malelai ado raik ni tolong dukun malanak/paraji. Dukun malanak/paraji sabatas

mandampingi mawi maongan singa akoik alek manelon singa akoik mek pustu

alek mek puskesmas”

(wawancara mendalam,BD2)

Komunikasi yang dimaksudkan dalam konteks kemitraan ini adalah

frekuensi pertemuan yang dilakukan oleh para bidan dengan dukun malanak/paraji

di tingkat desa, kecamatan, ataupun juga kabupaten. Berdasarka data diatas, jelas

terlihat bahwa menurut para dukun malanak/paraji selama ini mereka kurang

bahkan tidak pernah melakukan pertemuan dengan para dukun malanak/paraji di

tingkat desa. Para dukun malanak/paraji hanya melakukan pertemuan dengan

bidan dan dokter di tingkat puskesmas, Dalam pertemuan ini, para dukun

malanak/paraji selalu diingatkan akan pentingnya penanganan persalinan oleh

tenaga professional kesehatan yaitu bidan. Pengakuan yang sama juga di utarakan

oleh para bidan yaitu bahwa selama ini tidak pernah diadakan pertemuan rutin

tingkat desa tetapi hanya diadakan pertemuan tingkat puskesmas pada akhir tahun

yang membahas tentang kerjasama antara dukun malanak/paraji dengan bidan

selama tahun itu.

Penelitian yang dilakukan oleh Dedik dkk (2005) mengenai kemitraan

bidan dan dukun malanak/paraji di Kabupaten Trenggalek, Jawa timur


107

menganjurkan saran bahwa dukun malanak/paraji perlu diberikan wawasan dan

pengetahuan dalam bidang kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir, terutama juga

tentang tanda bahaya pada kehamilan, persalinan, dan nifas, serta Persiapan yang

harus dilakukan oleh keluarga dalam menyongsong kelahiran bayi, Penelitian lain

yang dilakukan oleh Budiyono dkk, (2011). Mengungkapkan bahwa bidan desa

kurang bisa diterima oleh dukun malanak/paraji karena faktor komunikasi dan

pendekatan yang kurang intensif.

Terhentinya atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi

karena terhambatnya saluran komunikasi diantara anggota organisasi. Demikian

pula dalam kemitraan, diperlukan komunikasi yang efektif diantara anggota mitra.

Salah satu saluran komunikasi diantara mitra adalah adanya pertemuan atau rapat

rutin kemitraan. Pertemuan rutin dan terjadwal antar mitra sangat diperlukan

untuk mengetahui perkembangan kemitraan. Sehingga apabila ditemukan masalah

di lapangan, maka dapat secara langsung dilakukan langkah-langkah penanganan

yang cepat dan tepat.

4.3.4.3. Koordinasi

Kemitraan sebagai suatu organisasi tentunya menuntut fungsi koordinasi

yang jelas antara pimpinan dengan bawahan atau antara sesama bawahan terkait

dengan pelaksanaan tugas. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun

malanak , bidan tentunya harus senantiasa berkoordinasi dengan dukun

malanak/paraji dalam hal merujuk pasien misalnya.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan para bidan dukun malanak/paraji,

sebagaian besar dari mereka menjawab bahwa selama ini bidan yang berinisiatif
108

untuk menghubungi para dukun malanak/paraji dan posyandu adalah kesempatan

yang sering kali digunakan oleh para bidan untuk berkoordinasi dengan para

dukun malanak/paraji. Pernyataan dari pada bidan mengenai fungsi koordinasi

dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Koordinasi lewat posyandu dan bila bertemu secara tidak sengaja di jalan.

Bila ada posyandu saya terkadang ikut akan tetapi bila tidak ibu hamilnya sendiri

yang melaporkan. Biasanya juga saat posyandu bidan langsung menanyakan pada

ibu hamil .”

“Mufakat beteng posyandu saa mancikbuha ado sangajo ek dalan, nga

beteng posyandu mae a o maru tapi nga aduon ado a o ma e ibuk singa feselan

iya mawi malaporkan. Biasone maru beteng posyandu bidan langsung manutoan

mek ibuk hamil iya”

(wawancara mendalam,DK3)

“Koordinasinya ibu lewat posyandu, Saya biasanya menyuruh ibu hamil

untuk selalu ikut posyandu, Kalau koordinasi langsung dengan bidan tidak pernah

karena kami hanya ketemu bila ada yang bersalin.”

“Mufakatne ibuk malalui posyandu, dek o biasone maruon ibuk hamil

salalu mae mek posyandu. Nga mufakat langsung alek bidan ado nehu karano

ami mancikbuha engkan nga singa malelai”

(wawancara mendalam DK3)

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para dukun malanak/paraji

dalam kutipan wawancara berikut:


109

“Koordinasi melalui posyandu karena terkadang kami (dukun

malanak/paraji) mengundang mereka untuk datang ke posyandu dan juga apabila

secara tidak sengaja bertemu di jalan biasanya kami Tanya mungkin ada lagi ibu

yang hamil. Kadang mereka yang Tanya “ Ibu bagaimana dengan ibu A apa dia

sudah pergi periksa ke ibu karena disini ibu hamil lebih sering ke dukun.”

“Mufakat morok posyandu karano kadang jama’i (dukun malanak/paraji)

maundang isira besang mek posyandu dan maru mancikbuha ado sangajo ek

dalan biasone ma’i totok kadang ngahai ibuk singa tot feselan. Kadang maru

isira mawi manutok ebeen alek ibuk sipulan ede araya ngang iya pareso mek

dio ibuk, karano ibuk singa tot feselan lebihnan sia sereng pareso mek dukun

malanak/paraji”

(wawancara mendalam.DK4)

“Kalau kami punya di kantor bagi per wilayah posyandu, Setiap posyandu

ada penanggung jawabnya. Kalau posyandu harus pendekatan dengan dukun

malanak/paraji di tanya mungkin ada yang mau mengurut sama dukun

malanak/paraji jadi dari situ kami tau ibu hamil.”

“Nga jama’i inambo kantor di bagi perwilayah posyandu, satiok posyandu

nga penanggung jawab ne, nga posyandu harus aken alek dukun malanak/paraji

ditotok araya nga singa mangida mangurut alek dukun malanak/paraji, jadine ek

ede dila singa tot feselan”

(wawancara mendalam BD4)

Selanjutnya para dukun malanak/paraji dan bidan mengatakan bahwa

fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membantu proses
110

kemitraan antar kedua belah pihak. Misalnya para dukun malanak/paraji

mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang tampak di mana semua

ibu hamil bisa terdata dengan baik oleh bidan. Dan para dukun malanak/paraji

menganjurkan para bidan untuk mengikuti posyandu.

Pernyataan para dukun malanak/paraji terkait, dengan fungsi koordinasi

yang telah mereka jalankan selama ini dalam hubungannya dengan kemitraan,

dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“ Sudah cukup bu bidan dari pada saya harus kepustu untuk melaporkan

semua ibu hamil. Cukup pada saat mengantarkan mereka untuk melahirkan saya

bertemu bidan. Tetapi bila ada yang bersalin pada malam hari di rumah maka

keesokan harinya saya menyuruh suaminya untuk melaporkan kelahiran ini di

bidan agar mereka tahu”

“Ngang cokup bu bidan dari pado a o mek pustu me malaporkan masarek

ibu singa tot feselan, cokup mawi saat ne manelon me malelai mancikbuha alek

dio bidan. Tapi nga alek singa malelai tengah bengi ek luma deman me lafek di

ruon lae ne mangatuk an ngang iya malelai mek dio bidan supayo mu illah “

(wawancara mendalam,DK5)

“Sudah cukup ibu karena ada posyandu juga, jadi semua ibu hamil bisa

terdata oleh bidan. Memang selama ini semua ibu hamil yang datang untuk pijit

ke rumah selalu saya suruh untuk ikut posyandu.”

“Ngang cokup ibuk karano alek posyandu maru, jadine masarek singa

feselan dai nidata bidan, Memang ba salamo ne iye masarek singa feselan singa

fesang besang sia mek luma memangorot saa u ruon si ya mek posyandu”
111

(wawancara mendalam,DK5)

Para bidan juga melontarkan pengakuan yang sama mengenai fungsi

koordinasi yang telah dijalankan selama ini. Bidan menambahkan bahwa fungsi

koordinasi selama ini

Juga didukung oleh para dukun malanak/paraji yang aktif. Berikut adalah

pernyataan dari para bidan:

“Ya sudah baik karena dukunnya juga sangat aktif hanya yang di wilayah

puskesmas teupah barat yang masih kurang kalau di wilayah puskesmas lain

sudah berjalan.”

“ Dai ngang mare’en karano dukunne maru molo teher aktif , singa dol

ek wilayah puskesmas teupah barat singa ngahai kurang, kalau singa wilayah

puskesmas bukanne ngang mare’en ngang berjalan”

(wawancara mendalam,BD5)

“Sudah sangat baik karna bidan sudah punya wilayah tanggung jawab masing-

masing. Jadi bidan yang koordinasi di wilayahnya masing-masing bidan tersebut

yang bertanggung jawab penuh untuk wilayahnya.”

“ Ngang sangat mare’en karano bidan ngang alek wilayah tanggung jawab

maseng-maseng jadine bidan singa koordinasi ek wilayahne maseng-maseng

bidan iya singa bertanggung jawab manno mek wilayah ne”

(wawancara mendalam,BD5)

Sebagai suatu organisasi, kemitraan antara bidan dan dukun

malanak/paraji juga memerlukan adanya fungsi koordinasi yang tertata dengan

teratur.Terkait dengan fungsi koordinasi, sebagian besar dukun malanak/paraji


112

dan bidan yang bermitra di Wilayah Puskesmas Kabupaten Simeulue mengatakan

bahwa selama ini mereka berkoordinasi melalui posyandu. Terkadang juga

koordinasi antara bidan dengan dukun malanak/paraji terjadi secara informal,

seperti ketika berjumpa di jalan. Dari data ini dapat dikatakan bahwa selama ini

fungsi koordinasi antara bidan dengan dukun malanak/paraji yang bermitra di

Wilayah Puskesmas Kabupaten Simeulue hanya bersifat momental bahkan

incidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan jelas.

Hingga saat ini para dukun malanak/paraji dan bidan merasa bahwa fungsi

koordinasi yang berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang

bidan misalnya mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang baik

untuk mendata semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami

adalah mendata ibu hamil yang tidak datang posyandu. Dalam hal ini koordinasi

yang tertata rapi an teratur antara bidan dengan dukun malanak/paraji bisa

mengatasi persoalan ini.

Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun malanak/paraji

merupakan langkah untuk optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-

masing. Koordinasi di definisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam

suatu kerjasama organisasi dan merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang

terpisah dalam suatu kerjasama organisasi untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi di butuhkan sekali dalam suatu kerjasama

sebab tanpa koordinasi akan tidak mempunyai pegangan[ mana yang harus diikuti,

yang akhirnya akan merugikan kerjasama itu sendiri.


113

Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh

kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi

seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama dalam pekerjaan

lebih yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan

terlebih dahulu, juga bagi kerjasama yang menerapkan tujuan yang optimal. Oleh

karena itu fungsi koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan

suatu keharusan.

4.3.4.4. Pengambilan Keputusan

Dalam organisasi kemitraan, pembagian wewenang dalam pengambilan

keputusan adalah suatu hal yang penting, mengingat hal ini rentan menimbulkan

konflik jika tidak diorganisir dengan baik. Dengan demikian, pengambilan

keputusan harus tertuang dalam kesepakatan tertulis. Dalam konteks kemitraan

bidan dengan dukun malanak/paraji, pengambilan keputusan terjadi ketika

menangani persalinan.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun malanak/paraji dan

bidan yang bermitra, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa yang

berperan besar dalam mengambil keputusan ketika menangani persalinan adalah

para bidan. Sedangkan para dukun malanak/paraji umumnya mengikuti apa yang

diinstruksikan oleh para bidan.

Pernyataan para dukun malanak/paraji mengenai pengambilan keputusan

dalam menangani persalinan, dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut:


114

“Yang ambil keputusan adalah bidan, Saya sebagai dukun malanak/paraji

hanya mengikuti dan mendampingi saja. Jika mereka bilang harus rujuk saya

hanya menemani saat merujuk saja.”

“ Singa mangabek keputusan bidan, Dek o sebagai dukun malanak/paraji

malafen mawi, Nga dahan di selon u ale ya mawi”

(wawancara mendalam,DK1)

“Keputusan biasanya diambil oleh bidan, Kami tinggal menjalankan dan

mengikuti saja, Apakah bidan menyuruh untuk merujuk maka kami ikut

merujuk.”

“Keputusan biasone singa mangabek ne bidan, Jama’i ere manjalankan

alek malafen mawi, Arayakah bidan maruon memanelon makone mai selen”

(wawancara mendalam DK1)

“Untuk ibu hamil yang bersalin di bidan, mereka yang mengambil

keputusan, Tetapi kalau saya yang tolong sendiri kalau ada kesulitan maka saya

yang mengambil keputusan untuk merujuk kepuskesmas.”

“Mek ibuk feselan singa malaherkan mek bidan isira singa mangabek

kaputusan, tapi kalau dek o singa manolong mesa nga alek singa mangol mako

dek o singa mangabek kaputusan ne mek manelon mek puskesmas.”

(wawancara mendalam,DK3)

Sedangkan pernyataan dari pada bidan dapat dilihat pada kutipan

wawancara berikut:
115

“ Selama ini tidak ada, Paling kami bidan saja yang mengambil keputusan

untuk semua partus Dukun malanak/paraji tinggal ikut saja apa yang kami

putuskan,”

“ Salamo ere ade ere, Paleng jama’i bidan mawi singa mangabek

kaputusan mek masarek malaherkan, Dokun malanak/paraji malafen mawi araya

singa ma’i potuskan.

(wawancara mendalam,BD3)

“Bidan yang ambil keputusan pokoknya dukun malanak/paraji benar-benar

mendampingi. Mau ambil tindakan apa semua bidan, dan tidak ada dokumen

tertulis . Kalau sudah di pustu bidan yang punya tanggung jawab.”

“ Bidan singa mangabek kapotusan pokokne dokun malanak/paraji molo-

molo malafen. Kalau ngang dok pustu ede bidan singa inambo tanggungjawab”

(Wawancara mendalam,BD3)

Bertolak dari pemaparan isi diatas, dalam kemitraan bidan dan dukun

malanak/paraji diwilayah Puskesmas dalam Kabupaten Simeulue, bidan

memegang peranan yang penting dalam mengambil keputusan ketika menangani

persalinan, Para dukun malanak/paraji mengatakan bahwa mereka tinggal

mengikuti apa yang diperintahkan oleh bidan dalam menolong persalinan.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para bidan. Yaitu bahwa merekalah

yang memegang kendali untuk mengambil keputusan ketika menangani

persalinan. Berkaitan dengan wewenang mengambil keputusan yang telah berjalan

selama ini, dukun malanak/paraji cenderung mengatakan bahwa itu sudah tepat,

karena penanganan persalinan merupakan tugas pokok dari pada bidan, sedangkan
116

para dukun malanak/paraji, hanya bertugas untuk mendampingi ibu hamil. Hal

yang sama juga disampaikan oleh bidan. Hingga saat in, tidak ada dokumen

tertulis yang berisi tentang wewenang mengambil keputusan dalam kemitraan

antara bidan dan dukun malanak/paraji di wilayah Puskesmas Kabupaten

Simeulue.

Tidak terlibatnya dukun malanak/paraji dalam proses pengambilan

keputusan tentu berpotensi terjadinya konflik pribadi bagi para dukun

malanak/paraji karena pada dasarnya setiap orang yang terlibat dalam suatu

kemitraan pasti menginginkan agar dilibatkan dalam proses pengambilan

keputusan. Dalam Notoatmodjo, (2010). Dijelaskan bahwa setiap individu atau

organisasi apabila sudah bersedia menjalin kemitraan, maka kedudukan mereka

setara atau sama tingkatnya sehingga tidak ada anggota mitra yang memaksakan

kehendak karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.

Demikian pula dalam pengambilan keputusan, masing-masing anggota

mempunyai hak dan suara yang sama. Sikap dukun malanak/paraji yang

cenderung hanya mengikuti apa yang diputuskan bidan dan tidak

mempermasalahkannya mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan yang

rendah. Individu dengan tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya lebih

cepat menerima dan mengikuti pengaruh dari luar khususnya dari orang yang

dipandang lebih tinggi dari mereka. Faktor lain juga karena dukun malanak/paraji

tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prinsip-prinsip kemitraan.


117

4.3.4.5. Komitmen

Komitmen anggota adalah suatu hal yang sangat penting dalam

membangun hidup berorganisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan

dukun malanak/paraji, komitmen dari bidan dan dukun malanak/paraji dalam

bermitra merupakan suatu syarat utama agar kemitraan ini terus berjalan dengan

baik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun malanak/paraji dan

bidan yang bermitra, umumnya mereka mengatakan berkomitmen penuh untuk

terus menjalankan kemitraan ini. Para dukun malanak/paraji mengatakan bahwa

untuk mereka kemitraan ini semata untuk membantu ibu hamil dalam bersalin.

Komitmen yang sama juga ditunjukan oleh para bidan.

Pernyataan para dukun malanak/paraji dan bidan terkait dengan komitmen

mereka dalam menjalankan kemitraan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara

berikut:

“Iya bu bidan karna kami juga tidak mendapatkan keuntungan dalam

pekerjaan ini bersifat sosial saja, Kalau saya pribadi yang penting mereka selamat,

aman, dan sehat saja. Saya hanya membantu saja.”

“Dise buk bidan karano jama’i maru ado mandapek kaontongan, bahak

karajo sok ere sifatne sosial mawi, nga dek o pribadi singa penteng isiraya

salamat, aman sa’a sehat mawi. Dek o ere manolong mawi.”

(wawancara mendalam,DK1)

“Iya ibu karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini

sifatnya social saja, Kami bersedia keluar malam hari dan siang hari tanpa
118

dibayar. Bila ada ibu hamil yang memberikan uang syukur jika tidak juga tidak

apa-apa yang penting mereka bisa melahirkan bayinya dengan selamat.”

“ Dise ibuk bidan karano jama’i maru akduon mandapek kaontungan

karajo sok ere sifat ne sosial mawi, Jama’i besedio kaluar fengi alek falal adu

difayar. Nga alek singa feselan mamba kepeng syukur nga aduon adu mangapo

singa penteng isiraya dai sia malelai salamat.”

(Wawancara mendalam,DK2)

“Oh ya kami selalu mengutamakan kepentingan pasien. Yang partus disini

kan yang ada kartu BPJS gratis persalinannya dan dukun malanak/paraji tidak

dapat apa-apa mereka tetap semangat mengantar ibu hamil untuk bersalin disini."

“O dise jama’i salalu mautamokan kapentengan singa akoik, Singa

malelai tu ek ere singa alek kartu BPJS adu mamayar (gratis) iya malelai sa’a

dokun malanak/paraji adu rapek sahuk-sahuk isiraya tetap siya semangat

manelon singa feselan memalelai ek ere”.

(wawancara mendalam,BD3)

“ Ya yang uatama keselamatan ibu hamil. Karena semuanya juga gratis..

kalau ada ibu yang sifatnya bandel biasanya langsung dijemput mobil

puskesmas/ambulance”

“ Dise singa utamo kasalamatan ne singa feselan, karano masarek maru

adu mamayar (gratis) , nga ise sifeselan iya sifat ne patangkar biasone langsung

nituruik motor puskesmas/ambulance”


119
120

Bataassssssssssssssssssssss

Berdasarkan data laporan dari Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten

Simeulue bahwa angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2016 dinyatakan nihil,

sedangkan angka kematian bayi 27/1000 KH (4 kasus/146 lahir hidup) yang

terdiri dari 3 kasus asfiksia neonatorum, 1 kasus BBLR.


121

Jumlah staf Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue terdiri dari

pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 17 orang, pegawai tidak tetap (PTT)

sebanyak 9 orang, pegawai kontrak sebanyak 6 orang, pegawai bakti sebanyak 25

orang. Jumlah dokter umum di Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeuleu

sebanyak 1 orang, dokter gigi sebanyak 1 orang, perawat 6 orang, dan bidan desa

sebanyak 9 orang.

4.2. Analisis Univariat

Analisis yang digunakan untuk mendiskripsikan masing-masing variabel

bebas dan terikat yang diteliti serta membuat data frekuensi dalam bentuk

persentase dimana responden dalam penelitian ini adalah ibu yang bersalin dan

persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan, periode 1 Januari sampai dengan 31

Desember pada tahun 2016.

4.2.1. Karakteristik Responden.

Untuk melihat distribusi frekuensi berdasarkan umur dapat dilihat pada

tabel 4.1 di bawah ini :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kategori Umur Responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017

No Umur F %

1 < 20 tahun 15 14,3

2 20-35 tahun 77 73,3


122

3 > 35 tahun 13 12,4

Total 105 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat jumlah responden 105 orang,

diketahui umur responden terbanyak pada umur 20-35 tahun sebanyak 77 orang

(73,3%), diketahui dengan umur < 20 tahun sebanyak 15 orang (14,3%) dan

yang paling sedikit berumur > 35 tahun sebanyak 13 orang (12,4%).

Berdasarkan hasil analisis frekuensi dari pendidikan responden dapat

dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kategori Pendidikan Responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun

2017

No Pendidikan F %

1 SD 28 26,7

2 SMP 13 12,4

3 SMA 50 47,6

4 Perguruan Tinggi 14 13,3

Total 105 100,0


123

Berdasarkan tabel 4.2 dengan jumlah responden 105 orang, menunjukkan

bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak 50 orang (47,6%),

Pendidikan SD sebanyak 28 orang (26,7%), Pendidikan perguruan tinggi

sebanyak 14 orang (13,3%) dan sebagian kecil responden berpendidikan SMP

sebanyak 13 orang (12,4%).

Berdasarkan hasil analisis frekuensi dari pekerjaan responden dapat

dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Pekerjaan Responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun

2017

No Pekerjaan F %

1 Ibu rumah tangga 88 83,8

2 Pegawai 14 13,3

3 Petani 3 2,9

Total 105 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dengan jumlah responden 105 orang, menunjukkan

bahwa sebagian besar responden tidak bekerja/ibu rumah tangga sebanyak 88

orang (83,8%), Pegawai sebanyak 14 orang (13,3%) dan sebagian kecil responden

bekerja sebagai petani sebanyak 3 (2,9%).


124

Berdasarkan hasil analisis frekuensi dari jumlah anak responden dapat

dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kategori Jumlah Anak Responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten

SimeulueTahun 2017

No Jumlah Anak F %

1 Primipara (1 orang) 43 41,0

2 Multipara (2-4 orang) 47 44,7

3 Grandemultipara (>4 orang) 15 14,3

Total 105 100,0

{{{{{

Berdasarkan table 4.4 dengan jumlah responden 105 orang, menunjukkan

bahwa sebagian besar responden memiliki anak 2-4 orang (multipara) sebanyak

47 orang (44,7%), primipara (1 orang) sebanyak 43 orang (41 %) dan sebagian

kecil responden memiliki >4 orang (grandemultipara) sebanyak 15 (14,3%).

4.2.2. Memilih Tempat Persalinan

Berdasarkan hasil penelitian memilih tempat persalinan dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.


125

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Memilih Tempat Persalinan di

Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue

Tahun 2017

No Memilih Tempat Persalinan F %

1 Fasilitas Kesehatan 74 70,5

2 Non Fasilitas Kesehatan 31 29,5

Total 105 100

Berdasarkan table 4.5 menunjukkan bahwa penelitian dengan 105

responden, sebagian besar responden memilih bersalin di fasilitas kesehatan

sebanyak 74 orang (70,5%), namun masih ada responden yang memilih bersalin di

non fasilitas kesehatan/ rumah sebanyak 31 orang (29,5%). Sedangkan target

pemerintah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas bahwa

seluruh persalinan (100%) harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan

ditolong oleh tenaga kesehatan.

4.2.3. Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian, jawaban responden pada butir pernyataan

pengetahuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan

Pernyataan Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue

Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017


126

Jawaban
Total
No Pernyataan Ya Tidak

f % f % F %

1 Tempat persalinan yang ideal 82 78,1 23 21,9 105 100

adalah fasilitas kesehatan dengan

perlengkapan dan tenaga

kesehatan yang siap menolong

bila sewaktu-waktu terjadi

komplikasi

2 Faskes adalah suatu tempat yang 77 73,3 28 26,7 105 100

digunakan untuk

menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan yang

disediakan pemerintah

3 Salah satu yang termasuk dalam 71 67,6 34 32,4 105 100

fasilitas kesehatan adalah

Puskesmas

4 Dokter dan bidan adalah nakes 72 68,6 33 31,4 105 100

yang bisa menolong persalinan.

5 Tugas bidan salah satunya adalah 74 70,5 31 29,5 105 100

menolong persalinan

6 Bersih dan aman merupakan 68 64,8 37 35,2 105 100

syarat untuk pemilihan tempat


127

Jawaban
Total
No Pernyataan Ya Tidak

f % f % F %

persalinan

7 Alat yang digunakan untuk 65 61,9 40 38,1 105 100

menolong persalinan harus steril

agar tidak terjadi infeksi

8 Salah satu yang menyebabkan 60 57,1 45 42,9 105 100

persalinan sulit adalah umur ibu

saat melahirkan kurang dari 20

tahun

9 Salah satu yang menyebabkan 64 61,0 41 39,0 105 100

persalinan sulit adalah umur ibu

saat melahirkan lebih dari 35

tahun

10 Melahirkan anak keempat 59 56,2 46 43,8 105 100

merupa-kan persalinan yang

berisiko

Pernyataan yang paling banyak dijawab “ya” oleh responden adalah

pernyataan nomor 1 yaitu tempat persalinan yang ideal adalah fasilitas kesehatan

dengan perlengkapan dan tenaga kesehatan yang siap menolong bila sewaktu-

waktu terjadi komplikasi sebanyak 82 orang (78,1%). Pernyataan yang paling


128

banyak dijawab “tidak” oleh responden adalah pernyataan nomor 10 yaitu

melahirkan anak keempat merupakan persalinan yang berisiko sebanyak 46 orang

(43,8%).

Berdasarkan hasil perhitungan kategori pengetahuan responden dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten

Simeulue Tahun 2017

No Pengetahuan F %

1 Baik 51 48,6

2 Kurang Baik 54 51,4

Total 105 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berpengetahuan kurang sebanyak 54 orang (51,4%), sebagian kecil

responden berpengetahuan baik sebanyak 51 orang (48,6%).


129

4.2.4. Sikap

Berdasarkan hasil penelitian, jawaban responden pada butir pernyataan

sikap adalah sebagai berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan

Pernyataan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Pilihan Jawaban
Jumlah
No Pernyataan SS S TS STS

f % f % f % f % F %

1 Ibu merasa nyaman dan aman bila 63 60,0 28 26,7 5 4,8 9 8,6 105 100

melahirkan di fasilitas kesehatan

2 Penolong persalinan sebaiknya 37 35,2 36 34,3 17 16,2 15 14,3 105 100

tenaga kesehatan

3 Bila terjadi komplikasi pada saat 38 36,2 20 19,0 20 19,0 27 25,7 105 100

melahirkan ibu tidak perlu

khawatir karena ibu melahirkan

di faskes dan ditolong oleh tenaga

kesehatan

4 Ibu percaya dukun bisa 13 12,4 36 34,3 33 31,4 23 21,9 105 100

menangani persalinan yang

komplikasi
130

Pilihan Jawaban
Jumlah
No Pernyataan SS S TS STS

f % f % f % f % F %

5 Persalinan oleh dukun bisa 18 17,1 23 21,9 40 38,1 24 22,9 105 100

menye-babkan infeksi dan

kematian pada ibu

Pernyataan yang paling banyak dijawab “sangat setuju” adalah pernyataan

nomor 1 yaitu ibu merasa nyaman dan aman bila melahirkan di fasilitas kesehatan

sebanyak 63 orang (60,0%). Pernyataan yang paling banyak dijawab “setuju”

adalah pernyataan nomor 2 yaitu penolong persalinan sebaiknya tenaga kesehatan

dan pernyataan nomor 4 yaitu ibu percaya dukun bisa menanggani persalinan

yang komplikasi masing-masing sebanyak 36 orang (34,3%), pernyataan yang

paling banyak dijawab “tidak setuju” adalah pernyataan nomor 5 yaitu persalinan

oleh dukun bisa menyebabkan infeksi dan kematian pada ibu sebanyak 40 orang

(38,1%), pernyataan yang paling banyak dijawab “sangat tidak setuju” adalah

pernyataan nomor 3 yaitu bila terjadi komplikasi pada saat melahirkan ibu tidak

perlu khawatir karena ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh

nakes sebanyak 27 orang (25,7%).

Berdasarkan hasil perhitungan kategori sikap responden dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.


131

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun

2017

No Sikap F %

1 Positif 54 51,4

2 Negatif 51 48,6

Total 105 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sikap

responden bersikap positif sebanyak 54 orang (51,4%), minoritas responden

bersikap negatif sebanyak 51 orang (48,6%).

4.2.5. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian, jawaban responden pada butir pertanyaan

ketersediaan fasilitas kesehatan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan

Pernyataan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Jawaban
Total
No Pertanyaan Ya Tidak

F % f % F %
132

Jawaban
Total
No Pertanyaan Ya Tidak

F % f % F %

1 Fasilitas puskesmas memadai untuk 88 83,8 17 16,2 105 100

melakukan pertolongan persalinan.

2 Puskesmas memberikan surat rujukan bila 87 82,9 18 17,1 105 100

pasien membutuhkannya

3 Setiap desa terdapat fasilitas 78 74,3 27 25,7 105 100

pustu/poskesdes di wilayah kerja

puskesmas Simeulue Barat

Pertanyaan yang paling banyak dijawab “ya” adalah pertanyaan nomor 1

yaitu apakah fasilitas puskesmas memadai untuk melakukan pertolongan

persalinan? sebanyak 88 orang (83,8%). Pernyataan yang paling banyak dijawab

“tidak” adalah pertanyaan nomor 3 yaitu apakah setiap desa terdapat fasilitas

pustu/ poskesdes di wilayah kerja puskesmas Simeulue Barat? sebanyak 27 orang

(25,7%).

Berdasarkan hasil perhitungan kategori ketersediaan fasilitas kesehatan

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Kategori Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten

Simeulue Tahun 2017


133

Ketersediaan Fasilitas
No F %
Kesehatan

1 Lengkap 82 78,1

2 Tidak Lengkap 23 21,9

Total 105 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden menyatakan ketersediaan fasilitas kesehatan untuk persalinan lengkap

sebanyak 82 orang (78,1%), sebagian kecil ketersediaan fasilitas kesehatan tidak

lengkap sebanyak 23 orang (21,9%).

4.2.6. Dukungan Tenaga Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian, jawaban responden pada butir pernyataan

dukungan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut.


134

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan

Pernyataan Dukungan Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Jawaban
Total
No Pertanyaan Ya Tidak

F % f % F %

1 Apakah bidan/ dokter memberikan 99 94,3 6 5,7 105 100

konseling kepada ibu tentang persiapan

persalinan dan tempat untuk melahirkan?

2 Apakah bidan mempersiapkan alat dan 93 88,6 12 11,4 105 100

tempat untuk ibu bersalin?

3 Apakah bidan turut serta mendampingi 91 86,7 14 13,3 105 100

ibu ketika dirujuk ke puskesmas atau

rumah sakit

4 Apakah bidan/ dokter memberikan 91 86,7 14 13,3 105 100

dukungan kepada ibu saat persalinan

berlangsung?

Pertanyaan yang paling banyak dijawab “ya” adalah pertanyaan nomor 1

yaitu apakah bidan/ dokter memberikan konseling kepada ibu tentang persiapan

persalinan dan tempat untuk melahirkan? sebanyak 99 orang (94,3%). Pertanyaan

yang paling banyak dijawab “tidak” adalah pertanyaan nomor 3 yaitu apakah
135

bidan turut serta mendampingi ibu ketika dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit

dan pertanyaan nomor 4 yaitu apakah bidan/ dokter memberikan dukungan

kepada ibu saat persalinan berlangsung? masing-masing sebanyak 14 orang

(13,3%).

Berdasarkan hasil perhitungan kategori dukungan tenaga kesehatan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Kategori Dukungan Tenaga Kesehatan di

Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue

Tahun 2017

Dukungan Tenaga
No F %
Kesehatan

1 Mendukung 85 81

2 Tidak Mendukung 20 19

Total 105 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden menyatakan tenaga kesehatan mendukung sebanyak 85 orang (81%),

sebagian kecil tenaga kesehatan tidak mendukung sebanyak 20 orang (19%).

4.2.7. Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, jawaban responden pada butir pertanyaan

dukungan keluarga adalah sebagai berikut.


136

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan

Pernyataan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Jawaban
Total
No Pertanyaan Ya Tidak

f % f % F %

1 Suami yang menemani ibu ketika 87 82,9 18 17,1 105 100

memeriksakan kandungan?

2 Suami mendukung ibu untuk bersalin 93 88,6 12 11,4 105 100

di fasilitas kesehatan?

3 Suami dan keluarga yang mendampingi 92 87,6 13 12,4 105 100

ibu saat melahirkan?

4 Suami yang memutuskan ibu di rujuk 83 79,0 22 21,0 105 100

ke fasilitas kesehatan?

5 Orang tua atau mertua yang 73 69,5 32 30,5 105 100

memutuskan ibu untuk dirujuk ke

fasilitas kesehatan?

Pertanyaan yang paling banyak dijawab “ya” adalah pertanyaan nomor 2

yaitu suami mendukung ibu untuk bersalin di fasilitas kesehatan? sebanyak 93

orang (88,6%). Pertanyaan yang paling banyak dijawab “tidak” adalah pertanyaan
137

nomor 5 yaitu orang tua atau mertua yang memutuskan ibu untuk dirujuk ke

fasilitas kesehatan? sebanyak 32 orang (30,5%).

Berdasarkan hasil perhitungan kategori dukungan keluarga responden

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Kategori Dukungan Keluarga di Wilayah

Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun

2017

No Dukungan Keluarga F %

1 Mendukung 88 83,8

2 Tidak Mendukung 17 16,2

Total 105 100,0

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

keluarga mendukung ibu bersalin di fasilitas kesehatan sebanyak 88 orang

(83,8%), sebagian kecil keluarga tidak mendukung sebanyak 17 orang

(16,2%).

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menghubungkan masing-masing variabel

independen dengan variabel dependen. Hasil pengolahan data disajikan pada

tabulasi silang dan disertai nilai uji chi-square.

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Memilih Tempat Persalinan


138

Hubungan pengetahuan dengan memilih tempat persalinan di Wilayah

Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.16. Tabel Silang Hubungan Pengetahuan dengan Memilih Tempat

Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Memilih Tempat Persalinan

Fasilitas Non Fasilitas Jumlah


No Pengetahuan p-value
Kesehatan Kesehatan

f % F % F %

1 Baik 43 41,0 8 7,6 51 100

2 Kurang Baik 31 29,5 23 21,9 54 100 0,000

Jumlah 74 70,5 31 29,5 105 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 51 responden berpengetahuan

baik, memilih tempat persalin di fasilitas kesehatan sebanyak 43 orang (41,0%)

dan di non fasilitas kesehatan sebanyak 8 orang (7,6%). Untuk Pengetahuan

ibu kurang baik sebanyak 54 responden, yang memilih tempat persalinan di

fasilitas kesehatan sebanyak 31 orang (29,5%) dan di non fasilitas kesehatan

sebanyak 23 orang (21,9%). Hasil uji statistik dengan uji Chi-Square diperoleh

p-value sebesar 0,000 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan memilih tempat persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue tahun 2017.


139

4.3.2. Hubungan Sikap dengan Memilih Tempat Persalinan

Hubungan sikap dengan memilih tempat persalinan di Wilayah Kerja

Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 4.17. Tabel Silang Hubungan Sikap dengan Memilih Tempat

Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Memilih Tempat Persalinan

Fasilitas Non Fasilitas Jumlah


No Sikap p-value
Kesehatan Kesehatan

f % F % F %

1 Positif 46 43,8 8 7,6 54 100

2 Negatif 28 26,7 23 21,9 51 100 0,001

Jumlah 74 70,5 31 29,5 105 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden bersikap positif,

yang memilih bersalin di fasilitas kesehatan sebanyak 46 orang (43,8%) dan

memilih di non fasilitas kesehatan 8 orang (7,6). Untuk sikap ibu yang bersikap

negatif sebanyak 51 responden, yang bersalin di fasilitas kesehatan sebanyak 28

orang (26,7%) dan di non fasilitas kesehatan sebanyak 23 orang (21,9%). Hasil

uji bivariat menggunakan Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,001 < 0,05

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan memilih tempat
140

persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue

tahun 2017.

4.3.3. Hubungan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Dengan Memilih

Tempat Persalinan

Hubungan ketersediaan fasilitas kesehatan dengan memilih tempat

persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.18. Tabel Silang Hubungan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

Dengan Memilih Tempat Persalinan di Wilayah Kerja

Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Memilih Tempat Persalinan

Fasilitas Fasilitas Non Fasilitas Jumlah


No p-value
Kesehatan Kesehatan Kesehatan

f % f % F %

1 Lengkap 73 69,5 9 8,6 82 100

2 Tidak Lengkap 1 1,0 22 21 23 100 0,000

Jumlah 74 70,5 31 29,5 105 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 82 responden menyatakan

ketersediaan fasilitas kesehatan lengkap, mayoritas memilih tempat persalinan di

fasilitas kesehatan sebanyak 73 orang (69,5%) dan minoritas memilih tempat


141

persalinan di non fasilitas kesehatan sebanyak 9 orang (8,6%). Untuk fasilitas

yang tidak lengkap sebanyak 23 responden, mayoritas memilih tempat

persalinan di non fasilitas kesehatan/ rumah sebanyak 22 orang (21%) dan

minoritas memilih di fasilitas kesehatan sebanyak 1 orang (1,0 %). Hasil uji

bivariat menggunakan Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,000 < 0,05

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas Kesehatan

dengan memilih tempat persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue tahun 2017.

4.3.4. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Memilih Tempat

Persalinan

Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan memilih tempat persalinan

di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.19 Tabel Silang Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan

Memilih Tempat Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas

Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2017

Memilih Tempat

Persalinan
Tenaga Jumlah
No Fasilitas Non Fasilitas p-value
Kesehatan
Kesehatan Kesehatan

f % f % F %
142

1 Mendukung 71 67,6 14 13,3 85 100

2 Tidak Mendukung 3 2,9 17 16,2 20 100 0,000

Jumlah 74 70,5 31 29,5 105 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 85 responden memperoleh

dukungan tenaga kesehatan mendukung, mayoritas memilih tempat persalinan di

fasilitas kesehatan sebanyak 71 orang (67,6%) dan minoritas memilih tempat

persalinan di non fasilitas sebanyak 14 orang (13,3%). Untuk dukungan tenaga

kesehatan yang tidak mendukung sebanyak 20 responden, dukungan tenaga

kesehatan yang tidak mendukung mayoritas memilih tempat persalinan di rumah

sebanyak 17 orang (16,2%) dan di fasilitas sebanyak 3 orang (2,9%). Hasil uji

bivariat menggunakan Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,000 < 0,05

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan

dengan memilih tempat persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue tahun 2017.

4.3.5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Memilih Tempat Persalinan

Hubungan dukungan keluarga dengan memilih tempat persalinan di

Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.20. Tabel Silang Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Memilih

Tempat Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat

Kabupaten Simeulue Tahun 2017


143

Memilih Tempat

Persalinan
Dukungan Jumlah
No Fasilitas Non Fasilitas p-value
Keluarga
Kesehatan Kesehatan

f % f % F %

1 Mendukung 70 66,7 18 17,1 88 100

2 Tidak Mendukung 4 3,8 13 12,4 17 100 0,000

Jumlah 74 70,5 31 29,5 105 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 88 responden keluarga

mendukung ibu bersalin di fasilitas kesehatan, mayoritas memilih tempat

persalinan di fasilitas kesehatan sebanyak 70 orang (66,7%) dan di non fasilitas

kesehatan/ rumah sebanyak 18 orang (17,1%) . Untuk dukungan keluarga yang

tidak mendukung ibu bersalin difasilitas kesehatan sebanyak 17 responden,

mayoritas ibu memilih tempat persalinan di non fasilitas kesehatan/ rumah

sebanyak 13 orang (12,4%) dan minoritas memilih tempat persalinan di fasilitas

kesehatan sebanyak 4 orang (3,8%). Hasil uji bivariat menggunakan Chi-Square

diperoleh p-value sebesar 0,000 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan memilih tempat persalinan di

Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Barat Kabupaten Simeulue tahun 2017.

4.4. Analisis Multivariat


144

Analisa multivariat bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang

memengaruhi ibu memilih tempat persalinan secara bersamaan dilakukan analisis

data multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic

regression) melalui beberapa tahapan, yaitu :

1) Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukan sebagai model,

variabel yang dipilih sebagai kandidat atau yang dianggap signifikan.

2) Pada pemodelan ini variabel kandidat yang memiliki nilai P value < 0,05,

pada uji bivariat (uji chi-square) dimasukkan secara bersama-sama dalam uji

mutivariat. Dari uji bivariat, variabel yang dijadikan kandidat model pada uji

regresi logistik berganda adalah 5 variabel yaitu : pengetahuan, sikap,

ketersediaan fasilitas kesehatan, dukungan tenaga kesehatan dan dukungan

keluarga. Variabel yang masuk seleksi kandidat model dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.21. Seleksi Variabel Yang Menjadi Model dalam Uji Regresi

Logistik Berganda Berdasarkan Analisis Bivariat.

No Variabel Sig (p value)

1 Pengetahuan 0,000

2 Sikap 0,001

3 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan 0,000

4 Dukungan Tenaga Kesehatan 0,000

5 Dukungan Keluarga 0,000


145

3) Selanjutnya dilakukan pengujian secara bersamaan dengan metode forward

conditional untuk mengidentifikasi faktor paling berpengaruh terhadap

memilih tempat persalinan. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan

bahwa sebanyak 4 variabel yang berpengaruh terhadap memilih tempat

persalinan yaitu : pengetahuan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dukungan

tenaga kesehatan dan dukungan keluarga. Selengkapnya dapat dilihat pada

tabel 4.22.

Tabel 4.22. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda

Exp (B) 95% CI for


No Variabel B Sig.
/OR Exp (B)

1 Pengetahuan 2,082 0,006 8,017 1,806-

2 Ketersediaan Fasilitas Kes 2,880 0,000 17,814 35,586

3 Dukungan Nakes 1,744 0,033 5,721 4,081-

4 Dukungan Keluarga 2,504 0,004 12,231 77,750

1,146-
Konstanta -13,227
28,551

2,196-

68,126

Berdasarkan hasil uji regresi berganda tersebut nilai signifikan model

secara bersama-sama diperoleh sebesar p < 0,05 menunjukkan bahwa sebanyak 4

variabel berpengaruh terhadap memilih tempat persalinan, yaitu pengetahuan


146

(p=0,006 < 0,05), ketersediaan fasilitas puskesmas (p=0,000 < 0,05), dukungan

tenaga kesehatan (p=0,033 < 0,05), dan dukungan keluarga (p=0,004 < 0,04),

sedangkan 1 variabel sikap memiliki nilai p=0,303>0,05 yang berarti tidak

signifikan terhadap memilih tempat persalinan.

Urutan variabel yang paling besar pengaruhnya dalam penelitian ini adalah

variabel ketersediaan fasilitas kesehatan (OR=17,814, 95% CI = 4,081-77,750),

kedua variabel dukungan keluarga (OR=12,231, 95% CI = 2,196-68,126), ketiga

variabel pengetahuan (OR=8,017, 95% CI = 1,806-35,586), dan keempat variabel

dukungan tenaga kesehatan (OR=5,721, 95% CI = 1,146-28,551).

Variabel ketersediaan fasilitas kesehatan mempunyai nilai OR = 17,814

artinya ibu yang menyatakan bahwa fasilitas kesehatan puskesmas lengkap

memiliki peluang 17 kali lebih tinggi memilih bersalin di fasilitas kesehatan

dibandingkan dengan ibu yang menyatakan bahwa fasilitas kesehatan puskesmas

tidak lengkap.

Variabel dukungan keluarga mempunyai nilai OR = 12,231 artinya ibu

yang mendapatkan dukungan dari keluarga memiliki peluang 12 kali lebih tinggi

memilih bersalin di fasilitas kesehatan dibandingkan dengan ibu yang kurang

mendapatkan dukungan dari keluarga.

Variabel pengetahuan mempunyai nilai OR = 8,017 artinya ibu yang

berpengetahuan baik memiliki peluang 8 kali lebih tinggi memilih bersalin di

fasilitas kesehatan dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang.

Variabel dukungan tenaga kesehatan mempunyai nilai OR = 5,721 artinya

ibu yang mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan memiliki peluang 5 kali
147

lebih tinggi memilih bersalin di fasilitas kesehatan dibandingkan dengan ibu yang

kurang mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan.

4) Tahap berikutnya, dibuat Persamaan Uji Regresi Logistik Berganda untuk

peramalan tentang probabilitas memilih tempat persalinan sebagai berikut :

p 1
In = 
1 P 1 e - (13,227 2,082 2,8801,744 2,504)

Misalkan ibu bersalin memiliki nilai variabel prediktor, yaitu:

a. Pengetahuan (1, yaitu pengetahuan ibu tentang persalinan yang bersih dan

aman baik)

b. Ketersediaan fasilitas kesehatan (1, yaitu ketersediaan fasilitas kesehatan

menurut ibu lengkap)

c. Dukungan nakes (1, yaitu dukungan tenaga kesehatan menurut ibu baik)

d. Dukungan keluarga (1, yaitu dukungan keluarga menurut ibu baik)

Maka nilai probabilitasnya adalah :

1
p =  (13, 227 2, 082 2,8801, 744 2, 504)
1 e

= 0,9975  99,75%

Artinya, ibu bersalin yang mempunyai pengetahuan baik tentang persalinan

yang bersih dan sehat, ketersediaan fasilitas kesehatan menurut ibu lengkap,

dukungan tenaga kesehatan menurut ibu baik, dukungan keluarga menurut

ibu baik maka ibu bersalin tersebut memiliki probabilitas atau kemungkinan

memilih untuk melahirkan di fasilitas kesehatan sebesar 99,75%.


111

Vous aimerez peut-être aussi