Vous êtes sur la page 1sur 8

Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 - 131  

KEBIASAAN MAKAN DAN PENGETAHUAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI


PESERTA PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
(PIK-KRR)

(Food Habit and Reproduction Health Knowledge of Female Adolescence Participants in


Centre of Information and Counseling of Adolescence Reproduction Health (PIK-KRR))

M. Husni Thamrin1, Clara M. Kusharto2, dan Budi Setiawan2


1
Program Studi Manajemen Ketahahan Pangan (MKP), Sekolah Pascasarjana, IPB.
2
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB
Tel: 0251-8628304/8621258; Fax: 0251-8625846/8622276

ABSTRACT

The aim of this research was to observe food habit and knowledge of reproduction
health of female adolescence participants and non participants of Information Centre and
Counseling of Adolescence Reproduction Health (PIK-KRR) at SMU 1 Liwa and SMK 1 Liwa.
Reproduction readiness in adolescence is influenced by physical readiness which is
reflected from nutrition and health status and mental readiness in the form of
adolescence perception about reproduction health. This research used cross sectional
design. The site of the research is determined using purposive sampling. The SMU 1 Liwa
was choosen because this school has PIK-KRR and most of the graduates continue their
study to the higher level of education, and SMKN Liwa Lampung Barat was chosen because
this school does not have PIK-KRR yet and most of the graduates do not continue their
study. Spearman’s Correlation and t-test utilized to know whether there were any
difference in each variable in SMU and SMK students. The results of the study show that,
SMU female adolescence have better reproduction readiness than SMK female adolescence.
Therefore it is important for female adolescence to get correct information about
nutrition, and reproduction health through formal or informal ways.
Keywords: Female adolescence, food habit, reproduction health

PENDAHULUAN kannya. Oleh karena itu kesempurnaan dan


kematangan fisik khususnya pada remaja putri
Beberapa penelitian pada remaja me- merupakan salah satu penentu kesiapan re-
nunjukkan bahwa 40 persen menderita ane- maja menghadapi masa reproduksi yang nanti-
mia. Prevalensi anemia pada santri remaja di nya menjadi seorang ibu, mengandung, mela-
Leuwiliang Kabupaten Bogor (Permaesih et al., hirkan, dan mengasuh anak. Kurangnya persi-
1998) dan remaja SLTA di Jakarta Timur apan mental dan fisik ini menjadi masalah se-
(Wirawan, 1995) sebesar 44.44%. Bahkan hasil rius yang tidak hanya berdampak pada dirinya
penelitian Hayatinur (2001) menunjukkan bah- akan tetapi juga pada generasi yang dihasil-
wa prevaluasi anemia remaja SMU di Kuningan kannya. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
Jawa Barat lebih tinggi yaitu 61.0%. Selama ini kehamilan di masa remaja berpotensi melahir-
masalah kesehatan remaja kurang mendapat kan bayi dengan berat badan lahir rendah
perhatian serius, karena remaja secara umum (Kusharto & Florencio, 1994). Kesiapan mental
tidak mudah terserang penyakit daripada anak- remaja diantaranya terlihat dari persepsi re-
anak dan orang tua. Keadaan status gizi rema- maja tentang reproduksi. Salah satu faktor
ja pada umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan yang mempengaruhi persepsi ialah pengetahu-
makan yang berakibat pada rendahnya tingkat an reproduksi. Penelitian menunjukkan hanya
konsumsi zat gizi. Hal ini disebabkan oleh ke- sebagian kecil remaja di Indonesia yang me-
terbatasan makanan atau membatasi sendiri miliki pengetahuan reproduksi yang baik dan
makanannya, karena faktor ingin langsing. mendapat informasi tentang reproduksi dari
sumber kompeten (Media, 1995). Berdasarkan
Menurut Hurlock (1991) hanya sedikit re-
Uraian tersebut maka penulis tertarik untuk
maja yang merasa puas dengan tubuhnya, se-
mengadakan penelitian mengenai kebiasaan
dangkan ukuran tubuh, usia dan status kese-
makan dan pengetahuan reproduksi remaja
hatan wanita merupakan faktor penting yang
putri peserta Pusat Informasi dan Konseling
mempengaruhi status bayi yang akan dilahir-
Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR).

124  
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 – 131
 

Secara umum penelitian ini bertujuan Pengolahan dan Analisis Data


untuk mempelajari kebiasaan makan dan pe-
Sosial ekonomi dan demografi, penda-
ngetahuan kesehatan reproduksi remaja putri
patan keluarga, pengetahuan gizi, frekuensi
SMU N Liwa yang aktif sebagai peserta Pusat
makan, perilaku konsumsi, status gizi (berat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
badan, tinggi badan, dan kadar hemoglobin),
Remaja (PIK-KRR) pada SMU Negeri 1 Liwa dan
status fisiologis, pengetahuan dan persepsi ter-
Remaja putri SMK Negeri 1 Liwa yang belum
hadap kesehatan reproduksi. Analisis data dila-
memiliki Pusat Informasi dan Konseling Kese-
kukan dengan menggunakan program SPSS,
hatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR).
kemudian dianalisa secara deskriptif. Untuk
mengetahui hubungan antar variabel diguna-
kan uji korelasi Spearman’n, sedangkan uji be-
METODE PENELITIAN
da t digunakan untuk menganalisis perbedaan
berbagai variabel kuantatif di SMAN 1 Liwa de-
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
ngan SMKN 1 Liwa.
Penelitian ini merupakan penelitian
dengan rancangan cross sectional. Penelitian
ini dilaksanakan di SMU Negeri dan SMK Negeri HASIL DAN PEMBAHASAN
Liwa Kabupaten Lampung Barat. Pemilihan
SMU Negeri dan SMK Negeri Liwa ini dengan Karakteristik Contoh
pertimbangan bahwa SMU ini adalah sekolah
Pada umumnya sebagian besar contoh di
favorit serta telah memiliki Pusat Informasi
SMU maupun SMK berumur 16 tahun, dengan
dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja
persentase 56.7%. Adapun kisaran umur 14
(PIK-KRR). Sedangkan SMK Negeri Liwa berda-
sampai 17 tahun, dengan rata-rata 15.95 ±
sarkan pertimbangan belum memiliki Pusat
0.54 tahun.
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-KRR), waktu penelitian dilakukan
Besar Keluarga
pada bulan Nopember sampai dengan Desem-
ber 2008. Besar keluarga di kedua sekolah berkisar
antara 3 sampai 7 orang. Secara keseluruhan
Penarikan Contoh rata-rata jumlah anggota keluarga contoh ter-
masuk kategori keluarga sedang dengan per-
Populasi dalam penelitian ini adalah sentase di SMU 66.7% dan di SMK 43.3%. Berda-
remaja putri SMA Negeri 1 Liwa dipilih secara sarkan keluarga contoh dikelompokkan menu-
sengaja (purposive sampling) yaitu peserta rut jumlah anggota keluarga dengan kategori
yang aktif dalam kegiatan Pusat Informasi dan keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 -
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK- 6 orang) dan keluarga besar (>6 orang). Tidak
KRR) sebanyak 30 orang siswi sedangkan di SMK ada perbedaan yang nyata besar keluarga SMU
Negeri 1 Liwa Lampung Barat pengambilan dan SMK.
contoh penelitian dilakukan dengan cara klas-
ter yaitu satu kelas sebanyak 30 siswi kelas 2 Pendidikan Orang Tua
yang ditentukan oleh pihak sekolah.
Tingkat pendidikan orang tua (bapak dan
ibu) contoh pada umumnya berpendidikan
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
menengah. Tingkat pendidikan orang tua dike-
Data yang dikumpulkan berupa data se- lompokkan menurut lama sekolah, dengan ka-
kunder dan data primer. Data sekunder me- kategori pendidikan dasar 1 - 6 tahun, mene-
liputi keadaan umum sekolah dan siswa. Data ngah 7 - 12 tahun dan tinggi >12 tahun. Lama
primer yang dikumpulkan adalah meliputi so- sekolah bapak berkisar 1 sampai 17 tahun, per-
sial ekonomi keluarga, pendapatan keluarga, sentase bapak yang berpendidikan perguruan
pengetahuan gizi, frekuensi makan, perilaku tinggi di SMK (40%) dan SMK (6.6%). Berdasar-
konsumsi, status gizi (berat badan, tinggi ba- kan pengelompokkan tersebut, maka sebagian
dan, dan kadar hemoglobin), status fisiologis, besar tingkat pendidikan bapak termasuk
pengetahuan dan persepsi terhadap kesehatan kategori pendidikan menengah 53.4% untuk
reproduksi. Pengumpulan data primer dilaku- SMU dan kategori pendidikan dasar dan mene-
kan dengan teknik pengisian kuesioner oleh ngah 46.6% untuk SMK. Sebagian besar pendi-
peneliti dengan metode wawancara. dikan ibu responden adalah menengah dengan
lama pendidikan berkisar 1 sampai 17 tahun.
Secara umum, tingkat pendidikan ibu contoh di

  125
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 - 131  

SMU menengah 60% dan SMK termasuk kategori kriteria tersebut yang termasuk pendapatan
pendidikan dasar 66.7% (Tabel 2). rendah ( ≤ Rp. 800 000), tinggi (≥ Rp. 800 000)
maka terlihat bahwa pendapatan keluarga
Tabel 1. Sebaran Contoh SMU dan SMK contoh di SMU 93.3% adalah tinggi dan 6.7%
berdasarkan Besar Keluarga rendah, sedang pendapatan keluarga di SMK
SMU SMK yang tinggi 36.7% dan rendah 63.3% (Tabel 3).
Besar Keluarga Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya
n % n %
Kecil 9 30.0 14 46.7 perbedaan yang nyata (p<0.05) pendapatan
keluarga responden di kedua sekolah tersebut.
Sedang 20 66.7 13 43.3
Pendapatan keluarga contoh di SMU lebih
Besar 1 3.3 3 10.0
tinggi dari pada pendapatan keluarga contoh di
Jumlah 30 100.0 30 100.0 SMK.

Tabel 2. Sebaran Contoh SMU dan SMK Tabel 3. Sebaran Contoh SMU dan SMK
berdasarkan Pendidikan Orang Tua berdasarkan Pendapatan Keluarga
Pendidikan Orang SMU SMK SMU SMK
Pendapatan Keluarga
Tua n % N % n % n %

Pendidikan Bapak Rendah 2 6.7 19 63.3

Dasar 2 6.6 14 46.7 Tinggi 28 93.3 11 36.7


Menengah 16 53.4 14 46.7 Jumlah 30 100.0 30 100.0
Tinggi 12 40.0 2 6.6
Jumlah 30 100.0 30 100.0 Pendapatan keluarga berhubungan
secara signifikan dengan pendidikan bapak
Pendidikan Ibu
(p<0.05) dan pendidikan ibu (p<0.05), yang
Dasar 4 13.3 20 66.7 berarti makin lama pendidikan orang tua ma-
Menengah 18 60.0 9 30.0 kin tinggi pendapatan keluarga. Jahari (2000)
mengemukakan bahwa tingkat pendapatan
Tinggi 8 26.7 1 3.3
merupakan indikator sosial yang dapat men-
Jumlah 30 100.0 30 100.0
cerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang.
Pendidikan bapak secara langsung maupun
Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) tidak langsung akan menentukan keadaan
lama sekolah orang tua contoh di SMU dan ekonomi keluarga, sedangkan pendidikan ibu
SMK. Lama sekolah orang tua di SMU lebih merupakan modal dasar guna memperkuat
tinggi dari pada SMK. perekonomian keluarga.
Pekerjaan Orang Tua Uang Jajan Contoh
Pekerjaan orang tua contoh secara Uang jajan contoh berkisar antara
umum adalah petani dan pedagang khususnya Rp26 000 sampai Rp300 000 dengan rata-rata
di SMK, pekerjaan bapak sebanyak 66.6% seba- Rp100 267 ± Rp59 812 berdasarkan kriteria
gai petani dan ibu 70.0% petani. Meskipun pe- uang jajan kategori rendah, sedang dan tinggi
kerjaan bapak di SMU yang tertinggi sebagai diketahui 83%, contoh SMU memiliki uang jajan
pedagang (46.6%). Sedangkan ibu contoh di sedang dan 50% di SMK memiliki uang jajan
SMU bekerja sebagai pedagang 43.3%. Terda- rendah lihat Tabel 4.
pat perbedaan nyata (p<0.05) pekerjaan bapak
contoh di SMU dan SMK, begitu juga terdapat Tabel 4. Sebaran Contoh SMU dan SMK
perbedaan yang nyata (p<0.05) pada pekerjaan berdasarkan Uang Jajan
ibu di kedua sekolah.
SMU SMK
Uang Jajan
Pendapatan Keluarga n % n %
Pendapatan keluarga contoh per bulan Rendah 2 6.7 15 50.0
berkisar antara Rp400 000 hingga Rp7 600 000 Sedang 25 83.3 14 46.7
kriteria pendapatan dikelompokkan Tinggi 3 10.0 1 3.3
berdasarkan hasil survey Perlindungan Sosial
BPS Lampung Barat tahun 2008 (belum Jumlah 30 100.0 30 100.0
dipublikasikan), adalah ≤Rp800 000/keluarga
/bulan adalah miskin, >Rp800 000/keluarga
/bulan adalah tidak miskin. Berdasarkan

126  
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 – 131
 

Tidak terdapat perbedaan nyata uang baik, sedangkan yang kurang sejumlah 83.3%
jajan contoh di SMU dengan SMK, SMU memi- contoh di SMK dan di SMU 36.7% (Tabel 5).
liki uang jajan lebih tinggi dibanding contoh
SMK, hal ini mungkin berkaitan dengan penda- Tabel 5. Sebaran Contoh SMU dan SMK menurut
patan keluarga di SMU yang lebih baik diban- Kebiasaan Makan
ding SMK. SMU SMK
Perilaku Konsumsi
n % n %
Kebiasaan Makan
Baik 19 63.3 5 16.7
Perilaku konsumsi dinilai dari jawaban
contoh atas pertanyaan mengenai frekuensi Kurang 11 36.7 25 83.3
makan (minimal nasi dan lauk pauk), komposisi Jumlah 30 100.0 30 100.0
makanan empat sehat, produk pelangsing,
serta makanan pantangan. Sebagian besar
Jenis pangan sumber karbohidrat yang
contoh memiliki frekuensi makan tiga kali
banyak dikonsumsi contoh di SMU ialah nasi
sehari dengan persentase di SMU 63.3% dan di
dengan frekuensi 61-90 kali/bulan (63.3%), roti
SMK 76.7%. Frekuensi makan dua kali sehari
dengan frekuensi 16-30 kali/bulan (33.3%),mie
atau kurang bisa berdampak negatif bagi ke-
dengan frekuensi 1-7 kali/bulan (30%), sedang-
sehatan. Jika dilihat lebih lanjut, maka masih
kan di SMK, contoh yang mengonsumsi nasi de-
terdapat contoh di SMK yang makan hanya satu
ngan frekuensi 61-90 kali/bulan (90%), roti de-
kali dalam sehari (6.6%). Hal ini terjadi karena
ngan frekuensi 8-15 kali/bulan (10%), mie de-
yang dimaksud makan oleh peneliti adalah
ngan frekuensi 8-51 kali/bulan (40%).
makan yang minimal terdiri dari nasi dan lauk
pauk. Kebiasaan makan tiga kali sehari atau
Pengetahun Gizi dan Kesehatan
lebih merupakan kebiasaan makan yang baik,
karena dengan frekuensi konsumsi yang makin Pengetahuan gizi dan kesehatan contoh
sering diharapkan akan semakin besar kemung- yang dinilai terdiri atas 3 aspek, yaitu: 1)
kinan terpenuhinya kebutuhan gizi. jenis, fungsi dan sumber zat gizi; 2) kebutu-
han dan status gizi; dan 3) Masalah gizi re-
Peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi maja. Penilaian pengetahuan gizi dan kese-
akan lebih besar jika frekuensi makan tiga kali hatan didasarkan pada jumlah skor kemudian
sehari. Persentase contoh yang mengkonsumsi dikelompokkan dengan kategori pengetahuan
makanan empat sehat (nasi, lauk pauk, sayur gizi baik (>80% benar), sedang (60%-80%) dan
dan buah) satu hari sebelum penggambilan kurang (<60% benar).
data di SMU sebanyak 90% dan di SMK sebanyak
63.3%. Persentase contoh yang mengkonsumsi Penilaian pengetahuan gizi masing-
makanan empat sehat kurang dari tujuh kali masing aspek menunjukkan bahwa aspek jenis,
dalam seminggu di SMU sebanyak 56.6% dan di fungsi dan sumber zat gizi, aspek kebutuhan
SMK sebanyak 100%. serta status gizi. Sebagian besar contoh adalah
kategori pengetahuan gizi kurang. Pada aspek
Contoh di SMU yang mengkonsumsi pe- jenis, fungsi dan sumber zat gizi terdapat 70%
langsing hanya 1 orang (3.3%) sedangkan di contoh di SMU dengan pengetahuan gizi sedang
SMK tidak ada yang mengkonsumsi pelangsing. dan 70% contoh di SMK dengan pengetahuan
Persentase contoh yang memiliki makanan gizi kurang.
pantangan di SMU sebanyak 20% dan di SMK
sebanyak 6.7%. Jenis makanan yang dipantang Pengetahuan gizi contoh termasuk
sebagian besar adalah udang dengan alasan dalam kategori rendah, persentse tertinggi di
dapat menyebabkan alergi. Seharusnya udang SMK kategori pengetahuan gizi kurang seba-
tidak menjadi makanan yang dipantang karena nyak 76.7% dan SMU 60% (Tabel 6). Pengeta-
menurut udang dan telur merupakan sumber huan gizi dan kesehatan contoh di SMU tidak
zat besi heme yang lebih mudah di absorpsi ada perbedaan secara nyata (p>0.05) diban-
dan penyerapannya tidak tergantung pada dingkan dengan responden SMK. Pengujian
jenis kandungan makanan lain. Kebiasaan menggunakan korelasi Spearman’s memper-
makan contoh yang dinilai dari skor gabungan lihatkan adanya hubungan positif yang signi-
jawaban pertanyaan tentang frekuensi makan fikan antara pengetahuan gizi dengan pendi-
2 kali atau lebih dalam satu hari, komposisi dikan orang tua (p<0.05) serta pendapatan
makan 4 sehat, frekuensi komposisi makan 4 keluarga (p<0.05). Hal ini berarti bahwa makin
sehat, penggunaan produk pelangsing, tinggi tingkat pendidikan orang tua dan pen-
makanan pantangan pada contoh SMU dapatan keluarga, maka pengetahuan gizi dan
sebanyak 63.3% dan SMK 16.7% dikategorikan kesehatan semakin baik.

  127
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 - 131  

Tabel 6. Sebaran Contoh SMU dan SMK nilai IMT 19.68 ± 2.37. Persentase nilai IMT
berdasarkan Pengetahuan Gizi dan contoh di SMU dan SMK yang terbesar adalah
Kesehatan normal 66.6% dan 83.3%, kemudian kurus
SMU SMK (kurang) 30% dan 16.7% dan gemuk 1.4% di SMA
Pengetahuan Gizi
dan Kesehatan yang dapat dilihat pada (Gambar 2). Status gizi
n % N %
contoh SMU dan SMK tidak berbeda secara
Kurang 18 60.0 23 76.7 nyata.
Sedang 12 40.0 7 23.3
Status Besi
Baik 0 0.0 0 0.0
Status besi contoh dinilai dari hasil
Jumlah 30 100.0 30 100.0
pengukuran hemoglobin (Hb) dalam darah.
Kadar Hb contoh berkisar antara 8.8 sampai 12
Status Gizi g/dl dan tidak anemia jika kadar Hb ≥12 g/dl,
Indeks Massa Tubuh sedangkan yang anemia dikelompokkan anemia
berat Hb <10 g/dl, anemia sedang Hb ≥10-12
Status gizi contoh dinilai berdasarkan
g/dl, berdasarkan kriteria tersebut diketahui
Indeks Massa Tubuh (IMT), klasifikasi status gi-
yang berstatus tidak anemia sebanyak (3.3%)
zi tersebut dikatakan normal jika memiliki
contoh SMU, berstatus anemia sedang SMU
nilai IMT berkisar 18.5 hingga 24.9 (Depkes,
66.7% dan di SMK 76.7% sedangkan berstatus
1996). Hasil penilaian status gizi contoh me-
anemia berat 30% di SMU dan 33.3% di SMK
nunjukkan nilai IMT yang cukup beragam dan
(Gambar 3). Tidak terdapat perbedaan secara
berkisar antara 14.4 sampai 28.6 yang berarti
nyata status besi (hemoglobin) contoh di SMU
status gizi contoh berkisar dari status gizi ku-
dan SMK.
rang hingga status gizi baik. Dari nilai rata-rata

100 90

75 63
nasi (61‐90 kali/bln)
50 40
33 30 roti (16‐30 kali/bln)
25 10 roti (8‐15 kali/bln)
3 0
0 mie (1‐7 kali/bln
SMU SMK

Gambar 1. Sebaran Contoh SMU dan SMK menurut Jenis Pangan Sumber Karbohidrat yang Banyak
Dikonsumsi

100
83,3

75 66,6
Kurus

50 Normal
30 Gemuk
25 16,7
3,4 0
0
SMU SMK
Gambar 2. Persentase Sebaran Contoh SMU dan SMK menurut Indeks Massa Tubuh

128  
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 – 131
 

100
76,7
75 66,7
Anemia berat
50 Anemia sedang
30 33,3
Normal
25
3,3 0
0
SMU SMK

Gambar 3. Sebaran Contoh SMU dan SMK menurut Status Besi

Pengetahuan Reproduksi serta hubungan seksual), dan aspek keamanan


(alat kontrasepai, aborsi, dan penyakit menu-
Pengetahuan reproduksi responden dike-
lar seksual). Hasil penilaian persepsi contoh
lompokkan menjadi kategori baik (>80% be-
terhadap kesehatan reproduksi umumnya
nar), sedang (60%-80% benar) dan kurang (<60%
sudah cukup baik (76.7%). Kriteria persepsi
benar). Secara umum diketahui bahwa sebagi-
dikelompokkan menjadi persepsi baik (≥60%)
an besar contoh memiliki pengetahuan repro-
dan persepsi kurang (<60%), dengan nilai te-
duksi baik, yaitu sebanyak 86.7% di SMU dan
ngah atau median 60%. Berdasarkan kriteria
43.3% di SMK, contoh yang memiliki pengeta-
tersebut, di SMU 100% memiliki persepsi kese-
huan reproduksi sedang 13.3% di SMU di SMK
hatan reproduksi baik. Sebaliknya di SMK jum-
30% dan hanya responden di SMK yang memiliki
lah yang memiliki persepsi terhadap kese-
pengetahuan reproduksi kurang 26.7% (Tabel
hatan reproduksi yang kurang 46.7% dan yang
7). Uji beda t menunjukkan bahwa pengeta-
memiliki persepsi baik 53.3%. Persepsi terha-
huan reproduksi di SMU lebih baik dibanding-
dap kesehatan reproduksi contoh SMU secara
kan dengan SMK (p<0,05). Hasil penelitian ini
nyata (p<0.05) lebih baik dibanding responden
sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya
SMK (Tabel 8).
di Bangkinang, Kabupaten Kampar, Propinsi Ri-
au, yaitu pengetahuan reproduksi remaja yang Hasil uji korelasi Spearman’s memper-
masih kurang sebanyak 91.6%, sedang seba- lihatkan bahwa terdapat hubungan yang signi-
nyak 3.3% serta baik sebanyak 5.5% (Anita, fikan antara persepsi dengan pendidikan ba-
2007). Tingginya persentase responden dengan pak (p<0.05), pendidikan ibu p<0.05) serta
pengetahuan reproduksi baik ini menunjukkan pengetahuan reproduksi (p<0.05).
keberhasilan penyampaian informasi yang dila-
kukan oleh Pusat Informasi dan konseling kese- Tabel 8. Sebaran Contoh SMU dan SMK Persepsi
hatan Reproduksi Remaja yang ada di SMU. terhadap Kesehatan Reproduksi
Persepsi Terhadap SMU SMK
Tabel 7. Sebaran Contoh SMU dan SMK berda- Kesehatan Reproduksi
n % n %
sarkan Pengetahuan Reproduksi
Persepsi Terhadap Kesehatan Reproduksi
Pengetahuan SMU SMK
Kurang 0 0.0 14 46.7
Reproduksi n % N %
Baik 30 100.0 16 53.3
Kurang 0 0.0 8 26.7
Jumlah 30 100.0 30 100.0
Sedang 4 13.3 9 30.0
Baik 26 86.7 13 43.3
Status Fisiologis
Jumlah 30 100.0 30 100.0
Masa remaja merupakan masa pertum-
buhan anak menjadi dewasa. Pada masa rema-
Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi ja akan terjadi perubahan yang menyangkut
Persepsi kesehatan reproduksi aspek fisiologis yang ditandai dengan adanya
merupakan pandangan atau pemahaman menstruasi. Usia pertama kali menstruasi con-
terhadap segala aspek yang mendukung toh di SMU pada usia 11 tahun (10%), usia 12
terwujudnya reproduksi sehat. Aspek-aspek tahun (36.6%), usia 13 tahun (33.3%), usia 14
yang dinilai meliputi aspek kemampuan (usia tahun (20%), Sedangkan contoh SMK usia 11 ta-
reproduksi dan perawatan alat reproduksi), hun (6.6%), usia 12 tahun (30%), usia 13 tahun
aspek keberhasilan (status gizi dan konsumsi, (40%) dan usia 14 tahun (23.3%). Usia pertama

  129
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 - 131  

menstruasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu sehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang ada
lebih awal (11 tahun), normal (11-15 tahun), di SMUN menyebabkan akses informasi yang
dan lambat (>15 tahun). Sebagian besar con- tepat mengenai gizi dan reproduksi lebih
toh di SMA (90%) dan di SMK (93.3%) menda- mudah diperoleh dari pada responden SMK.
patkan menstruasi pertama kali pada usia 11- Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan
15 tahun yang termasuk dikategorikan normal. remaja putri SMK yang telah disiapkan untuk
Menurut Jones (1997) rata-rata seorang gadis segera mandiri dan memiliki kencendrungan
mengalami menstruasi pertama pada usia 13 segara menikah terbukti tidak lebih siap dalam
tahun dan paling lambat pada usia 16 tahun. reproduksi dibanding remaja putri SMU yang
Tidak terdapat beda yang nyata antara usia lebih berorientasi untuk menempuh pendidikan
menstruasi contoh SMU dan SMK. Berdasarkan lebih tinggi.
uji korelasi Spearman’s tidak terdapat hu-
bungan antara usia pertama menstruasi de-
ngan status gizi dilihat dari indek massa tubuh KESIMPULAN
contoh SMU dengan SMK.
Karakteristik sosial ekonomi (pendidikan
Kesiapan Reproduksi orang tua, pendapatan keluarga) siswi SMU
Negeri Liwa peserta Pusat Informasi dan
Kesiapan reproduksi contoh dinilai
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-
berdasarkan status gizi (IMT dan Hb) dan per-
KRR) secara nyata (p<0.05) lebih baik diban-
sepsi remaja terhadap kesehatan reproduksi.
ding kan dengan siswi SMK Negeri Liwa.
Status gizi digunakan sebagai indikator kesi-
apan fisik remaja, sedangkan kesiapan mental Kebiasaan makan siswi SMU Negeri seca-
remaja diukur dari persepsi terhadap kese- ra nyata (p<0.05) lebih baik dibandingkan
hatan reproduksi. Kesiapan reproduksi dikate- dengan siswi SMK Negeri Liwa.
gorikan menjadi baik, sedang dan kurang. Da-
Baik siswi SMU Negeri Liwa maupun SMK
ta yang diperoleh menunjukkan persentase
Negeri Liwa Pengetahuan gizi termasuk kate-
terbesar yaitu 66.7% contoh SMU dan 50% res-
gori Kurang. Status gizi (IMT) secara umum ter-
ponden SMK memiliki kesiapan reproduksi
masuk normal (70.5%) dan prevalensi anemia
sedang, sedangkan contoh SMU 33.3% dan SMK
tinggi (98.3%).
50% memiliki kesiapan reproduksi kurang
(Gambar 4). Siswi SMU Negeri Liwa memiliki penge-
tahuan kesehatan reproduksi secara nyata
Kesiapan reproduksi yang baik dimiliki
(p<0.05) lebih baik dari SMK Negeri Liwa.
oleh contoh dengan status gizi baik (IMT nor-
mal dan status besi tidak anemia). Hal ini se- Persepsi terhadap kesehatan reproduksi
suai pernyataan Jones (1997) bahwa terjadinya siswi SMU Negeri secara nyata (p<0.05) lebih
komplikasi selama kehamilan dan persalinan baik dibandingkan SMK Negeri Liwa dan berhu-
semakin sedikit pada ibu yang memiliki penge- bungan sangat nyata (p<0.05) dengan pendi-
tahuan cukup tentang kehamilan atau repro- dikan orang tua maupun dengan pengetahuan
duksi, memiliki tinggi lebih dari 155 cm, tidak kesehatan reproduksi (p<0.05).
terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk.
Kesiapan reproduksi siswi SMU Negeri se-
Persepsi yang kurang baik berindikasi cara nyata (p<0.05) lebih baik dari SMK Negeri
semakin kurangnya kesiapan reproduksi rema- Liwa dan berhubungan nyata (p<0.05) dengan
ja. Hasil analisis statistik mengenai status gizi pengetahuan gizi, namun tidak terdapat hu-
dengan persepsi terhadap kesehatan repro- bungan yang nyata antara status gizi dengan
duksi tidak memperlihatkan hubungan yang persepsi terhadap kesehatan reproduksi.
signifikan. Pusat Informasi dan Konseling Ke-

80
67
60 50 50
KURANG
40 33 SEDANG
BAIK
20
0 0
0
SMU SMK

Gambar 4. Sebaran Contoh SMU dan SMK berdasarkan Kesiapan Reproduksi

130  
Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3): 124 – 131
 

DAFTAR PUSTAKA
Jones DL. 1997. Setiap Wanita. Penerbit
Anita R. 2007. Pola Konsumsi Pangan, Status Delapratasa, Jakarta.
Gizi dan Pengetahuan Reproduksi Rema-
ja Putri. Tesis Magister, Fakultas Pasca Hayatinur E. 2001. Prevalensi Anemia dan Peri-
sarjana IPB, Bogor. laku Makan Remaja Putri di SMU 2 Ku-
ningan Kabupaten Kuningan. Skripsi Sar-
Hurlock EB. 1991. Psikologi Perkembangan, jana, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sum-
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang ber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian,
Kehidupan. Edisi Kelima. Erlangga, IPB, Bogor.
Jakarta.
Jahari AB. 2000. Status Gizi Balita di Indonesia
Kusharto CM & Florencio CA. 1994. Effect of Sebelum dan Selama Krisis (Analisis Data
Age at Marriage on Nutritional Status of Antropometri SUSENAS 1985 sid 1998).
Mother and Child and Their Biological Prosiding widyakarya Nasional Pangan
Characteristics. Dalam: Indonesia Nutri- dan Gizi VIl. LIPI, Jakarta.
tion Association. Proceeding of the First
Asian Conference on Dietetics; Jakarta, Wirawan R. 1995. Diagnosis Anemia. Majalah
2-5 Oktober. Indonesia Nutrition Asso- Kedokteran 45(12) hlm 43-50.
ciation, Jakarta. P : 104-106.
Permaesih. 1990. Status Gizi Kelompok Pekerja
Media Y. 1995. Pengetahuan, Sikap dan Prilaku dan Wanita Remaja. Puslitbang Gizi,
Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi. Bogor.
Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

  131

Vous aimerez peut-être aussi