Vous êtes sur la page 1sur 8

Jenis-jenis kegawat daruratan NAPZA Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA : Yang

dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan prilaku abnormal akibat penggunaan zat
yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh.

1. Intoksikasi / Over Dosis

a. Intoksokasi Opioida Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala penurunan
kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis),
pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle track sign),
bicara cadel, dan gangguan 7 atensi atau daya ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang
bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi
psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian
opioid. Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah:

a. Bebaskan jalan napas

b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan

c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika diperlukan

d. Pemberian antidotum Nalokson · Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV · Dengan hipoventilasi
berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV · Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg Narcan
hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik · Rujuk ke ICU jika
dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran · Berikan 1
ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali · Observasi
secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam · Pasang
intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG · Puasakan klien untuk menghindari aspirasi · Lakukan
pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium, yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis

b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin)

Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat darurat atau intervensi
farmakologi.Intoksikasi benzodiazepin yang fatal sering terjadi pada anak-anak atau individu dengan
gangguan pernapasan atau bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya seperti opioida.

Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga,
ataksia, berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan ataksia, letih, lemah, konfusi,
somnolent, koma, pupilmiosis, hip[otermi, depresi sampai 8 dengan henti pernapasan.bila diketahui segera
dan mendapat terapi kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal. Namun pada perawatan
yang tidak memadai maka fungsi respirasi dapat memburuk karena asapirasi isi lambung yang merupakan
faktor resiko yang sangat serius.
Penatalaksanaan adalah dengan memberikan tindakan kolaboratif berupa pemberian terapi kombinasi
yang ditujukan untuk :

1) Mengurangi efek obat didalam tubuh Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan
Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut
lalu dapat diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah 60 detik sampai total kumulatif 3 mg. Tindakan suppurtive
adalah dengan mempertahankan jalan napas, dan memperbaiki gangguan asam basa.

2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut Mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru terjadi
pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi
untuk menetralkan efek obat.

3) Mencegah komplikasi jangka panjang Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi dan
edema paru.Bila sudah terjadi aspirasi maka dapat diberikan antibiotik.Bila klien ada usaha untuk bunuh
diri maka klien tersebut harus ditempatkan ditempat khusus dengan pengawasan ketat setelah keadaan
darurat diatasi.

c. Intoksikasi Anfetamin

Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala
seperti takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan darah, banyak keringat
atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotot, kelelahan
otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia,
distonia atau koma. Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan pemberian
terapi suportife lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll. d. Intoksikasi alkohol 9

Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala (satu atau lebih) bicara cadel,
inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan
stupor atau koma.

Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan menidurkan klien terlentang dan posisi
”face down” untuk mencegah aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat tiap 15
menit,memberikan tindakan kolaboratif dengan pemberian Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis
terjadinya Wernicke Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara IV serta dengan
memberikan 0,4 – 2 mg Naloksone bila klien memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian opioida. Dalam
penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu waspada atas perilaku klien, diantaranya
adalah antipasi jika klien agresif,. Untuk itu diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga tidak membuat
klien merasa ketakutan dan terancam.Untuk itu harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu
tawarkan klien untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat diberikan sedatif dengan dosis
rendah dan jika perlu dapat diberikan Halloperidol injeksi secara IM.
e. Intoksikasi Kokain

Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis misalnya euforia atau efek
mendatar, perubahan dalam stabilitas, hypervigilance / kewaspadaan yang meningkat, interpersonal
sensitivity, ansietas, kemarahan, tingkah laku yang stereotip, menurunnya fungsi sosial dan fungsi
pekerjaan yang berkembang selama atau setelah penggunaan kokain. Tanda dan gejala ( dua atau lebih)
yang muncul diantaranya adalah takikardia atau bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau penurunan
tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau
retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi, nyeri dada atau arimia jantung, bingung (confusion),
kejangdyskinesia, dystonia, hingga dapat menimbulkan koma. Penatalaksanaan setelah pemberian
bantuan hidup dasar adalah dengan melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-terapi
simtomatik, 10 misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul gejala agitasi, pemberian obatobat anti
psikotik jika timbul gejala psikotik , dan pemberian terapi-terapi lainnya sesuai dengan gejala yang
ditemukan.

2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat)

Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu kondisi cukup berat yang ditandai
dengan adanya ketergantungan fisik yaitu toleransi dan sindrome putus zat. Sindroma putus zat adalah
suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti
menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala
pemutusan zat. Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu :

 Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat
dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda
ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional dan ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid
dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment). Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah
awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Beberapa jenis cara
mengatasi putus opioida :

 Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya
simptomatik saja. Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam
mefenamat dan sebagainya. Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri
metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas, Untuk insomnia beri
hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine.

 Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein
dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit.
 Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg
BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis 11 diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari.
Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.

 Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification).
Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif
oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat
(naltrekson) lebih kurang 1 tahun

 Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam.
Tentukan dahulu test toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan
bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari
sampai gejala putus zat hilang

 Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan
percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi

 Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA - Pada gangguan waham karena amfetamin atau
kokain berikan Injeksi Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari. - Pada gangguan
waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM. - Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol
beri Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alcohol

 Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu
yang mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya
antara lain : menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum, muntah, dehidrasi,
hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya
berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari
Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan NAPZA Mengingat kasus intoksikasi dapat mengancam
nyawa, maka upaya penatalaksanaan kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Kegawatan Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka


walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan
seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti
tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat
dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat dimulai.
Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan.
 A = Airway Support Factor
utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di jalan napas klien, seperti lidah,
makanan ataupun benda asing lainnya. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas
pada klien tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan ototnya
sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trachea
sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.
Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari), yaitu memasukkan jari
telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang klien. Kemudian tanpa menggerakkan
pergelangan tangan, silangkan kedua jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga
rahang atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda yang menyumbat atau berpotensi
menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan
menggunakan jari telunjuk yang terbungkus kassa (jika ada). Ada dua maneuver yang lazim
digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust.
 Head tilt atau chin lift: Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna NAPZA
tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini
adalah :
1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat denga dahi
korban).
2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah belakang.
3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban.
4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan sampai mulut klien
tertutup.
5. Pertahankan posisi ini.
 Jaw trust : Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik ini menguras
tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien pengguna NAPZA denag
cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban.
Letakkan tangan dikedua sisi kepala korban.
2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban anak-anak, gunakan
dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang.
3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini
menarik lidah menjauhi tenggorokan.
4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah
denagn kedua ibu jari.

 B = Breathing Support
Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk menilai secara
normal dapat dilihat dari pengembangn dada dan berapa kali seseorang bernafas dalam
satu menit.Frekuensi/ jumlah pernafasan normal adalah 12-20x / menit pada klien
deawasa. Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat tanda-tanda
sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas
cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan otototot
bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir
dan ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas, tidak
dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak bernapas.
Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status pernapasan klien untuk
mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas secara spontan atau tidak. Prinsip dari
melakukan tindakan ini adalah dengan cara melihat, mendengar dan merasakan (Look,
Listen and Feel = LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan pernapasan.
Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung klien. Rasakan,
dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung
korban.Lakukan LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik. Jika terlihat pergerakan dada,
terdengar suara napas dan terasa hembusan napas klien, maka berarti klientidak
menglami henti napas.masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi
ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan jalan napas tetap
terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga dan memberikan posisi mantap. Jika korban
tidakbernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag volume yang cukup untuk dapat
mengembangkan dada. Lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada
mengembang adalah 1detik.Demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan
melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari pemberian pernapasan yang
terlalu banyak dan terlalu kuat karena akan menyebabkan kembung (distensi abdomen)
dan dapat menimbulan komplikasi padaparu-paru. Bantuan pernapasan dari mulut ke
mulut bertujuan memberikan ventilasi oksigen kepada klien.Untuk memberikan bantuan
tersebut, buka jalan napas klien, tutup cuping hidung klien dan mulut penolong mencakup
seluruh mulut klien.Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik.lalu penolong bernapas
biasa dan berikan pernapasan 1 kali lagi. Perhatikan adakah pengenbangan dada klien.
Jika tidak terjadi pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka
jalan napas. Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2 tipe, yaitu
pelindung wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk lembaran yang terbuat
dari plastic bening atau silicon yang dapat mengurangi kontak antara klien dengan
penolong.Sedangkan jika memakai sungkup wajah, maka biasanya terdapat lubang
khusus untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka berikan aliran
oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.

 C = Circulation Support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan


kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu
untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar
dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). Jika
tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan penyulitpenyulit
seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga dada dan injuri organ
abdomen. Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa klien
dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba.
 Cara melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan
1. cara meletakkan dua jari diatas laring (jakun).
2. Lalu geser jari penolong ke arah samping dan hentikan disela-sela antara laring dan otot leher.
3. Setelah itu barulah penolong merasakan denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10
detik.
4. Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua tangan ditulang dada
bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri dengan posisi lengan tegak lurus dengan
sendi siku tetap dalam eksteni (kepala tengkorak).
5. Untuk memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi dengan kecepatan 100x/menit
dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus dilakukan selam nadi tidak teraba dan
hindari penghentian kompresi yang terlalu sering. Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian
adalah 30:20. Rasio ini dibuat untuk menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian
hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi.
2. Penilaian Klinik Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian karena dapat
mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok.
3. Anamnesis Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada tingkat
kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah mendapatkan informasi yang
penting seperti :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk obat yang ering
dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota keluarga, teman, atau petugas kesehatan
yang biasa mendampingi (jika ada) tentang obat yang biasa digunakan.
b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik.
c. Pemeriksaan fisik Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat intosikasi,
yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung, ukuran pupil, keringat, dan lain-
lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang
memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik harus dilakukan berulang.

Vous aimerez peut-être aussi