Vous êtes sur la page 1sur 26

Bagian IKM & IKK Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Mei 2018


Universitas Hasanuddin

Grade II Hypertension on Treatment

Oleh:
Syauqi Darussalam Lutfi C111 13 361
Siti Kurniah Ramadhani C111 13 366

Pembimbing:
dr. Utami Murti Pratiwi

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN IKM & IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus


dengan judul Grade II Hypertension on Treatment, yang disusun oleh:

Nama : Syauqi Darussalam Lutfi C11113361


Siti Kurniah Ramadhani C11113366
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, 19 Mei2018

Pembimbing

dr. Utami Murti Pratiwi

2
BAB I
LAPORAN KASUS
KEDOKTERAN KELUARGA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Alamat : Perumahan Gerhana Alauddin
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status Pasien : BPJS
Waktu pemeriksaan : 16 Mei 2018

II. RIWAYAT BIOLOGIS KELUARGA


1. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
2. Kebersihan perorangan : Baik
3. Penyakit yang sering diderita : Hipertensi
4. Penyakit keturunan : Hipertensi dan Stroke (Ibu)
5. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
6. Pola makan : Baik
7. Jumlah anggota keluarga : 4 orang

III. PSIKOLOGIS KELUARGA


1. Kebiasaan buruk : Pola makan tidak teratur,
sering makan makanan asin.
2. Pengambilan keputusan : Suami.
3. Ketergantungan obat : Tidak ada
4. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Klinik
5. Pola rekreasi : Kurang

3
IV. KEADAAN RUMAH/LINGKUNGAN
1. Jenis bangunan : Permanen
2. Lantai rumah : Keramik
3. Luas Rumah : 7 x 10 m2
4. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Klinik
5. Penerangan : Baik
6. Kebersihan : Baik
7. Ventilasi : Baik
8. Dapur : Ada
9. Jamban keluarga : Ada
10. Sumber air minum : PDAM
11. Sumber pencemaran air : Tidak ada
12. Pemanfaatan pekarangan : Ada
13. Sistem pembuangan limbah : Ada
14. Temapat pembuangan sampah : Ada
15. Sanitasi lingkungan : Baik

V. SPIRITUAL KELUARGA
1. Ketaatan beribadah : Baik
2. Keyakinan tentang kesehatan : Baik

VI. KEADAAN SOSIAL KELUARGA


1. Tingkat pendidikan : Baik
2. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
3. Hubungan dengan orang lain : Baik
4. Kegiatan organisasi social : Baik
5. Keadaan ekonomi : Sedang

VII. KULTURAL KELUARGA


1. Adat yang berpengaruh : Makassar
2. Lain-lain : Tidak ada

4
VIII. ANGGOTA KELUARGA
No. Nama Hub Umu Pendidika Pekerjaan Agama Kesehata Gizi Imunisas KB
dgn r n n i
KK
1. Ny. M Istri 27 th S1 Karyawan Islam Sehat Cukup - -
Swasta
2. Nn. S Anak 15 th SMA Siswa Islam Sehat Baik - -

3. Nn. F Anak 13 th SMP Siswa Islam Sehat Baik - -

IX. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Sakit kepala bagian belakang.
b. Keluhan tambahan :-
c. Riwayat penyakit sekarang
Seorang laki-laki berusia 29 tahun datang ke Klinik Health &
Nutrition Centre, dengan keluhan sakit kepala bagian belakang yang
dirasakan sejak 1 minggu lalu. Sakit kepala dirasakan terus menerus
dan semakin memberat, disertai tegang pada bagian leher. Pusing tidak
ada. Rasa mual ada, muntah tidak ada. Nyeri dada tidak ada, batuk
tidak ada, demam tidak ada. BAB biasa, BAK lancar.
d. Riwayat pengobatan : Pasien baru berobat teratur sejak tanggal 8 Mei
2018, mengkonsumsi captopril 25 mg dan amlodipin 10 mg.
e. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat didiagnosis oleh dokter dengan
hipertensi sejak tahun 2017 namun tidak berobat teratur karena pasien
tidak merasakan ada keluhan. Pasien baru mulai berobat sejak tanggal
8 Mei 2018 setelah pasien batal untuk cabut gigi karena tekanan darah
tinggi 170/110. Riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat penyakit
asam urat disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.
f. Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien memiliki penyakit hipertensi
dan stroke.
g. Riwayat Alergi :Tidak ada.
h. Riwayat kehidupan sosial dan kebiasaan hidup:
1. Pola makan pasien sering kali tidak teratur.
2. Pasien sering mengkonsumsi makanan asin.

5
3. Pasien jarang berolahraga.

X. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum:
Sakit ringan/gizi normal/composmentis
GCS 15 : E4M6V5

Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu (aksilla) : 37,1 °C
Mata:
Kornea : Jernih, refleks kornea (+)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Bundar, isokor 2,5 mm/2,5 mm
Leher:
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : Bruit (-)
Kaku kuduk : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Paru:
Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan
Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada,
krepitasi tidak ada, vocal fremitus normal
Perkusi
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : ICS-VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan : Vetb.Th IX dextra posterior

6
Batas paru belakang kiri : Vetb. Th X sinistra posterior
Auskultasi
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronki tidak ada, wheezing
tidak ada
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak ada
Perkusi
Batas atas : ICS II sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen:
Inspeksi : Perut datar, ikut gerak napas, ascites tidak
ada
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Massa : Tidak teraba massa
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballottement (-)
Perkusi ` : Timpani

Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema tidak ada, sianosis tidak ada
Kulit : Tidak ada kelainan

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan.

7
XII. RESUME PASIEN
Seorang laki-laki berusia 29 tahun datang ke Klinik Health &
Nutrition Centre, dengan keluhan sakit kepala bagian belakang yang
dirasakan sejak 1 minggu lalu. Sakit kepala dirasakan terus menerus
dan semakin memberat, disertai tegang pada bagian leher.Pasien baru
berobat teratur sejak tanggal 8 Mei 2018, mengkonsumsi captopril 25
mg dan amlodipin 10 mg.Riwayat didiagnosis oleh dokter dengan
hipertensi sejak tahun 2017 namun tidak berobat teratur karena pasien
tidak merasakan ada keluhan. Pasien baru mulai berobat sejak tanggal
8 Mei 2018 setelah pasien batal untuk cabut gigi karena tekanan darah
tinggi 170/110. Ibu pasien memiliki penyakit hipertensi dan stroke.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan status gemeralisata sakit ringan,
gizi baik, sadar. Dari tanda vital didapatkan tekanan darah, yaitu
160/100 mmHg, frekuensi nadi yaitu 84 kali/menit, frekuensi napas
yaitu 22 kali/menit ; Suhu (aksilla) yaitu 37,1 °C.

XIII. DIAGNOSIS
Hipertensi grade II on Treatment

XIV. TATA LAKSANA


a. Promotif : Menjelaskan kepada pasien untuk menjalani pola
hidup sehat, dimulai dari menurunkan berat badan dengan
mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah-buahan, mengurangi asupan garam, dan
berolah raga teratur sebanyak 30-60 menit paling sedikit 3 kali
seminggu. Konsumsialcohol dan merokok harus dihindari.

b. Preventif : Menganjurkan kepada pasien dan keluarganya


untuk menerapkan aktivitas fisik dan psikis yang sehat berupa
olahraga paling sedikit 3 kali seminggu dengan durasi selama 30-

8
60 menit, menjalani pola hidup sehat seperti yang sudah
dijelaskan, dan rekreasi dengan keluarga untuk menghindari
stress.
c. Kuratif : Terapi medikamentosa :
 Captopril 25 mg 1-0-0
 Amlodipin 10 mg 0-0-1
 Vitamin B complex 2x1
Terapi non medikamentosa :
 Mengikuti diet rendah garam.
 Menghindari stress.
d. Rehabilitatif :
 Kontrol ke dokter di klinik terdekat
 Montoring: Tekanan darah, gula darah dan kolesterol
 Monitoring: kepatuhan minum dan efek samping obat

XV. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad. Fungsionam : Dubia ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat atau tenang.1
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. 1

2.2 KLASIFIKASI & ETIOLOGI


Menurut JNC, tekanan darah normal didefinisikan sebagai tekanan sistolik
lebih rendah dari 120 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 80 mmHg.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih, dan/atau
tekanan diastolic 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi kemudian
diklasifikasikan sebagai stadium 1 dan 2 menurut tekanan darah. Tekanan darah
yang lebih tinggi dari normal, tetapi dibawah standar hipertensi disebut
prehipertensi.2

Berdasarkan etiologinya, hipertensi digolongkan menjadi dua, yaitu


Hipertensi Primer dan Hipertensi Sekunder.
1. Hipertensi Primer
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor genetic dan lingkungan. Hipertensi ini
terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Faktor genetik mempengaruhi

10
kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh
darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,
obesitas dan lain-lain.1,3
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan
hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih
dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena
hipertensi primer.4

Penyebab dari hipertensi primer belum diketahui dengan pasti


penyebabnya. Akan tetapi penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering berhubungan dengan kejadian hipertensi meliputi:5

a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alkohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

11
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hal ini terjadi pada sekitar 5-10% penderita. Penyebab hipertensi sekunder
dapat berasal dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder
yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner,
diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.1,6

Tabel Penyebab Hipertensi Sekunder6

2.3 EPIDEMIOLOGI

Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang


berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5
juta jiwa. Akan tetapi, hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya.1
Di Indonesiam berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia
adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di
Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).1

12
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai
macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah
mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9 %), dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.1
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis
individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia
menderita penyakit hipertensi. Jika penduduk Indonesia sebesar 252.124.458
jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa diduga menderita hipertensi. Terdapat 13
provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 426.655 jiwa.1

2.4 GEJALA KLINIS


Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada
masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya.
Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, mumet
(vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga
berdenging (tinnitus), dan mimisan. Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera. 1,4
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal,
mata, otak, atau jantung.4

2.5 PATOGENESIS
Penyebab dari hipertensi sangatlah banyak dan tidak bisa diterangkan
hanya dengan satu faktor penyebab. Terdapat empat faktor yang mendominasi
terjadinya hipertensi yaitu:7

13
1. Peran volume intravaskular
Tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara cardiac output (CO)
atau curah jantung (CJ) dan TPR (total peripheral resistance, tahanan total
perifer ) yang masing masing dipengaruhi oleh beberapa faktor. (Gambar 1)
Volume intravaskular merupakan faktor penentu utama untuk kestabilan
tekanan darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR apakah dalam
posisi vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka
ginjal akan merespons agar ekskresi garam keluar bersama urine ini juga akan
meningkat. Tetapi bila upaya mengekskresi NaCl ini melebihi ambang
kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga volume
intravaskular meningkat.
Pada gilirannya CO atau CJ juga akan meningkat. Akibatnya terjadi
ekspansi volume intravaskular, sehingga tekanan darah meningkat. Seiring
dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara berangsur CO
atau CJ akan turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi. Bila TPR
vasodilatasi tekanan darah akan menurun, sebaliknya bila TPR vosokonstriki
tekanan darah akan meningkat.

Gambar 1. Patogenesis hipertensi

14
2. Peran Kendali Saraf Autonom
Terdapat dua macam persarafan otonom, yang pertama ialah sistem
saraf simpatis, yang mana saraf ini yang menstimulasi saraf viseral (termasuk
ginjal) melalui neurotransmitter: katekolamin, epinefrin, maupun dopamin.
Sedang saraf parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi saraf simpatis.
Regulasi simpatis dan parasimpatis berlangsung independen tidak dipengaruhi
oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi secara automatis mengikuti siklus
sirkadian.
Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal,
otak,serta dinding vaskular pembuluh darah ialah reseptor α1, α2, β1, dan β2.
Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stres kejiwaan, rokok
dan sebagainya, akan terjadi aktivasi sistem saraf simpatis berupa kenaikan
katekolamin, norepinefrin dan sebagainya. Selanjutnya neurotransmitter ini akan
meningkatkan denyut jantung lalu diikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga
tekanan darah akan meningkat dan akhirnya akan mengalami agregasi platelet.
Peningkatan neurotransmitter NE ini mempunyai efek negatif terhadap jantung,
sebab di jantung ada reseptor α1, β1, dan β2 yang akan memicu terjadinya
kerusakan miokard, hipertrofi dan aritmia dengan akibat progresifitas dari
hipertensi ateroskelerosis. (Gambar 2)
Pada dinding pembuluh darah terdapat reseptor α1 yang bila NE
meningkat hal tersebut akan memicu vasokonstriksi sehingga hipertensi
ateroskelerosis juga makin progresif. Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab
diginjal ada reseptor β1 dan α1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium,
mengaktivasi sistem RAA, memicu vasokonstriksi pembuluh darah dengan
akibat hipertensi aterosklerosis juga makin progresif.
Selanjutnya bila NE kadarnya tidak pernah normal maka sindroma
hipertensi aterosklerosis juga akan berlanjut makin progresif menuju kerusakan
organ target/target organ damage (TOG).

15
Gambar 2. Faktor penyebab aktivasi saraf simpatis

3. Peran Sistem Renin Angiotensin Aldosteron


Penurunan tekanan darah akan memicu refleks baroreseptor. Berikutnya
secara fisiologis sistem RAA akan dipicu mengikuti kaskade seperti yang
tampak pada gambar dibawah ini, yang maka pada akhirnya renin akan
disekresi, lalu angotensin I (AI ), angiotensin II (A II), dan seterusnya sampai
tekanan darah meningkat kembali. Begitulah secara fisiologis autoregulasi
tekanan darah terjadi melalui aktifasi sistem RAA.
Proses pembentukan renin dimulai dari pembentukan angiotensin yang
akan dibuat di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan diubah menjadi
angiotensin I oleh renin yang dihasilkan oleh makula densa apparat juxta
glomerulus ginjal. Lalu angiotensik I akan diubah mejadi angiotensin II oleh
enzim ACE (angiotensin converting enzime). Akhirnya angiotensin II ini akan
bekerja pada reseptor-reseptor yang terkait dengan tugas proses fisiologinya
ialah di reseptor AT 1, AT2, AT3, AT4. (Gambar 3)
Faktor risiko yang tidak dikelalo akan memicu sistem RAA. Tekanan
darah makin meningkat, hipertensi atesklerosis makin progresif. Ternyata yang
berperan utama untuk memicu progresifitas ialah angiotensin II, buki uji
klinisnya sangat kuat. Setiap intervensi klinik pada tahap-tahap aterosklerosis
kardiovaskular ini terbukti selalu bisa menghambat progresifitas dan
menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.

16
Gambar 3. Proses angiotensionegen berubah menjadi angiotensin II
(sistem RAA)

4. Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah


Paradigma yang baru tentang hipertensi dimulai dengan disfungsi
endotel, lalu berlanjut menjadi disfungsi vaskular, vaskular biologi berubah, lalu
berakhir dengan TOD. Hipertensi menjadi bagian dari salah satu gejala sebuah
sindroma penyakit yang disebut “the atherosclerotic syndrome” atau “the
hypertension syndrome”, sebab pada hipertensi sering disertai gejala-gejala lain
berupa resistensi insulin, obesitas, mikrobalbuminuria, gangguan koagulasi,
gangguan toleransi glukosa, kerusakan membran transport, disfungsi endotel,
dislipidemia, pembesaran ventrikel kiri, gangguan simpatis parasimpatis.
Aterosklerosis ini akan berjalan progresif dan berakhir dengan kejadian
kardiovaskular.
Progresivitas sindrom aterosklerotik ini dimulai dengan faktor risiko
yang tidak dikelola, akibatna hemodinamika tekanan darah makin berubah,
hipertensi makin meningkat serta vaskular biologi berubah, dinding pembuluh
darah makin menebal dan pasti berakhir denhan kardiovaskular.
Dikenal ada faktor risiko tradisional dan non tradisional yang bila
bergabung dengan faktor-faktor lokal atau yang lain serta faktor genetik maka
vaskular biologi akan berubah menjadi tebal karena mengalami kerusakan
beruba lesi vaskular dan remodelling, antara lain akibat : inflamasi,
vasokonstriksi, trombosis, ruptur plak atau erosi.

17
Faktor risiko yang paling dominan memegang peranan untuk
progresivitas ternyata tetap dipegang oleh angiotensin II. Bukti-bukti klinis
sudah mencapai tingkat evidence A, bahwa bila peran angiotensin II dihambat
ACE-inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB) risiko kejadian
kardiovaskular dapat dicegah/diturunkan secara meyakinkan.

2.6 DIAGNOSIS
Umumnya, penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Penderita baru
mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi pada target organ tertentu.
Diperlukan anamnesis yang sistematis meliputi:7
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-
obat analgesik dan obat/bahan lain
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
- Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan merokok
- Pola makan
- Kegemukan, intensitas olahraga
- Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis atau motoris
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan bantal
tinggi (lebih tinggi dari 2 bantal)
- Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri, hipertensi yang disertai kulit
pucat anemis

18
- Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudokasio intermiten.
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana
yang akan diambil. Algoritme tersebut diadaptasi dari Canadian
Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation for The
Management of Hypertension 2014untuk menentukan penderita HT yang
perlu diobati:8
a. Pasien yang pada kunjungan pertama memiliki TD >180/100 mmHg, atau
TD <180/100 mmHg namun sudah terjadi kerusakan target organ atau
pada mereka yang digolongkan HT emergensi atau urgensi, maka
penderita tersebut diatas sudah dapat didiagnosis sebagai HT dan langsung
dilakukan pengobatan.
b. Pasien yang pada kunjungan pertama memiliki TD 140-170/90-109
mmHg, tidak ada riwayat HT sebelumnya, maka dianjurkan diit rendah
garam dan merubah pola hidup, kemudian dilakukan pengukuran ulang.
Pada kunjungan berikutnya ternyata TD meningkat, maka penderita ini
sudah dapat didiagnosis sebagai HT dan diberi pengobatan. Apabila pada
kunjungan kedua TD menurun, dilakukan follow up. Pada kunjungan ke
tiga apabila TD meningkat dari yang sebelumnya, atau memiliki TD>
140/90 mmHg, maka dapat didiagnosis sebagai HT dan diberi pengobatan.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien


hipertensi antara lain: tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa),
kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum
(puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan
hematokrit, urinalisis, elektrokardiogram. Evaluasi pasien hipertensi
juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik,
yaitu: aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak), diabetes
(pemeriksaan gula darah), fungsi ginjal (pemeriksaan proteinuria, kreatinin
serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus).7

19
2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini
berhubungan dengan kerusakan organ target. Mengurangi risiko merupakan
tujuanutamaterapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara
bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko.6

a. Nonfarmakologi
Dalam guideline JNC VIII modifikasi gaya hidup tidak dibahas secara
detail. Mungkin hal ini dimaksudkan untuk tetap mengacu pada modifikasi gaya
hidup dalam JNC VII dan beberapa panduan lain.9

JNC VII merekomendasikan modifikasi gaya hidup yaitu: menurunkan


berat badan berlebih atau kegemukan, pembatasan asupan garam ≤100
meq/L/hari (2,4 g natrium atau 6 g natrium klorida), meningkatkan konsumsi
buah dan sayur, menurunkan konsumsi alkohol tidak lebih dari dua kali
minum/hari, meningkatkan aktivitas fisikpaling tidak berjalan 30 menit/hari
selama 5 hari/minggu serta menghentikan merokok, akan mengurangi risiko
kejadian kardiovaskuler. 7

Tabel Dampak Intervensi Gaya Hidup terhadap Tekanan Darah Orang


Dewasa dengan Hipertensi7

20
b. Terapi Farmakologi
Target nilai tekanan darah menurut JNC VIII bagi populasi umum usia
≥60 tahun terapi farmakologi dimulai pada SBP >150 dan DBP>90 mmHg
dengan target tekanan darah <150/90mmHg. Pada populasi umum usia ≥60
tahun jika terapi farmakologi berhasil mencapai SBP <140mmHg dan dapat
ditoleransi secara baik tanpa efek samping maka terapi tidak perlu diubah.
Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologi dimulai untuk mencapai
target DBP <90mmHg dan SBP <140mmHg. Pada populasi usia ≥18 tahun
dengan CKD atau diabetes terapi farmakologi bertujuan mencapai SBP
<140 dan diastolik <90mmHg.6

Panduan dalam pemilihan dosis obat antihipertensi dimulai dengan


satu obat kemudian dititrasi hingga mencapai dosis maksimal. Jika tujuan
tekanan darah tidak dicapai dengan penggunaan satu obat meskipun titrasi
dengan dosis maksimum yang disarankan, tambahkan obat kedua dari daftar
(thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB) dan titrasi sampai dengan
maksimum yang disarankan dosis obat kedua untuk mencapai tujuan tekanan
darah.6

Jika tujuan tekanan darah tidak tercapai dengan 2 obat, pilih obat ketiga
dari daftar (thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB), hindari
penggunaan kombinasi ACEI dan ARB. Titrasi obat sampai ketiga untuk
maksimum dosis yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tekanan darah.
Mulailah dengan 2 obat pada saat yang sama, memulai terapi dengan 2 obat
secara bersamaan, baik sebagai obat 2 yang terpisah atau sebagai
kombinasi pil tunggal. Titrasi obat ketiga sampai dengan maksimum dosis
yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tekanan darah.6

Berdasarkan panduan kombinasi dengan lebih dari dua obat dilakukan


ketika tekanan darah sistolik >160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik
>100 mmHg. Pertimbangkan kombinasi lainnya apabila tekanan darah
sistolik >20 mmHg di atas target dan atau tekanan darah diastolik >10
mmHg di atas target. Jika tidak bisa dicapai target penurunan tekanan darah
setelah kombinasi 2 obat dapat digunakan kombinasi 3 obat. Pilihan obat

21
ketiga dapat menggunakan thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB),
hindari penggunaan gabungan ACEI dan ARB. Titrasi obat sampai ketiga
dengan dosis maksimum yang disarankan.6

Obat antihipertensi yang direkomendasikan oleh JNC VIII adalah sebagai


berikut:9

Initial
Target Dose No. Of
Antihypertensive Daily
In RCTs Doses per
Medication Dose
Reviewed(mg) Day
(mg)
ACE inhibitors
Captopril 50 150-200 2
Enapril 5 20 1-2
Lisinopril 10 30 1
Angiotensin receptor
blocker
400 600-800 1-2
Eprosartan
4 12-32 1
Candesartan
50 100 1-2
Losartan
40-80 160-320 1
Valsartan
75 300 1
Irbesartan
B-Blocker
Atenolol 25-50 100 1
Metopronolol 50 100-200 1-2
Calcium channel
blocker
Amlodipine 2.5 10 1
Diltiazem extended 120-180 360 1
release 10 20 1-2
Nitrendipine
Thiazide-tipe
diuretics
5 10 1
Bendroflumethiazide
12.5 12.5-25 1
Chlorthalidone
12.5-15 25-100 1-2
Hydrochlorthiazide
1.25 1.25-2.5 1
Indapamide

22
Algoritma Penatalaksannan Hipertensi Menurut JNC VIII9

23
2.8 KOMPLIKASI
Kenaikan tekanan darah berhubungan dengan risiko penyakit
kardiovaskular secara konsisten dan independen dari faktor-faktor risiko yang
lain. Pada jangka panjang, hipertensi yang tidak terkendali akan mengakibatkan
kerusakan organ-organ lain.7

Penyakit kardiovaskular terutama hipertensi merupakan penyebab


kematian tertinggi di dunia. Risiko komplikasi ini tidak hanya tergantung kepada
kenaikan tekanan darah yang terus-menerus namun juga bertambahnya umur
penderita.Kenaikan tekanan darah yang berangsur lama juga akan merusak
fungsi ginjal. Makin tinggi tekanan darah, makin menurun laju filtrasi
glomerulus sehingga akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir. 7

Karena tingginya tekanan darah adalah faktor risiko independen yang kuat
untuk merusak ginjal menuju penyakit ginjal tahap akhir (PGTA), maka untuk
mencegah progresifitas menuju PGTA, usahakanlah mempertahankan tekanan
darah pada kisaran 120/80 mmHg.7

Gambar 6. Komplikasi hipertensi yang diobati tidak mencapai target

24
2.9 PENCEGAHAN
Pencegahan umum hipertensi antara lain yaitu:7
a. Pencegahan Primer: mengobati semua faktor risiko yang reversible
b. Pencegahan Sekunder:
- Mengobati kelainan non-hemodinamik (beyond blood pressure
lowering) yaitu kelainan disfungsi endotel dan disfungsi vascular
- Mengobati kelainan hemodinamik dengan obat anti hipertensi sesuai
guideline dengan monoterapi maupun kombinasi
c. Pencegahan Tersier: mengobati kerusakan organ target

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin:


Hipertensi 2014.
2. Ram, C. Venkata. Hypertension: A Clinical Guide. Texas: CRC Press,
Taylor & Francis Group; 2014.
3. Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam: Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
4. Guyton AC. John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC; 2008.
5. Oparil S, Zaman MA, Calhoun DA. Pathogenesis of Hypertension, Ann
Intern Med 2003.
6. Yulanda G, Lisiswati R. Penatalaksanaan hipertensi. Majority 2017;6(1).
7. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF,
penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th.ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular Edisi Pertama.
Jakarta: PERKI; 2015.
9. Muhadi. JNC 8: Evidence-based GuidelinePenanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. Jurnal CDK-236 2016;44(1).

26

Vous aimerez peut-être aussi