Vous êtes sur la page 1sur 17

ASKEP NAPZA

Kelompok 3:
Miki Puspita
Muhammad Geges Pratama
Mutia Restu Rahmayuli
Rahmat Septiawan
Ratih Purnama Wati
Sarah Dian Rani
Siti Mulyani Muslim
Syafriwal Hendra
Vivi Melani
Yollis Suwirta
Yulia Fernando

DOSEN PEMBIMBING :
Ns.Delfatmawati, S.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan inayah-Nya
Penulis telah dapat menyelesaikan Makalah ini meski secara sederhana. Semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Makalah ini Penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah system respirasi. Dalam
penyusunannya Penulis menemui berbagai rintangan. Namun Allah SWT sangat memperhatikan
hambanya yang mau berusaha dan berdo’a. Sehingga dengan adanya bantuan dari berbagai pihak
Makalah ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini,tak lupa Penulis ucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan Makalah ini. Semoga bantuan dan partisipasi dari berbagai
pihak dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap Makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bukittinggi, 10 November 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA
pada akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah
serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak
masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak
remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja
(DepKes, 2001).

Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya


pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang
rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor
lingkungan.

Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor
keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian
keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada
kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di
atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal
ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena
penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.

Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan


ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering
tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian NAPZA?
2. Apa Jenis-Jenis Napza?
3. Bagaimana Etiologi penyalahgunaan NAPZA?
4. Bagaimana Rentang Respon Koping Penggunaan Zat?
5. Bagaimana Perspektif Psikodinamika NAPZA?
6. Apa Tanda dan Gejala Napza?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik NAPZA?
8. Bagaimana Penatalaksanaan NAPZA?
9. Bagaimana Askep NAPZA?

3. Tujuan Masalah
1. Pengertian NAPZA
2. Jenis-Jenis Napza
3. Etiologi penyalahgunaan NAPZA
4. Rentang Respon Koping Penggunaan Zat
5. Perspektif Psikodinamika NAPZA
6. Tanda dan Gejala Napza
7. Pemeriksaan Diagnostik NAPZA
8. Penatalaksanaan NAPZA
9. Askep NAPZA
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering
dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang
berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan
biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek
yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik
(Stuart dan Sundeen, 1995).

Napza adalah singkatan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya.Narkotika UU no 22, tahun 1997 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.Alkohol adalah minuman yang
mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan distilasi atau fermentasi tanpa distilasi, baik
dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain
atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau
dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol.Psikotropika adalah zat atau
obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Zat Adiktif Lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau
psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika
menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 meliputi ectasy, shabu-shabu, obat
penenang/obat tidur, obat anti depresi dan anti psikosis

2. Jenis-Jenis Napza
1. Opioida

Opioida dihasilkan dari getah opium poppy yang diolah menjadi morfin,
kemudian dengan proses tertentu menghasilkan putaw, dimana putau mempunyai
kekuatan 10 kali melebihi morfin.Opiate disahgunakan dengan cara disuntik atau
dihisap, dengan nama jalannya adalah putau, ptw, black heroin, brown sugar. Opiate
dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :

a. Opiate alamiah : morfin, opium, codein


b. OPiate semi sintetik : heroin/putau, hidromorfin
c. OPiate sintetik : meperidin, propoksipen, metadon.
2. Kokain

Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar


erythroxylon coca, yang berasal dari amerika selatan, dimana daun dari tanaman
belukar ini biasanya di kunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan
efek stimulan.Nama jalanan dari kokain adalah koka, coke, happy dust, charliesnow/
salju, putih.

3. Kanabis (ganja )

Kanabis mengandung delta-9 tetra-hidrokana-binol(THC). Ganja yang


dibentuk sebagai rokok merupakan tanaman yang sudah dikeringkan dan di rajang,
kemudian dilinting seperti tembakau. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
sindrom amotivasional, yaitu sekumpulan gejala yang timbul karena penggunaan
ganja dalam jangka waktu yang lama dan dalam jumlah yang banyak sehingga
mengakibatkan kemampuan bicara, baca, hitung akan menurun, kemampuan dan
keterampilan sosial terhambat.

4. Amfetamin

Nama generik amfetamin adalah D-pseudo efinefrin, yang digunakan sebagai


dekongestan. Amfetamin terdiri dari 2 jenis yaitu MDMA (methilene dioxi
methamphetamine) / ekstasi dan mentafetamin (sabu-sabu).

5. Lysergic acid (LSD)

Biasa didapatkan berbentuk seperti kertas berukuran kotak kecil, sebesar


seperempat prangko dalam banyak warna dan gambar, ada juga yang berbentuk pil
dan kapsul.

6. Sedatif hipnotik (benzodiazepine)

Sedatif (obat penenang) hipnotik (obat tidur) yang disalahgunakan adalah


benzodiazepam. Cara penggunaannya dapat melalui oral, intravena, atau rektal.

7. Solvent/inhalansia

Adalah zat yang berbentuk gas dan dapat masuk kedalam tubuh melalui
sistem pernapasan (paru-paru).

8. Alkohol

Diperoleh dari proses permentasi madu, gula, sari buah, atau umbi-umbian.
Hasil permentasi ini dapat diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari 15%, tetapi
dengan proses penyulingan dapat dihasilkan alkohol dengan kadar yang lebih tinggi,
bahkan mencapai 100%.

3. Etiologi penyalahgunaan NAPZA

Faktor penyebab pada klien dengan penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA


meliputi:

1. Faktor biologi
Kecenderungan keluarga, terutama penyalahgunaan alkohol. Perubahan
metabolisme alcohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman.

2. Faktor psikologik
a. Tipe kepribadian ketergantungan
b. Harga diri rendah biasanya sering b.d penganiayaan waktu masa kanak kanak
c. Perilaku maladaptif
d. Mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit
e.
3. Faktor sosiokultural
a. Ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap pengguna obat
b. Ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan berbagai zat seperti
tembakau, alkohol
c. Sikap, nilai, norma dan sanksi cultural
d. Kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan

4. Rentang Respon Koping Penggunaan Zat

1. Penggunaan zat adiktif secara eksperimental ialah:


Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki
pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf coba- coba.
2. Penggunaan zat adiktif secara rekreasional ialah:
Menguunakan zat od saat berkumpul bersama-sama dengan teman sebaya, yang
bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3. Penggunaan zat adiktif secara situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual,sudah
merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan
cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya
digunakan pada saat konflik, stress dan frustasi.
4. Penyalahgunaan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin,
paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan perilaku
dan mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan social dan pendidikan.
5. Ketergantungan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis.
Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat. Yang
dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa
menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau
menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala
pemutusan zat.

5. Perspektif Psikodinamika

Perspektif psikodinamika yaitu individu yang mengalami masalah penyalahg


unaan dan ketergantungan NAPZA, khususnya pada alkohol mencerminkan adanya
kepribadian ketergantungan oral. Individu tersebut mengalami fiksasi fase oral dalam
perkembangan psikoseksualnya. Individu yang minum alkohol terlalu banyak (alkoholik)
pada masa dewasa merupakan simbolisasi usaha untuk mencapai kepuasan oral. Dengan
kata lain dinyatakan bahwa alkoholisme merupakan representasi fiksasi oral disebabkan
oleh konflik ketidaksadaran pada masa kanak-kanak.

Penyalahgunaan NAPZA dalam perspektif psikodinamika sangat dipengaruhi


oleh kondisi individu pada awal masa kehidupan nya, sehingga intervensi pada masa
kehidupan remaja menjadi tidak berarti. Dengan demikian pada masa remaja seolah-olah
problema penyalahgunaan NAPZA adalah suatu masalah yang tidak dapat dikendalikan
oleh remaja itu sendiri

6. Tanda dan Gejala


1. Eforia
2. Mengantuk
3. Konstipasi
4. Penurunan kesadaran
5. Mata merah
6. Mulut kering
7. Banyak bicara dan tertawa
8. Nafsu makan meningkat
9. Gangguan persepsi
10. Pegendalian diri berkurang
11. Jalan sempoyongan
12. Memperpanjang tidur
13. Hilang kesadaran
14. Berkeringat dan bergetar
15. Selalu terdorong untuk bergerak
16. Cemas
17. Depresi
18. Paranoid
19. Nyeri
20. Mata dan hidung berair
21. Perasaan panas dingin
22. Gangguan daya ingat
23. Muka merah
24. Mudah marah
25. Tangan gemear
26. Mual muntah
27. Kelelahan
28. Energy berkurang

7. Pemeriksaan Diagnostik

1. Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin


2. Radio immuno-assay mendeteksipecandu apa bukan, dapat diketahui melalui uji
nalorfin.

8. Penatalaksanaan

1. Pencegahan
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
b. Deteksi dini perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada
narkoba.
2. Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak,


makan makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan perhatiannya
dari narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter. Pengguna harus
diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam 3-5 hari.

3. Pengobatan
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut
berhenti sendiri.

b. Detoktifkasi dengan substitusi


Patau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon, substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik
dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian
substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai
berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat
yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri,
rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat
putus zat tersebut
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melaui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA
A. Pengkajian

Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan format pengkajian di


ruang psikiatri atau sesuai dengan pedoman yang ada di masing-masing ruangan
tergantung pada kebijaksanaan rumah sakit dan format pengkajian yang tersedia. Adapun
pengkajian yang dilakukan meliputi :

a. Perilaku

b. Faktor penyebab dan faktor pencetus

c. Mekanisme koping yang digunakan oleh penyalahguna zat meliputi:

 penyangkalan (denial) terhadap masalah


 rasionalisasi
 memproyeksikan tanggung jawab terhadap perilakunya
 mengurangi jumlah alkohol atau obat yang dipakainya
 Sumber-sumber koping (support system) yang digunakan oleh klien

B. Diagnosa Keperawatan

Perlu diingat bahwa diagnosa keperawatan di ruang detoksifikasi bisa berulang di


ruang rehabilitasi karena timbul masalah yang sama saat dirawat di ruang rehabilitasi.
Salah satu penyebab muncul masalah yang sama adalah kurangnya motivasi klien untuk
tidak melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Hal lain yang juga berperan
timbulnya masalah pada klien adalah kurangnya dukungan keluarga dalam membantu
mengurangi penyalahgunaan dan penggunaan zat.

Masalah keperawatan yang sering terjadi di ruang detoksifikasi adalah selain


masalah keperawatan yang berkaitan dengan fisik juga masalah keperawatan seperti:

a. Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
pengguna NAPZA
C. Intervensi Keperawatan

Intervensi untuk diagnose 1 :

Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga terutama anggota keluarga
pengguna NAPZA

1. Tujuan khusus

a. Keluarga mampu mengenal dengan baik anggota keluarga pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang criteria remaja pengguna NAPZA.

2. Latih keluarga mengenali remaja pengguna NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali remaja pengguna NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.

b. Keluarga mampu mengambil keputusan terhadap remaja pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang akibat dari remaja pengguna


NAPZA

2. Latih keluarga mengenali akibat dari remaja pengguna NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali akibat remaja pengguna


NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-halyang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.


c . Keluarga mampu merawat keluarga dengan remaja pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara mencegah dan merawat


remaja pengguna NAPZA.

2. Latih keluarga cara mencegah dan merawat remaja pengguna NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu mencegah dan merawat remaja


pengguna NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.

d. Keluarga mampu memodifikasi remaja pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara memodifikasi lingkungan


rumah remaja pengguna NAPZA.

2. Latih keluarga cara memodifikasi dari remaja pengguna NAPZA.

3. Motivasi keluarga untuk selalu melakukan modifikasi remaja pengguna


NAPZA

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.

e. Keluarga mampu menggunakan sumber daya untuk penanganan remaja


pengguna NAPZA.

Intervensi :

1. Bersama keluarga diskusikan tentang penggunaan sumber daya masy


untuk remaja Pengguna NAPZA.

2. Latih keluarga menggunakan sumber daya untuk remaja pengguna


NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu menggunakan sumber daya untuk
remaja pengguna NAPZA.

4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.

5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.

6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.

Strategi Pelaksaan

A. Pasien
Sp1
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mendiskusikan dampak NAPZA
3. Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
4. Mendiskusikan cara mengontrol keinginan
5. Latihan cara meningkatkan motivasi
6. Latihan cara mengontrol keingan
7. Membuat jadwal aktivitas
Sp 2
1. Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah
2. Mendiskusikan cara hidup sehat
3. Latihan cara menyelesaikan masalah
4. Latihan cara hidup sehat
5. Mendiskusikan tentang obat

B. Keluarga
Sp 1
1. Mendiskusikan masalah yang dialami
2. Mendiskusikan tentang NAPZA
3. Mendiskusikan tahapan penyembuhan
4. Mendiskusikan cara merawat
5. Mendiskusikan kondisi yang perlu dirujuk
6. latihan cara merawat
Sp 2
1. Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
2. Mendiskusikian pengawasan dalam minum obat
D. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan dari klien adalah sebagai berikut :


1. Klien mengetahui dampak NAPZA
2. Klien mampu melakukan cara meningkatkan motivasi untuk berhenti menggunakan
NAPZA
3. Klien mampu mengontrol kemampuan keinginan menggunakan NAPZA kembali
4. Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat
6. Klien mematuhi program pengobatan

Evaluasi yang diharapkan dari keluarga adalah sebagai berikut :


1. Keluarga mengetahui masalah yang dialami klien
2. Keluarga mengetahui tentang NAPZA
3. Keluarga mengetahui tahapan proses penyembuhan klien
4. Keluarga berpartisipasi dalam merawat klien
5. Keluarga memberikan motivasi pada kilien untuk sembuh
6. Keluarga mengawasi klien dalam minum obat
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering
dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang
berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan
biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek
yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik
(Stuart dan Sundeen, 1995).

B. Saran

Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar


bermanfaat untulk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya tujuan dari
makalah ini dapat memasyarakat dan terimplementasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana


pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada
pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

Vous aimerez peut-être aussi