Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh:
Syauqi Darussalam Lutfi C111 13 361
Siti Kurniah Ramadhani C111 13 366
Pembimbing:
dr. Utami Murti Pratiwi
1
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 19 Mei2018
Pembimbing
2
BAB I
LAPORAN KASUS
KEDOKTERAN KELUARGA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Alamat : Perumahan Gerhana Alauddin
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status Pasien : BPJS
Waktu pemeriksaan : 16 Mei 2018
3
IV. KEADAAN RUMAH/LINGKUNGAN
1. Jenis bangunan : Permanen
2. Lantai rumah : Keramik
3. Luas Rumah : 7 x 10 m2
4. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Klinik
5. Penerangan : Baik
6. Kebersihan : Baik
7. Ventilasi : Baik
8. Dapur : Ada
9. Jamban keluarga : Ada
10. Sumber air minum : PDAM
11. Sumber pencemaran air : Tidak ada
12. Pemanfaatan pekarangan : Ada
13. Sistem pembuangan limbah : Ada
14. Temapat pembuangan sampah : Ada
15. Sanitasi lingkungan : Baik
V. SPIRITUAL KELUARGA
1. Ketaatan beribadah : Baik
2. Keyakinan tentang kesehatan : Baik
4
VIII. ANGGOTA KELUARGA
No. Nama Hub Umu Pendidika Pekerjaan Agama Kesehata Gizi Imunisas KB
dgn r n n i
KK
1. Ny. M Istri 27 th S1 Karyawan Islam Sehat Cukup - -
Swasta
2. Nn. S Anak 15 th SMA Siswa Islam Sehat Baik - -
IX. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Sakit kepala bagian belakang.
b. Keluhan tambahan :-
c. Riwayat penyakit sekarang
Seorang laki-laki berusia 29 tahun datang ke Klinik Health &
Nutrition Centre, dengan keluhan sakit kepala bagian belakang yang
dirasakan sejak 1 minggu lalu. Sakit kepala dirasakan terus menerus
dan semakin memberat, disertai tegang pada bagian leher. Pusing tidak
ada. Rasa mual ada, muntah tidak ada. Nyeri dada tidak ada, batuk
tidak ada, demam tidak ada. BAB biasa, BAK lancar.
d. Riwayat pengobatan : Pasien baru berobat teratur sejak tanggal 8 Mei
2018, mengkonsumsi captopril 25 mg dan amlodipin 10 mg.
e. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat didiagnosis oleh dokter dengan
hipertensi sejak tahun 2017 namun tidak berobat teratur karena pasien
tidak merasakan ada keluhan. Pasien baru mulai berobat sejak tanggal
8 Mei 2018 setelah pasien batal untuk cabut gigi karena tekanan darah
tinggi 170/110. Riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat penyakit
asam urat disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.
f. Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien memiliki penyakit hipertensi
dan stroke.
g. Riwayat Alergi :Tidak ada.
h. Riwayat kehidupan sosial dan kebiasaan hidup:
1. Pola makan pasien sering kali tidak teratur.
2. Pasien sering mengkonsumsi makanan asin.
5
3. Pasien jarang berolahraga.
X. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum:
Sakit ringan/gizi normal/composmentis
GCS 15 : E4M6V5
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu (aksilla) : 37,1 °C
Mata:
Kornea : Jernih, refleks kornea (+)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Bundar, isokor 2,5 mm/2,5 mm
Leher:
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : Bruit (-)
Kaku kuduk : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Paru:
Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan
Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada,
krepitasi tidak ada, vocal fremitus normal
Perkusi
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : ICS-VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan : Vetb.Th IX dextra posterior
6
Batas paru belakang kiri : Vetb. Th X sinistra posterior
Auskultasi
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronki tidak ada, wheezing
tidak ada
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak ada
Perkusi
Batas atas : ICS II sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler
Abdomen:
Inspeksi : Perut datar, ikut gerak napas, ascites tidak
ada
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Massa : Tidak teraba massa
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballottement (-)
Perkusi ` : Timpani
7
XII. RESUME PASIEN
Seorang laki-laki berusia 29 tahun datang ke Klinik Health &
Nutrition Centre, dengan keluhan sakit kepala bagian belakang yang
dirasakan sejak 1 minggu lalu. Sakit kepala dirasakan terus menerus
dan semakin memberat, disertai tegang pada bagian leher.Pasien baru
berobat teratur sejak tanggal 8 Mei 2018, mengkonsumsi captopril 25
mg dan amlodipin 10 mg.Riwayat didiagnosis oleh dokter dengan
hipertensi sejak tahun 2017 namun tidak berobat teratur karena pasien
tidak merasakan ada keluhan. Pasien baru mulai berobat sejak tanggal
8 Mei 2018 setelah pasien batal untuk cabut gigi karena tekanan darah
tinggi 170/110. Ibu pasien memiliki penyakit hipertensi dan stroke.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan status gemeralisata sakit ringan,
gizi baik, sadar. Dari tanda vital didapatkan tekanan darah, yaitu
160/100 mmHg, frekuensi nadi yaitu 84 kali/menit, frekuensi napas
yaitu 22 kali/menit ; Suhu (aksilla) yaitu 37,1 °C.
XIII. DIAGNOSIS
Hipertensi grade II on Treatment
8
60 menit, menjalani pola hidup sehat seperti yang sudah
dijelaskan, dan rekreasi dengan keluarga untuk menghindari
stress.
c. Kuratif : Terapi medikamentosa :
Captopril 25 mg 1-0-0
Amlodipin 10 mg 0-0-1
Vitamin B complex 2x1
Terapi non medikamentosa :
Mengikuti diet rendah garam.
Menghindari stress.
d. Rehabilitatif :
Kontrol ke dokter di klinik terdekat
Montoring: Tekanan darah, gula darah dan kolesterol
Monitoring: kepatuhan minum dan efek samping obat
XV. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad. Fungsionam : Dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat atau tenang.1
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. 1
10
kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh
darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,
obesitas dan lain-lain.1,3
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan
hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih
dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena
hipertensi primer.4
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alkohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
11
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hal ini terjadi pada sekitar 5-10% penderita. Penyebab hipertensi sekunder
dapat berasal dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder
yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner,
diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.1,6
2.3 EPIDEMIOLOGI
12
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai
macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah
mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9 %), dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.1
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis
individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia
menderita penyakit hipertensi. Jika penduduk Indonesia sebesar 252.124.458
jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa diduga menderita hipertensi. Terdapat 13
provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 426.655 jiwa.1
2.5 PATOGENESIS
Penyebab dari hipertensi sangatlah banyak dan tidak bisa diterangkan
hanya dengan satu faktor penyebab. Terdapat empat faktor yang mendominasi
terjadinya hipertensi yaitu:7
13
1. Peran volume intravaskular
Tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara cardiac output (CO)
atau curah jantung (CJ) dan TPR (total peripheral resistance, tahanan total
perifer ) yang masing masing dipengaruhi oleh beberapa faktor. (Gambar 1)
Volume intravaskular merupakan faktor penentu utama untuk kestabilan
tekanan darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR apakah dalam
posisi vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka
ginjal akan merespons agar ekskresi garam keluar bersama urine ini juga akan
meningkat. Tetapi bila upaya mengekskresi NaCl ini melebihi ambang
kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga volume
intravaskular meningkat.
Pada gilirannya CO atau CJ juga akan meningkat. Akibatnya terjadi
ekspansi volume intravaskular, sehingga tekanan darah meningkat. Seiring
dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara berangsur CO
atau CJ akan turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi. Bila TPR
vasodilatasi tekanan darah akan menurun, sebaliknya bila TPR vosokonstriki
tekanan darah akan meningkat.
14
2. Peran Kendali Saraf Autonom
Terdapat dua macam persarafan otonom, yang pertama ialah sistem
saraf simpatis, yang mana saraf ini yang menstimulasi saraf viseral (termasuk
ginjal) melalui neurotransmitter: katekolamin, epinefrin, maupun dopamin.
Sedang saraf parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi saraf simpatis.
Regulasi simpatis dan parasimpatis berlangsung independen tidak dipengaruhi
oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi secara automatis mengikuti siklus
sirkadian.
Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal,
otak,serta dinding vaskular pembuluh darah ialah reseptor α1, α2, β1, dan β2.
Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stres kejiwaan, rokok
dan sebagainya, akan terjadi aktivasi sistem saraf simpatis berupa kenaikan
katekolamin, norepinefrin dan sebagainya. Selanjutnya neurotransmitter ini akan
meningkatkan denyut jantung lalu diikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga
tekanan darah akan meningkat dan akhirnya akan mengalami agregasi platelet.
Peningkatan neurotransmitter NE ini mempunyai efek negatif terhadap jantung,
sebab di jantung ada reseptor α1, β1, dan β2 yang akan memicu terjadinya
kerusakan miokard, hipertrofi dan aritmia dengan akibat progresifitas dari
hipertensi ateroskelerosis. (Gambar 2)
Pada dinding pembuluh darah terdapat reseptor α1 yang bila NE
meningkat hal tersebut akan memicu vasokonstriksi sehingga hipertensi
ateroskelerosis juga makin progresif. Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab
diginjal ada reseptor β1 dan α1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium,
mengaktivasi sistem RAA, memicu vasokonstriksi pembuluh darah dengan
akibat hipertensi aterosklerosis juga makin progresif.
Selanjutnya bila NE kadarnya tidak pernah normal maka sindroma
hipertensi aterosklerosis juga akan berlanjut makin progresif menuju kerusakan
organ target/target organ damage (TOG).
15
Gambar 2. Faktor penyebab aktivasi saraf simpatis
16
Gambar 3. Proses angiotensionegen berubah menjadi angiotensin II
(sistem RAA)
17
Faktor risiko yang paling dominan memegang peranan untuk
progresivitas ternyata tetap dipegang oleh angiotensin II. Bukti-bukti klinis
sudah mencapai tingkat evidence A, bahwa bila peran angiotensin II dihambat
ACE-inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB) risiko kejadian
kardiovaskular dapat dicegah/diturunkan secara meyakinkan.
2.6 DIAGNOSIS
Umumnya, penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Penderita baru
mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi pada target organ tertentu.
Diperlukan anamnesis yang sistematis meliputi:7
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-
obat analgesik dan obat/bahan lain
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
- Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan merokok
- Pola makan
- Kegemukan, intensitas olahraga
- Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis atau motoris
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan bantal
tinggi (lebih tinggi dari 2 bantal)
- Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri, hipertensi yang disertai kulit
pucat anemis
18
- Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudokasio intermiten.
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana
yang akan diambil. Algoritme tersebut diadaptasi dari Canadian
Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation for The
Management of Hypertension 2014untuk menentukan penderita HT yang
perlu diobati:8
a. Pasien yang pada kunjungan pertama memiliki TD >180/100 mmHg, atau
TD <180/100 mmHg namun sudah terjadi kerusakan target organ atau
pada mereka yang digolongkan HT emergensi atau urgensi, maka
penderita tersebut diatas sudah dapat didiagnosis sebagai HT dan langsung
dilakukan pengobatan.
b. Pasien yang pada kunjungan pertama memiliki TD 140-170/90-109
mmHg, tidak ada riwayat HT sebelumnya, maka dianjurkan diit rendah
garam dan merubah pola hidup, kemudian dilakukan pengukuran ulang.
Pada kunjungan berikutnya ternyata TD meningkat, maka penderita ini
sudah dapat didiagnosis sebagai HT dan diberi pengobatan. Apabila pada
kunjungan kedua TD menurun, dilakukan follow up. Pada kunjungan ke
tiga apabila TD meningkat dari yang sebelumnya, atau memiliki TD>
140/90 mmHg, maka dapat didiagnosis sebagai HT dan diberi pengobatan.
19
2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini
berhubungan dengan kerusakan organ target. Mengurangi risiko merupakan
tujuanutamaterapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara
bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko.6
a. Nonfarmakologi
Dalam guideline JNC VIII modifikasi gaya hidup tidak dibahas secara
detail. Mungkin hal ini dimaksudkan untuk tetap mengacu pada modifikasi gaya
hidup dalam JNC VII dan beberapa panduan lain.9
20
b. Terapi Farmakologi
Target nilai tekanan darah menurut JNC VIII bagi populasi umum usia
≥60 tahun terapi farmakologi dimulai pada SBP >150 dan DBP>90 mmHg
dengan target tekanan darah <150/90mmHg. Pada populasi umum usia ≥60
tahun jika terapi farmakologi berhasil mencapai SBP <140mmHg dan dapat
ditoleransi secara baik tanpa efek samping maka terapi tidak perlu diubah.
Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologi dimulai untuk mencapai
target DBP <90mmHg dan SBP <140mmHg. Pada populasi usia ≥18 tahun
dengan CKD atau diabetes terapi farmakologi bertujuan mencapai SBP
<140 dan diastolik <90mmHg.6
Jika tujuan tekanan darah tidak tercapai dengan 2 obat, pilih obat ketiga
dari daftar (thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB), hindari
penggunaan kombinasi ACEI dan ARB. Titrasi obat sampai ketiga untuk
maksimum dosis yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tekanan darah.
Mulailah dengan 2 obat pada saat yang sama, memulai terapi dengan 2 obat
secara bersamaan, baik sebagai obat 2 yang terpisah atau sebagai
kombinasi pil tunggal. Titrasi obat ketiga sampai dengan maksimum dosis
yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tekanan darah.6
21
ketiga dapat menggunakan thiazide-jenis diuretik, CCB, ACEI, atau ARB),
hindari penggunaan gabungan ACEI dan ARB. Titrasi obat sampai ketiga
dengan dosis maksimum yang disarankan.6
Initial
Target Dose No. Of
Antihypertensive Daily
In RCTs Doses per
Medication Dose
Reviewed(mg) Day
(mg)
ACE inhibitors
Captopril 50 150-200 2
Enapril 5 20 1-2
Lisinopril 10 30 1
Angiotensin receptor
blocker
400 600-800 1-2
Eprosartan
4 12-32 1
Candesartan
50 100 1-2
Losartan
40-80 160-320 1
Valsartan
75 300 1
Irbesartan
B-Blocker
Atenolol 25-50 100 1
Metopronolol 50 100-200 1-2
Calcium channel
blocker
Amlodipine 2.5 10 1
Diltiazem extended 120-180 360 1
release 10 20 1-2
Nitrendipine
Thiazide-tipe
diuretics
5 10 1
Bendroflumethiazide
12.5 12.5-25 1
Chlorthalidone
12.5-15 25-100 1-2
Hydrochlorthiazide
1.25 1.25-2.5 1
Indapamide
22
Algoritma Penatalaksannan Hipertensi Menurut JNC VIII9
23
2.8 KOMPLIKASI
Kenaikan tekanan darah berhubungan dengan risiko penyakit
kardiovaskular secara konsisten dan independen dari faktor-faktor risiko yang
lain. Pada jangka panjang, hipertensi yang tidak terkendali akan mengakibatkan
kerusakan organ-organ lain.7
Karena tingginya tekanan darah adalah faktor risiko independen yang kuat
untuk merusak ginjal menuju penyakit ginjal tahap akhir (PGTA), maka untuk
mencegah progresifitas menuju PGTA, usahakanlah mempertahankan tekanan
darah pada kisaran 120/80 mmHg.7
24
2.9 PENCEGAHAN
Pencegahan umum hipertensi antara lain yaitu:7
a. Pencegahan Primer: mengobati semua faktor risiko yang reversible
b. Pencegahan Sekunder:
- Mengobati kelainan non-hemodinamik (beyond blood pressure
lowering) yaitu kelainan disfungsi endotel dan disfungsi vascular
- Mengobati kelainan hemodinamik dengan obat anti hipertensi sesuai
guideline dengan monoterapi maupun kombinasi
c. Pencegahan Tersier: mengobati kerusakan organ target
25
DAFTAR PUSTAKA
26