Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
3. Etiologi
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis.
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubulus ginjal.
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati
timbal.
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.
4. Patofisiologi
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron
secara struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa ( surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus, oleh molekul vasoaktif seperti sitokin growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin
aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang
aksis renin-angiotensin- aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor ß (TGF-β). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2007:570).
5. Klasifikasi
Berdasarkan The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI)(2002) of the National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan ginjal atau
penurunan GFR kurang dari 60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan atau
lebih, (Suwitra, 2007:571) adalah:
6. Gejala Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan Muskuloskeletal
pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan, rasa kesemutan dan
terbakar, terutama ditelapak kaki, tremor, kelemahan dan hipertropi
otot–otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal–gatal akibat toksik.
f. Gangguan Endokrim
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum–sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pucat, lemah, lesu, tejadi oedem, terlihat sesak.
Palpasi : Turgor kulit menurun, rasa sakit pada pinggang
Perkusi : Terdengar suara dullnes saat di perkusi
Auskultasi : Terdengar adanya ronchi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan lab.darah
1) Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Leukosit, Trombosit
2) RFT (Renal Fungsi Test)
Ureum dan Kreatinin
3) LFT (Liver Fungsi Test )
4) Elektrolit
Klorida, Kalium, Kalsium
5) Koagulasi Studi
PTT, PTTK
6) AGD
b. Urine
1) Urine rutin
2) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. Pemeriksaan kardiovaskuler
1) ECG
2) ECO
d. Radiodiagnostik
1) USG abdominal
2) CT scan abdominal
3) BNO/IVP, FPA
4) Renogram
5) RPG (retio pielografi)
9. Diagnosis
a. Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau tidak
ada urine.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat.
c. Klirens kreatinin mungkin menurun.
d. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
e. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia (uremia disertai mual dan muntah).
f. X-ray, menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan
adanya obstruksi.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal Dialysis
biasanya dilakukan pada kasus–kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis
Merupakan dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
AV Shunt : menggabungkan vena dan arteri
Double Lumen : langsung pada daerah jantung
( vaskularisasi ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata : Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah
dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai
penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis,
pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan
analgesik yang lama atau menerus.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang
menderita GGK erat kaitannya dengan penyakitketurunannya seperti
GGK akibat DM.
c. Data Biologis
1) Makan/ minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
2) Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri, anuria,
disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi
filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3) Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan
gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat toksik
lainnya dalam jaringan.
4) Istrahat/ tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat
keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat
toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :Lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat
terjadinya uremia
Vital sign : Biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sistim renin
Berata badan : Biasanya meningkat akibat oedema
1) Inspeksi
a) Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
b) Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik
pada kulit
c) Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan
natrium
2) Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat
penumpukan cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan
jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh toksik
uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal
jantung kongestif.
3) Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas.
4) Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar
yang apabila terjadi oedema pulmonary maka akan terdengar redup
pada perkusi.
e. Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image,
perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga
biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan
ketergantungan pada orang lain.
f. Data sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan
kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.
g. Data Penunjang
1) Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal
yang kecil dan atropik
2) Laboratorium :
a) BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan
kreatinin dalam darah.
b) Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium
dan penurunan kalium.
5. Evaluasi
Setiap klien memiliki kebutuhan rasa aman dan nyaman yang unik. Oleh
karena itu evaluasi dirancang untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman
harus bersifat individual. Evaluasi disesuaikan dengan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8,
Volume 1. Jakarta : EGC
Guyton, A.C. & Hall.J.E., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta
: EGC
Hartono,A., 2008, Rawat Ginjal Cegah Cuci Darah, Yogyakarta: Kanisius
PERNEFRI, 2003. Konsensus Dialisis .Edisi I.Sub bagian Ginjal dan Hipertensi.
Bagian IPD FKUI. Jakarta
Price.S.A and Wilson.L.M., 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta. EGC
Roesli.R.M.A., 2008. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut.
Bandung. Bag.IPD FK. UNPAD
Sukandar,E. 2006, Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis,: Pusat Informasi
Ilmiah Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suwitra,K., 2007, Gagal Ginjal Kronik. Dalam Suddoyo, A.W.(Ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, Jilid I. Edisi IV. Jakarta
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.