Vous êtes sur la page 1sur 3

DJI SAM SOE

Oleh: Gelar Riksa Abdillah

Saya bukan peramal atau pun ahli statistik, tapi jika ada pertanyaan siapakah dosen favorit
mahasiswa Ilmu Pendidikan Agama Islam (IPAI) UPI? Saya yakin akan mendapatkan jawaban
yang seragam. Jika saya bertanya, siapa dua dua dosen favorit, saya yakin saya akan mendapati
satu nama yang sama di antara dua nama yang orang akan sebutkan.
Biar saya bercerita sedikit tentang beliau, mungkin sudah tujuh tahun lebih ketika saya pertama
kali bertemu dengannya. Itu adalah kelas Tafsir Tarbawy pertama di semester satu perkuliahan,
seorang dosen masuk ke dalam kelas, perawakannya tidak begitu tinggi, kurus, hidung
mancung, berkacamata, dan rambut di sisir rapi ke belakang. Khas orang-orang intelektual, imej
nya serius sekali, tetapi yang agak mengganggu imej itu adalah rokok Dji Sam Soe yang sedang
beliau hisap di bibirnya ketika masuk kelas.
Tentu saja saya sama sekali tidak memiliki masalah dengan rokok, hanya saja saya memang
tidak pernah mendengar kalau dosen bisa merokok di dalam kelas. Mungkin sebetulnya
memang tidak, karena setelah menghisap tiga kali, beliau mematikan Dji Sam Soe di atas asbak.
Tetapi kejadian itu cukup membuat saya dan beberapa kawan tertawa sambil ditahan, sejak
saat itu sampai sekitar dua mingguan, ketika menyebut nama beliau beberapa teman akan
berkata, “Oh, si bapa nu udud Sam Soe nya?”
Tapi itu dulu sekali, jauh sebelum saya sadar cara mengajarnya sangat berbeda dibandingkan
dosen lain, sebelum saya sadar bahwa apa yang diajarkan tidak hilang setelah keluar kelas,
sebelum saya sadar ternyata saya benar-benar menghormatinya.
Beliau adalah tipe dosen yang mengajar sambil duduk, hampir selama dua sks itu beliau
biasanya tidak ke mana-mana. Tetapi anehnya kami menjadi orang yang seperti merasa tidak
perlu mengantuk, atau tidak berharap beliau harus menjelaskan sambil berdiri juga. Suaranya
dalam dan santai, tetapi terasa seperti air terjun hikmah. Saya merasa, kok beliau itu tidak
sedang menguliahi kami, tetapi sedang memberkahi dengan perasaan sayang.
Mata kuliah pertama yang diampunya itu belakangan diketahui adalah mata kuliah mutan. Bila
bertanya ke mahasiswa lain jurusan keagamaan, mereka akan tidak tahu sama sekali apa itu
Tafsir Tarbawy. Konon beliau sendiri yang merumuskan konsep tersebut, yaitu menafsir ayat-
ayat pendidikan atau memeras sari-sari pendidikan dari ayat-ayat yang ada.
“Bila kamu membaca surat Al-‘Alaq, kalimat pertama itu Iqro`. Tapi sebetulnya itu tidak jelas
apa yang Allah minta untuk dibaca...” Begitu biasanya beliau mengawali pelajarannya, lalu,
“Objeknya dihilangkan kan, sengaja, supaya yang kamu baca itu bukan cuma apa yang tertulis,
tetapi semua yang tersembunyi juga, yang terlihat di alam juga, yang muncul dalam pikiran
juga, dll...dlll..” atau ketika beliau bicara soal Adam,
“Adam itu tidak diajari nama-nama seperti itu, Adam itu dibelajarkan oleh Allah. Adam
mengidentifikasi sendiri dan menemukan kemungkinan-kemungkinan sendiri. Begitulah
pendidikan, bukan hanya memberi pengetahuan.” Saya selalu senang ketika mendengar beliau
bicara, dan masih banyak lagi bahasan semacam itu yang beliau sampaikan.
Beliau itu pokoknya adalah dosen yang ketika berkata-kata selalu masuk ke hati, dingin telinga
kami, dan menjadi damai perasaan kami.
“Mari...sebelum kita mulai kuliah ini, kita hadirkan niat, dan jangan ada niatan-niatan lain selain
hendak mengagungkan Allah. Ilmu yang kita dapat bukan untuk kesombongan, tetapi untuk
mensyukuri Allah.” Saya jadi merasa saya tidak sia-sia masuk kuliah di IPAI. Sampai hari ini
kebiasaan itu tetap terbawa setiap kali saya sedang memulai kegiatan apa pun.
Beliau juga sangat jarang marah, tetapi pernah, waktu itu beberapa mahasiswa sengaja tidak
menghadiri kelas karena mengerjakan tugas lain yang mengharuskan mereka ke lapangan.
Beliau berkata, “Ini namanya merendahkan!” setelah itu, di pertemuan berikutnya anak-anak
itu dipanggil, mereka tidak dihakimi di dalam kelas, melainkan diajak k ruangan beliau. Mereka
rupanya tidak habis dimarahi, tetapi diberitahu dengan lemah lembut hingga mereka malu
sendiri.
Saya jadi semakin yakin, bahwa apa yang beliau katakan, juga beliau kerjakan. Pelajaran
menjadi guru sesuai Quran itu tidak beliau ajarkan lewat teori-teori, tetapi melalui perbuatan
beliau sendiri, melalui contoh-contoh yang beliau buat sendiri. Beliau tidak sedang mengajarkan
materi, melainkan hadir untuk menjadi pengetahuan itu sendiri bagi kami.
Belakangan, beliau menulis sebuah buku, namun saya belum baca. Saya berharap dapat gratis,
sih. Ada yang menyebut beliau ahli tafsir dari UPI, tapi beliau sangat keberatan, karena merasa
dirinya bukan ahli tafsir. Itu merujuk kepada kenyataan bahwa beliau tidak menulis kitab-kitab
tafsir. Harusnya beliau itu santai saja, buku khusus tafsir tarbawy mungkin memang belum ada,
tetapi beliau itu sebetulnya adalah buku tafsir tarbawy berjalan. Semoga saya tidak berlebihan.
Pengalaman terakhir saya adalah ketika hendak kuliah ke Inggris. Waktu itu saya sedang
meminta surat rekomendasi dari Prof. Fakry Gaffar untuk beasiswa saya. Hal pertama yang pak
Prof katakan ketika saya bertemu dengannya adalah, “Kamu siapa?” sambil membetulkan
kacamatanya. Sebetulnya saya juga tidak kenal Pak Fakry, selain sebagai seorang mantan
rektor. Tetapi setelah saya jelaskan, alhamdulillah, Pak Fakry mau memberi rekomendasi.
“Tapi saya perlu referensi ini, coba ketua jurusanmu panggil ke sini.” Kata Pak Fakry.
Saya sebetulnya agak bingung, karena ketua jurusan yang Pak Fakry maksud itu adalah orang
yang dari awal saya ceritakan ini. Saya mungkin saja akan dianggap lancang karena meminta
beliau datang kemari untuk urusan pribadi saya. Tapi di luar dugaan beliau mau.
“Iya, bapak segera ke sana.” kata beliau.
Setelah beliau sampai, semua urusan langsung lancar dan surat rekomendasi pun langsung ada
di tangan saya. Tak pelak saya langsung sun tangan kepada beliau karena sudah mau
membantu, saya meminta maaf mengganggu waktunya, karena sebetulnya dia sedang mau
salat di Al Furqon. Akhirnya malah membantu saya dulu daripada salat dulu. Setelah itu beliau
mendoakan saya supaya selamat dan niatnya lurus.
“Sok, kalau nanti pergi niatnya yang lurus, mau cari ilmu, dan bisa barokah.”
Aamiiin pak.
Pokoknya beliau itu adalah dosen yang mengasyikkan dan teladan, beliau mungkin adalah yang
memenuhi adagium al tariqah ahammu min al maddah, al mudarris ahammu min al tariqah,
ruh al mudaris ahammu min al mudarris.
Selamat ulang tahun Pak Aam Abdussalam, sehat selalu, sentausa, dan banyak rezeki.

Vous aimerez peut-être aussi