Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2001).
Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kerusakan ginjal setidaknya
selama 3 bulan atau lebih yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan
ginjal, termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau
urine serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan LFG yang
kurang dari 60 ml/menit/1,73 m² lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal(Suwitra, 2007:570).
GGK atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. (Brunner&Suddarth, 2002:1448)
Menurut Sukandar (2006:43) penyakit ginjal kronik (PGK) adalah
ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan
integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase
penurunan faal ginjal tahap akhir. Penurunan semua faal ginjal secara
bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Epidemiologi
Jumlah gagal ginjal kronik belakangan ini terus bertambah.
Hipertensi dan diabetes adalah dua penyebab paling umum gagal ginjal
kronik, sekitar diatas 60% dari jumlah pasien menurut hasil uji dialisis.
Jenis kelamin pria dan wanita jumlahnya hampir setara terserang penyakit
ini, jumlah kasus tertinggi ditemukan pada pasien berusia menengah. Saat
ini diperkirakan 10-20% penduduk di dunia atau sekitar 500 juta orang
menderita PGK (Davids, 2007). Di Amerika Serikat dalam setahun
terdapat 100-150 kasus baru untuk setiap satu juta penduduk, begitu juga
di negara-negara Eropa. Angka ini lebih rendah di Asia, diduga karena
perbedaan pola makan dan gaya hidup. Begitu juga di negara-negara
dimana banyak ditemukan penyakit diabetes, hipertensi, kegemukan, dan
kolesterol tinggi (PERNEFRI, 2009). Penderita GGK di Indonesia yang
menjalani terapi hemodialisis tahun 2010 sebanyak 14.833 meningkat 50%
tahun 2011 menjadi 22.304 berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR,
2011). Di Bali diperkirakan sekitar 1.225 kasus baru penyakit gagal ginjal
pertahunnya. Angka itu diperoleh dari kasus baru penyakit gagal ginjal
setiap tahun adalah 350 ribu per satu juta penduduk. Sepanjang tahun,
1.255 pasien ini menjalani hemodialisis setidaknya dua kali dalam
seminggu (Balipost, 2012). Berdasarkan IRR RSUP. Sanglah Denpasar
Januari 2011 jumlah pasien hemodialisis (HD) sebanyak 274 orang
bertambah 6,4% menjadi 293 orang pada Januari 2012. Jumlah tindakan
hemodialisis pada bulan Januari 2011 sebanyak 1618 bertambah 20%
menjadi 2017 pada bulan Januari 2012.

3. Etiologi
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis.
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubulus ginjal.
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati
timbal.
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.

4. Patofisiologi
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron
secara struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa ( surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus, oleh molekul vasoaktif seperti sitokin growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin
aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang
aksis renin-angiotensin- aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor ß (TGF-β). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2007:570).

5. Klasifikasi
Berdasarkan The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI)(2002) of the National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan ginjal atau
penurunan GFR kurang dari 60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan atau
lebih, (Suwitra, 2007:571) adalah:

a. Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai


dengan albuminaria persisten dan GFR yang masih
normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan
albuminaria persisten dan GFR antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan GFR
antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan GFR
antara 15-29mL/menit/1,73m2
e. Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan GFR
< 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

6. Gejala Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan Muskuloskeletal
pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan, rasa kesemutan dan
terbakar, terutama ditelapak kaki, tremor, kelemahan dan hipertropi
otot–otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal–gatal akibat toksik.
f. Gangguan Endokrim
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.

h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum–sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.

7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pucat, lemah, lesu, tejadi oedem, terlihat sesak.
Palpasi : Turgor kulit menurun, rasa sakit pada pinggang
Perkusi : Terdengar suara dullnes saat di perkusi
Auskultasi : Terdengar adanya ronchi

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan lab.darah
1) Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Leukosit, Trombosit
2) RFT (Renal Fungsi Test)
Ureum dan Kreatinin
3) LFT (Liver Fungsi Test )
4) Elektrolit
Klorida, Kalium, Kalsium
5) Koagulasi Studi
PTT, PTTK
6) AGD
b. Urine
1) Urine rutin
2) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. Pemeriksaan kardiovaskuler
1) ECG
2) ECO
d. Radiodiagnostik
1) USG abdominal
2) CT scan abdominal
3) BNO/IVP, FPA
4) Renogram
5) RPG (retio pielografi)

9. Diagnosis
a. Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau tidak
ada urine.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat.
c. Klirens kreatinin mungkin menurun.
d. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
e. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia (uremia disertai mual dan muntah).
f. X-ray, menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan
adanya obstruksi.

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal Dialysis
biasanya dilakukan pada kasus–kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis
Merupakan dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
 AV Shunt : menggabungkan vena dan arteri
 Double Lumen : langsung pada daerah jantung
( vaskularisasi ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata : Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah
dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai
penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis,
pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan
analgesik yang lama atau menerus.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang
menderita GGK erat kaitannya dengan penyakitketurunannya seperti
GGK akibat DM.
c. Data Biologis
1) Makan/ minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
2) Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri, anuria,
disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi
filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3) Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan
gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat toksik
lainnya dalam jaringan.
4) Istrahat/ tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat
keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat
toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :Lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat
terjadinya uremia
Vital sign : Biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sistim renin
Berata badan : Biasanya meningkat akibat oedema
1) Inspeksi
a) Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
b) Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik
pada kulit
c) Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan
natrium
2) Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat
penumpukan cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan
jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh toksik
uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal
jantung kongestif.
3) Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas.
4) Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar
yang apabila terjadi oedema pulmonary maka akan terdengar redup
pada perkusi.
e. Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image,
perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga
biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan
ketergantungan pada orang lain.
f. Data sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan
kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.
g. Data Penunjang
1) Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal
yang kecil dan atropik
2) Laboratorium :
a) BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan
kreatinin dalam darah.
b) Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium
dan penurunan kalium.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


a. Ketidakefektifan pola nafas b.d. penurunan suplai oksigen
b. Perubahan perfusi jaringan b.d. penurunan aliran darah ke jaringan.
c. Kelebihan volume cairan b.d. retensi Na dan peningkatan cairan.
d. Nyeri akut b.d. iskemia cerebral.
e. Kerusakan Integritas kulit b.d. peningkatan posfat dalam darah.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
produksi asam lambung meningkat
g. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan.
h. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi yang diberikan
i. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
j. PK anemia
k. PK hipertensi
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang dirancang
untuk memperbaiki rasa aman dan nyaman klien. Sebab klien memerlukan
rasa aman dan nyaman yang adekuat untuk mempertahankan gaya hidup yang
aktif dan produktif.

5. Evaluasi
Setiap klien memiliki kebutuhan rasa aman dan nyaman yang unik. Oleh
karena itu evaluasi dirancang untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman
harus bersifat individual. Evaluasi disesuaikan dengan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8,
Volume 1. Jakarta : EGC

Cahyaningsih.N.D., 2011. Hemodialisis (Cuci Darah) Panduan Praktis


Perawatan Gagal Ginjal. Jogjakarta. Mitra Cendikia Press
Corwin.E.J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta. EGC
Daugridas,J.T et al. 2001.Hand Book of Dialysis, Ed. 3, Philadelphia: Lipimcott
Williams & Wilkins

Doenges, E.M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Guyton, A.C. & Hall.J.E., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta
: EGC
Hartono,A., 2008, Rawat Ginjal Cegah Cuci Darah, Yogyakarta: Kanisius

PERNEFRI, 2003. Konsensus Dialisis .Edisi I.Sub bagian Ginjal dan Hipertensi.
Bagian IPD FKUI. Jakarta
Price.S.A and Wilson.L.M., 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta. EGC
Roesli.R.M.A., 2008. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut.
Bandung. Bag.IPD FK. UNPAD
Sukandar,E. 2006, Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis,: Pusat Informasi
Ilmiah Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung

Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Suwitra,K., 2007, Gagal Ginjal Kronik. Dalam Suddoyo, A.W.(Ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, Jilid I. Edisi IV. Jakarta
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi