Vous êtes sur la page 1sur 10

TUGAS GEOLOGI SEJARAH

Disusun Oleh:
Fadhil Zuhdi
111.150.111
Kelas B

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
ENDAPAN BACK ARC BASIN DI INDONESIA:
ZONA KENDENG

Zona Kendeng juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan adapula yang
menyebutnya dengan Kendeng Deep, adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian
utara berbatsan dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian jajaran
gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu
Utara yang berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke
timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas, kelanjutan
pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura.

Menurut Van Bemmelen (1949), Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
bagian barat yang terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang
membentang hinggaJombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai
Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Kendeng
bagian barat.

Gambar 1. Fisiografi bagian tengah dan timur Pulau Jawa (van Bemmelen, 1949)
Stratigrafi

Dari tua ke muda Zona Kendeng dapat dibagi menjadi beberapa Formasi Batuan.
Masing-masing dari Formasi Batuan tersebut akan dijelaskan satu-persatu sebagai berikut:
1. Formasi Pelang
Terdiri dari Gray Marly Mudstone with Lenticular Intercalation Limestone yang
mengandung Foraminifera Besar Eulepidina sp. Lapisan-lapisan ini merupakan lapisan tertua
atau lapisan terbawah dari seri perlapisan Neogen yang dijumpai di sebelah barat Perbukitan
Kendeng. Formasi Pelang ditindih secara selaras oleh Formasi Kerek diatasnya. Lokasi tipe
formasi ini berada kira-kira 1 km dari Juwangi, di dekat Kedungjati, Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah. Distribusi formasi ini berada di lokasi tipe dan juga bukit batugamping kecil
yang berada di Mrisi, bagian utara dari Perbukitan Kendeng sebelah Barat, Jawa Tengah.
Formasi Pelang merupakan formasi yang berumur Miocene.

2. Formasi Kerek
Merupakan seri yang seragam dari batulempung napalan (marly clays) yang
mengandung Globigerina, Radiolaria, sponge spicules dan Discoaster, berselingan dengan
calcareous tuff-sandstone, dan juga batupasir kuarsa yang mengandung foraminifera besar.
Ketebalan rata-ratanya kira-kira 1000 m, tetapi karena perlipatan yang intensif dan juga sesar-
sesar yang terjadi menyebabkan tidak ada lapisan yang menunjukkan ketebalan yang
sesungguhnya atau asli.
Bagian atas dari Formasi Kerek didominasi oleh volcanic intercalations dibandingkan
dengan pada bagian bawah. Pada bagian bawah dapat dikorelasikan dengan flysch seperti
Merawu Series dan bagian atas dapat dikorelasikan dengan Penyatan Series yang merupakan
bagian dari Pegunungan Serayu Utara. Umur dari Formasi Kerek diestimasikan berumur Lower
– Middle Miocene. Formasi Kerek menumpang di atas Formasi Pelang secara selaras dan
ditumpangi oleh Formasi Banyak yang merupakan produk vulkanik secara tidak selaras
menurut Van Bemmelen (1949a, hal.572) bagian dari Zoan Serayu Selatan. Lokasi tipe dari
Formasi Kerek tidak terindikasi. Distribusinya adalah di sepanjang Zona Kendeng antara
Semarang (Barat) dan Gundih (Timur), Jawa Tengah. Fosil yang ditemukan antara lain
Cycloclypeus (Katacycloclypeus) annulatus Martin.
3. Formasi Kalibeng (Kalibeng Bawah dan Kalibeng Atas)
Formasi Kalibeng dibagi menjadi 2 yaitu Kalibeng Atas dan Kalibeng Bawah. Formasi
Kalibeng Bawah memiliki lapisan yang seragam yaitu Unbedded Globigrina-Marls pada
bagian Barat Zona Kendeng. Sedangkan Formasi Kalibeng Atas memperlihatkan perubahan
fasies dari barat ke timur. Pada bagian barat terdiri dari batugamping koralin batugamping
Globigerina, yang mana menuju ke arah timur berubah menjadi bedded sandy marls
mengandung glauconite dan Foraminifera kecil dan terkadang berubah menjadi bedded
diatomaceous tipis.
Pada bagian barat Zona Kendeng, Kalibeng Bawah memiliki ketebalan kurang lebih
500 m. Kalibeng Atas yang terdiri dari batugamping memiliki ketebalan yang bervariasi antara
50 m hingga 300 m. Ke arah selatan, ketebalan galuconiferous sandy marls semakin menebal
menumpangi batugamping, dimana berkembang juga fasies batupasir yang merupakan
endapan batupasir vulkanik dengan ketebalan yang juga bervariasi antara 25 m hingga 150 m.
Batupasir ditumpangi oleh Diatomaceous Marls, dengan ketebalan total (termasuk
Batupasir) maksimum 700 m. Fasies Diatomaceous juga berkembang di daerah Surabaya,
tetapi menuju ke arah utara fasies kembali berubah menjadi batugamping koralin, dimana
batugamping digunakan untuk industri semen. Ketebalan batugamping kira-kira 200 meter. Di
Pulau Madura, Formasi Kalibeng Atas juga hadir berupa batugamping Lithothamnium Reef.
Perubahan fasies yang cepat pada Formasi Kalibeng Atas menunjukkan bahwa fasies
tersebut diendapkan di lingkungan pantai dengan perubahan kondisi yang signifikan. Formasi
Kalibeng menumpangi lapisan-lapisan yang mengandung Lepidocyclina (Trybliolepidina) sp.
dan forminifera besar lainnya yang mengindikasikan umur Miocene (Formasi Rembang,
menurut Duyfjes ; Formasi Kerek, menurut Van Bemmelen). Formasi Kalibeng dapat
dikorelasikan, menurut Van Bemmelen (1949) dengan Formasi Banyak/Cipluk (Kalibeng
Bawah) dan Formasi Damar Bawah (Kalibeng Atas) di bagian barat Perbukitan Kendeng
(Semarang-Ungaran), atau dapat juga dikorelasikan dengan Formasi Wonocolo Atas, Formasi
Ledok, dan Formasi Mundu di daerah Rembang. Lokasi tipenya berada di Sungai Kali Beng,
14 km barat laut Jombang pada koordinat 112o 8’ 50’’ E dan 7o 26’ 20’’ S. Distribusinya
tersebar di Perbukitan Kendeng antara Surabaya (Jawa Timur) dan Trinil (Jawa Tengah) pada
pusat-pusat antiklin, termasuk yang ada di Pulau Madura. Umur dari Formasi Kalibeng adalah
Pliocene.
Formasi Kalibeng Atas terdiri dari Anggota Klitik dan Anggota Sonde. Anggota Sonde
merupakan Fasies Marls dari Formasi Kalibeng Atas. Marls tersebut hanya berkembang secara
lokal, dan secara lateral berkembang menjadi Fasies Batugamping yang merupakan anggota
Klitik. Lapisan-lapisan tersebut menumpang di atas Formasi Kalibeng Bawah dan ditumpangi
oleh Formasi Pucangan yang berumur Pleistocene. Anggota-anggota formasi tersebut
mengandung fosil yang mana 53% diantaranya masih bisa dijumpai hingga sekarang,
mengindikasikan umur lapisan adalah Upper Pliocene. Endapan yang berumur sama dapat
dijumpai di dekat Padasmalang dan Pengkol, di dekat Sonde dan Sangiran, Utara Surakarta.
Napal (Marls) tersebut banyak mengandung fosil-fosil moluska. Tipe lokasi dari Anggota
Sonde berada di Sonde dekat Trinil, Kabupaten Ngawi, Lembah Sungai Bengawan Solo, Jawa
Timur. Distribusinya secara umum berada di sebelah utara Perbukitan Kendeng. Ditemukan
banyak fosil penciri dari Anggota Sonde seperti Turritella angulata cicumpeiensis (Oosting),
Terebra verbeeki Martin, T. Insulinidae, Conus sondeianus Martin.

4. Formasi Pucangan
Pada formasi ini dapat dibagi menjadi 2 macam fasies yaitu fasies marine clayey dan
fasies volcanic tuffaceous-sandy. Fasies yang kedua merupakan fasies yang banyak
mengandung fosil vertebrata. Fasies vulkanik berkembang di perbukitan Kendeng Bagian
Barat, dimana semakin ke arah timur berkembang semakin banyak marine intercalations yang
menyebabkan di dekat Surabaya, formasi ini terdiri dari batulempung dan tuff vulkanik yang
mengandung fosil moluska dari laut. Salah satu bagian paling timur dari Formasi ini adalah di
Perning, utara Mojokerto dimana fosil Homo mojokertensis ditemukan. Dari bagian bawah
dapat dijabarkan lapisan-lapisan batuan Formasi Pucangan, antara lain:
a. Batupasir tuf tipis dan batupasir tuf lempungan, terkadang mengandung fosil moluska
laut dan sulit dibedakan dengan “b”. Lapisan ini disebut juga sebagai Zona Moluska I.
Tebal lapisan 25 m.
b. Napal dan Batulempung, terkadang dijumpai batupasir tuff konglomeratik dengan fosil
moluska laut dan secara lokal berkembang coral-bioherms. Terdapat juga boulder-
boulder andesit. Disebut juga Zona Moluska II yang sulit dibedakan dengan Zona
Moluska I.
c. Batupasir tuf berukuran halus yang mengandung variasi lempung, merupakan lapisan-
lapisan yang tipis dengan ketebalan 10 m.
d. Lapisan tebal batupasir kasar dengan lensa konglomerat tak beraturan disertai boulder
andesit, interkalasi tuf halus lempungan. Pada bagian bawah dijumpai lapisan tipis
batupasir tuf halus. Pada lapisan ini dijumpai fragmen fosil vertebrata dan merupakan
lapisan dimana Homo mojokertensis ditemukan. Ketebalan lapisan 100 m.
e. Batulempung Hijau, penyebarannya lokal. Ketebalan 5 m.
f. Batupasir tuf lempungan-napalan dengan fosil moluska laut dan Echinoid. Disebut juga
sebagai Zona Moluska III. Ketebalan lapisan 10 m.
g. Batupasir Tufan. Ketebalan 35 m.

Di daerah Gunung Butak, memiliki perbedaan lapisan, dari bawah ke atas dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Breksi tuf dengan ketebalan 200 m.
b. Lapisan Tuf dan Batupasir tufan dengan ketebalan 40 m.
c. Breksi tuf dengan ketebalan 75 m.
d. Lapisan tuf dan Batupasir tufan dengan ketebalan 125 m.
Anggota vulkanik bagian atas dari formasi ini yaitu Anggota Butak menumpang di atas
anggota lapisan marine yang disebut Anggota Nngronan yang terdiri dari napal dan batupasir
tuf vulkanik gampingan, mengandung moluska, dengan ketebalan lapisan 100 m. Total
ketebalan dari Formasi Pucangan adalah 540 m. Semakin ke arah barat, di Trinil, Formasi
Pucangan direpresentasikan dengan 100 m breksi vulkanik, dengan interkalasi batupasir, tuf,
dan batulempung hitam tufan yang mengandung moluska air tawar.
Secara umum fasies Formasi Pucangan sangat bervariasi yang diakibatkan oleh proses
terbentuknya. Lapisan-lapisan vulkanik diendapkan dari Gunung Wilis yang mana sekarang
(sejak Pleistocene bawah) sangat aktif. Bagian bawah dari endapan vulkanik tersebut mencapai
laut Cekungan Kendeng dimana pada saat yang sama batugamping dan juga batulempung
marine diendapkan. Aktivitas vulkanik dan tubuh dari gunung api meningkat selama proses
deposisi berlangsung sehingga menyebabkan pada bagian bawah endapan marine sangat lebar
dan semakin sedikit ke arah atas. Pada zona transisi dimana tiga Zona Moluska berada telah
dapat dipisahkan, satu pada bagian bawah, dua pada bagian tengah dan tiga pada bagian atas.
Fasies vulkanik banyak mengandung fosil vertebrata yang menempatkan lapisan pada
umur Lower Pleistocene. Di daerah Dome Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai
batulempung hitam kaya akan fosil vertebrata dan juga moluska air tawar. Ketebalan lempung
hitam mencapai 300 m. Formasi Pucangan menumpang di atas Formasi Kalibeng secara tidak
selaras dan ditumpangi oleh Formasi Kabuh secara selaras. Lokasi tipe berada di Gunung
Pucangan, 20 km dari Jombang, Jawa Timur, koordinat 112o 17’ 7’’ E dan 7o 23’ 10’’ S.
Distribusi formasi berada di sepanjang Zona Kendeng dari barat ke timur sepanjang 200
km, di Dome Sangiran 15 km Utara Surakarta, dan di dekat jalan kerata api Kalioso. Fosil-fosil
penciri Formasi ini antara lain Manis paleojavanicus Dubois, Ephimachairodus zwierzyckii
Von Koenigswald, Stegodon trigonocephalus, Hippopotamus (Hexaprotodon) antiquus Von
Koenigswald, Servus zwaani Von Koenigswald, Antilope modjokertensis Von Koenigswald,
Leptobos cosijni Von Koenigswald, Tapirus pandanicus Dubois.
5. Formasi Kabuh
Terdiri dari batupasir vulkanik dengan ukuran kasar dan konglomerat, yang
mengandung moluska air tawar dan fosil vertebrata Trinil. Mengindikasikan bahwa formasi ini
berumur Middle Pleistocene. Pada bagian paling timur di dekat Surabaya terdapat interkalasi
batuan sedimen marine.
Formasi Kabuh merupakan formasi yang utamanya terdiri dari fasies fluviatil, terdapat
kehadiran cross-bedding pada lapisan-lapisannya. Fasies-fasiesnya berubah ketebalannya
secara cepat. Di sebelah barat dari kehadirannya, pada antiklin Sangiran di dekat Solo, terdiri
dari batupasir fluviatil cross-bedded dengan pada bagian atasnya terdapat interkalasil lapisan
pebble dan juga vulkanik tuf halus, dengan ketebalan kurang lebih 100 m. Di dekat Trinil, lebih
ke timur, fasiesnya sama dengan ketebalan 175 m. Vertebrata ditemukan pada bagian bawah
lapisan, di atas Formasi Pucangan (Breksi vulkanik).
Pada lapisan tersebut ditemukan fosil Pithecantropus Dubois bersama dengan banyak
fosil vertebrata dari Von Koenigswald. Lebih ke arah timur (50 km) di daerah Gunung Butak,
Formasi Kabuh berkembang menjadi batupasir andesitik kasar dan konglomerat, cross bedded,
tetapi dengan beberapa interkalasi dari napal yang mengandung Globigerina (salah satunya
dengan ketebalan 30 m, di dekat Kedungbrubus, Gunung Butak). Pada jarak 50-100 km lagi ke
arah Timur, Formasi Kabuh berkembang menjadi batulempung dengan interkalasi lapisan
batupasir tipis sedimen laut. Menuju ke arah selatan, fasies marine berubah kembali menjadi
fasies fluviovulkanik.
Ketebalan total dari Formasi ini adalah 400 m. Formasi Kabuh menumpang secara
selaras di atas Formasi Pucangan dan ditumpangi oleh Formasi Notopuro secara selaras dan
tidak selaras pada beberapa bagian, maupun ditumpangi oleh endapan Holocene secara tidak
selaras. Di daerah selatan dari Sidoarjo, Formasi Kabuh ditumpangi oleh Formasi Jombang
yang merupakan produk vulkanik. Lokasi tipe dari Formasi Kabuh adalah di daerah Desa
Kabuh, 18 km dari utara Jombang dan juga dapat dijumpai di Kali Sumberingin, 3,5 km di
sebelah timur Kabuh pada koordinat 112o 14’ 47’’ E dan 7o 23’ 45’’ S.
Distribusi formasi berada di beberapa antiklin kecil kira-kira 15 km dari Surakarta:
Sangiran Antiklin, Gemolong Antiklin dan juga sepanjang antiklinorium Perbukitan Kendeng
yang mencapai 200 km dari barat ke timur diantara Semarang dan Surabaya. Fosil-fosil penciri
dari Formasi Kabuh antara lain Cervus lydekkeri Martin, Duboisia kroesenii Dubois, Mececyon
trinilensis Stremme, Stegodon trigonocephalus Martin, Elephas namadicus Falconer, Sus
macronathus Stremme, Sus brachygnatus Dubois, Hippopotamus namadicus Falconer, Bos
bubalis palaeokerabau Dubois, Pithecantropus erectus Dubois.

6. Formasi Notopuro
Terdiri dari tuf, batupasir tuf, konglomerat dan aglomerat dari vulkanik ataupun dari
batuan vulkanik yang telah tertransportasi, ditumpangi oleh Formasi Kabuh secara selaras dan
pada beberapa bagian tidak selaras akibat adanya hiatus dari Formasi Kabuh. Semakin ke arah
timur, pada posisi yang sama sengan formasi ini disebut sebagai Formasi Jombang yang
memiliki kemiripan komposisi dan dimungkinkan justru sama dengan Formasi Notopuro. Pada
formasi ini sangat jarang ditemukan fosil, di daerah Sangiran (Kalioso) utara Surakarta,
beberapa fragmen vertebrata ditemukan yang dimungkinkan sebagai hasil erosi dari Formasi
Kabuh dibawahnya yang secara lokal memang tidak selaras terhadap Formasi Notopuro.
Pada teras sepanjang Sungai Bengawan Solo, utara Ngawi, banyak ditemukan fosil
vertebrata yang berumur Upper Pleistocene. Endapan-endapan teras tersebut menumpang di
atas lipatan-lipatan berumur Pliocene secara tidak selaras. Begitu juga dengan Formasi
Notopuro dan Formasi Jombang yang mengalami perlipatan pada Middle Pleistocene, dimana
Formasi Notopuro lebih tua dari endapan teras dan lebih muda dari Formasi Kabuh yang
berumur Middle Pleistocene. Pada lain hal, deposit sungai seperti konglomerat dan batupasir
kasar Formasi Notopuro mengindikasikan fasies synorogenic yang memilki umur kurang lebih
sama dengan teras bagian paling atas dari Sungai Bengawan Solo. Formasi Notopuro
ditumpangi oleh endapan vulkanik Holocene dan endapan aluvial.
Lokasi tipe dari Formasi Notopuro adalah di Desa Notopuro, 35 km timur laut Madiun,
Jawa Timur, Barat Gunung Pandan. Distribusinya ada di bagian barat dari antiklinorium
Perbukitan Kendeng, terutama sepanjang slope bagian utara, diantara Gunung Pandan di timur
dan Semarang di barat, dan juga terdapat pada beberapa antiklin kecil sepanjang 15 – 20 km
utara dari Surakarta (Sangiran Antiklin, Gemolong Antiklin).
7. Endapan Teras Bengawan Solo dan Endapan Aluvial
Terdiri dari pasir dan gravel yang menutupi kelerengan dari bukit, terutama di
sepanjang Sungai Bengawan Solo antara Ngawi dan Cepu, pada ketinggian bervariasi dari 38-
71 m di atas permukaan laut (ketebalan lapisan sungai mencapai 38 m) yang merepresentasikan
deposisi selama prose kenaikan progresif dari Perbukitan Kendeng yang mana sungai
memotong secara anteseden. Pada banyak tempat gravel juga mengandung fosil vertebrata
termasuk manusia Solo (Homo neanderthalensis soloensis Oppenoorth) di daerah Ngandong
dan Watumalang. Umur dari endapan teras ini adalah Uppermost Pleistocene. Endapan Aluvial
sendiri berumur Holocene yang menumpang secara tidak selaras di atas Formasi Notopuro dan
berumur paling muda.

Gambar 2. Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983)


DAFTAR PUSTAKA

Marks, P. 1957. Stratigraphic Lexicon of Indonesia. Publikasi Keilmuan No. 31. Seri Geologi.
Republik Indonesia Kementerian Perekonomian Pusat Djawatan Geologi Bandung:
Bandung, Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi