Vous êtes sur la page 1sur 10

Asuhan Keperawatan Pada By.

Ny “ P” Usia 16 Hari Dengan


BBLSR Di Ruangan NICU RSUD SEKAYU Tanggal 07 Agustus-
12 Agustus 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Angka kematian bayi diseluruh dunia diperkirakan 11juta setiap tahun,66% kematian bayi
terjadi pada masa neonatal dan 40 % kematian neonatal terjadi pada umur satu minggu
pertama kehidupan atau neonatal dini ( suryati ,2004). Sedangkan angka kematian bayi di
Indonesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup paada tahun 2003(Dwpkes RI
2005).Berdasarkan survey demografi dan kesehtan Indonesia (SDKI) tahun 2003 angka
kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibanding Negara ASEAN lainnya,angka kematian
bayi di Indonesia sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal sebesar
25 per 1000 kelahiran hidup,50% dari kematian neonatal terjadi pada BBLR dan kematian
bayi baru lahir sampai umur 7hari lebih dari 50% kemayian bayi( suryatni 2004).

Salah satu factor penyebab kematian bayi adalah kelahiran bayi dengan berat rendah
termasuk didalamnya bayi dengan kelahiran prematurias dan bayi kecil untuk masa
gestasi,asfiksia, infefksi cacat bawaan.hasil penelitian Reyston dan Amstrong (1989),dalam
penelitian premawari(2003),factor resiko yang berhubungan dengan kejadian kematian bayi
adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur ibu saat melahirkan, jarak kehamilan (mulatsih),
jumlah anak (darminto dkk,2004),dalam penelitian Rahardjo (1999) pemberian tablet besi
(fe)imunisasi TT,umur kandungan saat bayi dilahirka, penolong persalinan dan tempat
melahirkan,serta waktu pemberian ASI pertama kali.

Bayi lahir dengan berat badan lahir sangat rendah(BBLSR) merupakan salah satu factor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal.
Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia
tumbuh kembang ,sehingga membutuhkan biaya oerawstan yang tinggi ( DEPKES 2006).

Prevelensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahitran di dunia dengan batasan 3,3%-
38% dan lebbih sering terjadi di Negara –negara berkembang atau sosio-ekonomi lemah.
Secara statistic mennunjukan 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi disbanding pada bayi lebih dari 2500 gram
(Dinkes,2007).

Secara teori ,factor resiko terjadinya BBLSR adalah factor janin (kelahiran premature,
hiramnion, kehamilan kembar,kelainan kromosom). Sedangkan dari factor ibu sendiri adalah
jarak kehamilan,dan penyakit ibu saat hamil. Factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
terjadinya BBLR adalah tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,social ekonomi,dan paparan
zat-zat racun. ( Israr ,Y.A, 2007).

Maka dari itu, karena mengingat masih tingginya prevalensi kejadian BBLSR ini, disini kami
ingin membahas secara rinci berbagai macam factor yg menyebabkan masih tingginya angka
kejadian BBLSR ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

Konsep dasar dibuat untuk memudahkan pemahaman kita dalam melaksanakan asuhan
keperawatan terutama pada pengkajian dan pemberian intervensi keperawatan. Berikut ini
akan di uraikan hal-hal yang berkaitan dalam konsep dasar:

1. Pengertian BBLSR

Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan dibawah
normal kurang dari 1500 gram (indrasabto, 2008).

Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang di timbang 1 jam
setelah bayi lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi
cukup bulan (intrauterine growth restriction) (IDAI, 2010).

2. Klasifikasi

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):

1. Menurut harapan hidupnya


2. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
3. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.
4. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
5. Menurut masa gestasinya
6. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
7. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

3. Etiologi

Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010).

1. Faktor ibu

a. Ibu

1. Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.

2. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
3. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

b. Keadaan sosial ekonomi

1. Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan
keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.

2. Aktivitas fisik yang berlebihan

3. Perkawinan yang tidak sah

2. Faktor janin

Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella
bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

3. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom
tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.

4. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi,
serta terpapar zat beracun.

4. Manifestasi Klinis

BBLSR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali
pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002).

1. Ketidakstabilan suhu tubuh

Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera setelah lahir
bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini
memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena
kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas
sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan
untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat
yang tidak memadai, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas
permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

2. Gangguan pernafasan

Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan
menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
3. Imaturitas imunologis

Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama
trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi
pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi
menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan
seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.

4. Masalah gastrointestinal dan nutrisi.

Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya
pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi
enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi
dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini menyebabkan
nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.

5. Imaturitas hati

Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya hiperbilirubin,


defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil
transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah
yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.

6. Hipoglikemi

Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena
terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi
berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam
kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan
hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi
dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas
ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat
metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan
glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat
menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.

5. Penatalaksanaan BBLSR

Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLSR
cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada
masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik
maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLSR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003)
:

1. Dukungan respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan
respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan
atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada
BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini
diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk
mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit
bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of
prematurity.

2. Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada BBLSR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian
kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan
karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular,
neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu
yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas
(1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan menurut
Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C.

3. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru lahir
terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan humoral masih
kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mencegah infeksi antara lain :

1. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci
tangan terlebih dahulu.
2. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang
perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
3. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai
alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.
4. Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori, elektrolit,
dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena kandungan air
ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi
preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis
terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna sehingga bayi tersebut
sangat peka terhadap kehilangan cairan.

5. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLSR tetapi terdapat kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan
metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan
melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian makan
dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha memberi
makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi
kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang berhubungan dengan
kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi, denyut jantung,
saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan stress dan keletihan.

Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga
berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek
menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung.
Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen
yang dapat mempengaruhi pernafasan.

6. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga

Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan membuat stress bila
keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki kecemasan terhadap kondisi
bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan khusus mengharuskan bayi dirawat
terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua mungkin juga merasa bersalah terhadap kondisi
bayinya, takut, depresi, dan bahkan marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan
dukungan dari perawat.

Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLSR dalam menghadapi krisis emosional,
antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk melihat, menyentuh, dan
terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui metode kanguru karena
melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat ibu merasa lebih nyaman dan
percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain yang dapat diberikan perawat adalah
dengan menginformasikan kepada orang tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk
meyakinkan orang tua bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua
selalu mendapat informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya.

B. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitas, dan preventif perawatan kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari:

1. Pengkajian

a. Riwayat Keperawatan:

 Riwayat perjalanan penyakit : keluhan utama pasien datang ke RS atau pelayana


kesehatan, apa penyebabnya, kapan terjadi kelahiran, bagaimana dirasakan,
perubahan bentuk, kehilangan fungsi
 Riwayat kesehatan : apakah klien pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya,
berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut, kapan klien mendapatkan
pengobatan terakhir.
b. Pemeriksaan Fisik:

 Kesadaran : tanda-tanda vital, tekanan darah dan memeriksakeadaan bayi lahir


premature.
 Keadaaan fisik atas : memeriksa kepala, leher dan aksila
 Mata : kondisi mata apakah normal atau tidak
 Alat vital yang membutuhkan perawatan khusus

2. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru

2. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan


dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat

3. Perencanaan

Menurut Doenges (2000), perencanaan dalam proses keperawatan adalah metode pemberian
langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menentukan prioritas, merumuskan tujuan
dan membuat intervensi keperawatan.

a. Diagnosa Keperawatan 1

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru

Tujuan
Pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
1) Kebutuhan oksigen menurun
2) Nafas spontan, adekuat
3) Tidak sesak
4) Tidak ada retraksi

Intervensi
1) Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekwensi
jantung
Rasional : Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari
serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30
2) Isap jalan napas sesuai kebutuhan
Rasional : Menghilangkan mukus yang neyumbat jalan napas
3) Posisikanm bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok dibawah
bahu untuk menghasilkan hiperekstensi
Rasional : Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea, khususnya
bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea
4) Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat depresi pernapasan
pada bayi
Rasional : Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan aktifitas SSP
Kolaborasi :
5) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : Hipoksia, asidosis netabolik, hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia dan sepsis
6) Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan funsi pernapasan
7) Berikan obat-obatan yang sesuai indikasi

b. Diagnosa Keperawatan 2:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat
Tujuan :
Nutrisi adekuat
Kriteria :
1) Berat badan naik 10-30 gram / hari
2) Tidak ada edema
3) Protein dan albumin darah dalam batas normal
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya : mengisap, menelan,
dan batuk)
Rasional : Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
2) Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan
Rasiona l: Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam
setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan parenteral di indikasikan dan cairan
peroral harus ditunda

3) Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian dokumentasikan
pada grafik pertumbuhan bayi
Rasional : Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola pertumbuhan.
Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi
SGA mungkin telah mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami
penurunan simpanan lemak/glikogen.
4) Pantau masukan dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya dengan
perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet
5) Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine, kondisi membran
mukosa, fruktuasi berat badan.
Rasional : Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan
cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresi pada bayi. Pemberian cairan
intravena mungkin diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan
hati-hati ditangani untuk menghindari kelebihan cairan
6) Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi,
fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup, menangis, nada tinggi,
gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.
Rasional : Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak, kekurangan
dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen.hipoglikemia secara bermakna meningkatkan
mobilitas mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi masing-masing
episode.
Kolaborasi :
7) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat cadangan
glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena penurunan
simpanan protein obat dan lemak.

4. Implementasi

Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana perawat melakukan


tindakan yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan Potter dan Perry (2005) pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau
mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari dengan kata lain pelaksanaan mencangkup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena
menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau
dimodifikasi kembali. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reliabilitas dan validitas dapat
dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.

Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses (formatif ) dan evaluasi hasil (
sumatif ). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan
dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi
yang dilakukan untuk mengukur sejauhmana pencapaian tujuan yang ditetapkan, dan
dilakukan pada akhir asuhan.

Vous aimerez peut-être aussi