Vous êtes sur la page 1sur 54

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PEMANFAATAN FRAKSI ETANOL INFUSA DAUN BELUNTAS


(Pluchea indica Less.) MENGGUNAKAN 3 BASIS MINYAK NABATI
BERBEDA UNTUK PEMBUATAN SABUN MANDI CAIR ANTISEPTIK

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III Farmasi

Disusun oleh:

AMELIA HARDIKA NINGRUM


NIM. M3508005

PROGRAM DIPLOMA III FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2011

commiti to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang

telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, 20 Juli 2011

Amelia Hardika Ningrum


NIM. M3508005

commit to user
iii

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PEMANFAATAN FRAKSI ETANOL INFUSA DAUN BELUNTAS


(Pluchea indica Less.) MENGGUNAKAN 3 BASIS MINYAK NABATI
BERBEDA UNTUK PEMBUATAN SABUN MANDI CAIR ANTISEPTIK

AMELIA HARDIKA NINGRUM

Jurusan Diploma III Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta

INTISARI

Daun beluntas (Pluchea indica Less.) mengandung fenol hidrokuinon, tannin,


alkaloid, kuersetin, vitamin C, saponin, dan minyak atsiri. Beluntas memiliki aktivitas
antioksidan, antibakteri (melawan Staphylococcus aureus) dan fungisida (melawan
Malassezia sp.), sehingga dapat digunakan sebagai agen antiseptik. Tujuan utama
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas serta non iritasi sabun mandi
cair antiseptik yang mengandung fraksi etanol infusa daun beluntas dengan basis 3
minyak nabati berbeda.
Formula sabun mandi cair antiseptik berbasis minyak kelapa, minyak jarak
dan minyak zaitun. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan
the one-shot case study design. Sabun mandi cair yang diperoleh, dievaluasi
stabilitasnya meliputi: organoleptik (bentuk, bau dan warna), viskositas dan pH
selama 6 minggu penyimpanan, serta diuji keamanannya dengan uji iritasi. Nilai pH
dan viskositas dianalisis menggunakan one way ANOVA jika data terdistribusi
normal dan jika ada perbedaan nyata, dilanjutkan uji Duncan. Jika data terdistribusi
tidak normal, menggunakan Uji Kruskal-Wallis.
Nilai pH sabun mandi cair antiseptik sesuai persyaratan SNI 06-4085-1996
yakni berkisar antara 9 sampai 11 serta tidak menimbulkan iritasi. Sabun mandi cair
antiseptik yang dihasilkan dari basis minyak kelapa merupakan sabun mandi cair
antiseptik yang paling stabil selama periode evaluasi.

Kata kunci: sabun mandi cair, antiseptik, saponifikasi, Pluchea indica Less.

commit to user
iv

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

THE UTILIZATION OF ETHANOL FRACTION OF BELUNTAS LEAF


(Pluchea indica Less.) INFUSION BY USING THREE DIFFERENT
VEGETABLE OIL BASES FOR PRODUCING THE
ANTISEPTIC LIQUID BATH SOAP
AMELIA HARDIKA NINGRUM

Diploma III in Pharmacy, the Faculty of Mathematics and Natural Science,


Sebelas Maret University

ABSTRACT

Beluntas leaf (Pluchea indica Less.) contains phenol and hydroquinone,


tannin, alkaloid, quercetin, Vitamin C, saponin, and essential oil. It has antioxidant,
antibacterial (against Staphyloccocus aureus), and fungicidal (Malassezia sp.)
activities so that it can be used as an antiseptic agent. The main objective of this
research is to investigate the stability and the non-irritating capability of the antiseptic
liquid bath soaps which contain the ethanolic fraction of beluntas leaf with three
different vegetable oil bases, namely: the coconut oil, castor oil, and olive oil.
This research used the experimental method with the one-shot case study
design. The bath soaps were tested in terms of organoleptic status (form, smell, and
color), viscosity, and pH for a six-week storage. The safety of the soaps was also
tested in term their irritating capability. The pH and viscosity of the soaps were
analyzed by using the one-way analysis of variance (ANOVA). When the data were
normally distributed and there were real differences, they were analyzed by Duncan’s
test. Yet, if the data were normally distributed, they were analyzed by using Kruskal-
Wallis’s test.
The result of the research shows that the pH value of the antiseptic liquid bath
soap has been in compliance with the pH required by SNI-06-4085-1996, meaning
that it ranges from 9 to 11 and does not cause irritation. The antiseptic liquid soap
resulting from the coconut oil basis is the most stable during the evaluation period.

Keywords: Liquid bath soap, antiseptic, ethanol fraction of beluntas leaf infusion and
Pluchea indica Less.

commit to user
v

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

commit to user
vi
Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan untuk:

Ibunda Suminten yang ku cintai dan sayangi, terimakasih atas doa,


kasih sayang, semangat, motivasi dan ketegaran yang diajarkan
padaku. Semoga ini menjadi kebanggaanmu.

commit to user
vii

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang dengan kuasa-Nya
kita dapat menikmati hidup dan segala karunia-Nya, Sholawat serta salam selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta sahabat,
keluarganya dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulis tidak henti-hentinya mengucap syukur atas karunia yang telah
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa karena penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir dengan judul “Pemanfaatan Fraksi Etanol Infusa Daun Beluntas (Pluchea
indica less.) Menggunakan 3 Basis Minyak Nabati Berbeda Untuk Pembuatan Sabun
Mandi Cair Antiseptik” sesuai waktu yang ditentukan.
Penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
kelulusan Program Diploma III Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari
berbagai pihak yang telah banyak membantu. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons)., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Ahmad Ainurrofiq, M.Si., Apt. selaku Kepala Program Diploma III Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta
3. Rita Rakhmawati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing tugas akhir sekaligus
Pembimbing Akademik, yang telah memberikan petunjuk dan masukan selama
pembuatan tugas akhir dan yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan
akademik selama menjadi mahasiswa DIII Farmasi.
4. Ibunda Suminten, S.Pd dan Bapak Bripka Subiyantoro yang telah banyak berjasa
memberikan dukungan moral maupun material pada penulis selama ini.

commit to user
viii

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Adinda Hesty Melinda dan Lita Sri Wahyuni yang selalu mendoakan dan
membangkitkan semangat penulis.
6. Ali Hasan Jaujari Kha Zami yang telah banyak membantu penulis selama 4 tahun
ini.
7. Semua mahasiswa Diploma III Farmasi 2008 yang telah banyak membantu
selama pelaksanaan pembuatan tugas akhir.
8. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu
penulis.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Harapan
penulis semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya serta
bagi calon Ahli Madya Farmasi pada umumnya. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

commit toix user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii
INTISARI .................................................................................................... iv
ABSTRACT.................................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar belakang ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 2
1.5 Batasan Masalah .................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 3
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................... 3
2.1.1 Tanaman beluntas (Pluchea indica Less.) ...................... 3
2.1.1.1 Morfologi tanaman .......................................... 3
2.1.1.2 Klasifikasi tanaman ......................................... 4
2.1.1.3 Manfaat dan kandungan tanaman ..................... 4
2.1.2 Minyak ......................................................................... 6

commit to user
x
Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.1.2.1 Minyak kelapa (Coconut oil) ........................... 9


2.1.2.2 Minyak zaitun (Olive oil)................................. 10
2.1.2.3 Minyak jarak (Castor oil) ................................ 11
2.1.3 Sabun ............................................................................ 11
2.1.3.1 Pembuatan sabun cair ...................................... 13
2.1.3.2 Keuntungan sabun cair .................................... 15
2.1.4 Stabilitas emulsi ............................................................ 16
2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................... 17
2.3 Hipotesis ................................................................................ 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 19
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 19
3.2 Variabel Penelitian ................................................................. 19
3.2.1 Identifikasi variabel penelitian .................................... 19
3.2.2 Klasifikasi variabel utama ........................................... 19
3.2.3 Definisi operasional variabel utama ............................ 19
3.3 Alat dan Bahan ....................................................................... 20
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 20
3.4.1 Waktu penelitian ......................................................... 20
3.4.2 Tempat penelitian ....................................................... 20
3.5 Cara Kerja .............................................................................. 21
3.5.1 Preparasi simplisia ...................................................... 21
3.5.2 Pembuatan sabun mandi cair antiseptik ....................... 22
3.5.3 Pengujian stabilitas sabun mandi cair antiseptik .......... 23
3.5.4 Pengujian keamanan sabun mandi cair antiseptik ........ 24
3.6 Pengumpulan dan Analisis Statistik Data................................ 25
3.7 Diagram Alir Cara Kerja ........................................................ 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 26
4.1 Hasil Pembuatan Fraksi Etanol Infusa Daun Beluntas ............ 26
4.2 Hasil Formulasi Sabun Mandi Cair Antiseptik ........................ 26

commit to user
xi

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.3 Hasil Uji Stabilitas Sabun Mandi Cair Antiseptik ................... 30


4.4 Hasil Uji Iritasi ....................................................................... 36
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 38
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 38
5.2 Saran ...................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... 43

commit to user
xii
Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun beluntas (Pluchea indica Less.) ....................................... 3


Gambar 2. Asam laurat .............................................................................. 10
Gambar 3. Asam oleat ............................................................................... 10
Gambar 4. Asam risinoleat......................................................................... 11
Gambar 5. Reaksi saponifikasi ................................................................... 13
Gambar 6. Diagram alir jalannya penelitian ............................................... 25
Gambar 7. Struktur carbopol ...................................................................... 27
Gambar 8. Hasil formulasi sabun mandi cair antiseptik .............................. 29
Gambar 9. Grafik lama penyimpanan vs ph sabun cair ............................... 33
Gambar 10. Grafik lama penyimpanan vs viskositas sabun cair .................... 34

commit to user
xiii

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Ph Sabun Mandi Cair Antiseptik .................................... 43


Lampiran 2. Data Viskositas Sabun Mandi Cair Antiseptik ........................ 44
Lampiran 3. Analisis Statistika pH Sabun Basis Minyak Kelapa ................ 45
Lampiran 4. Analisis Statistika pH Sabun Basis Minyak Zaitun ................. 46
Lampiran 5. Analisis Statistika pH Sabun Basis Minyak Jarak ................... 47
Lampiran 6. Analisis Statistika Viskositas Sabun Basis Minyak Kelapa ..... 49
Lampiran 7. Analisis Statistika Viskositas Sabun Basis Minyak Zaitun ...... 50
Lampiran 8. Analisis Statistika Viskositas Sabun Basis Minyak Jarak ........ 51
Lampiran 9. Hasil Uji Determinasi Beluntas (Pluchea indica Less.) ........... 52

commit to user
xiv

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel I. Syarat mutu sabun mandi cair menurut SNI 06-4085-1996 ............ 13
Tabel II. Formula sabun mandi cair antiseptik ............................................. 22
Tabel III. Hasil pengamatan sabun cair mandi antiseptik secara organoleptis 29
Tabel IV. Hasil pengamatan stabilitas organoleptis sabun mandi cair
antiseptik ...................................................................................... 31
Tabel V. Hasil pengukuran pH sabun mandi cair antiseptik ......................... 32
Tabel VI. Hasil pengukuran viskositas sabun mandi cair antiseptik ............... 34
Tabel VII. Hasil uji iritasi sabun mandi cair antiseptik .................................. 36

commit to user
xv

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

B2P2TO2T : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional
BHT : Butil Hidroksi Toluen
Cps : Centipoise
dPa.s : Decipascal Seconds
FMIPA : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
HCl : Hidroklorida
KOH : Kalium Hidroksida
MUFA Mono Unsaturated Fatty Acids
NLS : Natrium Lauryl Sulfat
SNI : Standar Nasional Indonesia

commit to user
xvi

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daun beluntas (Pluchea indica Less.) secara empiris digunakan untuk

mengatasi bau badan, nafas/mulut bau, tuberkulosis kelenjar, demam dan

keputihan (Dalimartha, 2006; Sirait, 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa daun

beluntas mengandung senyawa yang berpotensi sebagai antimikroba

(Ardiansyah, 2002). Senyawa yang menghambat pertumbuhan mikroba pada

jaringan hidup disebut antiseptik (Jawetz et al., 2001). Secara ilmiah, daun

beluntas telah dilaporkan memiliki kemampuan menghambat bakteri

Staphylococcus aureus (Ardiansyah, 2002) dan jamur Malassezia Sp. (Putri dan

Inayati, 2007), sehingga daun beluntas layak untuk dikembangkan dalam

formulasi sediaan antiseptik.

Salah satu formulasi sediaan antiseptik adalah sabun cair. Basis sabun mandi

cair dibuat dengan mencampurkan asam lemak dari minyak nabati dengan basa.

Keanekaragaman hayati Indonesia perlu diteliti sebagai sumber asam lemak

sebagai basis sabun mandi cair antara lain minyak kelapa, minyak zaitun dan

minyak jarak. Ketiga minyak tersebut dapat digunakan untuk basis sabun mandi

cair karena mudah didapat dan harganya terjangkau. Pemanfaatan daun beluntas

dalam sediaan sabun mandi cair hingga saat ini belum ada yang melaporkan.

Oleh karena itu pada penelitian ini akan mengkaji pembuatan sabun mandi cair

antiseptik berbahan dasar beluntas dengan basis minyak nabati berbeda sehingga

commit to user
1

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diperoleh sediaan sabun mandi cair antiseptik yang stabil dan aman untuk

digunakan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Formula manakah yang menunjukkan stabilitas fisik (organoleptis, pH dan

viskositas) sabun mandi cair antiseptik paling baik?

2. Apakah ketiga formula sabun mandi cair antiseptik menimbulkan iritasi kulit?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui stabilitas (organoleptis, pH dan viskositas) sabun mandi cair

antiseptik yang paling baik.

2. Mengetahui keamanan sabun mandi cair antiseptik dari formulasi 3 basis

minyak nabati yang berbeda dengan tidak menimbulkan iritasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan daun beluntas dengan basis

minyak nabati untuk pembuatan sabun mandi cair antiseptik. Manfaat secara

umum, informasi cara pembuatan sabun mandi cair antiseptik dengan

menggunakan bahan alam dapat diberikan kepada masyarakat.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pembuatan sabun mandi cair

antiseptik dari fraksi etanol infusa daun beluntas dengan basis minyak kelapa,

minyak zaitun dan minyak jarak dengan pengujian stabilitas (organoleptis, pH

dan viskositas) sesuai SNI 06-4085-1996 serta tidak menyebabkan iritasi.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tanaman beluntas (Pluchea indica Less.)

2.1.1.1 Morfologi tanaman

Beluntas merupakan tanaman perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi mencapai

2 m. Batang berambut lembut. Daun bertangkai pendek, letak berseling,

helaian daun bulat telur, ujung bulat melincip, tepi bergerigi, berkelenjar,

panjang 2,5-9 cm, hijau terang, berbau harum (Dalimartha, 2006). Gambar

daun beluntas tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun beluntas (Pluchea indica Less.)

commit 3to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.1.1.2 Klasifikasi tanaman

Klasifikasi botani tanaman beluntas adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Devisi : Spermatophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua / dikotil)

Anak Kelas : Sypetalae

Bangsa : Synandrae (Campanulatae, Astorales)

Suku : Compositae (Asteraceae)

Marga : Pluchea

Jenis : Pluchea indica Less. (Tjitrosoepomo, 2002)

2.1.1.3 Manfaat dan kandungan tanaman

Daun beluntas digunakan secara empiris sebagai peningkat nafsu makan

(stomakik), peluruh keringat (diaforetik), penurun demam (antipiretik),

penyegar, menghilangkan bau mulut, menanggulangi bau badan, demam,

tuberkulosis kelenjar, nyeri rematik, dan keputihan (Dalimartha, 2006; Sirait,

2008), obat batuk, dan obat untuk menghilangkan bau badan. Daun beluntas

yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit dan obat antidiare

yang sering ditemukan pada masyarakat Aceh dan Madura (Winarno dan

Dian, 1996).

Infusa daun beluntas konsentrasi 20-80% mempunyai potensi 3,87% lebih

besar daripada tetrasiklin HCl konsentrasi 100-400 µg/ ml terhadap

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pertumbuhan Staphylococcus aureus dan 33,79% lebih besar daripada

tetrasiklin HCL konsentrasi 5-20 µg/ ml terhadap pertumbuhan Escherichia

coli . S. aureus dipilih karena bakteri ini menyebabkan koreng, borok, bau

badan atau napas (Melliana, 1996), impetigo (pembengkakan pada lapisan

epidermis kulit), furuncle (radang di jaringan sub kutan), dan carbuncle

(peradangan yang meluas dan mengenai folikel rambut) (Ardiansyah, 2005).

sedangkan E. coli dipilih karena bakteri ini menyebabkan diare (Melliana,

1996).

Ekstrak etanol daun beluntas 20% aktif menghambat bakteri S. aureus,

Bacillus subtilis, B. cereus, , Salmonella typhi, Escherichia colli dan P.

Fluorescens. Ekstrak daun beluntas menghambat pertumbuhan mikroba

melalui reaksi dengan membran sel (Ardiansyah, 2002). Selain itu, ekstrak

polar daun beluntas memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Noridayu et al,

2011; Traithip, 2005) dan antifungi terhadap Malassezia Sp. lebih besar

daripada ketokonazole. Malassezia Sp. merupakan fungi penyebab Tinea

versikolor (panu) pada manusia (Putri dan Inayati, 2007).

Aktifitas antibakteri diduga karena daun beluntas mengandung senyawa

fenol hidrokuinon, tanin dan alkaloid (Ardiansyah, 2002), aktifitas antioksidan

diduga karena daun beluntas mengandung vitamin C dan kuersetin (Traithip,

2005) dan aktifitas antifungi diduga karena kandungan flavonoid, saponin dan

minyak atsiri (Putri dan Inayati, 2007).

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.1.2 Minyak

Minyak nabati pada umumnya merupakan sumber asam lemak esensial

misalnya asam oleat, linoleat, linolenat, dan asam arachidonat. Di samping

kegunaannya sebagai bahan pangan, minyak berfungsi sebagai bahan pembuat

sabun, bahan pelumas, sebagai obat-obatan, dan sebagai pengkilap cat

(Ketaren, 1986). Minyak nabati dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

golongan (Ketaren, 1986) yaitu:

Berdasarkan sifat mengering, minyak nabati dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Minyak tidak mengering (non drying oil): olive oil (minyak zaitun),

minyak kacang tanah, minyak almond, minyak aprikot, minyak peach,

minyak plum, minyak biji jarak, minyak rape, minyak ravison, minyak

mustard, dan minyak kelapa.

b. Minyak setengah mengering (semi drying oil): minyak biji kapas, minyak

biji kapok, minyak wijen, minyak jagung, minyak gandum, minyak biji

bunga matahari, dan minyak biji croton.

c. Minyak mengering (drying vegetable oil): minyak kedelai, minyak

safflower, minyak argemone, minyak hempseed, minyak walnut, minyak

roppy seed, minyak biji karet, minyak candle nut, minyak stiblingia,

minyak perilla, minyak cina wood dan minyak linseed.

Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut:

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed,

wijen, kedelai, dan bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume.

Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,

yakni:

a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids). Asam lemak

jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak

kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam

lemak jenis lain.

b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty

acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids). Asam

lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai

dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang

stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu

(poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.

c. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid). Asam lemak trans

banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak

terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans

meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik,

dan menyebabkan bayi-bayi lahir prematur.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sifat-sifat minyak dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 1986)

antara lain:

a. Sifat fisik minyak:

1. Warna

Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah,

yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan

ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut

uning), xantofil, (berwarna kuning

kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna

kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat

warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi

terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan

untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning

umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi

karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil),

dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfide dan

pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada

suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana

terdapat lebih dari satu bentuk kristal.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan

bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

b. Sifat Kimia Minyak:

1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan

kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air

dalam minyak tersebut.

2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah

oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan

bau tengik pada minyak dan lemak.

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan

rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam

lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip

reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang

menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang

bersifat tidak menguap.

2.1.2.1 Minyak kelapa (Coconut oil)

Minyak kelapa adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan

endosperm kering Cocos nucifera. Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna

atau kuning pucat, bau khas, tidak tengik. Bilangan penyabunan: 250 sampai

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

264. Zat tidak tersabunkan tidak lebih dari 0,8% (Anonim, 1979). Zat warna

alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karotene yang merupakan

hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Minyak kelapa

termasuk dalam minyak dengan asam lemak jenuh yang bersifat stabil dan

tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain dan tidak

mengering (Ketaren, 1986). Kandungan minyak kelapa terbesar (50%) adalah

asam laurat (Gambar 2).

Gambar 2. Asam laurat (Rowe et al., 2009)

2.1.2.2 Minyak zaitun (Olive oil)

Minyak zaitun adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan

dingin biji masak Olea europae. Pemerian: cairan, kuning pucat atau kuning

kehijauan, bau lemah, tidak tengik, rasa khas. Pada suhu rendah sebagian atau

seluruhya membeku (Anonim, 1979). Minyak zaitun termasuk dalam minyak

tidak mengering (Ketaren, 1986). Kandungan utama minyak zaitun adalah

asam oleat (55-80%) (Gambar 3).

Gambar 3. Asam oleat (Rowe et al., 2009)

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

2.1.2.3 Minyak jarak (Castor oil)

Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dari perasan dingin

biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemerian: cairan kental, jernih,

kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis kemudian

agak pedas, umumnya memualkan. Bilangan penyabunan: 177 sampai 187

(Anonim, 1979). Minyak jarak termasuk dalam minyak tidak mengering dan

sedikit larut dalam air (Ketaren, 1986). Kandungan utama minyak jarak adalah

asam risinoleat (90%) (Gambar 4).

Gambar 4. Asam risinoleat (Rowe et al., 2009)

2.1.3 Sabun

Sabun-sabun adalah garam-garam alkali dari asam lemak tinggi, baik

yang jenuh maupun yang tak jenuh dengan lebih dari 10 atom C (Duin, 1954).

Menurut Dewan Standardisasi Nasional (1996), sabun mandi cair adalah

sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun

atau deterjen dengan penambahan bahan lain yang diijinkan dan digunakan

untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun-sabun kalium atau

sabun-sabun lunak, dibuat dengan menyabun lemak-lemak atau minyak-

minyak dengan kalium hidroksida yang kuat, setelah proses penyabunan

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

berakhir, maka sabunpun telah selesai sama sekali. Sabun-sabun kalium

mengandung air berasal dari kaliumhidroksida yang kuat dan gliserol yang

berasal dari lemak atau minyak; daya melarutkan sabun-sabun ini untuk

berbagai obat-obatan justru berdasarkan atas adanya senyawa-senyawa ini

(Duin, 1954). Sifat pencuci dari sabun disebabkan karena sabun merupakan

senyawa amfifil (yaitu yang mengandung gugus hidrofob dan hidrofil) yang

dapat menurunkan tegangan permukaan sambil mengemulsi kotoran

(Narkhede, 2010; Nogrady, 1992; Voight, 1994).

Sabun dapat menigkatkan pH permukaan kulit karena sabun yang saat ini

beredar di masyarakat memiliki nilai pH 7-9,2. Semakin tinggi pH sabun

semakin tinggi pH kulit. pH kulit yang tinggi dapat memicu pertumbuhan

Propionibacterium (bakteri penyebab jerawat) sehingga menjaga pH kulit

sangat penting untuk mengendalikan jumlah bakteri di permukaan kulit

(Almazini, 2009). Sabun merupakan produk kosmetik. Produk kosmetik yang

memiliki nilai pH 7,5 lebih dapat mengeringkan kulit dibandingkan produk

yang sama dengan pH 4,5 (Gehring et al., 1991). Jadi sabun yang memiliki

pH tinggi tidak hanya meningkatkan pertumbuhan bakteri Propionibacterium

tetapi juga lebih dapat menyebabkan kulit kering. Oleh karena itu Dewan

Standardisasi Nasional (1996) menetapkan syarat mutu sabun cair yang tersaji

pada Tabel I.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Tabel I. Syarat mutu sabun mandi cair menurut SNI 06-4085-1996


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Jenis S Jenis D
1. Keadaan:
a. Bentuk Cairan homogen Cairan homogen
b. Bau Khas Khas
c. Warna Khas Khas
2. pH 250C 8-11 6-8
3. Alkali bebas (dihitung % Maks. 0,1 Tidak
sebagai NaOH) dipersyaratkan
4. Bahan aktif % Min. 15 Min. 10
5. Bobot jenis 250C 1,01-1,10 1,01-1,10
6. Cemaran mikroba: Koloni/g Maks. 1x105 Maks. 1x105
Angka lempeng total

Keterangan: Jenis S= sabun mandi cair dengan bahan dasar sabun


Jenis D= sabun mandi cair dengan bahan dasar deterjen.

2.1.3.1 Pembuatan sabun cair

Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau

saponifikasi, yaitu reaksi antara minyak/lemak dengan basa seperti Gambar 5

berikut:

Gambar 5. Reaksi saponifikasi (Wilbraham dan Michael, 1992)

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Reaksi saponifikasi merupakan reaksi hidrolisis minyak/lemak

(ester/gliserida) dengan basa yang menghasilkan natrium/kalium karboksilat

(sabun) (Sarker dan Lutfun, 2009; Wilbraham dan Michael, 1992; Ketaren,

1986). Reaksi ini sangat dipengaruhi oleh: konsentrasi larutan NaOH/KOH,

suhu, pengadukan dan waktu reaksi (Djaeni dkk., 2004).

1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH

Konsentrasi basa yang digunakan harus sedikit berlebih dari minyak

agar reaksi sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan

menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak

homogen, sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi

akan membutuhkan waktu yang lebih lama (Perdana dan Ibnu, 2008).

2. Suhu

Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam reaksi maka semakin cepat

reaksi dan semakin banyak sabun yang dihasilkan (Djaeni dkk., 2004). Hal

ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini:

= (Levensipel, 1972)

Pada persamaan di atas, k adalah konstanta kecepatan reaksi (t-1), T adalah

suhu absolut (ºC), A adalah faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi

(cal/grmol), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/grmol.K) (Hikmah dan

Zuliyana, 2010). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya

kenaikan suhu (T) berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

besar. Jadi pada suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi

terbentuknya sabun.

3. Pengadukan

Pengadukan akan memperbesar kemungkinan tumbukan molekul-

molekul zat yang bereaksi dengan zat pereaksi sehingga kemungkinan

terjadinya reaksi semakin besar. Sesuai dengan persamaan Arhenius di

atas, semakin besar tumbukan (A) maka semakin besar kecepatan reaksi.

4. Waktu

Semakin lama waktu reaksi, semakin banyak kemungkinan kontak

antar zat sehingga semakin banyak minyak yang dapat tersabunkan yang

akan meningkatkan hasil pembentukan sabun (Hikmah dan Zuliyana,

2010).

2.1.3.2 Keuntungan sabun cair

Sabun cair merupakan produk yang lebih disukai dibandingkan sabun

padat oleh masyarakat karena sabun cair lebih higienis dalam

penyimpanannya dan lebih praktis. Sabun mandi cair memiliki kelebihan

apabila dibandingkan dengan sabun mandi batang karena sabun batang

mudah jatuh atau terendam karena licin ketika digunakan atau ditempatkan

sehingga menyebabkan sabun menjadi kotor atau rusak. Selain itu proses

pembuatannya yang relatif lebih mudah dan biaya produksinya relatif lebih

murah dibandingkan proses pembuatan sabun mandi batang. Sabun mandi cair

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

juga mudah digunakan, dibawa dan disimpan, tidak mudah rusak atau kotor

dan penampilan kemasan yang eksklusif (Soebagio dkk., 2005).

2.1.4 Stabilitas emulsi

Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika (Ansel,

1989):

a. Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk

membentuk agregat dari bulatan-bulatan.

b. Bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke

dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam.

c. Semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan

membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar

emulsi, yang merupakan hasil penggabungan bulatan-bulatan fase dalam.

Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut

(Anief, 1998):

a. Flokulasi dan creaming

Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis

cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang

berbeda. Flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi

campuran homogen bila digojok perlahan-lahan.

b. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)

Pemisahan fase dalam dari emulsi disebut “pemecahan” (breaking)

emulsi dan emulsinya disebut “pecah” atau “retak” (cracking) (Ansel,

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

1989). Pada cracking, penggojokan sederhana akan gagal untuk

mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.

c. Inversi

Inversi merupakan peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A (minyak

dalam air) ke tipe A/M (air dalam minyak) atau sebaliknya.

2.2 Kerangka Pemikiran

Daun Beluntas (P. indica) mengandung senyawa flavonoid, saponin dan

minyak atsiri yang diduga aktif sebagai antifungi Malassezia Sp. (fungi

penyebab panu); kuersetin dan vitamin C sebagai antioksidan; fenol, tanin dan

alkaloid yang diduga aktif menghambat bakteri Staphylococcus aureus.

Senyawa-senyawa ini disari dengan air dan etanol yang disebut fraksi etanol.

Staphylococcus aureus sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit yang

dapat menyebabkan peradangan dan infeksi sehingga daun beluntas berpotensi

sebagai bahan antiseptik. Pemanfaatan daun beluntas dalam bentuk sediaan yang

praktis dan higienis penting untuk dilakukan. Salah satu sediaan antiseptik yang

biasa digunakan masyarakat untuk mencegah infeksi bakteri pada permukaan

kulit adalah sabun mandi cair.

Fraksi etanol infusa daun beluntas diformulasikan menjadi sabun mandi cair

antiseptik. Ada 3 formula pembuatan sabun mandi cair antiseptik dalam

penelitian ini yaitu menggunakan basis yang berbeda-beda (minyak kelapa,

minyak zaitun dan minyak jarak). Sabun mandi cair antiseptik yang telah dibuat,

diuji stabilitasnya selama 6 minggu. Uji stabilitas ini meliputi pengamatan

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

organoleptis (bentuk, bau dan warna), viskositas dan pH sesuai SNI 06-4085-

1996. Sabun mandi cair antiseptik juga diuji keamanannya dengan uji iritasi,

yang diamati adalah rasa gatal dan timbulnya warna merah pada kulit sehingga

didapat sabun mandi cair antiseptik yang memenuhi uji stabilitas sabun mandi

cair yang tidak menimbulkan iritasi kulit.

2.3 Hipotesis

1. Formula sabun mandi cair antiseptik berbasis minyak kelapa merupakan

formula yang paling stabil secara organoleptis, pH dan viskositas karena

minyak kelapa (asam laurat) merupakan asam lemak jenuh yang lebih stabil

daripada minyak zaitun (asam oleat) dan minyak jarak (asam risinoleat).

2. Semua formula sabun mandi cair antiseptik (basis minyak kelapa, minyak

zaitun dan minyak jarak) aman untuk digunakan (non iritasi).

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan the

one-shot case study design yaitu pengukuran pertama dilakukan intervensi

selanjutnya dilakukan pengukuran kedua dilakukan observasi, dalam rancangan

penelitian ini tidak digunakan kelompok pembanding. Pengambilan sampel

dilakukan dengan metode simple random sampling.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi variabel penelitian

Variabel utama adalah variabel yang terdiri dari variabel bebas, variabel

terkendali dan variabel tergantung.

3.2.2 Klasifikasi variabel utama

a. Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel yang

direncanakan untuk diteliti yang pengaruhnya terhadap variabel tergantung.

b. Variabel tergantung adalah titik pusat persoalan yang merupakan kriteria

penelitian ini.

c. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah variabel yang dianggap

berpengaruh selain variabel bebas.

3.2.3 Definisi operasional variabel utama

a. Variabel bebas dari penelitian ini adalah jenis minyak nabati sebagai

sumber asam lemak untuk pembentukan basis sabun mandi cair antiseptik.

commit19to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah stabilitas sabun mandi cair

antiseptik meliputi organoleptis, nilai pH dan viskositas serta non iritasi.

c. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah penyimpanan sabun mandi

cair antiseptik pada suhu kamar selama 6 minggu penyimpanan.

3.3 Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pemanfaatan fraksi etanol infusa beluntas

untuk pembuatan sabun mandi cair antiseptik antara lain: oven, panci infus,

kompor listrik, waterbath, termometer, kain flanel, timbangan digital (Presica bj

410c), sendok bahan, mortir, stamper, cawan porselen 75 ml, alat-alat gelas,

botol (wadah sabun mandi cair antiseptik), viskotester (VT-04 E RION CO.) dan

pH meter (Inolab pH level 1 ivo seri 03450079).

Bahan yang diperlukan untuk pembuatan sabun mandi cair antiseptik ini

meliputi: simplisia daun beluntas, aquades, etanol 95%, minyak kelapa, minyak

zaitun, minyak jarak, kalium hidroksida (KOH), carbopol 941, butil hidroksi

toluen (BHT), natrium lauryl sulfat (NLS) dan oleum rosae.

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

3.4.1 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Juli 2011.

3.4.2 Tempat penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian di Laboratorium Farmasetika D3 Farmasi

FMIPA Universitas Sebelas Maret, Laboratorium Formulasi dan Teknologi

Sediaan Farmasi dan Laboratorium Fitokimia Universitas Setia Budi.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

3.5 Cara Kerja

Penelitian dilakukan langkah-langkah berikut:

3.5.1 Preparasi simplisia

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman beluntas (P. indica Less.) dilakukan oleh Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

(B2P2TO2T) di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah (Lampiran 9).

2. Pengumpulan bahan dan pembuatan simplisia

Daun beluntas dicuci dengan air bersih, lalu ditiriskan dan dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 30-400C sampai kering (Anonim, 2010),

simplisia daun beluntas disimpan dalam wadah plastik dan siap untuk

digunakan.

3. Pembuatan serbuk daun beluntas

Simplisia daun beluntas yang akan dibuat serbuk sebelumnya

dipanaskan didalam oven pada suhu 400C kemudian dihaluskan dan di

ayak dengan ayakan 40 mesh (Ardiansyah, 2002). Serbuk daun beluntas

disimpan dalam wadah dan siap untuk digunakan.

4. Pembuatan fraksi etanol infusa daun beluntas

Serbuk daun beluntas kering 120 g direbus dalam panci infus dengan

1,32 L air selama 15 menit pada suhu 90°C kemudian disaring panas. Sari

diuapkan di atas penangas air sampai kental kemudian ditambah etanol

absolut dan diuapkan kembali sampai menjadi massa kental, selanjutnya

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

disebut fraksi etanol infusa daun beluntas (Firmaresi, 2010; Baly, 2009;

Sunarni dkk., 2007; Sugihartini dkk., 2005).

3.5.2 Pembuatan sabun mandi cair antiseptik

Formula sabun mandi cair antiseptik daun beluntas tersaji pada Tabel II

berikut:

Tabel II. Formula sabun mandi cair antiseptik


Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3
Minyak kelapa 15 g - -
Minyak zaitun - 15 g -
Minyak jarak - - 15 g
Kalium hidroksida (KOH) 40% 8 ml 8 ml 8 ml
Carbopol 941 1,2 g 1,2 g 1,2 g
Butil hidroksi toluen (BHT) 0,1 g 0,1 g 0,1 g
Fraksi etanol infusa daun beluntas 0,5 g 0,5 g 0,5 g
Natrium lauryl sulfat (NLS) 2,5 g 2,5g 2,5 g
Óleum rosae 5 tetes 5 tetes 5 tetes
Aquades ad 100 ml 100 ml 100 ml
Keterangan:
F1= formula dengan minyak kelapa
F2= formula dengan minyak zaitun
F3= formula dengan minyak jarak

Cara pembuatan sabun mandi cair antiseptik:

1. Semua bahan ditimbang dengan seksama.

2. Minyak kelapa atau minyak zaitun atau minyak jarak dimasukkan ke dalam

mortir, kemudian ditambahkan BHT, diaduk hingga BHT larut.

3. Campuran minyak dan BHT (tahap 2) ditambahkan larutan KOH 40%

sedikit demi sedikit, diaduk-aduk hingga terbentuk massa sabun yang

ditandai dengan tidak ada minyak yang mengapung. Pembuatan larutan

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

KOH 40% ialah dengan memasukkan KOH sebanyak 40 g sedikit demi

sedikit ke dalam aquades hingga volumenya 100 ml.

4. Natrium lauryl sulfat dilarutkan dalam 12,7 ml aquades, didiamkan hingga

NLS larut.

5. Carbopol dikembangkan dalam 60 ml aquades panas kemudian

ditambahkan fraksi etanol infusa daun beluntas, diaduk-aduk hingga

terbentuk massa gel.

6. Larutan NLS (tahap 4) dimasukkan dalam carbopol yang telah

dikembangkan (tahap 5), diaduk perlahan hingga homogen.

7. Massa sabun (tahap 3) dicampur dengan massa gel (tahap 6), diaduk hingga

homogen kemudian ditambahkan oleum rosae.

8. Sabun telah selesai dibuat dan dimasukkan ke dalam botol bersih yang

telah disiapkan.

3.5.3 Pengujian stabilitas sabun mandi cair antiseptik

Pengujian stabilitas pada 6 minggu penyimpanan (Sari dan Dewi, 2006)

sabun mandi cair antiseptik meliputi:

1. Pengamatan organoleptis (bentuk, bau dan warna): pemeriksaan secara

visual terhadap bentuk, bau dan warna.

2. Pengukuran pH: Menurut Badan Standardisasi Nasional (2004) dalam SNI

06-6989.11-2004, pengukuran pH menggunakan pH meter yang

distandarisasi dengan larutan buffer pH 4, 7 dan 10 sebelum digunakan dan

dilakukan pada suhu kamar. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

selanjutnya dibilas dengan air suling. Elektroda dibilas dengan contoh uji,

kemudian dicelupkan ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan

pembacaan yang tetap. Hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan

dari pH meter dicatat.

3. Viskositas: Pengukuran viskositas menggunakan alat viskotester (VT-04 E-

RION CO). Sediaan yang akan diperiksa, ditempatkan dalam gelas

bermulut lebar 100 ml, kemudian spindel yang sesuai dimasukkan ke

dalam sediaan sampai terbenam. Klep pengunci dibuka dan rotor

dinyalakan hingga diperoleh angka yang stabil yang ditunjukkan oleh

jarum penunjuk (Gozali dkk., 2009).

3.5.4 Pengujian keamanan sabun mandi cair antiseptik

Pengujian keamanan sediaan dilakukan dengan uji iritasi terhadap 10

orang sukarelawan (Wathoni dkk., 2009; Soebagio, 2006). Teknik yang

digunakan adalah uji tempel terbuka, yang dilakukan dengan cara

mengoleskan formula pada punggung tangan kanan sukarelawan seluas 2,5

cm2 selama 5 menit. Uji keamanan dilakukan pada tempat yang sama selama

3 hari berturut-turut setelah pembuatan dan pada hari terakhir penyimpanan

untuk masing - masing sediaan. Gejala yang timbul diamati. Umumnya iritasi

akan segera ditunjukkan dengan adanya reaksi kulit sesaat setelah pelekatan

atau penyentuhan pada kulit. Iritasi yang demikian disebut iritasi primer

dengan diberi tanda (+) tetapi jika reaksi ini timbul beberapa jam setelah

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

penyentuhan atau perekatan pada kulit, maka iritasi ini disebut iritasi sekunder

dan diberi tanda (++) (Wathoni dkk., 2009; Padmadisastra dkk., 2007).

3.6 Pengumpulan dan Analisis Statistik Data

Analisis secara statistik terhadap hasil pengukuran pH dan viskositas selama

6 minggu penyimpanan menggunakan menggunakan one way ANOVA jika data

terdistribusi normal, jika ada perbedaan nyata, dilanjutkan Uji Duncan. Jika data

terdistribusi tidak normal, menggunakan Uji Kruskal-Wallis.

3.7 Diagram Alir Cara Kerja

Alur jalannya penelitian secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 6

berikut ini:
Daun beluntas segar (1980 g)

1. Diuapkan dengan waterbath Simplisia (320g)


ad kental.
2. Ditambah etanol 96%,
Infusa daun beluntas
diuapkan dengan waterbath
sampai kental kembali.

Fraksi etanol infusa daun beluntas

Pembuatan sabun mandi cair:


1. Minyak+BHT, diaduk ad homogen.
2. 1+KOH 40%, diaduk ad terbentuk massa/basis sabun.
3. 2+NLS yang telah dilarutkan dalam 12,7 ml aquades.
4. Carbopol dikembangkan dalam aquades panas 60 ml, +fraksi etanol infusa,
diaduk homogen.
5. 3+4, diaduk homogen.
6. Dimasukkan wadah bersih.

Sabun mandi cair antiseptik

1. Pengujian stabilitas (Organoleptis, pH dan viskositas)


2. Pengujian iritasi

Analisis data

Gambar 6. Diagram alir jalannya penelitian

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Fraksi Etanol Infusa Daun Beluntas

Simplisia daun beluntas diambil kandungan aktifnya yang bersifat polar

(fenol hidrokuinon, tanin dan alkaloid) (Ardiansyah, 2002) dengan cara

infundasi. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan

mudah tercemar oleh kuman dan kapang (Anonim, 1986) sehingga perlu

dilakukan modifikasi dengan penambahan etanol yang kemudian disebut fraksi

etanol infusa daun beluntas (Firmaresi, 2010; Sunarni, 2007). Fraksi etanol

infusa daun beluntas yang dibuat berwarna hijau kecoklatan, kental dan berbau

khas daun beluntas.

4.2 Hasil Formulasi Sabun Mandi Cair Antiseptik

Sabun mandi cair antiseptik dibuat dengan cara mencampurkan fraksi etanol

infusa daun beluntas ke dalam basis sabun. Basis/massa sabun mandi cair dapat

dibuat dengan mencampur minyak/asam lemak (ester/gliserida) dan basa/KOH

yang disebut reaksi saponifikasi. Reaksi ini menghasilkan sabun (kalium

karboksilat) dan gliserol (Wilbraham et al., 1992). Pada penelitian ini,

konsentrasi KOH yang digunakan sebesar 40% (Soebagio dkk., 2005) yang

dibuat dengan melarutkan KOH ke dalam air (Agus dan Somantri, 2008). Pada

pembuatan sabun mandi cair antiseptik ini perlu penambahan zat-zat lain untuk

mendukungnya. Zat-zat tersebut antara lain carbopol sebagai gelling agent dan

emulgator, butil hidroksitoluen (BHT) sebagai pengawet, natrium lauryl sulfat

commit to user
26

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

(NLS) sebagai bahan penambah busa, oleum rosae sebagai pengharum dan

aquades sebagai pelarut.

Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan penggunaan minyak

nabati sebagai basis sabun cair antara lain minyak kelapa (Narkhede, 2010;

Soebagio dkk., 2005), minyak zaitun (Soebagio dkk., 2005) dan minyak jarak

(Perdana dan Ibnu, 2008; Agus dan Soemantri, 2008).

Selain itu, basis sabun yang terbentuk perlu ditambahkan bahan pengental

yang dapat memberikan kekentalan dalam konsentrasi kecil sehingga

penggunaannya efektif (Kartiningsih dan Deni, 2006). Pada penelitian ini

digunakan carbopol karena menurut Das et al. (2011), carbopol merupakan

gelling agent yang menghasilkan gel yang lebih halus dan stabil dibandingkan

dengan menggunakan natrium karboksimetilselulosa. Carbopol 1,2% selain

berfungsi sebagai pengental dan gelling agent, juga berfungsi sebagai emulgator

(Rowe et al., 2009) karena carbopol memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik

yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Struktur carbopol dapat dilihat

pada Gambar 7 dibawah ini:

Gambar 7: Struktur carbopol (Rowe et al., 2009)

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

Carbopol dikembangkan dahulu dalam air panas (Sari dan Dewi, 2006) agar

terbentuk konsistensi gel yang baik dengan tidak ada gumpalan-gumpalan yang

akan mempengaruhi penampilan sabun cair. Satu gram carbopol dikembangkan

dalam 50 ml aquades (Das et al., 2011) sehingga pada penelitian ini 1,2 g

carbopol dikembangkan dalam 60 ml aquades.

Butil hidroksitoluen (BHT), digunakan sebagai pengawet sabun mandi cair

antiseptik karena BHT bersifat antioksidan. Konsentrasi BHT yang digunakan

menurut Rowe et al. (2009), dalam sediaan topikal sebesar 0,0075-0,1%,

sehingga konsentrasi BHT pada formulasi ini digunakan sebesar 0,1%. Butil

hidroksitoluen dilarutkan dalam minyak karena praktis tidak larut dalam air

(Rowe et al., 2009).

Pada penelitian ini juga digunakan natrium lauryl sulfat (NLS) yang

berfungsi sebagai surfaktan dan sebagai penambah busa. Pada sediaan topikal,

konsentrasi NLS memiliki rentang aman hingga 10% (Rowe et al., 2009),

sehingga pada formulasi ini digunakan konsentrasi sebesar 2,5%. Natrium lauryl

sulfat merupakan emulgator yang membentuk emulsi tipe M/A (minyak dalam

air) (Anief, 1998). Natrium lauryl sulfat dilarutkan dalam aquades (Rowe et al.,

2009) dan didiamkan hingga larut. Hal ini dilakukan karena jika diaduk, NLS

akan membentuk busa sehingga akan sulit dicampur dengan basis sabun.

Pada formula sabun mandi cair antiseptik fraksi etanol infusa daun beluntas

ditambahkan bahan oleum rosae yang digunakan untuk menutupi bau fraksi

etanol yang kurang enak sehingga sabun cair yang dihasilkan berbau harum.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

Sabun mandi cair antiseptik yang dibuat diamati stabilitas secara organoleptis

(bentuk, bau dan warna), pH dan viskositas selama 6 minggu penyimpanan (Sari

dan Dewi, 2006). Hasil pengamatan secara organoleptik tersaji pada Tabel III

dan Gambar 8.

Tabel III. Hasil pengamatan sabun mandi cair antiseptik secara organoleptis

Formula Karakteristik yang diamati


Bentuk Bau Warna
F1 Cair Óleum rosae Putih kecoklatan
F2 Cair Óleum rosae Putih kecoklatan
F3 Cair Khas beluntas Kehijauan
Keterangan: F1= formula dengan minyak kelapa, F2= formula dengan minyak zaitun,
F3= formula dengan minyak jarak.

F1 F2 F3
Gambar 8. Hasil formulasi sabun mandi cair antiseptik
Keterangan: F1= formula dengan minyak kelapa, F2= formula
dengan minyak zaitun, F3= formula dengan minyak jarak.

Menurut Agus dan Somantri (2008), faktor penting yang berfungsi untuk

mengubah karakteristik sabun adalah kandungan air. Perbedaan kandungan air

dengan minyak menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda. Semakin banyak

jumlah air yang digunakan dalam formula, semakin lunak/cair sabun yang

dihasilkan.

Sabun mandi cair antiseptik yang berasal dari formula dengan basis minyak

kelapa dan minyak zaitun berbau khas oleum rosae, sedangkan sabun mandi cair

antiseptik basis minyak jarak berbau khas daun beluntas. Hal ini dimungkinkan

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

karena bau minyak kelapa dan minyak zaitun yang khas dan lemah

(Ketaren,1986) dan dapat tertutup oleh bau parfum (Soebagio dkk., 2005;

Narkhede, 2010) sedangkan bau minyak jarak yang lebih kuat dan belum dapat

tertutupi oleh bau oleum rosae.

Fraksi etanol infusa daun beluntas yang berwarna hijau kecoklatan dengan

basis minyak kelapa dan minyak zaitun menyebabkan sabun mandi cair

antiseptik berwarna putih kecoklatan. Namun sebaliknya, sabun mandi cair

antiseptik dengan basis minyak jarak menyebabkan sabun mandi cair antiseptik

berwarna kehijauan. Warna antara sabun mandi cair antiseptik basis minyak jarak

berbeda dengan 2 basis minyak lainnya dimungkinkan karena warna minyak

jarak yang jernih dan hampir tidak berwarna. Selain itu juga disebabkan karena

warna massa/basis sabun mandi cair dengan minyak jarak kuning dan lebih

transparan dibandingkan warna massa/basis sabun mandi cair dengan minyak

kelapa dan minyak zaitun yakni kuning kecoklatan. Warna sabun mandi cair

antiseptik yang dihasilkan tidak jernih seperti warna sabun cair Soebagio dkk.,

(2005) yang berwarna jernih yang menggunakan lendir lidah buaya (Aloe vera).

4.3 Hasil Uji Stabilitas Sabun Cair Mandi Antiseptik

Produk farmasi harus menunjukkan stabilitas yang baik untuk menjamin

kualitasnya selama penyimpanan (Voight, 1994), oleh karena itu sabun mandi

cair antiseptik yang telah dibuat diuji stabilitasnya selama 6 minggu. Uji

stabilitas ini meliputi organoleptis, pH dan viskositas.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

Hasil pengamatan organoleptis

Hasil pengamatan organoleptis sabun mandi cair antiseptik dapat dilihat pada

Tabel IV berikut ini:

Tabel IV. Hasil pengamatan stabilitas organoleptis sabun mandi cair antiseptik

Formula Stabilitas yang diamati Minggu ke-


1 2 3 4 5 6
F1 Bentuk - - - - - -
Bau - - - - - -
Warna - - - - - -
F2 Bentuk - + + + + +
Bau - - - - - -
Warna - - - - - -
F3 Bentuk - - - - - -
Bau - - - - - -
Warna - - - - - -
Keterangan: F1= formula dengan minyak kelapa, F2= formula dengan minyak zaitun, F3= formula
dengan minyak jarak, -= tidak ada perubahan, += ada perubahan (terjadi pemisahan).

Pembuatan basis sabun mandi cair antiseptik dengan mengemulsikan minyak

dengan KOH sangat mempengaruhi stabilitas sabun. Hal ini dimungkinkan

karena sabun cair yang telah terbentuk massa/basis akan stabil selama

penyimpanan yang ditandai dengan tidak terjadi perubahan. Perubahan sabun

cair yakni terjadi pemisahan antara minyak dan air. Sabun mandi cair antiseptik

dengan basis minyak kelapa dan minyak jarak tidak menunjukkan pemisahan

selama 6 minggu penyimpanan sedangkan sabun dengan basis minyak zaitun

terjadi pemisahan pada minggu ke-2. Hal ini mungkin disebabkan karena

massa/basis sabun mandi cair antiseptik minyak zaitun lebih sulit terbentuk

massa/basis sabun dibandingkan dengan minyak kelapa dan minyak jarak,

sehingga cepat terjadi pemisahan dalam basis sabun cair. Pemisahan sabun mandi

cair antiseptik dengan basis minyak zaitun juga mungkin disebabkan karena

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

pecahnya emulsi (cracking atau breaking) yakni minyak tidak dapat didispersi

kembali dalam air (Anief, 1998) dan reaksi hidrolisis. Sabun mandi cair

antiseptik (kalium karboksilat) bereaksi dengan air (H 2O) membentuk ester

(RCOOH= minyak/asam lemak) dan KOH (Connors et al, 1992). Dengan kata

lain, reaksi hidrolisis mengubah sabun mandi cair antiseptik basis minyak zaitun

kembali menjadi minyak dan KOH. Dalam proses pembuatan sabun mandi cair

antiseptik, perlu diperhatikan saat penyiapan massa/basis sabun cair, saat

pencampuran bahan-bahan dalam formula dan saat pengadukan. Sabun mandi

cair antiseptik yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan jika tidak

memperhatikan hal-hal tersebut.

Sabun mandi cair antiseptik dengan basis minyak kelapa dan minyak jarak

memiliki stabilitas bentuk, bau dan warna. Hal ini mungkin disebabkan karena

pembentukan basis sabun yang telah stabil dan adanya BHT sebagai pengawet.

Hasil pengukuran pH

Hasil pengukuran pH sabun mandi cair antiseptik dapat dilihat pada Tabel V

dan Gambar 9 berikut ini:

Tabel V. Hasil pengukuran pH sabun mandi cair antiseptik


Formula pH sabun cair pada minggu ke-
0 1 2 3 4 5 6
F1 11,8±0,185 11,8± 0,198 11,6±0,254 11,4±0,284 11,5±0,315 11,2±0,274 11,2±0,329
F2 10,4±0,725 10,3± 0,597 10,2± 0,400 10,1±0,412 10,0± 0,217 9,9± 0,217 9,8± 0,093
F3 9,8a±0,069 9,7ab± 0,055 9,6bc± 0,061 9,6cd±0,050 9,5cd± 0,046 9,5cd±0,021 9,5d± 0,067
Keterangan: F1= formula dengan minyak kelapa, F2= formula dengan minyak zaitun,
F3= formula dengan minyak jarak, Angka-angka yang diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95%.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

14
12
pH sabun cair

10
8 F2 (Zaitun)
6 F1 (Kelapa)
4 F3 (Jarak)
2
0
0 1 2 3 4 5 6
Lama penyimpanan (minggu)
Gambar 9. Grafik lama penyimpanan vs pH sabun cair

Tabel V dan Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa nilai pH sabun mandi cair

antiseptik basis minyak kelapa (F1) dan sabun mandi cair antiseptik basis minyak

zaitun (F2) tidak terjadi perubahan nyata (non significant) selama 6 minggu

penyimpanan (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Namun, nilai pH sabun mandi cair

antiseptik basis minyak jarak (F3) mengalami perubahan nyata (significant)

antara awal minggu dan akhir minggu penyimpanan (Lampiran 5). Setiap minggu

selama penyimpanan, semua formula mengalami penurunan pH. Hal ini mungkin

disebabkan faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban selama penyimpanan

yang berubah-ubah dan fenol hidrokuinon yang dikandung sabun mandi cair

antiseptik juga dapat mengalami peristiwa oksidasi (Voight, 1994). Fenol

hidrokuinon (1,4-dihidroksi-benzen) teroksidasi menjadi kuinon yang bersifat

asam (Connors et al., 1992). Meskipun demikian, reaksi oksidasi dapat dicegah

oleh BHT sehingga nilai pH sabun mandi cair antiseptik tidak menurun drastis.

Nilai pH sabun mandi cair antiseptik berkisar antara 9 hingga 11 (Tabel V

dan Gambar 5). Nilai pH ini masih dalam rentang aman untuk sabun cair. Nilai

pH sabun mandi cair yang disyaratkan Anonim (1996) dalam SNI 06-4085-1996

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

adalah 8-11 dan pH sabun yang aman digunakan menurut Narkhede (2010)

adalah 8,5-10,5. pH sabun mandi cair antiseptik dapat diturunkan lagi dengan

penambahan larutan dapar Na fosfat 15% hingga pH 5-7 agar mendekati pH kulit

(Kartiningsih dan Deni, 2006).

Hasil pengukuran viskositas

Sabun mandi cair antiseptik diukur viskositasnya untuk mengetahui mudah

tidaknya sabun cair dituang. Hasil pengukuran viskositas sabun mandi cair

antiseptik dapat dilihat pada Tabel VI dan Gambar 10 berikut ini:

Tabel VI. Hasil pengukuran viskositas sabun mandi cair antiseptik

Formula Viskositas sabun cair pada minggu ke-


0 1 2 3 4 5 6
F1 175,0±5,0 208,3±62,1 276,7±5,8 276,7±5,8 276,7±5,8 276,7±5,8 276,7±5,8
F2 133,3±14,4 133,3±14,4 106,7±11,55 116,7±28,9 113,3±41,6 103,3±68,1 80,0±86,6
F3 116,7±5,8 113,3±5,78 116,7± 7,7 120,0±5,0 118,3±5,8 118,3±5,8 128,3±10,4
Keterangan: F1= formula dengan minyak kelapa, F2= formula dengan minyak zaitun
F3= formula dengan minyak jarak.

300
Viskositas sabun cair (dpa.s)

250
200
150 F1 (Kelapa)
F2 (Zaitun)
100
F3 (Jarak)
50
0
0 1 2 3 4 5 6

Lama penyimpanan (minggu)

Gambar 10. Grafik lama penyimpanan vs viskositas sabun cair

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Tabel VI dan Gambar 10 di atas menunjukkan kenaikan viskositas sabun

mandi cair antiseptik cair basis minyak kelapa (F1) pada minggu ke-2. Kenaikan

viskositas ini kemungkinan disebabkan hilangnya uap air yang dikandung sabun

mandi cair antiseptik akibat suhu yang berubah-ubah selama penyimpanan.

Viskositas sabun mandi cair antiseptik dengan basis minyak zaitun (F2)

mengalami penurunan sejak minggu ke-2 dimungkinkan karena sabun mandi cair

antiseptik sudah memisah antara fase minyak dan fase air (cracking).

Pengadukan sabun cair yang dilakukan sebelum pengujian tetap tidak dapat

menyatukan kembali sabun yang telah terpisah. Hal ini dimungkinkan karena

penggojokan sederhana pada emulsi yang telah terpisah (cracking) tidak dapat

mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam emulsi yang stabil (Anief, 1998).

Meskipun terjadi perubahan nilai viskositas, sabun mandi cair antiseptik dengan

basis ketiga minyak nabati tidak mengalami perubahan yang nyata (non

significant) selama 6 minggu penyimpanan (Lampiran 6-8).

Perbedaan viskositas sabun mandi cair antiseptik tiap formula kemungkinan

disebabkan oleh perbedaan kekentalan basis. Hal ini mungkin disebabkan

perbedaan kekentalan minyak penyusun sabun itu sendiri. Viskositas sabun cair

yang mudah digunakan adalah 500-2500 cps (centipoise) (Narkhede, 2010). 1

dPa.s (decipascal seconds) setara dengan 100 cps (Anonim, 2005), sehingga 500-

2500 cps dapat dikonversi menjadi 5-25 dPa.s. Berdasarkan hal ini, sabun cair

antiseptik yang dihasilkan tidak memenuhi rentang viskositas yang mudah

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

digunakan (>25 dPa.s) yang artinya sabun mandi cair antiseptik pada ketiga basis

sulit dituang.

4.4 Hasil Uji Iritasi

Pengujian keamanan sabun mandi cair antiseptik dilakukan untuk

mengetahui efek iritasi pada kulit pada 10 orang sukarelawan. Hasil pengujian

keamanan dengan uji iritasi dapat dilihat pada Tabel VII berikut ini:

Tabel VII. Hasil uji iritasi sabun mandi cair antiseptik


Formula Sukarelawan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F1 - - - - - - - - - -
F2 - - - - - - - - - -
F3 - - - - - - - - - -
Keterangan: F1= formula dengan minyak kelapa, F2= formula dengan minyak zaitun,
F3= formula dengan minyak jarak.

Tabel VII di atas menunjukkan bahwa sediaan sabun mandi cair antiseptik

pada ketiga formula tidak menimbulkan iritasi kulit saat pemakaian. Sabun

mandi cair antiseptik tidak menimbulkan efek iritasi pada kulit sehingga aman

digunakan.

Hasil akhir formula sabun mandi cair antiseptik fraksi etanol infusa daun

beluntas dengan basis minyak kelapa (F1) dan minyak jarak (F3) lebih stabil

secara organoleptis dibandingkan dengan sabun mandi cair antispetik basis

minyak zaitun, sedangkan nilai pH sabun mandi cair antiseptik basis minyak

kelapa (F1) dan minyak zaitun (F2) lebih stabil dibandingkan sabun mandi cair

antiseptik basis minyak jarak (F3). Namun, ketiga formula stabil secara

viskositas dan tidak menimbulkan iritasi. Hal ini menunjukkan bahwa minyak

kelapa berpotensi sebagai basis sabun mandi cair, sehingga perlu pengujian lebih

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

lanjut terhadap syarat mutu sabun cair sesuai SNI 06-4085-1996. Selain itu juga

perlu dilakukan uji efektivitas formulasi sabun mandi cair antiseptik fraksi etanol

infusa daun beluntas terhadap bakteri kulit sehingga didapatkan produk yang

stabil, aman digunakan dan berkhasiat dengan didasarkan pembuktian secara

ilmiah.

commit to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Formula sabun mandi cair antiseptik yang menunjukkan stabilitas

(organoleptis, pH dan viskositas) paling baik adalah formula dengan basis

minyak kelapa (F1).

2. Formula sabun mandi cair antiseptik fraksi etanol infusa daun beluntas dengan

basis minyak kelapa (F1), minyak zaitun (F2) dan minyak jarak (F3) tidak

menimbulkan iritasi kulit sehingga aman untuk digunakan.

5.2 Saran

1. Perlu pengujian lebih lanjut sabun mandi cair berbasis minyak kelapa yang

memenuhi syarat mutu sabun cair SNI 06-4085-1996 dan perlu reformulasi

sabun mandi cair antiseptik dengan basis minyak zaitun agar didapat sabun

cair yang stabil secara organoleptis serta reformulasi sabun mandi cair

antiseptik basis minyak jarak agar nilai pH stabil.

2. Perlu dilakukan uji efektivitas formula sabun mandi cair antiseptik fraksi

etanol infusa daun beluntas terhadap bakteri kulit.

commit38to user

Ý®»¿¬» ÐÜÚ º·´»- ©·¬¸±«¬ ¬¸·- ³»--¿¹» ¾§ °«®½¸¿-·²¹ ²±ª¿ÐÜÚ °®·²¬»® ø¸¬¬°æññ©©©ò²±ª¿°¼ºò½±³÷

Vous aimerez peut-être aussi