Vous êtes sur la page 1sur 31

JURNAL EKSPRESI SENI

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni


ISSN: 1412–1662 Volume 16, Nomor1,Juni 2014,hlm. 1-167

Terbit dua kalisetahun pada bulan Juni dan November.Pengelola Jurnal Ekspresi Seni merupakan sub-
sistemLPPMPPInstitut SeniIndonesia (ISI) Padangpanjang.

Penanggung Jawab
Rektor ISI Padangpanjang
Ketua LPPMPP ISI Padangpanjang
Pengarah
KepalaPusat Penerbitan ISI Padangpanjang
Ketua Penyunting
Dede Pramayoza
TimPenyunting
Elizar
Sri Yanto
Surherni
Roza Muliati
Emridawati
Harisman
Rajudin
Penterjemah
Adi Khrisna
Redaktur
Meria Eliza
Dini Yanuarmi
Thegar Risky
Ermiyetti
Tata Letak danDesainSampul
Yoni Sudiani
Web Jurnal
Ilham Sugesti
______________________________________________._________________________________
Alamat Pengelola Jurnal Ekspresi Seni:LPPMPP ISI Padangpanjang Jalan Bahder JohanPadangpanjang
27128, Sumatera Barat; Telepon(0752) 82077 Fax. 82803; e-mail;red.ekspresiseni@gmail.com

Catatan.Isi/Materi jurnal adalah tanggung jawab Penulis.


Diterbitkan Oleh
Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang
JURNAL EKSPRESI SENI
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
ISSN: 1412–1662 Volume 16, Nomor1,Juni 2014,hlm. 1-167

DAFTAR ISI

PENULIS JUDUL HALAMAN

EnricoAlamo Sampuraga: Penciptaan Opera Batak 1-17

Eko Wahyudi Sasadu On The Sea Wacana Seni Budaya 18-36


dalam Festival Teluk Jailolo 2013

Yosi Ramadona & Pertunjukan Kompang Bengkalis: 37-48


Nursyirwan dari Arak-Arakan ke Seni Pertunjukan

IpongNiaga Membentuk Kemampuan Psikologikal 49-64


Dasar Calon Aktor dengan Metode Latihan
Bertutur

Nofrial Ukiran Akar Kayu Pulau Betung Jambi 65–85


Menuju Industri Kreatif

Elsa Putri E. Syafril Diaspora Sedulur Sikep dan Keseniannya di 86–97


Sawahlunto

Ranelis Seni Kerajinan Bordir Hj.Rosma: 98–115


Fungsi Personal dan Fisik

Maisaratun Najmi Produksi dan Penyiaran Program Seni dan 116–132


Budaya di Grabag Tv

Bahren, Herry Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan 133–155


Nur Hidayat, Sosial Budaya di Sumatera Barat
Sudarmoko,
Virtuous Setyaka

Zely Marissa Haque Perkembangan Musik Dol di Kota 156-167


Bengkulu

_______________________________________________________
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 49/Dikti/Kep/2011 Tanggal 15 Juni 2011 Tentang Pedoman Akreditasi
Terbitan Berkala Ilmiah. JurnalEkspresi SeniTerbitan Vol.16, No. 1 Juni 2014Memakaikan
Pedoman Akreditasi Berkala Ilmiah Tersebut.

i
INDUSTRI KREATIF BERBASIS
POTENSI SENI DAN SOSIAL BUDAYA
DI SUMATERA BARAT
Bahren, Herry Nur Hidayat, Sudarmoko, Virtuous Setyaka
FIB dan FISIP Universitas Andalas, Padang
bahren@fsastra.unand.ac.id

ABSTRAK
Tulisan ini ditujukan untuk menganalisis perkembangan dan konsep dasar
industri kreatif berbasis potensi sosial budaya di Sumatera Barat, khususnya
dalam bidang seni dan budaya. Secara umum, seni tidak memiliki posisi yang
ideal dalam pengembangan industri kreatif. Akan tetapi, berdasarkan pada
pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan dalam penelitian ini, terdapat
beberapa komunitas dan seniman yang menyiapkan diri dan menerapkan
manajemen modern dalam produksi seninya. Seni memiliki hubungan yang
dilematis dengan industri, antara nilai estetika dan nilai pasar. Dalam situasi
seperti ini, manajemen memiliki posisi yang penting dalam upaya
menghubungkan dan menjembatani antara seniman, pasar, pemerintah, kritikus
dan para ahli. Dengan menggunakan metode triple helix, diketahui bahwa daerah
terpilih dalam penelitian ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan industri
kreatifnya, baik itu karena potensi artistik, lokasi, seniman, pemerintah,
masyarakat dan pihak terkait lainnya.

Kata Kunci: industri kreatif, seni, sosial budaya, Sumatera Barat

ABSTRACT
This article analyses the development and basic concept of creative industries
based on social and cultural potencies in West Sumatra, in particular on arts and
cultural practices. In general, arts have no ideal position in the development of
creative industries. However, based on observation and interviews conducted in
this research, there are some communities and artists prepared and more over
implemented modern management in their arts production. Arts have dilemmatic
correlation with industries, the problem of aesthetics and market values. In this
regard, management has important position in order to connect and bridge
between artists, markets, goverment, and critics or scholars. By using triple helix
method, this article shows how three selected areas of research have big
opportunities to be developed in the term of creative industries, based on artistic
potential, place and landscape of areas, artists, goverment, society and other
related parties.

Keywords: creative industries, arts, West Sumatra, social and culture

133
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

PENDAHULUAN dapat membantu keterusberlangsungan


Akhir-akhir ini wacana industri budaya, tanpa merusak, tetapi
kreatif menjadi bagian pembicaraan sebaliknya akan mendukung
yang serius dalam dunia ekonomi, kebudayaan itu sendiri.
politik, dan juga budaya, karena Industri kreatif memiliki segi
diyakini akan menjadi salah satu intelektual dan budaya, yang
penyangga penting dalam pertumbuhan dikembangkan melalui kajian-kajian
ekonomi. Terutama bila dikaitkan potensial, baik oleh pengelola dan
dengan industri pariwisata, dimana pelakunya, maupun terhadap produk-
produk kerajinan, pertunjukan produk yang akan dihasilkan. Sejumlah
kesenian, makanan, situs wisata bidang dan produk yang termasuk
bersejarah, dan lokasi yang diciptakan dalam industri kreatif ialah karya sastra
untuk mendukungnya terus (novel, puisi, drama), buku cerita,
berkembang. penulisan kembali cerita rakyat, dan
Industri kreatif di sebuah sebagainya. Sementara dalam produk
daerah mensyaratkan adanya kelompok lain, film dan musik menjadi salah satu
kreatif yang mengembangkan ide-ide media yang berkembang dengan pesat,
dan produk kreatif berdasarkan pada terutama yang berlabel indie atau
kekuatan intelektual, seni budaya, alternatif. Dalam bentuk seni
teknologi sesuai perkembangan zaman, pertunjukan, berbagai pertunjukan dan
yang muncul atas dasar kebutuhan produksi tari, baik tradisional maupun
masyarakat yang berubah. Industri kontemporer, teater, musik, mulai
kreatif yang berbasis pada kebudayaan menjadi kebutuhan, khususnya di kota-
dan kekayaan budaya lokal harus kota. Demikian juga dengan festival
dikembangkan. Kekayaan budaya lokal atau pameran, yang menampilkan
menjadi bagian identitas penting dalam karya-karya seni. Dalam bidang
industri kreatif, karena dapat menjadi pariwisata, penting dicatat pertunjukan
ikon yang melibatkan masyarakat seni dan kuliner, yang menyediakan
sehingga perkembangan industri dapat seni dan makanan tradisional yang
dinikmati secara bersama. Industri menjadi pilihan penting dalam dunia
kreatif yang berbasis budaya lokal juga pariwisata.

134
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Artikel ini berangkat dari kekayaan intelektual/HAKI


beberapa pertanyaan, yaitu: (1) (intellectual property right). Subsektor
Bagaimana sejumlah komunitas seni inkraf di Indonesia menurut
dan aktivis kesenian mengembangkan Departemen Perdagangan Republik
usaha dan produktivitasnya sesuai Indonesia (Depdag RI, 2008) ada 14
bidang dan keahlian mereka? Apa saja yaitu: (1) periklanan: (2) arsitektur ;(3)
yang telah dicapai dalam perjalanan pasar barang seni; (4) kerajinan; (5)
usahanya dan apa tantangan serta desain; (6) fashion/fesyen; (7) film,
solusi dari berbagai masalah tersebut?; video, fotografi; (8) permainan kreatif;
(2) Bagaimana potensi sumber usaha (9) musik; (10) seni pertunjukan; (11)
dan pengolahannya, yang penerbitan dan percetakan; (12)
memungkinkan komunitas industri layanan komputer dan piranti
kreatif melangsungkan usahanya lunak/software; (13) televisi/TV dan
dengan menggali sejumlah potensi radio dan (14) riset dan pengembangan
tersebut; (3) Bagaimana kelangsungan (Departemen Perdagangan Republik
usaha industri kreatif ini dapat Indonesia,2008).
ditularkan dan dikampanyekan, baik Pengembangan Inkraf biasanya
pada lembaga pendidikan, pemerintah, dilakukan dengan model triple helix
komunitas sosial, maupun masyarakat yaitu kerjasama antara akademisi,
umum. bisnis dan pemerintah. Beberapa hasil
penelitian yang memaparkan hal
PEMBAHASAN tersebut di antaranya adalah
Sektor, Subsektor dan Leydesdorrf (1998), model triple helix
Pengembangan Industri Kreatif
terdiri atas universitas, industri dan
Wheny Khristianto (2008), pemerintah sangat dibutuhkan dalam
menyatakan bahwa subsektor Inkraf menunjang terciptanya inovasi dalam
didasarkan pada tiga fokus basis masyarakat. Leydesdorrf dan
industri yaitu: (1) lapangan usaha Etzkowitz (2000), model triple helix
kreatif dan budaya (culture and digunakan sebagai model analitikal
creative industry); (2) lapangan usaha menjelaskan hubungan antar institusi
kreatif (creative industry); (3) hak serta kebijakan yang dapat dihasilkan

135
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

institusi tersebut. Etzkowitz (2002), distribusi dan komersialisasi


model triple helix memerlukan pola (Departemen Perdagangan Republik
belajar baru dan komunikasi terpadu Indonesia, 2008).
pada institusi untuk menghasilkan, Khaterine Champion (2010)
mentransformasikan, menyimpan dan melaporkan temuan dari studi kasus
mengatur proses penciptaan dan yang diselidiki di sektor industri kreatif
penggunaan pengetahuan bermanfaat. yang dipilih di Greater Manchester.
Leydesdorrf (2005), ekonomi berbasis Studi ini menemukan bahwa, ketika
pengetahuan harus merubah hubungan aktivitas kreatif masih sangat
komunikasi antara pihak akademik, terkonsentrasi di pusat kota, beberapa
industri dan pemerintah untuk produksi kreatif melakukan
membentuk ulang sistem inovasi yang desentralisasi untuk mengakses tempat
rentan diperdebatkan. Johnson (2007), yang lebih murah. Champion
kolaborasi triple helix merupakan kerja berpendapat bahwa pilihan lokasi
sama yang melibatkan peran industri, perusahaan industri kreatif dibatasi
akademik dan pemerintah dalam oleh regenerasi pusat kota yang luas,
mengembangkan teknologi (Togar M. dengan perusahaan-perusahaan yang
Simatupang, Dkk., 2008). paling rentan, terutama perusahaan
Pemerintah Indonesia dalam yang masih kecil, menghadapi pilihan
Buku Pengembangan Ekonomi Kreatif untuk dapat mengakses tempat murah
Indonesia 2025: Rencana hanya di pinggiran.
Pengembangan Ekonomi Kreatif Karin Drda-Kuhn (2010)
Indonesia 2009-2015 (Depdag RI, mengamati kondisi di mana manfaat
2008) pada bagian dua yaitu kerangka ekonomi budaya (cultural economic)
kerja pengembangan Ekraf Indonesia dapat dihasilkan sebanyak mungkin
menggunakan model triple helix yang oleh pelaku lokal di kota-kota kecil di
melibatkan peran cendekiawan, bisnis daerah pedesaan. Temuan
dan pemerintah sebagai faktor utama menunjukkan bahwa jaringan utama
dan faktor penggerak. Selain itu juga seperti sistem pembelajaran yang
dipaparkan rantai nilai pada Inkraf berkelanjutan merupakan faktor
yaitu kreasi/originalitas, produksi, keberhasilan utama dalam proses ini.

136
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Saat ini, hanya ada sedikit jaringan termasuk akses broadband dan
usaha (working network) yang berhasil jaringan transportasi, juga ada.
di Jerman dengan fokus ekonomi Pengembangan peluang kebijakan dan
budaya yang mungkin bisa berfungsi jaringan penting dalam mendukung
sebagai panutan bagi kota-kota kecil di pertumbuhan sektor di daerah
berbegai tempat. pedesaan.
Pauline White (2010) yang Pradel Pareja-Eastaway dan
membahas potensi dan tantangan bagi Marc Pradel i Miquel (2010)
sektor kreatif di daerah pedesaan menunjukkan pentingnya lembaga
melalui kasus Wilayah Barat pedesaan pemerintah dan bagaimana lembaga-
Irlandia dan kegiatan Komisi lembaga yang berbeda dan mekanisme
Pembangunan Barat (Western Region pemerintahan berkontribusi untuk
of Ireland and the activities of the mempromosikan industri kreatif dan
Western Development Commission). ekonomi pengetahuan sebagai landasan
Sektor kreatif di rekening daerah pertumbuhan ekonomi di Barcelona
sekitar 3 persen dari lapangan kerja Metropolitan Region (BMR). Tidak
dan 1,3 persen dari Nilai Tambah hanya akan keterlibatan aktor publik,
Bruto, didominasi oleh usaha mikro swasta dan masyarakat dieksplorasi,
dan wiraswasta individu dan memiliki tetapi juga hubungan antara kota yang
aktivitas ekspor yang rendah. Kualitas berbeda dalam skala geografis.
hidup, lingkungan alam dan warisan Penelitian tentang industri
kreatif di kawasan ini merupakan budaya, bagaimanapun, telah
faktor penting dalam menarik orang- mengungkapkan ketegangan laten
orang kreatif ini wilayah pedesaan. antara seni dan pertimbangan
Tantangan untuk bisnis di sektor ini komersial (Gua 2000; Cowen dan
termasuk kebutuhan untuk menarik dan Tabarrok 2000; Kloosterman 2010a).
mempertahankan bakat kreatif saat ini Amanda M. C Brandellero dan Robert
dan masa depan, serta ancaman C. Kloosterman (2010) mengatakan
terhadap kekuatan utama di kawasan sebagai industri budaya, yang hanya
itu tempat yang kreatif. Isu-isu seputar bisa bertahan hidup jangka panjang
penyediaan dan kualitas infrastruktur, melalui diferensiasi produk konstan

137
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

dan inovasi, harus ditemukan cara menjelaskan karakteristik umum dari


untuk melindungi pekerja kreatif tempat kreatif demikian, tapi masih ada
setidaknya dari tekanan pasar langsung sedikit pengetahuan tentang mikro-
untuk dapat datang dengan ide-ide baru interaksi yang kreatif dan praktisi
dan inovasi. Salah satu contoh industri bisnis dalam konteks lokal yang
budaya dapat dilihat dari studi kasus spesifik. Penelitian ini menjawab
yang terdapat dalam penelitian Petra pertanyaan ini dari berbagai perspektif.
Rehling (2012). Rehling menganalisis Selain hubungan antar kultural
potensi pasar untuk teks-teks fantasi dan geografis, Naoto Higuchi &
internasional di Taiwan, dan Nanako Inaba (2012) memberi
memberikan latar belakang teoritis perhatian pada hubungan
untuk memahami dinamika salah satu transnasionalisme. Mereka mengatakan
genre sastra ini dengan bahwa kita perlu mempertimbangkan
mempertimbangkan tradisi lokal, kembali hubungan antara
penerimaan dan pola konsumsi transnasionalisme dari atas dan dari
masyarakat Taiwan. bawah, dengan fokus pada perilaku
Tak jauh dari masalah konsumen pekerja migran. Meskipun
transkultural tersebut, juga perlu transnasionalisme dari bawah dapat
diperhatikan masalah geografis. dianggap sebagai resistensi positif
Meskipun berbeda tetapi tetap terhadap ketergantungan pada negara-
diperhatikan hubungan dari dua negara dan modal global, juga
wilayah (baik kultural maupun memfasilitasi penggabungan ke dalam
geografis) dalam industri kreatif. budaya konsumen global.
Caroline Chapain, Roberta Comunian, Depdag RI dalam studi
dan Nick Clifton (2010) menulis artikel perkembangan Inkraf Indonesia
tentang bagaimana mengembangkan (2009), belum memasukkan Sumatera
pemahaman yang lebih baik tentang Barat dan kota-kota di dalamnya secara
dinamika yang mempengaruhi khusus. Sebab dalam pemaparan Inkraf
hubungan antara industri kreatif dan di daerah, hanya disebutkan Daerah
konteks geografis. Sebuah literatur Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Kota
yang luas telah berusaha untuk Solo, Kota Yogyakarta, Kota

138
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Denpasar, Kota Bandung, dan Kota pelaku yang berpotensi


Berpotensi yaitu Jember dan Batam mengembangkan ekonomi kreatif, di
(Departemen Perdagangan Republik Kota Payakumbuh adalah Komunitas
Indonesia, 2009). Penelitian ini, Seni Intro, EO D’Cress, Lamante Kafe,
setidaknya, memberikan gambaran Pengelola Saluang Balega, dan
potensi dan keberadaan industri kreatif Sanggar Tari Cahayo. Sementara
di Sumatera Barat. kelompok-kelompok di Kota Padang:
Dengan mencatat peran penting Kelompok Pentassakral dan Kelompok
pemerintah dan beberapa pihak Studi Sastra dan Teater (KSST)
lainnya, penelitian dari daerah sendiri Noktah.
(Sumatra Barat) sudah dilakukan oleh Komunitas Seni Intro
Hesti Pusparini (2011) memperlihatkan Payakumbuh yang didirikan tahun
peran cendekiawan, pelaku bisnis, dan 1990 hingga kini tidak memperlihatkan
pemerintah dalam industri kreatif yang perkembangan yang signifikan. Hal
dalam hal ini Pusparini memberikan yang sama juga dialami KSST Noktah
gambaran umum indutri kreatif dan Pentas Sakral. Setiap kegiatan dan
subsektor industri bordir/sulaman dan program yang dilakukan Intro, selalu
pertenunan di Sumatra Barat dan bermuara pada manajemen, sarana,
memberi gambaran tentang strategi prasarana, dan sumber daya manusia,
paling tepat untk industri kreatif serta finasial, namun bersifat sporadis.
tersebut menggunakan teknis analisa Belum terpikirkan untuk melakukan
SWOT dengan melakukan analisi pengelolaan yang serius dan
internal (Strengh, Weakness) dan profesional. Sebenarnya, Komunitas
eksternal (Opportunities, Threaths). Seni Intro merupakan “rumah besar”
tempat berkumpulnya para seniman,
Industri Kreatif Berbasis Sosial budayawan, sastrawan, pelaku seni
Budaya di Sumatera Barat
lainnya. Mereka ini banyak berproses
Industri kreatif bagian tak dan bertukar pikiran di komunitas ini.
terpisahkan dari ekonomi kreatif. Polanya yang sangat terbuka menerima
Serangkaian wawancara yang anggota dari latar belakang apa saja,
dilakukan tim peneliti dengan pelaku-

139
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

membuat nama Intro begitu terkenal di intens menggelar seni-seni pertunjukan


Kota Batiah ini. di markasnya itu, antara lain teater,
Iven budaya dan seni, bukan tak musik, dan pembacaan karya sastra.
ada sama sekali yang dilakukan oleh Selain itu, Komunitas Seni Intro kini
Komunitas Seni Intro. Ada beberapa sudah memiliki status hukum.
iven reguler yang setiap tahun digelar Beberapa pihak telah mulai bersinergi
Intro, tapi memang masih sangat bekerja sama dengan Intro. Pemda
sederhana dengan pengelolaan apa mulai bisa menerima Intro dan mulai
adanya. Misalnya Lomba Baca Puisi membantu dana. Kendati mulai
November. Biasanya dana berbenah, Komunitas Seni Intro tetap
penyelenggaraan berasal dari bantuan masih memiliki masalah besar, yakni
anggota dan simpatisan Intro. Ada juga tidak memiliki manajer yang sungguh-
sedikit bantuan dana dari pemerintah. sungguh bekerja mengelola kelompok
Kini, markas Komunitas Seni Intro ini. Aktivitas dan kegiatan seni budaya
memiliki warung dengan lesehan yang Intro tetap dilakukan, kendati masih
bersifat ekonomis. Ada lapangan sporadis dan belum teragendakan
ukuran 10x15 yang dikesankan tempat dengan baik. Anggotanya masih
pertunjukan. Warung yang mulai aktif berkreativitas, tapi hasilnya belum
dua tahun terakhir ini diberi label mampu untuk menopang kebutuhan
“Warung Apresiasi Intro”. Tapi, hidup. Minimnya dukungan
warung ini tidak menyediakan produk- pemerintah, sulitnya mencari sponsor,
produk yang terkait dengan karya dan belum terbiasanya penonton untuk
kreatif berupa souvenir, jersi, dan membayar, mengesankan kegiatan
cindramata. Hadirnya “Warung masih bersifat penyalur hobi semata.
Apresiasi Intro” ini membuat markas Selain itu, ada Willy Sandra
komunitas ini terasa hidup. Ruang Dinata, juga anggota Komunitas Seni
berkumpul dan berdiskusi sudah Intro, kini membuka sebuah kafe di
tersedia dengan fasilitas yang Kota Payakumbuh, Lamante Kafe.
sederhana. Kafe ini memadukan iven-iven musik
Beberapa agenda budaya mulai untuk segmen remaja. Kafe ini sudah
disusun. Setahun belakangan, Intro beroperasi sejak dua tahun lalu, dengan

140
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

menampung grup-grup musik di Kota kegiatan yang jenisnya subkontrak.


Payakumbuh dan sekitarnya. Namun Setahun kemudian, EO ini melangkah
Willy sangat menyayangkan aturan lebih maju menjadi vendor profesional
yang diterbitkan Pemerintah Kota dengan mendirikan perusahaan event
Payakumbuh yang melarang produsen organizer D’Cress. Empat tahun sejak
rokok berpromosi di Kota didirikan, D’Cress sudah merambah
Payakumbuh. Akibatnya, kafe yang tiga provinsi, Sumatera Barat, Riau,
dikelola Willy kesulitan mencari dan Sumatera Utara. D’Cress sudah
sponsor untuk iven-iven konser memiliki aset berbagai kebutuhan
musiknya, sebab sponsor potensial pagelaran seperti rigging, sound
adalah produsen rokok. system, dan lighting. Selain itu,
Uwan Safnir, yang juga D’Cress juga melakukan dan terus
simpatisan Komunitas Seni Intro, memperluas kerja sama dengan
beberapa tahun terakhir, bersama komunitas. Demikian juga dengan
dengan Sigid A Yazid, merintis pihak sponsor, sinerginya D’Cress
komunitas pencinta saluang di Kota sudah menampakkan perkembangan
Payakumbuah. Potensi dan apresiasi dan kepercayaan. Untuk administrasi,
masyarakat yang dinilainya cukup baik D’Cress terus membenahi secara
terhadap seni tradisi saluang, dinilainya bertahap.
merupakan peluang untuk Terkait dengan posisi
dikembangkan dalam industri kreatif. pemerintah (Pemerintah Kota
Sementara itu, Rike dari Payakumbuh), yang juga tak kalah
Sanggar Cahayo Payakumbuh, yang banyak menggelar berbagai kegiatan
memokuskan grupnya pada seni tradisi yang membutuhkan EO untuk
Minang dan hiburan, juga menghadapi kesuksesan kegiatannya, terkesan
masalah yang sama, yakni manajemen. pihak penyelenggara tidak
Menurut Rahman, yang juga bekerja mempercayakan penuh kepada EO
sebagai PNS di Dinas Pariwisata yang ada di Kota Payakumbuh. Terkait
Pemuda dan Olahraga Pemko dengan pengembangan ekonomi
Payakumbuh, EO D’Cress didirikan kreatif, SDM Payakumbuh mungkin
pada tahun 2009, diawali dengan tidak akan kehabisan ide dan gagasan.

141
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

Tapi yang jadi masalah besar adalah Safnir, Wakil Ketua Komunitas
belum adanya persepsi yang sama Saluang Luhak Limapuluh Koto
dalam memahami apa itu ekonomi dan menyebutkan tahapan dan perubahan
industri kreatif. yang terjadi pada seni tradisi saluang
Hal yang mungkin tak kalah ini. Sebelum tahun 2007, saluang jo
pentingnya adalah masalah perizinan, dendang di Payakumbuh, masih kental
konsistensi, dan komitmen. D’Cress dengan tradisinya, sering dimainkan
merasakan bagaimana sulitnya pada helat perkawinan dan alek nagari.
pengurusan perizinan itu. Misalnya, Setelah 2007, saluang jo dendang
D’Cress sudah membuat komitmen perlahan terlempar karena masuknya
kontrak dengan sebuah perusahaan organ tunggal dan adanya salung
klien dalam jangka satu tahun dengan dendang dangdut yang sering disebut
melaksanakan iven di space yang telah “Salut”, yang memiliki penggemar
disepakati. Namun, saat urusan izin, cukup banyak.
selalu berbenturan dengan pihak Komunitas Salung Dendang
kepolisian dan juga SKPD terkait. Dan jumlahnya sekitar 30-an. Pengurus
ini setiap iven yang mau digelar selalu masih mendata detil dan aktivitasnya.
bermasalah dengan izin ini. Selain itu, Aktivitas seniman tradisi ini masih
apresiasi pemerintah, terutama yang jauh dari profesional. Kebanyakan,
terkait dengan pengembangan ekonomi melakukan pertunjukan atas dasar
kreatif, terkesan masih minim dan tak permintaan warga untuk mengisi acara
memahami potensi yang dimiliki alek atau pesta perkawinan. Menurut
daerahnya. Uwan Safnir, selain tampil di
Sementara itu, terkait dengan perhelatan para pedendang saluang
potensi dan kekayaan seni tradisi yang juga melakukan pertunjukan di
dimiliki Kota Payakumbuh dan pelbagai lokasi di Payakumbuh, yaitu
Limapuluh Kota, dan masyarakatnya di pelataran Kantor Pos, Pasar Ibuah,
yang apreasitif dengan keseniannya, dan Pasar Panampuang. Selain itu juga
juga menghadapi persoalan di Ngalau, Padang Data, Kawabebe,
pengelolaan dan minimnya ruang yang dilaksanakan pada hari-hari
ekspresi seniman rakyat itu. Uwan tertentu, dan bahkan dilakukan pada

142
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

setiap malam. Terkait dengan penghasilan Rp. 400.000,00 – Rp.


pengembangan industri kreatif, 600.000,00. Uang yang diperoleh ini
menurut Uwan Safnir, pihak dinas dibagi tiga: pedendang, tukang
pawisata membantu menyediakan saluang, dan pemilik lapau. Berbeda
lokasi pertunjukan sejak 2012. dengan jika mereka diundang untuk
Galibnya seni tradisi, tampil. Bayarannya sesuai dengan
pertunjukannya dikelola mandiri dan kesepakatan. Biasanya pengundang
sederhana. Penggemar saluang dan membayar untuk tampil sehari itu
dendang pun berasal dari kalangan berkisar Rp.1000.000,00 sampai
masyarakat bawah. Penyajian dan dengan Rp.1.500.000,00.
tampilnya tak rumit-rumit. Modal yang Rata-rata, seniman tradisi ini
diperlukan adalah pengeras suara, tikar tidak semata-mata menggantungkan
kecil untuk dua orang seniman itu: penghasilannya dari sini. Umumnya
tukang saluang dan dendang mereka bekerja sebagai petani dan
(penyanyi). Pemilik kedai—biasanya berdagang. Kendati begitu, ancaman
mereka tampil di lapau-lapau kopi— paling besar eksistensi seni tradisi
mempersilakan mereka tampil. Seni Minang ini adalah organ tunggal dan
tradisi ini bersifat gurau (canda). Lagu makin menyusutnya pelaku kesenian
yang dipertunjukkan penuh dengan jenis ini. Pengelolaan komunitas ini
syair canda dan sindiran. pun masih sangat sederhana. Anggota
Pagarau (istilah bagi penonton belum terdata dengan baik. Kelompok
dan penggemar saluang jo dendang) ini juga tidak memungut iuran anggota.
biasanya “berkontribusi” dengan cara Mekanisme penghimpunan anggota
memesan lagu kesukaannya. Satu pun tidak jelas. Pengurus bekerja
request bisa mencapai Rp20 ribu karena prihatin sebab seniman tradisi
sampai Rp50 ribu. Selain itu, ada juga ini belum memiliki wadah. Koordinasi
“katidiang” (bakul) yang dijalankan dan komunikasi bahkan hanya
untuk menghimpun uang. Penontonnya dilakukan lewat telepon genggam.
berasal dari Kota payakumbuh, Rike, pengelola Sanggar Tari
Bukittinggi, dan Padangpanjang. Satu Cahayo, juga mengalami masalah
malam, mereka bisa memperoleh terkait dengan manajemen. Masalah ini

143
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

memang disadari pengelola sanggar yang muda-muda. Dari kondisi itu


ini. Sanggar belum bisa memberi kelompok ini bersepakat dengan
kepastian untuk menopang ekonomi beberapa orang aktivis kesenian seperti
anggotanya, karena masih dikelola Yusrizal KW, Lilik Zurmalis, Syafrina
sebagai kegiatan sampingan. dan Thamrin Ismail mendirikan
Kelompok tari ini memiliki anggota komunitas yang diberi nama KSST
mencapai puluhan. Tapi masing- Noktah.
masing punya aktivitas sendiri. Dalam perjalanan Noktah,
Sanggar belum banyak memiliki aset, Syafrina dan Thamrin Ismail tidak ikut
seperti kostum yang belum lengkap. berproses. Dalam usahan untuk
Jika ada undangan untuk tampil, mencari anggota, Noktah membuka
sanggar ini sering menyewa kostum. pendaftaran dan ternyata respons
Untuk menjadikan sanggar ini cukup bagus. Banyak peminat seni
produktif dan mampu mendatangkan teater yang sebenarnya ingin
finansial, tentu masih membutuhkan berkreativitas dan tergabung dalam
kerja keras. Kendati ada rekrutmem kelompok-kelompok teater. Untuk
anggota dengan iuran bulanan, serta kajian studi sastra, polanya
beberapa anggota jadi pelatih tari dan diikutsertakan dalam proses latihan
musik di sekolah-sekolah, tapi itu teater. Naskah-naskah drama
belum bisa dikatakan sebagai industri didiskusikan secara mendalam. Saat
kreatif. itu, Noktah fokus pada naskah-naskah
Syuhendri dari Kelompok Studi Arifin C Noer. Pementasan pertama
Sastra dan Teater (KSST) Noktah Noktah pada 1994 dengan mengangkat
Padang menjelaskan, awal berdiri naskah Arifin C Noor, Interogasi, di
Noktah pada Agustus 1993 sebenarnya Teater Tertutup Taman Budaya
tidak untuk menjadi industri kreatif. Sumatera Barat selama 3 malam.
Kehadirannya saat itu untuk menjawab Respons publik teater cukup bagus.
iklim kesenian di Sumatera Barat yang Pada awal pendiriannya, KSST
dirasakan kurang kondusif. Pada waktu Noktah konsentrasi pada naskah Arifin
itu, kelompok-kelompok seni cukup C. Noer. Alasan pemilihan naskah-
banyak, tapi kurang mengakomodasi naskah Arifin untuk pembelajaran dan

144
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

studi naskah drama. Nyaris semua dengan latar belakang profesi. Padahal
anggota yang masuk ke Teater Noktah untuk perkembangan kesenian (teater)
tidak memiliki latar belakang pemahaman seperti itu malah
pendidikan teater. Saat itu, Noktah merugikan komunitas itu sendiri, dan
berpendapat, naskah-naskah Arifin memperkecil ruang lingkupnya. Kini,
sudah memiliki standar yang jelas. ketika seni pertunjukan dianggap
Kelompok ini juga mementaskan mampu membangkitkan industri dan
naskah-naskah asing dalam proses ekonomi kreatif, Noktah merasa telah
selanjutnya. jauh tertinggal dan memulai dari nol
Fase berikutnya KSST Noktah lagi untuk mengejar pengelolaan yang
berusaha untuk merespons budaya lebih profesional.
sendiri, yaitu Sumatera Barat Hingga tahun 2013, KSST
(Minangkabau), tempat dimana Noktah telah memproduksi 23 kali
kelompok ini tumbuh. Persoalan yang pertunjukan teater. Akan tetapi, jika
dibicarakan adalah konsep dasar adat- dihitung jumlah pementasannya, sudah
istiadat, budaya, dan kebanyakan mencapai ratusan kali. Selama
mengkiritisi banyak hal dan mencoba produksi itu, Noktah tidak pernah
mengeksplorasinya hingga menjadi mendapat sponsor, baik itu dari
bentuk-bentuk pertunjukan. Akhirnya kalangan usaha maupun dana hibah
KSST Noktah dituntut untuk belajar CSR. Jikapun ada, misal dari Hibah
tentang budaya Minangkabau itu Kelola, itu lebih bersifat kompetisi.
sendiri, belajar tentang permainan anak Sementara itu, pemerintah daerah lebih
nagari, tentang seni tradisional. banyak membantu sebatas kemampuan
Menurut Syuhendri, sejak awal anggaran yang tersedia.
berdiri, Noktah tidak pernah diarahkan Selama ini, menurut Syuhendri,
sebagai suatu wadah untuk bisa dalam mencari biaya produksi
menghasilkan secara ekonomi dan pementasan, Noktah lebih
anggotanya bisa hidup dari kelompok mengandalkan pada hasil sumbangan
ini. Sampai kini jumlah anggota yang orang-orang yang memiliki perhatian
pernah ikut terlibat dan berproses di pada kesenian. Kadang malah
Noktah, mencapai ratusan orang, ditambah dengan sumbangan kerabat

145
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

dan keluarga anggota. Kelompok ini Sebenarnya, sifat keanggotaan grup


menyadari, untuk membiayai sebuah yang terbuka dan tak terikat tersebut,
produksi teater, memang cukup mahal. disadari sangat berisiko. Artinya,
Selain uang, juga menyita pikiran, Noktah tak akan pernah memunculkan
waktu, dan tenaga. Jika semua aktor dan pemain teater yang handal
kebutuhan tersebut dikonversikan dan kuat. Karena mereka datang dan
dengan uang, tentu menjadi sangat pergi meninggalkan grup. Berangkat
mahal sekali. Persoalan manajemen dari masalah ini pula, kelompok ini
kelompok menjadi kekhawatiran dan kemudian merasa cukup gamang juga
kebutuhan yang paling mendasar. ikut-ikut iven khusus seperti IPAM
Beberapa produksi Noktah memang (Indonesia Performing Art Mart) yang
pernah dikelola dari kalangan digelar Kementerian Pariwisata dan
wartawan sebagai pimpinan produksi, Ekonomi Kreatif.
yaitu Yurnaldi. Tapi, secara Tak jauh beda dengan motif dan
keseluruhan kerjanya bukan mengelola latar belakang berdirinya sebuah
sebuah produksi teater. Karena kelompok seni, yang umumnya
jaringan seorang wartawan cukup luas, berangkat dari keprihatinan stagnannya
maka ia tak begitu mengalami seni itu sendiri. Pasangan suami istri
kesulitan menggalang dana. Proses Alda Wimar (almarhum)-Nina Rianti,
sebuah produksi, tata kelola sejak Orkes Gumarang yang didirikan
administrasi, keuangan, meyakinkan Oslan Husein tidak aktif, kondisi
sponsorship, tetap tak berjalan. permusikan di Sumatera Barat, seperti
Selain itu pula, Noktah tidak kehilangan gairah dan tak berkembang.
mengikat anggotanya untuk Meskipun ada sejumlah kelompok
beraktivitas dan mengembangkan musik muncul setelah itu, seperti grup
potensinya di tempat lain. Beberapa musik Balairung, pimpinan Asnam
anggota Noktah tetap berkiprah di Rasyid. Kelompok ini tidak bertahan
tempat lain dan memilih profesi yang karena masalah manajemen juga.
masih berkaitan dengan seni, seperti Balairung tidak masuk dalam proses
fotografer, film dan kameramen, usaha penciptaan, tapi lebih mengaransir lagu
distro, dan lain sebagainya. yang sudah ada. Saat itu, Orkes

146
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Gumarang sebagai ikon grup musik menjadi inspirasi bagi produksi musik
yang sukses menginspirasi keduanya kelompok ini, sehingga karya pertama
untuk memilki kelompok musik yang Pentassakral adalah lagu Pesta Desa
tentu saja beda dengan yang sudah ada. yang menceritakan suasana sakral
Selain itu, mendirikan kelompok musik peristiwa Oyak Tabuik itu, yang
yang ideal, juga didukung AA Navis berkisah tentang perang di Padang
(almarhum). Karbala itu.
Kehadiran Pentassakral Saat lagu Pesta Desa selesai,
memang unik. Awalnya, tutur Nina sebenarnya Pentassakral belum
Rianti yang saat itu bekerja di Kanwil memiliki alat-alat musik pendukung.
Departemen Penerangan (Deppen) Beberapa seniman, salah seorang di
Sumatera Barat, kantornya berencana antaranya Mak Etek Anduska dan
membeli alat-alat musik tradisional Sexri Budiman, menyumbang
Minang. Tapi, peralatan musik yang talempong. Dan beberapa kawan-
yang dibeli mengecewakan. Berangkat kawan ikut bergabung, antara lain
dari kekecewaan inilah, ia Atong, Ar, In dan lain sebagainya.
membicarakan persoalan tersebut Pengalaman pertunjukan pertama
kepada Alda Wimar. Maka disepakati, Pentassakral adalah saat diundang
untuk mendirikan kelompok musik panitia Musda AMPI Sumbar di
sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Asrama Haji Padang. Pentassakral
Dari sinilah Pentassakral menjadi membawakan dua lagu. Selain Pesta
sebuah kelompok seni musik. Desa dan Laut Bernyanyi, Gelombang
Lalu, sekitar tahun 1990, di Pun Teduh.
Pariaman ada acara ritual Oyak Penampilan Pentassakral yang
Tabuik. Kedua orang pendiri kelompok dinilai banyak kalangan sukses itu,
ini ikut serta meneliti proses ritual menjadi langkah awal untuk
tersebut, sejak mengambil tanah hingga mengembangkan dan menggarap puisi-
membuang tabuik ke laut. Upacara puisi menjadi bentuk aransemen musik,
religius dan sakral ini menjadi inspirasi antara lain puisi Chairil Anwar,
lahirnya nama kelompok musik Yusrizal KW, Alda Wimar, Leon
Pantassakral itu. Prosesi tersebut juga Agusta, dan lain sebagainya.

147
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

Selanjutnya, Pentassakral konten yang disampaikan cukup bagus.


mengukuhkan diri sebagai kelompok Rud membantu dana yang cukup untuk
musik berbasis sastra hingga hari ini. Pentassakral agar rekaman di studio
Selain menggarap aransemen puisi, yang standar. Tahun lalu, Pantassakral
Pentassakral juga mengisi musik untuk mendapat bantuan dana dari Balai
pertunjukan teater, salah satunya Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)
pertunjukan Antigone yang Padang, yang dimanfaatkan untuk
disutradarai A Alin De dan Wayang memperluas studio yang terlalu kecil.
Padang sutradara Wisran Hadi. Hingga Kini, proses rekaman dan latihan bisa
kini, Pentassakral, telah mengaransir dilakukan dengan leluasa di studio itu.
lebih kurang 60-80-an lagu. Dalam proses kreatifnya,
Kelemahan lain yang dihadapi Pentassakral selalu mengikuti tren
adalah minimnya dokumentasi proses yang berkembang dan jadi ganre musik
dan pertunjukan. Demikian juga, dunia, termasuk legenda-legenda yang
persoalan manajemen dan distribusi tumbuh di tingkat lokal. Biasanya,
hasil kesenian yang belum ditata proses kreatif Pantassakral itu dimulai
dengan baik. Akibatnya, beberapa mencari puisi yang cocok dengan aura
tahun terakhir Pantassakral stagnan, tak dan marwah Pentassakral. Puisi itu
ada karya baru yang diciptakan. dijadikan lagu, dan selanjutnya
Pementasan Pentassakral terakhir pada dicarikan komposisinya. Terkadang,
Desember 2011 lalu di Taman Budaya musik yang dihasilkan tak
Sumatera Barat. Mengenai peralatan menggunakan kata-kata, hanya
dan fasilitas yang dimiliki, senandungnya saja. Musik seperti ini
Pentassakral masih dalam proses memiliki interpretasi yang beragam
pembenahan. Enam tahun lalu, seorang saat menikmatinya.
pencinta musik dari Swiss, Rud, datang Musik-musik tradisi
ke Padang dan menyaksikan Minangkabau cukup kaya dan variatif.
Pantassakral. Rud mengatakan, Ini merupakan aset penting bagi dunia
peralatan dan sound system yang kesenian (musik) di Minangkabau
digunakan saat itu sangat jelek dan tak (Sumatera Barat). Pentassakral sendiri,
berkualitas. Padahal, garapan dan punya konsep mensenyawakan antara

148
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

alat musik tradisi dengan Barat. Analisis Peta Potensi dan Tantangan
Industri Kreatif di Sumatera Barat
Keunikan alat musik tradisi Minang
itu, nadanya yang minor, seperti Tantangan dalam industri
saluang dan sampelong. Nada dasar kreatif dapat dilihat dalam dua arena
minor ini merupakan tantangan proses kajian, yaitu arena kajian ekonomi dan
kreatif komposer. Sebagai kelompok arena kajian kreatifitas. Tantangan
musik yang memahami betul kondisi utama yang paling mungkin menjadi
kesenian Indonesia yang belum berada pertanyaan dan perdebatan adalah
di posisi penting bagi nmasyarakat, semakin bergesernya makna kreatifitas
Pentassakral tak menerapkan tarif jika dengan nilai-nilai yang lebih tinggi dari
diundang, malah bisa gratis jika iven segi artistik sebagai karya seni budaya.
terkait dengan upaya aksi sosial dan Di sisi lain, karya seni akan menjadi
kemanusiaan. produk barang atau jasa yang laku
Lima tahun terakhir, dijual dalam pasaran seni budaya,
musikalisasi puisi menjadi tren di tanpa mempertimbangkan lebih lanjut
sekolah-sekolah dan masuk dalam aspek segi artistik sebagai karya seni
ekstra kurikuler. Program ini juga budaya. Industri kreatif atau industri
dikembangkan Balai-balai Bahasa di budaya adalah kegiatan yang
Indonesia. Badan Bahasa juga juga bersangkutan dengan produksi dan
mengadakan festival musikalisasi puisi pemasaran barang dan jasa yang
sejak tingkat kota hingga nasional. memiliki konten estetika atau
Personil Pentassakral seringkali semiotika (Scott, 2004). Berbagai
menjadi instruktur dan terlibat dalam penelitian mengungkapkan,
pengembangan ini. Bekerja sama kemunculan industri kreatif sebagai
dengan Balai Bahasa Padang, kini mesin pertumbuhan ekonomi
upaya ini memperlihatkan mencerminkan konjungtur ekonomi
perkembangan positif dimana utusan dan budaya di mana produksi
Sumbar beberapa kali meraih juara komoditas telah menjadi terikat dengan
nasional. Indikator ini memperlihatkan, eksperimen artistik yang menghasilkan
potensi Sumbar untuk pengembangan ketegangan laten antara seni dan
musikalisasi puisi cukup besar. pertimbangan komersial (Gua 2000,

149
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

Cowen dan Tabarrok 2000, budaya yang mampu menawarkan


Kloosterman 2010). potensi ekonomi yang cukup besar
Tantangan-tantangan yang lain untuk dieksplorasi (Karin drda-Kuhn
di antaranya, pertama, untuk menarik dan Dietmaw Wiegand, 2010).
dan mempertahankan bakat kreatif saat Payakumbuh merupakan salah
ini dan masa depan (Pauline White, satu kota yang memiliki potensi
2010). Sebagai industri seni budaya, pengembangan industri kreatif cukup
hanya bisa bertahan hidup jangka banyak. Keadaan alam, luas wilayah,
panjang melalui diferensiasi produk fasilitas umum dan tata ruang, sikap
konstan dan inovasi, sehingga harus mental manusianya, dan sistem
ditemukan cara untuk melindungi pemerintahannya sangat mendukung
pekerja kreatif setidaknya dari tekanan iklim kreatif. Ada kekhawatiran
pasar langsung untuk selalu berkaitan dengan kehadiran industri
mendapatkan ide-ide dan inovasi- modern, dalam bidang kesenian dan
inovasi baru (Amanda M. C. sosial budaya, keberadaan kesenian
Brandellero dan Robert C. tradisional menjadi berkurang terutama
Kloosterman, 2010). Kedua, pada pelakunya.
penggunaan manajemen dan akuntasi Kelompok seni di Kota Padang,
kuantitatif ekonomi yang beriringan memiliki peluang yang juga besar,
dengan manajemen kualitatif karena secara geografis mudah
kreativitas (C. Rachel Granger dan dijangkau oleh orang luar, baik daerah
Christine Hamilton, 2010). Ketiga, lain Sumatera Barat, maupun dari luar
keberadaan konsumen yang akan Sumatera Barat. Sebagai kota pesisir,
mengkonsumsi produk barang atau jasa Padang sebenarnya juga memiliki
kreatifitas tersebut. Sehingga, peluang untuk industri kreatif dalam
kebutuhan atau keinginan bidang sosial budaya, karena
memasarkannya perlu memahami pola keragaman dan keberterimaan ide-ide
konsumsi masyarakat sasaran atau baru dalam bidang seni. Percepatan
konsumennya. Keempat, jaringan perubahan terkait media teknologi juga
usaha (working network) yang fokus ikut memengaruhi keberterimaan ini.
pada ekonomi kreatif atau ekonomi

150
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Jika menggunakan tabel, maka berikut:


pemetaannya dapat diuraikan sebagai

Kota Potensi Tantangan


Padang 1. Masyarakat yang heterogen Tantangan yang dihadapi
2. Pengaruh dan kedua daerah ini berdasarkan
perkembangan teknologi pada hasil penelitian ini adalah:
yang mudah diterima 1. Pengelolaan atau
3. Fasilitas untuk kreativitas manajemen yang perlu
yang cukup tersedia dibenahi
4. Fasilitas pertunjukan, 2. Dukungan dari pemerintah
penonton, peralatan yang yang lebih besar, dan
cukup terutama memasukkan
5. Ruang pertemuan ide-ide bidang ini dalam kebijakan
dan gagasan yang akan dan anggaran
menjadi sumber penciptaan 3. Pencarian ide dan gagasan
6. Lokasi yang strategis cukup besar, namun perlu
sebagai ibu kota provinsi didukung oleh adanya
yang banyak dikunjungi tempat kajian, seperti
Payakumbuh 1. Keadaan alam yang nyaman perpustakaan, pusat
dan segar untuk penelitian, laboratorium
berkreativitas seni, dan sebagainya
2. Keadaan tata ruang dan luas 4. Peran institusi pendidikan,
wilayah memungkinkan terutama pendidikan tinggi
perekayasaan dan penataan seperti Unand, UNP, ISI,
yang nyaman IAIN IB, perlu
3. Fasilitas umum dan tata dikembangkan, untuk
ruang, sikap mental mendukung kajian dan
penduduk yang berada di peningkatan mutu seni
perlintasan dengan daerah berbasis sosial budaya
lain, menyangkut 5. Perlu keterlibatan media
penerimaan ide dan gagasan massa untuk mendukung
4. Dukungan pemerintah yang kampanye dan pengenalan
mendukung kondisi dan industri kreatif
iklim kreatif. 6. Perlu adanya modul atau
5. Kekayaan seni, nilai, dan template bagi panduan
jenis kesenian berbasis adat pengembangan,
dan budaya yang masih administrasi, dan evaluasi
terjaga kelompok seni

Tabel 1.
Pemetaan Potensi dan Tantangan Industri Kreatif
Di Sumatera Barat

151
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

Menggunakan model triple Kedua, perlu adanya perlindungan dan


helix secara sederhana, yang fasilitasi pada para pelaku kesenian
merupakan model paling populer tradisional dan tidak serta merta
dalam menjawab tantangan menyerahkan persoalan ini pada
pengembangan industri kreatif di mekanisme pasar semata. Ketiga,
dunia, maka di dalamnya terkandung Pemerintah Kota Padang Panjang juga
peran-peran dan fungsi (1) memfasilitasi pertemuan dalam
intelektual/akademisi/ universitas, (2) jaringan kerja antara pihak universitas/
bisnis/swasta yang di dalamnya akademisi/intelektual dengan
termasuk para pelaku industri kreatif, bisnis/swasta dan para pelaku industri
dan (3) pemerintah baik pusat maupun kreatif.
daerah. Maka jika dianalisis dari data Bagi para pelaku industri
di atas, secara umum jelas sekali kreatif di Sumatera Barat, mungkin
upaya-upaya untuk mempertemukan juga perlu memahami bahwa industri
ketiga pihak tersebut belum optimal. kreatif sebagai mesin pertumbuhan
Meskipun dalam beberapa wawancara ekonomi mencerminkan konjungtur
dan juga dalam diskusi pernah ekonomi dan budaya di mana produksi
disinggung keterlibatan pemerintah komoditas telah menjadi terikat dengan
dalam dinamika industri kreatif. eksperimen artistik yang menghasilkan
Kota Payakumbuh, misalnya, ketegangan laten antara seni dan
dengan tantangan kehadiran industri pertimbangan komersial (Gua 2000,
bidang kesenian dan sosial budaya Cowen dan Tabarrok 2000,
modern, sehingga keberadaan kesenian Kloosterman 2010). Dan nampaknya
tradisional menjadi berkurang terutama ini terjadi di tiga tersebut dengan
pada pelakunya. Maka Pemerintah perbedaan tingkat penyikapan di mana
Kota Payakumbuh mestinya Kota Padang lebih siap, salah satunya
menghasilkan regulasi dan kebijakan dikarenakan letak geografis yang
yang berupa pertama, pemetaan dan memengaruhi mobilitas dan
perncanaan pengelolaan dan keberterimaan pengaruh dan
pengembangan industri kreatif baik perkembangan sosial budaya.
yang modern maupun tradisional.

152
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Sedangkan untuk menarik dan Hamilton (2010) baru bisa dilihat di


mempertahankan bakat kreatif saat ini Kota Padang, dan tidak di dua kota
dan masa depan sebagaimana lainnya. Tantangan keberadaan
disampaikan Pauline White (2010), konsumen yang akan mengkonsumsi
sebagai industri seni budaya, hanya produk barang atau jasa kreatifitas
bisa bertahan hidup jangka panjang tersebut. Sehingga ketika dihadapkan
melalui diferensiasi produk konstan pada kebutuhan atau keinginan untuk
dan inovasi, sehingga harus ditemukan memasarkannya perlu memahami pola
cara untuk melindungi pekerja kreatif konsumsi masyarakat sasaran atau
setidaknya dari tekanan pasar langsung konsumennya menjadi masalah atau
untuk selalu mendapatkan ide-ide dan tantangan di Kota Padang Panjang.
inovasi-inovasi baru (Amanda M. C. Tantangan jaringan usaha (working
Brandellero dan Robert C. network) yang fokus pada ekonomi
Kloosterman, 2010). Nampak bahwa kreatif atau ekonomi budaya yang
Kota Padang lebih siap untuk hal mampu menawarkan potensi ekonomi
tersebut meskipun peran pemerintah yang cukup besar untuk dieksplorasi
minim. Sedangkan Kota Padang sebagaimana Karin Drda-Kuhn dan
Panjang bahkan belum siap dengan Dietmaw Wiegand (2010) nampaknya
media promosi dan pasar yang tidak belum ditemukan pada para pelaku
jelas, artinya untuk tantangan yang industri kreatif di Sumatera Barat
kedua ini, Padang Panjang belum tersebut.
dirasakan tekanan pasar langsung.
Sedangkan Kota Payakumbuh justru PENUTUP
pasar yang baik buat industri kreatif Komunitas seni yang berbasis
modern justru mengancam industri sosial budaya memiliki peluang tidak
kreatif tradisional. Tantangan untuk hanya dalam persoalan budaya secara
penggunaan manajemen dan akuntasi umum, namun juga dalam bidang
kuantitatif perekonomian yang berjalan industri atau ekonomi. Mengingat
dan beriringan dengan manajemen pentingnya peran komunitas seni, perlu
kualitatif kreativitas sebagaimana C. dikampanyekan terus menerus, agar
Rachel Granger dan Christine perkembangan dan pertumbuhannya

153
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 16, No. 1, Juni 2014

menjadi lebih luas. Masing-masing innovation in the cultural


industries, Creative Industries
daerah memiliki peluang dan tantangan
Journal: vol. 3:1.
yang berbeda, namun ada sejumlah Chapain, Caroline And Roberta
permasalahan umum yang dialami oleh Comunian And Nick Clifton.
2010. Location, location,
kebanyakan komunitas. location: exploring the
Salah satu persoalan tersebut complex relationship between
creative industries and place,
adalah manajemen atau pengelolaan. Creative Industries Journal,
Rata-rata penggerak komunitas seni vol. 3:1.
adalah pekerja kreatif, dan kelemahan Champion, Katherine. 2010. Hobson's
choice? Constraints on
manajerial sering ditemui. Dalam accessing spaces of creative
konteks industri kreatif, keterlibatan production in a transforming
industrial conurbation,
pihak lain seperti pemerintah dan Creative Industries Journal,
akademisi, termasuk ahli manajemen, 3:1.
sangat diperlukan. Kerja sama ini C. Rachel Granger & Hamilton,
Christine. 2010. Re-
memungkinkan ditemukannya pola spatializing the creative
atau sistem manajemen komunitas, industries: a relational
examination of underground
yang berbeda dengan perusahaan atau scenes, and professional and
organisasi lain. Keunikan ini dapat organizational lock-in,
Creative Industries Journal,
menjadi bidang menarik yang dapat 3:1.
dibantu oleh ahli-ahli manajemen. Departemen Perdagangan Republik
Indonesia. 2008.
Pengembangan Eknomi
KEPUSTAKAAN Kreatif Indonesia 2025:
Rencana Pengembangan
Adam Jerusalem, Mohammad. 2009. Ekonomi Kreatif Indonesia
Perancangan Industri Kreatif 2009-2015. Jakarta: Depdag
Bidang Fashion dengan RI.
Pendekatan Benchmarking
pada Queensland’s Creative Departemen Perdagangan Republik
Industry, Prosiding Seminar Indonesia. 2009. Studi
Nasional Program Studi Industri Kreatif Indonesia
Teknik Busana. 2009. Jakarta: Depdag RI.

Amanda M. C Brandellero And Robert Drda-Kuhn, Karin., Wiegand, Dietmar.


C. Kloosterman. 2010. 2010. From Culture to
Keeping the market at bay: Cultural Economic Power:
exploring the loci of Rural Regional Development
in Small German

154
Bahren, dkk, Industri Kreatif Berbasis Potensi Seni dan Sosial Budaya di Sumatera Barat

Communities, Creative Pembangunan Pascasarjana


Industies Journal, 3:1. Universitas Andalas.
Higuchi, Naoto & Nanako Inaba. 2012. Togar M. Simatupang, DKK. 2008.
Migrant workers enchanted Analisis Kebijakan
with consumer society: Pengembangan Industri
transnationalism and global Kreatif di Kota Bandung,
consumer culture in Jurnal Manajemen Teknologi
Bangladesh, Inter-Asia (ISSN: 1412-1700), Volume 8
Cultural Studies. Number 1, 2008.
Khristianto, Wheny. 2008. Peluang White, Pauline. 2010. Creative
dan Tantangan Industri industries in a rural region:
Kreatif di Indonesia, Jurnal Creaive West: The Creative
Bisnis dan Manajemen (ISSN sector in the Western Region
1411-9366), Volume 5 Nomer of Ireland. Creative Industries
1, September 2008, Bandar Journal, 3:1.
Lampung.
Pareja-Eastaway., Pradel i Miquel, Sumber internet
Marc. 2010. New economy, Creative Partnerships Arts Council
new governance approaches?
England. 2007. Cultural and
Fostering creativity and creative indutries: a review of
knowledge in the Barcelona
the literature. London:
Metropolitan Region, Creative Creative Partnerships Arts
Industries Journal, 3:1.
Council England. Diunduh
Petra Rehling. 2012. Harry Potter, dari www.creative-
wuxia and the transcultural partnerships.com./literaturere
flow of fantasy texts in views
Taiwan. Inter-Asia Cultural Florida, Richard. 2001. “The Rise of
Studies, 13:1.
the Creative Class, Why Cities
Pusparini, Hesti. 2011. Strategi without gays and rock bands
Pengembangan Industri are losing the economic race”,
Kreatif di Sumatra Barat dalam
(Studi Kasus Industri Kreatif http://washingtonmonthly.com/f
Subsektor Kerajinan: Industri eatures/2001/0205.florida.html
Bordir/Sulaman dan (dikunjungi 16 Juni 2009)
Pertenunan), Perencanaan

155
EKSPRESI SENI
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni

Redaksi menerima naskah artikel jurnal dengan format penulisan sebagai berikut:
1. Jurnal Ekspresi Seni menerima sumbangan artikel berupa hasil penelitian
atau penciptaan di bidang seni yang dilakukan dalam tiga tahun terakhir,
dan belum pernah dipublikasikan di media lain dan bukan hasil dari
plagiarisme.
2. Artikel ditulis menggunakan bahasa Indonesia dalam 15-20 hlm (termasuk
gambar dan tabel), kertas A4, spasi 1.5, font times new roman 12 pt,
dengan margin 4cm (atas)-3cm (kanan)-3cm (bawah)-4 cm (kiri).
3. Judul artikel maksimal 12 kata ditulis menggunakan huruf kapital (22 pt);
diikuti nama penulis, nama instansi, alamat dan email (11 pt).
4. Abstrak ditulis dalam dua bahasa (Inggris dan Indonesia) 100-150 kata
dan diikuti kata kunci maksimal 5 kata (11 pt).
5. Sistematika penulisan sebagai berikut:
a. Bagian pendahuluan mencakup latar belakang, permasalahan,
tujuan, landasan teori/penciptaan dan metode penelitian/penciptaan
b. Pembahasan terdiri atas beberapa sub bahasan dan diberi sub judul
sesuai dengan sub bahasan.
c. Penutup mengemukakan jawaban terhadap permasalahan yang
menjadi fokus bahasan.
6. Referensi dianjurkan yang mutakhir ditulis di dalam teks, footnote hanya
untuk menjelaskan istilah khusus.
Contoh: Salah satu kebutuhan dalam pertunjukan tari adalah
kebutuhan terhadap estetika atau sisi artistik. Kebutuhan
artistik melahirkan sikap yang berbeda daripada pelahiran
karya tari sebagai artikulasi kebudayaan (Erlinda,
2012:142).
Atau: Mengenai pengembangan dan inovasi terhadap tari
Minangkabau yang dilakukan oleh para seniman di kota
Padang, Erlinda (2012:147-156) mengelompokkan hasilnya
dalam dua bentuk utama, yakni (1) tari kreasi dan ciptaan
baru; serta (2) tari eksperimen.
7. Kepustakaan harus berkaitan langsung dengan topik artikel.
Contoh penulisan kepustakaan:
Erlinda. 2012. Diskursus Tari Minangkabau di Kota Padang:
Estetika, Ideologi dan Komunikasi. Padangpanjang: ISI
Press.
Pramayoza, Dede. 2013(a). Dramaturgi Sandiwara: Potret Teater
Populer dalam Masyarakat Poskolonial. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
_________. 2013(b). “Pementasan Teater sebagai Suatu Sistem
Penandaan”, dalam Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian &
Penciptaan Seni Vol. 8 No. 2. Surakarta: ISI Press.
Simatupang, Lono. 2013. Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni
Budaya. Yogyakarta: Jalasutra.
Takari, Muhammad. 2010. “Tari dalam Konteks Budaya Melayu”,
dalam Hajizar (Ed.), Komunikasi Tradisi dalam Realitas
Seni Rumpun Melayu. Padangpanjang: Puslit & P2M ISI.
8. Gambar atau foto dianjurkan mendukung teks dan disajikan dalam format
JPEG.

Artikel berbentuk soft copy dikirim kepada :


Redaksi Jurnal Ekspresi Seni ISI Padangpanjang, Jln. Bahder Johan. Padangpanjang
Artikel dalam bentuk soft copy dapat dikirim melalui e-mail:
red.ekspresiseni@gmail.com

Vous aimerez peut-être aussi