Vous êtes sur la page 1sur 12

STEP 3

1. Kenapa jantungnya berdebar-debar setiap melakukan aktivitas


sedang ?
Jawab :

Faktor Atrium

Perubahan yang tersering pada FA adalah fibrosis atrium dan hilangnya


massa otot atrium. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan bercak
fibrosis yang menyebabkan konduksi nonhomogen. Nodus sinoatrial (SA)
dan AV juga dapat terlibat dan menyebabkan sindrom sick sinus atau blok
AV. Biopsi yang dilakukan pada pasien yang menjalani bedah jantung
menunjukkan digantinya miosit atrium dengan fibrosis interstisial,
hilangnya miofibril, akumulasi granul glikogen dan gangguan penyatuan
sel pada gap junctions. Peningkatan glikoprotein yang mengikat membran
dan mengatur interaksi antar sel dan antar sel dengan matriks (disintegrin
dan metalloproteinase) saat timbulnya FA makin menyebabkan dilatasi
atrium pada pasien dengan FA persisten.9

Fibrilasi atrium dihubungkan dengan terlambatnya konduksi interatrial


dan dispersi masa refrakter atrium sehingga FA sendiri sepertinya
menyebabkan perubahan bentuk dan fungsi yang makin memperberat
remodeling dan beratnya aritmia. Suatu regangan atrium saja dapat
menyebabkan FA dan FA menyebabkan dilatasi atrium melalui hilangnya
kontraktiliti dan daya regang (compliance).4,9 Asad dkk.10 mendapatkan
pasien dengan PPOK mempunyai gelombang P pada elektrokardiogram
yang tidak konstan dan pada serangan akut didapatkan peningkatan
amplitudo gelombang P yang menggambarkan regangan akut pada atrium
kanan. Pasien dengan penyakit paru kronik akan mengalami hipertrofi dan
gangguan fungsi ventrikel kanan akibat tekanan yang berlebihan
(hipertensi pulmoner), selanjutnya terjadi penekanan terhadap septum
ventrikel kiri yang mengubah geometri ventrikel kiri dan memperpanjang
waktu relaksasi isovolumetrik serta menurunnya fungsi diastolik. 11-14
Peningkatan tekanan dan pembesaran atrium kiri dapat terjadi seiring
dengan progresiviti penyakit yang juga memperbesar risiko timbulnya
FA.12,13 Dilatasi atrium kiri seringkali diduga sebagai penyebab terpenting
munculnya FA. Xiao HB dkk.15 dan Lewczuk dkk.16 mendapatkan dilatasi
atrium kanan dan kiri ternyata juga sering terjadi pada pasien FA dan
dihubungkan dengan gangguan fungsi ventrikel kiri. Semakin lama durasi
FA akan makin menyebabkan dilatasi atrium, disfungsi ventrikel kiri dan
regurgitasi fungsional atrio-ventrikuler. 15 Hipertrofi ventrikel kiri juga dapat
terjadi pada pasien penyakit paru kronik akibat perubahan biokimia dan
anatomi (sekitar 6% pada pasien dengan kelainan paru lanjut). 11,12,14 Yildiz
dkk.17 mendapatkan pasien dengan PPOK mengalami peningkatan
ketebalan septum interventrikel, diameter atrium kanan, dimensi interna
ventrikel kanan dan dinding bebas ventrikel kanan. Fraksi ejeksi ventrikel
kiri juga didapatkan menurun pada pasien PPOK dibandingkan subjek
kontrol.17

Aktivasi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Banyak data menunjukkan pentingnya sistem renin angiotensin


aldosteron (RAA) dalam munculnya FA. Penghambatan sistem RAA dapat
mencegah timbulnya FA melalui berbagai mekanisme termasuk
perubahan hemodinamik (penurunan tekanan atrium atau regangan
dinding atrium), pencegahan remodeling struktur atrium (fibrosis, dilatasi
dan hipertrofi), penghambatan aktivasi neurohumoral, penurunan tekanan
darah, pencegahan gagal jantung dan hipokalemia. 9 Penyakit paru
obstruktif kronik seringkali menyebabkan edema masif yang disertai
penurunan aliran darah ke ginjal dan peningkatan kadar renin, aldosteron,
vasopresin dan peptida natriuretik. Kondisi ini seringkali dikenal sebagai
kor pulmonal.18,19 Abnormaliti ini makin berat seiring dengan
memburuknya PPOK. Penyebabnya masih menjadi kontroversi, salah
satunya diduga akibat kondisi hipoksia dan hiperkapnia berat pada ginjal
dan aktivasi sistem neurohumoral yang menyebabkan gangguan ekskresi
natrium dan air.18,20 Total cairan ekstraselular dan plasma tubuh dapat
meningkat sampai 45%. Retensi cairan ini akan menyebabkan distensi
atrium yang menginisiasi FA dan melepaskan peptida natriuretik. 19
Hiperkapnia juga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal (sampai 37%)
karena turunnya resistensi perifer dan mengaktifkan baroreseptor arteri
sehingga meningkatkan produksi norepinefrin dan mengaktifkan sistem
produksi renin-angiotensin-aldosteron.18,19,20

Inflamasi

Telah diketahui bahwa stres oksidatif dan inflamasi dapat berperan dalam
timbulnya FA.8,9 Studi yang dilakukan oleh Chung dkk. dikutip dari 9 didapatkan
kadar C- reactive protein (CRP), suatu petanda inflamasi, lebih tinggi
pada pasien dengan FA dibandingkan pada pasien tanpa FA dan pasien
dengan persisten FA mempunyai kadar CRP lebih tinggi dibandingkan
pasien dengan paroksismal FA. Penelitian yang dilakukan Aviles dkk. 8
menunjukkan CRP tidak hanya dihubungkan dengan FA tetapi juga
memprediksi risiko timbulnya FA di masa yang akan datang. Sin dkk. 7 dan
Andreas dkk.20 mendapatkan inflamasi menetap pada pasien PPOK
sedang sampai berat yang ditandai dengan peningkatan kadar CRP.
Kadar petanda inflamasi sistemik lainnya seperti fibrinogen, leukosit dan
tumor necrosis factor (TNF)-α juga meningkat.5 Penyakit paru obstruktif
kronik merupakan penyakit inflamasi sistemik, bukan hanya inflamasi pada
sistem paru saja.1,5,20,21 Beratnya inflamasi yang terjadi berbanding lurus
dengan beratnya PPOK.1

Gangguan Tonus Otonom

Tonus otonom memegang peran penting pada inisiasi FA. Peningkatan


tonus simpatis dan parasimpatis dapat menyebabkan FA. Ganglion
otonom yang berisi saraf simpatis dan parasimpatis ditemukan pada
permukaan epikardium atrium kanan dan kiri, di bagian posterior dekat
dengan ostium vena pulmoner, vena cava superior dan sinus koroner.
Stimulasi parasimpatis menyebabkan pemendekan masa refrakter atrium
dan vena pulmoner sehingga dapat menyebabkan inisiasi dan
bertahannya irama FA. Inisiasi otonom saja jarang menyebabkan FA
kecuali pada situasi tonus simpatis atau vagal yang tinggi. 9 Pasien PPOK
diketahui mempunyai gangguan saraf otonom yang dapat memicu
timbulnya FA.12,17,20,22,23 Pada PPOK aktiviti saraf simpatis jantung yang
meningkat diduga disebabkan karena hipoksia, hiperkapnia, perubahan
tonus jalan napas, perubahan tekanan intratorakal akibat obstruksi dan
fluktuasi denyut nadi serta tekanan darah yang tinggi akibat peningkatan
usaha napas.6,12,22,20 Hipoksia kronik telah diketahui menyebabkan kondisi
hiperadrenergik. Peningkatan aktiviti simpatis dapat 2-3,5 kali lipat
dibandingkan kondisi normal.20 Sakamaki dkk.12 mendapatkan kadar rerata
norepinefrin pada pasien PPOK lebih tinggi dibandingkan subjek kontrol.
Hal yang juga dikemukakan De Leeuw dkk. 18 dan Anand dkk.19
mendapatkan peningkatan kadar katekolamin pada pasien PPOK
terutama pada kondisi eksaserbasi akut (3,5 kali kontrol). Hiperkapnia
selanjutnya juga memicu sistem simpatis dan makin menyebabkan
tingginya kadar katekolamin

http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-07-07/dr.kardio.htm

2. Hubungan hipertensi dengan jantung yang berdebar-debar ?


Jawab :

3. Apa interprestasi hasil EKG pada skenario diatas ? (iregularitas


kompleks QRS, gelombang P yg sulit diidentifikasi)
Jawab :
EKG fibrilasi atrium (atas) dan ritme sinus (bawah). Panah ungu
menunjukkan gelombang P, yang hilang di atrial fibrilasi.
fibrilasi atrium adalah didiagnosis pada elektrokardiogram (EKG),
penyelidikan yang dilakukan secara rutin setiap kali sebuah detak
jantung yang tidak teratur diduga. Karakteristik temuan adalah
tidak adanya gelombang P, dengan aktivitas listrik tidak
terorganisir di tempat mereka, dan interval RR tidak teratur karena
tidak teratur konduksi impuls ke ventrikel.
kompleks QRS harus sempit, menandakan bahwa mereka
diprakarsai oleh konduksi normal aktivitas elektrik atrium melalui
sistem konduksi intraventricular .

Klabunde, Richard (2005). Konsep Fisiologi Kardiovaskuler.


Lippincott Williams & Wilkins.

4. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis


penyakit tersebut ?
Jawab :

5. Apa diagnosis banding dari skenario ?


Jawab :
Aritmia : kelainan pada frekuensi dan irama jantung disebabkan
oleh konduksi elektrolit yang abnormal. Tidak adanya Irama
jantung. Disritmia abnormalitas irama jantung.

Supraventrikel : asal impuls dari atas nodus AV atau dibawah


nodus AV.(PSVT, Flatter Atrium, Fibrilasi Atrial, PVVT)
Flatter Atrium :
Fibrilasi Atrial : denyut jantung lebih dari denyut nadi atau
pulsus defisit. EKG : irregular kompleks QRS, gelombang
P sulit diidentifikasi. Irama jantung tidak teratur, frekuensi
jantung meningkat.
Ventrikel : (Fibrilasi Ventrikel, Takiaritmia Atrioventrikular,)
Fibrilasi Ventrikel : gelombang sangat tidak teratur,
sampai gelombang P, QRS tidak terlihat.
Takiaritmia Atrioventrikular : Gelombang QRS normal,
gelombang P lebih cepat bisa lebih dari satu gelombang.

6. Hubungan diagnosis skenario di atas dengan resiko stroke, resiko


perdarahan, dan tromboemboli ?
Jawab :

Trombloemboli -> setelah dilakukan kardioversi dan tidak diberi


antikoagulan dalam 2 minggu (masa pembentukan trombus)
Yang biasa menggumpal apa ? Plaknya terbentuk dari apa ?
Trombosit.
Tromboemboli – Stroke ? : trombloemboli menyumbat di otak,
otak membutuhkan O2 agar tidak terjadi kematian sel, tp karena
trombloembli otak menjadi mati. (Mengapa tromboembli dapat
mempengaruhi perdarahan
7. Bagaimana cara menghitung stratifikasi risiko tromboemboli,
stroke dan perdarahan ?
Jawab :
Skema stratifikasi risiko stroke dan tromboemboli disebut CHADS score. Skor
ini berasal dari kriteria AF Investigators and stroke prevention in atrial
fibrilation (SPAF), yaitu skema yang didasarkan pada sistem poin. CHADS
singkatan dari cardiac failure, hypertension, age (>75th), DM dan rwayat
stroke / TIA masing2 mendapat skor 1 kecuali riwayat stroke 2 mendapat skor
2. Makin tinggi skor CHADS makin tinggi risiko stroke, dalam hal ini skor 0
dikelompokkan sebagai risiko rendah, skor 1-2 sedang dan >2 risiko tinggi

Atrial fibrilasi Rekaman EKG Presentasi skor EHRA


12 sadapan Penyakit penyerta
Penilaian awal

Isu antikoagulan Niali risiko


tromboemboli
Antikoagulan oral
Aspirin
Tak diberi obat

Kontrol laju dan Kontrol laju +-


Tipe AF simtom
irama Kontrol irama
Obat antiaritmia
ablasi

Terapi penyakit Pertimbangkan ACEI / ARB


dasar tingkatkan untuk merujuk Statin / PUFA
terapi Lain-lain

Sumber: Penyakit kardiovaskular (PKV), Lily I. Rilantono

Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan Atrial Fibrilasi adalah


mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan
pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam penatalaksanaan Atrial Fibrilasi
perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke
irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien
yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan
konversi, sedangkan pada Atrial Fibrilasi permanen sedikit sekali
kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif
pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan.

8. Etiologi dari diagnosis ?


Jawab :
Hipertensi (Tekanan darah tinggi)
 Primer jantung penyakit termasuk penyakit arteri koroner ,
stenosis mitral (misalnya akibat penyakit jantung rematik atau
mitral valve prolapse ), regurgitasi mitral ,
kardiomiopati hipertrofik (HCM), pericarditis , penyakit jantung
bawaan , sebelumnya operasi jantung
 Penyakit paru-paru (seperti pneumonia , kanker paru-paru ,
emboli paru , sarkoidosis )
 Berlebihan alkohol konsumsik mengembangkan AF.
 Hipertiroidisme
 Keracunan karbon monoksida
 Dual-ruang alat pacu jantung di hadapan atrioventrikular
konduksi normal.
 Sejarah keluarga AF dapat meningkatkan risiko AF. Sebuah
penelitian lebih dari 2.200 pasien AF menemukan bahwa 30 persen
memiliki orangtua dengan AF.

Klabunde, Richard (2005). Konsep Fisiologi Kardiovaskuler.


Lippincott Williams & Wilkins.

9. Patofisiologi penyakit ?

Normal sistem konduksi listrik jantung memungkinkan impuls


yang dihasilkan oleh sinoatrial node (SA node) hati yang akan
disebarkan kepada dan merangsang myocardium (otot jantung).
Ketika miokardium dirangsang, itu kontrak. Ini adalah rangsangan
memerintahkan dari miokardium yang memungkinkan kontraksi
efisien jantung, sehingga darah memungkinkan untuk dipompa ke
tubuh.
Pada fibrilasi atrium, impuls biasa diproduksi oleh sinus node
untuk detak jantung normal, kewalahan oleh discharge listrik cepat
diproduksi di atrium dan bagian yang berdekatan dari vena paru .
Sumber gangguan ini baik fokus otomatis, seringkali lokal di salah
satu pembuluh darah paru, atau sejumlah kecil sumber reentrant
(rotor) harboured oleh dinding posterior atrium kiri dekat
persimpangan dengan pembuluh darah paru. patologi tersebut
berkembang dari paroksismal untuk AF persisten sebagai sumber
berkembang biak dan melokalisasi mana saja di atrium. Karena
pemulihan atrium dari eksitasi adalah heterogen, gelombang listrik
yang dihasilkan oleh sumber AF mengalami berulang-ulang,
perpisahan spasial terdistribusi dan fragmentasi dalam proses yang
dikenal sebagai "konduksi fibrillatory".
AF dapat dibedakan dari flutter atrium (AFL), yang muncul
sebagai rangkaian listrik terorganisir biasanya dalam atrium kanan.
AFL menghasilkan melihat-bergigi F karakteristik-gelombang
amplitudo dan frekuensi yang konstan pada EKG sedangkan AF
tidak. Dalam AFL, pembuangan beredar cepat pada tingkat 300
denyut per menit (bpm) di sekitar atrium. Di AF, tidak ada
keteraturan semacam ini, kecuali pada sumber-sumber di mana
tingkat aktivasi lokal dapat melebihi 500 bpm.
Meskipun impuls listrik AF terjadi pada tingkat tinggi, kebanyakan
dari mereka tidak mengakibatkan jantung berdetak. Jantung
mengalahkan hasil ketika sebuah impuls listrik dari atrium
melewati node (AV) atrioventrikular ke ventrikel dan menyebabkan
mereka kontrak. Selama AF, jika semua impuls dari atrium
melewati AV node, akan ada parah takikardia ventrikel yang
mengakibatkan pengurangan parah output jantung . Situasi
berbahaya adalah dicegah oleh AV node sejak kecepatan konduksi
terbatas mengurangi tingkat di mana impuls mencapai ventrikel
selama AF.

Klabunde, Richard (2005). Konsep Fisiologi Kardiovaskuler.


Lippincott Williams & Wilkins.

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan


multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan
proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses
aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari
vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena
cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan
sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan
menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial
aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi.
Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya
fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih
tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang
mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit
banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode
refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini
bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan
disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan
kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan
meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan
peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjainya AF,

Sumber :
Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu
penyakit Dalaml. Ed.3. Jakarta. EGC,
Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial
fibrillation mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol

Kesimpulan :
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry.
a. Aktivasi lokal merupakan mekanisme AF yang berasal dari fokus
ektopik yang dominan (vena pulmonalis superior), dimana fokus
ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi
aktivitas potensial aksi nodus SA pada atrium.
b. Multiple wavelet reentry merupakan proses potensial aksi yang
berulangualng, melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi, tidak
tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi
lokal dan dipengaruhi oleh pembesaran atrium, pemendekan
periode refractory serta penurunan kecepatan konduksi.

10.Penatalaksanaan penyakit ?
a. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan
antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual
ataupun
kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung
menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat
sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini
mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi
atrium yang abnormal.

2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem
saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini
akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam
intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran
sel.

b. Mengembalikan irama jantung


Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut
pengertiannya,kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi
menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological
Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)


a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine

2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua
pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi
listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal
atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).

Sumber :
Sumber
Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial
fibrillation mortality: United States, 1980-1998"

11. Manifestasi klinik dari penyakit diatas ?

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas
pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah ---

- peningkatan denyut jantung


- ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan
hemodinamik.
Disamping itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan
oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan, seperti :
- pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada.
Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan
gejala-gejala tersebut.

Pada sebagian besar kasus fibrilasi atrium adalah sekunder


untuk masalah medis lainnya, adanya nyeri dada atau angina ,
gejala hipertiroid (yang terlalu aktif kelenjar tiroid ) seperti
penurunan berat badan dan diare , dan gejala sugestif dari
penyakit paru-paru akan menunjukkan penyebab yang
mendasari. Sebuah riwayat stroke atau TIA, serta hipertensi
(tekanan darah tinggi), diabetes , gagal jantung dan demam
rematik , dapat menunjukkan apakah seseorang dengan AF
berada pada risiko yang lebih tinggi komplikasi.

12.Pembagian Disritmia ?

Salah satu klasifikasi membaginya berdasarkan


mekanisme takikardi yaitu :
a. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar
diobati dan jarang menimbulkan gejala akut. Ditemukan pada
pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang
ODPD. PDGD WDNLNDUGL DWULXP SULPHU, WDPSDN DGDQ\D JHORPEDQJ ³S´
yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus,
tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan
elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras
tambahan).
b. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis
orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow
conduction) sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras
tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah
takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p
yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis
yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan
sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye.
Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks
QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada
jarak yang jauh setelah kompleks QRS.

c. Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)


Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini
merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada
bayi dan anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit
fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow
limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis
ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan
pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS
sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks
QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena
gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika
konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd
terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau
antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan
kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada
jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS,

Sumber :
Rahayuningsih, Sri Endah. 2005. Sindrom Wolff Parkinson White. Sari
Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 73 - 76

Vous aimerez peut-être aussi