Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB I

PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Kemajuan di segala bidang kehidupan terutama teknologi menyebabkan perubahan
perilaku gerak manusia. Keadaan ini makin diperburuk oleh perilaku yang kurang sehat
disertai stres psikologi, yang secara tidak langsung akan menurunkan derajat kesehatan
seseorang. Keadaan kurangnya aktivitas menjadi pemicu hipertensi yang merupakan faktor
resiko mayor yang memicu terjadinya serangan jantung dan stroke.

Tabel 1. Data Riskesdas 2013 Kemenkes RI

Data RISKESDAS 2013 menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan berada diperingkat ke-
8 kasus hipertensi diantara 33 Provinsi di Indonesia. Angka ini menunjukkan tingginya
angka kejadian tekanan darah tinggi yang berpotensi mengalami komplikasi yang serius
jika tidak ditangani secara komprehensif.
Data RISKESDAS 2013 di bawah ini menunjukkan karakteristik sebaran penderita
hipertensi.

Tabel 2. Data Riskesdas Kemenkes RI

Karakteristik penderita hipertensi lebih banyak diderita pada kelompok lansia dan
lansia dengan risiko tinggi. Berdasarakan demografi, prevalensi angka kejadian hipertensi
di kota dan di desa hamper sama. Sedangkan dari segi pekerjaan, petani/nelayan/buruh
berada di posisi kedua setelah pasien yang tidak bekerja.
Tabel di bawah ini menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara
terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau
gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter
tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing
0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di
Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%),
dan Sulawesi Barat (2,6%).
Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar
0,13 persen, dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi gagal
jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DI Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa
Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%). Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis
dan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%),
sementara Sulawesi Selatan dan Papua sebesar 0,5 persen.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per
mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi
Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI
Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil.
Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil.

Tabel 3. Data Riskesdas 2013 Kemenkes RI


Di Sulawesi Selatan sendiri berdasarkan hasil (surveilans PTM,2014) ditemukan
sebanyak 99.862 kasus penyakit tidak menular dengan jumlah kematian sebanyak 666 orang
(0,7 %),lima penyakit urutan terbesar ditemukan antara lain hipertensi (57,48%), kecelakaan
lalulintas (16,77%), asma (13,23%), diabetes (7,95%) dan osteoporosis (1,20%)
Khusus di Kabupaten Sinjai, terjadi pergeseran 10 penyakit terbanyak dari tahun 2014
sampai 2017. Pergeseran ini juga mempengaruhi arah kebijakan dan langkah-langkah yang
harus diambil hingga ke tingkat puskesmas sebagai upaya untuk menurunkan angka kejadian
dan komplikasi dari penyakit tersebut. Pola pergeseran 10 penyakit terbanyak tersebut dapat
dilihat pada table dibawah ini.

2014
ISPA HIPERTENSI DERMATITIS GASTRITIS DEMAM BATUK DIARE ARTRITIS INFLUENZA MIALGIA

2015
SAKIT
ISPA HIPERTENSI GASTRITIS DERMATITIS DEMAM BATUK DIARE MIALGIA ARTRITIS
KEPALA

2016
SAKIT
ISPA HIPERTENSI GASTRITIS DEMAM DERMATITIS MIALGIA BATUK DIARE ARTRITIS
KEPALA

2017
COMMON
HIPERTENSI ISPA GASTRITIS INFLUENZA DERMATITIS BATUK TONSILITIS ASMA DEMAM
COLD

Grafik kunjungan penderita hipertensi dari tahun 2016 hingga 2017 dapat dilihat dari
grafik dibawah ini berdasarkan kunjungan kepesertaan KIS. Kunjungan cenderung
meningkat baik itu kunjungan baru maupun kunjungan lama.

Hipertensi berdasarkan Kunjungan Kepesertaan KIS 2016-2017


UPTD PUSKESMAS PANAIKANG
100
90 89
86
80
70 73
65 62 68
60
55 52
50 47
45
40 39 39 37 36 36 39 37
30 29 27 30 30
20 21
17 20
10
0

Hipertensi

Grafik 1. Data Kunjungan Terdiagnosis Hipertensi


10 PENYAKIT KUNJUNGAN POLIKLINIK UMUM
200

180 176

160

140 132
129
121 124
120
120 113 111 111
109 109 106 109 108
105
100 95 95 96
89
84 84 82
7472 74 74 77
80 70 71
68 67 68
60 63
56 58 55
60 50 54 51 52 54
48
43
40
40 35
30 28
23 26 25
2322
19 19 22 19 19 19
18 16 16 18 17 18
17 15 16 1512 13
15 17
15 1616 15
20 1413
12 11 10 11 12 13 12 1113 12 13 12 1114
1212 11 1314
7 6 9 11 11
7 10
0 0 0 000 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agutus September Oktober November Desember
Hipertensi Diare Common Cold Asma DM TIPE II Obesitas Bronkitis TFL Konjungtivitis ISPA

Grafik 2. Sepuluh (10) Penyakit Terbanyak 2017


Data 10 penyakit terbanyak diatas menunjukkan bahwa selama tahun 2017 penyakit
hipertensi selalu menempati posisi 3 besar diagnosis penyakit di poli umum. Penyakit
lainnya yang juga terkait dengan pola hidup yang tidak sehat termasuk didalamnya
kurangnya latihan fisik adalah obesitas. Obesitas yang tidak ditangani dengan baik maka
akan berdampak merugikan bagi pasien. Muncullah diabetes dimana salah satu faktor risiko
menurunnya efektivitas insulin adalah kegemukan. Maka jelaslah bahwa dibutuhkan
intervensi inovatif untuk merubah dan membudayakan olahraga di tengah-tengah
masyarakat. Bukan hanya sekedar anjuran dan edukasi, tetapi warga membutuhkan teladan
yang bisa mencontohkan bagaimana membudayakan latihan fisik bagi diri sendiri sehingga
olahraga tidak hanya sekedar ajang rekreasi tetapi olahraga menjadi sebuah kebutuhan
primer yang tidak bisa ditinggalkan.
Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa olahraga yang dilakukan secara
baik, benar, teratur, dan terukur mampu menurunkan tekanan darah secara optimal dengan
catatan bahwa penderita tekanan darah tinggi tetap menjaga pola makan sehat dan control
teratur. Diantara penelitian tersebut adalah:
1. I Nyoman dalam tesis nya yang berjudul “Pengaruh olah raga terhadap penemuan
tekanan darah pada penderita hipertensi di klub Jantung Sehat Bhumi Phala Kabupaten
Temanggung”. Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi menggunakan
nonrandomized control group pretest-posttest design. Subyek penelitian adalah
penderita hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berumur 40-65 tahun, tidak
merokok, tidak minum alkohol, beraktifitas fisik hanya 1 kali per minggu dan
ditambahkan kriteria inklusi klinis yaitu tidak ada tanda iskemik atau infark khusus pada
kelompok intervensi. Sampel penelitian sebanyak 56 orang, masing-masing 28 orang
pada kelompok intervensi dan 28 orang pada kelompok kontrol. Sampel kontrol dipilih
secara systematic sampling. Program intervensi yang diberikan adalah senam jantung
sehat (SJS), dengan frekuensi latihan 3 kali/minggu, selama 30 menit dengan intensitas
latihan 50% - 70% VO2max selama 8 minggu. Hasil penelitian dianalisis menggunakan
uji statistik chi square, paired t test, t tes independen dan regresi linier ganda. Hasil:
berolahraga dengan senam jantung sehat secara teratur dan terukur mampu menurunkan
tekanan darah sistolik dan distolik pada penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 2,9 ± 5,9 mm Hg dan tekanan darah diastolik 0,7 ± 3,3 mm Hg.
Penurunan tekanan darah sistolik menunjukan hubungan yang sangat bermakna
(p=0,001)
2. M. Dody Izhar mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Pengaruh senam
lansia terhadap tekanan darah di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi” di
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Vol. 17 No. 1 Tahun 2017. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Luhur Jambi. Agar tekanan darah tetap terkendali maka diperlukan
berbagai upaya, diantaranya melakukan olahraga terutama senam lansia secara teratur
dan terus menerus minimal tiga kali dalam seminggu. Selain itu juga harus mengurangi
konsumsi garam, menghindari stress, menurunkan berat badan dan lain-lain.
II. RENCANA AKSI
Kegiatan olahraga yang dilakukan di instansi-instansi, khususnya di puskesmas yang
mengelola pasien-pasien PROLANIS (program pengelolaan penyakit kronis) umumnya
hanya dilakukan sekali dalam seminggu sebab pihak BPJS hanya membiayai kegiatan
prolanis 4 kali dalam seminggu. Kegiatan ini tidak akan berdampak baik bagi perbaikan
kesehatan utamanya bagi mereka yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus dimana
frekuensi olahraga hanya 1 kali seminggu.
Sesuai dengan prosedur pengobatan pada kedua penyakit ini, maka terapi untuk
mengontrol level tekanan darah dan nilai gula darah agar berada pada range normal atau
minimal stabil mendekati nilai normal adalah dengan pola makan sehat sesuai dengan
kondisi penyakit, latihan fisik yang BBTT, dan cek up teratur. Ketiga komponen ini harus
berjalan dan secara berkesinambungan dijalani oleh penderita hipertensi.
Kegiatan umum yang dilakukan biasanya hanya bertumpu pada dua hal, yaitu edukasi
pada pasien tentang pola makan sehat, edukasi tentang olahraga, dan anjuran berobat
teratur. Tingkat keberhasilan pengobatan bergantung pada ketiga hal ini. Olahraga yang
dilakukan sekali seminggu tidak akan memberikan efek yang berarti pada pengobatan
hipertensi. Oleh karena itu, dengan berbekal ilmu yang diperoleh pada setiap pelatihan
yang diselenggarakan oleh BKOM (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat) Makassar yang
menghadirkan pakar-pakar di bidang kesehatan olahraga, kami berinisiatif untuk
menambah frekuensi latihan warga baik yang menderita penyakit tekanan darah tinggi dan
DM maupun bagi warga yang masih tergolong sehat.
Saat ini masyarakat hanyalah mengandalkan terapi obat sebagai intervensi
dari berbagai gejala penyakit tidak menular padahal sebenarnya dengan
melaksanakan aktifitas atau latihan fisik saja dapat mencegah berbagai kasus-kasus
tersebut yang tentunya harus sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan olahraga. Salah satu
dari manfaat olahraga bagi kesehatan yaitu melancarkan aliran darah, meningkatkan
elastisitas pembuluh darah, memperbaiki efektivitas insulin dan membakar kalori ataupun
lemak sangatlah berperan untuk mencegah atau mengatasi kasus tersebut dan meskipun
kenyataannya sebagian masyarakat telah memahami manfaat olahraga namun kesadaran
untuk berolahraga sangatlah kurang sehingga olahraga hanya dilakukan pada waktu-waktu
tertentu saja (belum membudaya).
Meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran warga tidak mungkin hanya dengan
menganjurkan warga berolahraga 1 kali dalam seminggu. Puskesmas atau tenaga kesehatan
harus lebih dulu memberi contoh bagaimana olahraga yang baik, benar, teratur, dan
terukur. Jika keempat komponen olahraga ini telah dilakukan, bukan saja perbaikan kondisi
penyakit yang akan diperoleh oleh warga tetapi juga tingkat kebugaran akan menjadi
semakin baik. Pengertian olahraga yang baik, benar, teratur, dan terukur diuraikan seperti
dibawah ini:
1. Baik
- Dimulai sejak usia dini hingga usia lanjut
- Dilakukan dimana saja dengan memperhatikan lingkungan yang sehat, aman,
nyaman, bebas polusi, dan tidak beresiko cidera
- Menggunakan perlengkapan (pakaian, sepatu) yang sesuai dengan ukuran dan jenis
olahraga, bila diperlukan menggunakan pelindung (kacamata, topi, dll)
- Jenis olahraga di lakukan secara bervariasi
- Dilakukan secara bertahap, dimulai dari pemanasan – peregangan (10-15 menit)
latihan inti (20-60 menit) Pendinginan – peregangan (5-10 menit)
2. Benar
Olahraga yang dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dan pada gerak yang telah
dibakukan, agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan
3. Terukur
Berat ringannya dalam melakukan olahraga (Intensitas latihan) dengan manghitung
denyut nadi latihan.
Contoh:
 Untuk meningkatkan daya tahan jantung - paru di perlukan 70% - 85% denyut nadi
maksimal (DNM) dengan waktu ½ - 1 jam.
 Untuk menurunkan berat badan diperlukan 60% - 70% DNM dengan waktu > 1
jam.
 DNM = (220 - umur) kali/menit.
4. Terukur
Untuk mencapai hasil optimal, OR perlu dilakukan minimal 3x seminggu dan
maksimal 5x seminggu.
Bila OR dilakukan < 3x seminggu, tidak mencapai hasil yang optimal dan akan
mengurangi efek latihan yang sudah dicapai.
Bila olahraga dilakukan > 5x seminggu, tubuh tidak mempunyai cukup waktu untuk
pemulihan fungsinya.
III. PELAKSANAAN DAN PENERAPAN
Dengan data dan fakta di atas, maka dibentuklah tim kesehatan olahraga untuk
mengusung sebuah inovasi KARCIS SEHATI (Kawasan Timur Cinta Senam Sehat
Handal dan Terdepan dalam Inovasi). Inovasi ini tidak mungkin dilakukan sendirian,
butuh tim yang solid dan ikhlas dalam bekerja. Langkah awal dengan membuat
kesepakatan yang dituangkan dalam SK Kepala Puskesmas No. tentang Tim
Kesehatan Olahraga. Tim ini membagi tanggungjawab berdasarkan kelompok usia, yaitu
usia PAUD, usia produktif, lansia, ibu hamil, dan prolanis. Tim ini akan bekerja sesuai
dengan uraian tanggung jawab yang ada dalam SK tadi.
Setelah tim dibentuk, sosialisasi dilakukan melalui:
1. Pertemuan di posyandu.
Tim secara terus menerus melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan tentang
olahraga BBTT. Bagaimana penting dan besarnya manfaat latihan fisik yang teratur.
Tim juga
2. Sosial media.
Pemanfaatan sosial media utamanya facebook selalu dilakukan mulai dari awal
pencanangan kegiatan dan inovasi dilakukan hingga saat ini.
3. Spanduk
Selain itu, kami juga mengadakan “Senam Massal dan Lomba Senam Pantai Losari
Masannangki” sebagai bentuk pengenalan dan pembudayaan aktivitas fisik bagi unsur
pimpinan daerah, warga masyarakat luas, dan petugas kesehatan khususnya. Kegiatan ini
dibuka oleh Bapak Bupati Sinjai, H. Sabirin Yahya, S.Sos, yang kemudian dilanjutkan
dengan lomba senam pantai losari antar puskesmas se-kabupaten sinjai. Kegiatan yang
sepenuhnya didukung oleh Bapak Kepala Dinas Kesehatan, Dr. Andi Suryanto Asapa, baik
dalam bentuk materi maupun dukungan moril.
Sebelum memulai senam, maka perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan, dalam hal ini
tes kebugaran, untuk menentukan dosis latihan bagi warga. Pemeriksaan ini sangat penting
sebab kondisi fisik setiap orang berbeda sehingga tidak semua pasien atau warga memiliki
porsi latihan yang sama.
Banyak kalangan penggiat kebugaran kurang memahami atau menganggap sepele
pemeriksaan pra partisipasi dalam pengukuran kebugaran ataupun dalam melakukan
program latihan fisik, pada hal ini sangat penting untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi khususnya akibat yang dapat menyebabkan kerugian bagi seseorang
misalnya cedera ataupun kematian .
Mengapa Pemeriksaan Prapartisipasi Penting ? karena pemeriksaan ini bertujuan
untuk menilai apakah ada kontra indikasi pelaksanaan pengukuran kebugaran atau
pelaksanaan program latihan fisik yang akan dilakukan seperti penyakit-penyakit
kardiovaskular, metabolik, neurologis dan musculoskeletal.
Pemeriksaan prapartisipasi adalah pemeriksaan yang bersifat subjective yang diambil
dari hasil pengisian quisioner yang berisi instrument-intrument pertanyaan untuk
mengetahui adanya resiko penyakit seperti yang tersebut diatas tadi. Harusnya itu tidak
cukup sampai disitu saja, tetapi harus ditindak lanjuti dengan pemeriksaan kesehatan fisik
secara menyeluruh mulai dari pemeriksaan Inspeksi, palpasi, perkusi dan auscultasi sebagai
hasil pemeriksaan objektive yang dilakukan oleh tenaga medis, bahkan jika dianggap perlu
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, EKG dan Radiologi.
Setelah dilakukan analisa tingkat resiko dalam pemeriksaan prapartisipasi ini, maka
langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah meminta informed concent dari orang
yang akan di ukur kebugarannya yang tentunya dimulai dengan memberikan pemahaman
terkait pentingnya test kebugaran fisik , kondisi kesehatan orang yang akan dilakukan
pengukuran kebugaran, tata cara melakukan test kebugaran yang akan dilakukan ( protokol
test) dan termasuk segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi dalam pengukuran
kebugaran tersebut. Setelah mereka paham barulah mereka diminta untuk menanda tangani
persetujuan tindakan untuk melakukan pengukuran kebugaran yang dimaksud. Oleh sebab
itu, maka sangat dianjurkan mereka yang terlibat dalam pengukuran kebugaran fisik
haruslah orang yang kompeten atau yang setidaknya pernah mengikuti pelatihan
pengukuran kebugaran fisik. Dalam hal ini tentunya diutamakan tenaga medis terutama
dokter dan perawat terlatih yang dapat dibantu dengan instruktur non medis yang telah
berpengalaman.
Bahwa jika terjadi accident dan semua prosedur telah dilakukan dengan baik dan benar
maka tentunya para tim yang terlibat dalam pengukuran kebugaran tersebut dapat terhindar
dari aspek-aspek hukum yang mungkin saja terjadi oleh gugatan ataupun tuntutan yang
akan dilakukan oleh orang yang diukur kebugarannya ataupun dari keluarga dan pihak-
pihak yang berkepentingan.
Namun jika dilakukan secara out of procedure, maka tentunya resiko akan dibebankan
pada pihak yang melakukan ataupun pada anggota tim yang terlibat dalam pengukuran
kebugaran tersebut. Jadi sebaiknya harus lebih hati-hati dan mawas diri dalam melakukan
praktek pengukuran kebugaran fisik.
Olahraga harus dilakukan rutin minimal 30 menit setiap hari untuk menjaga tubuh
tetap sehat. Tetapi olahraga setiap hari bukan patokan baku karena sah-sah saja berolahraga
dua atau tiga kali dalam seminggu. Studi teranyar menyebutkan, frekuensi olahraga bersifat
fleksibel tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Dalam studi yang dimuat dalam jurnal
Applied Physiology, Nutrition, and Metabolism, disebutkan, tidak penting seberapa sering
Anda berolahraga asalkan dalam seminggu tercapai total waktu 150 menit. Para peneliti
menganalisa sampel dari 2.324 orang dewasa Kanada yang aktif berolahraga. Para
responden ini berpartisipasi dalam Canadian Health Measures Survey. Mereka rata-rata
berolahraga minimal 150 menit perminggu, baik olahraga intensitas sedang sampai berat.
Sebagian orang membagi total waktu itu dalam lima sampai tujuh kali sesi olahraga,
sementara ada juga yang melakukan olahraga satu kali sampai empat kali dalam seminggu.
Kedua kelompok responden itu memiliki risiko sindrom metabolik, obesitas, tekanan darah
tinggi, kolesterol tinggi, dan juga kadar gula darah tinggi. Tetapi ternyata orang yang
berolahraga dengan total waktu 150 menit perminggu adalah yang paling sehat. Hal ini
karena total waktu, jenis, dan intensitas kegiatan lebih berpengaruh bagi tubuh ketimbang
frekuensi olahraga. Lantas, apakah lebih baik berolahraga satu kali dengan durasi 2,5 jam
lalu di hari lain tak perlu olahraga? Ternyata tidak juga. Menurut ketua peneliti, Ian Janssen
dari School of Kinesiology and Health Study dari Queens University, Kanada, sebenarnya
boleh saja berolahraga cukup dua atau tiga kali dalam seminggu, tetapi olahraga rutin
dalam durasi singkat pun tak ada salahnya. Lagi pula, olahraga dengan durasi terlalu
panjang tapi hanya satu atau dua kali seminggu belum tentu bisa membantu kita mencapai
target kebugaran, misalnya untuk menurunkan berat badan atau ingin mengikuti
perlombaan lari. Untuk tujuan tersebut latihan harus dilakukan secara rutin dalam durasi
lebih pendek.
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengubah frekuensi latihan warga dan
peserta prolanis yang awalnya hanya 1 kali dalam seminggu yakni setiap sabtu pagi
kemudian diubah menjadi 3 kali dalam seminggu dengan intensitas latihan 50-60 menit
setiap sesi latihan. Senam dilakukan setiap hari selasa, kamis, dan sabtu pukul 16.30-17.30
Latihan selalu diawali dengan protokol denyut nadi yaitu menghitung denyut nadi dalam 1
menit. Denyut nadi <60 x/i atau > 100 x/i diminta untuk menunda sesi latihan karena tidak
memenuhi syarat mengikuti olahraga. Latihan dimulai dengan peregangan/pemanasan 5-
10 menit, latihan inti selama 30-40 menit, dan pendinginan 5-10 menit. Kegiatan ini
awalnya hanya berfokus di Puskesmas dengan konsentrasi pada peserta prolanis. Lalu
kemudian berkembang hingga ke desa dan dusun dengan membentuk kelompok-kelompok
senam.
Kegiatan senam ini secara konsisten telah dilakukan selama kurang lebih 2 tahun.
Bahkan saat ini, karena tingkat kebugaran peserta semakin baik, intensitas latihan sudah
dinaikkan hingga 4 kali dalam seminggu.
Tidak hanya menyentuh kalangan pra lansia dan lansia, tetapi pembinaan kesehatan
dan kebugaran warga juga melibatkan anak usia sekolah dan ibu hamil. Pembinaan latihan
fisik tidak membatasi kelompok umur tertentu saja, tetapi perbaikan derajat kebugaran
anak sekolah juga turut menjadi sasarn kami. Prestasi anak di sekolah sangat bergantung
pada kesehatan anak tersebut. Semakin baik derajat kebugaran anak sekolah maka semakin
baik pula tingkat prestasi. Oksigen dan nutrisi yang masuk di dalam tubuh semakin mudah
mencapai sel-sel karena latihan fisik mampu membantu kelancaran aliran darah. Anak juga
tidak mudah sakit karena perbaikan daya tahan tubuh dengan olahraga. Pembinaan ini
dilakukan mulai dari tingkat PAUD sampai pada jenjang SMA.
Khusus kelompok lansia, dilakukan pembinaan latihan fisik dengan mengikuti jadwal
posyandu yang ada. Mereka diberikan edukasi tentang manfaat olahraga dan diajarkan
teknik senam lansia. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah peningkatan kebugaran
kelompok lansia dan harapan lainnya adalah tingkat kemandirian semakin baik.
Meskipun kelompok ibu hamil belum lama ini mendapatkan latihan fisik, namun kami
berkomitmen untuk terus melaksanakan kegiatan ini. Oleh karena itu, kolaborasi dengan
program KIA-KB di lapangan sangat diperlukan. Wahyuni & Layinatun Ni’mah
mempublikasikan penelitiannya dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat 8 (2) (2013) 145-152
dengan judul “Manfaat Senam Hamil untuk Meningkatkan Durasi Tidur Ibu Hamil”.
Beliau menuliskan dalam abstraknya bahwa Gangguan tidur banyak dialami oleh wanita
pada kehamilan trimester ketiga, seperti nyeri punggung bawah. Pada masa ini wanita
hamil mengalami kecemasan yang berakibat munculnya depresi dan kesulitan tidur.
Kesulitan tidur pada wanita hamil bisa berupa penurunan durasi tidur. Masalah penelitian
adalah bagaimana senam hamil dapat meningkatkan durasi tidur ibu hamil. Tujuan
penelitian untuk mengetahui manfaat senam hamil dalam meningkatkan durasi tidur ibu
hamil pada trimester ketiga. Penelitian ini menggunakan metode pre eksperiment dengan
pendekatan quasi eksperiment dan desain penelitian pre and post test without control
design. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah dari 9 responden. Tempat penelitian
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Surakarta selama 4 minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa senam hamil berpengaruh dalam peningkatan durasi
tidur ibu hamil pada trimester ketiga, ditunjukkan dengan nilai p = 0,004 (p<0,005). Hal
ini disebabkan karena senam hamil akan memberikan efek relaksasi pada ibu hamil yang
bisa berpengaruh terhadap peningkatan durasi tidur bagi ibu hamil. Simpulan penelitian
adalah senam hamil bermanfaat dalam peningkatan durasi tidur ibu hamil pada trimester
ketiga.
Dengan melihat dan membaca beberapa penelitian tentang manfaat senam pada ibu
hamil baik itu manfaat selama masa kehamilan dan proses persalinan, maka kami memulai
kegiatan ini secara kontinyu.
Kegiatan KARCIS SEHATI ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan lintas
sektor. Dukungan dari pemerintah kecamatan, pemerintah desa, ketua tim penggerak PKK
tingkat desa, dan lintas sektor lainnya seperti KORAMIL, KAPOLSEK, cabang dinas
pendidikan mutlak diperlukan. Koordinas tingkat pimpinan memberikan hasil yang jauh
lebih baik. Sebagai langkah koordinasi, maka kami membuat pertemuan lintas sektoral
yang khusus membahas rencana dan bentuk dukungan dari lintas sektor khususnya kepala
desa dan ketua tim penggerak PKK. Langkah selanjutnya adalah membuat kesepakatan
atau MoU (memorandum of understanding) tentang beberapa hal terkait dengan suksesnya
kegiatan KARCIS SEHATI.
Keterbatasan jumlah instruktur di Puskesmas tidak sebanding dengan jumlah
kelompok senam yang telah dibentuk. Setiap desa telah memiliki beberapa kelompok
senam dan kondisi ini tidak memungkinkan bagi instruktur senam puskesmas untuk turun
ke lapangan setiap saat. Oleh karena itu, diadakanlah pelatihan khusus bagi kader
puskesmas yang nantinya akan bertanggungjawab terhadap kegiatan senam di dusun
masing-masing. Pelatihan ini memuat materi-materi tentang teori kesehatan olahraga.
Peserta diajarkan tentang bagaimana olahraga BBTT dan pemeriksaan pra partisipasi.
Setelah menerima materi, peserta diikutkan dalam praktek teknik gerak senam baku yaitu
Senam Jantung Sehat seri 6 yang dilanjutkan dengan teknik dasar senam aerobik. Bekal
workshop ini yang menjadi modal bagi kader instruktur untuk kemudian menjadi motor
penggerak di masyarakat. Selain kader yang menjadi isntruktur senam, maka kami terus
mendorong ketua tim penggerak PKK di tingkat desa untuk mengambil peran aktif dalam
membudayakan olahraga. Patut diacungi jempol karena dari empat desa di wilayah
Puskesmas Panaikang, ada 2 ketua tim penggerak PKK yang selalu aktif mengajak warga
untuk membiasakan olahraga.
Untuk menunjang kegiatan di lapangan, maka di awal tahun 2017 dibentuklah Klinik
KESORGA (kesehatan olahraga) yang saat ini dikolaborasi dengan Klinik Gizi. Sebagai
bentuk kepedulian puskesmas terhadap warga yang ingin mendapatkan pelayanan di dalam
gedung, mereka bisa berkonsultasi dan memeriksakan tingkat kebugaran dengan metode
Harvard. Berkonsultasi tentang apa saja tentang kesehatan olahraga. Petugas terlatih juga
bisa memberikan resep dosis latihan kepada warga yang datang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan warga. Petugas juga bisa menerima konsultasi internal dari poli umum, poli gigi,
KIA/KB bilamana dibutuhkan terapi olahraga terutama bagi mereka yang datang dengan
penyaki-penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, rematik, obesitas,
kolesterol tinggi dan lain-lain. Umumnya petugas klinik kesorga selalu berkolaborasi
dengan petugas gizi dalam tata laksana non medikamentosa. Sebagai contoh, bagi mereka
yang menderita tekanan darah tinggi, maka dianjurkan untuk selalu berkonsultasi dengan
petugas terlatih di kesehatan olahraga yang ditunjang dengan terapi diet khusus bagi
mereka yang memerlukan pengaturan pola makan.
IV. Evaluasi dan Output KARCIS SEHATI
Kegiatan yang sudah berlangsung selama kurang lebih 2 tahun ini tentunya
membutuhkan evaluasi dan kontrol terhadap apa yang selama ini dilakukan.
V. SASA

Vous aimerez peut-être aussi