Vous êtes sur la page 1sur 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat dan karunia-Nya sehingga

saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini adalah bagian dari penugasan II yang

terkait dengan penyakit neuroinfeksi, di mana makalah ini akan membahas mengenai definisi

dan epidemiologi, patogenesis/patofisiologi, gambaran/manifestasi klinis, serta

penatalaksanaan dari penyakit abses serebri.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan

bantuan, bimbingan serta dukungan sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Harapan

saya semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Saya sadar sepenuhnya

bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 30 April 2016

PENULIS

Abses serebri| 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................ 2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................ 3


B. Tujuan Penulisan ........................................................ 3

PARKINSON DISEASE

A. Definisi ........................................................ 4
B. Epidemiologi ........................................................ 4
C. Etiopatogenesis ........................................................ 5
D. Manifestasi Klinis ........................................................ 8
E. Penatalaksanaan ........................................................ 10

PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 12

Abses serebri| 2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit infeksi yang paling berbahaya dari sistem saraf pusat
(SSP) adalah abses serebri. Abses serebri adalah infeksi fokal, intraserebral, yang
awalnya berada di area lokal serebritis, kemudian berkembang menjadi sekumpulan
nanah dan dikelilingi oleh kapsul. Penyakit ini menyebabkan kerusakan signifikan
pada sistem saraf pusat dan merupakan masalah kesehatan di dunia, dengan
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi (Miranda et al, 2013).

Abses serebri lebih sering terjadi pada laki-laki dan dalam empat dekade
terakhir, penyakit ini memiliki angka kesakitan atau morbiditas paling tinggi. Abses
serebri masih menjadi masalah utama pada fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh
dunia, terutama di negara berkembang terkait dengan kemiskinan, buta huruf, dan
kurangnya kebersihan (Miranda et al, 2013). Oleh karena itu kita sebagai dokter perlu
mengetahui informasi mengenai penyakit ini.

B. Tujuan Penulisan

 Mahasiswa dapat mengetahui informasi terkait definisi dan epidemiologi,


patogenesis/patofisiologi, gambaran/manifestasi klinis, serta
penatalaksanaan dari penyakit abses serebri.

 Mahasiswa dapat belajar dan membiasakan diri untuk menulis secara


struktural dan ilmiah

 Sebagai salah satu media penilaian blok neuropsikiatri

Abses serebri| 3
ABSES SEREBRI

A. Definisi

Abses serebri adalah infeksi fokal, intraserebral, yang awalnya berada di area
lokal serebritis, kemudian berkembang menjadi sekumpulan nanah dan dikelilingi
oleh kapsul. Abses seringnya terjadi di hemisferium serebri, kemudian di serebelum,
dan sangat jarang bahkan hampir tidak pernah ditemukan di batang otak (Miranda et
al, 2013; Mardjono dan Sidharta, 2012).

B. Epidemiologi

Sebelum munculnya human immunodeficiency virus (HIV), setiap tahun


terjadi 1500 – 2500 kasus abses serebri di Amerika. Abses serebri lebih sering
mengenai laki – laki dan pada usia rata – rata, 30 – 40 tahun. Perbandingan antara laki
– laki dan wanita bervariasi, mulai dari 1,3:1 sampai 3,0:1. Pada pasien dengan usia
kurang dari 15 tahun, kejadian abses serebri berkisar antara 15% dan 30% (Muzumdar
et al, 2011; Mustafa et al, 2014).

Insiden abses serebri intrakranial di negara berkembang adalah 8% sedangkan


di negara barat, sekitar 1 – 2%. Abses serebri jarang ditemukan di negara – negara
maju, dengan insiden 0,9 per 100000 orang per tahun (Miranda et al, 2013; Radoi et
al, 2013).

C. Etiopatogenesis

Penyebab utama infeksi atau faktor predisposisi abses serebri, usia pasien,
penyakit yang mendasari atau status kekebalan tubuh dan penggunaan antibiotik
sebelumnya menentukan hasil akhir pada pasien dengan abses serebri. Pembentukan
abses serebri dapat terjadi bersebelahan, hematogen atau dengan metastasis. Biasanya
abses terletak di daerah alba, karena perdarahan pada lokasi tersebut kurang intensif
dibandingkan dengan daerah kelabu. Reaksi awal dari jaringan otak terhadap bakteri
yang bersarang di daerah tersebut adalah edema dan kongesti yang kemudian disusul
dengan pelunakan dan pembentukan nanah (Muzumdar et al, 2011; Mardjono dan
Sidharta, 2012)

Abses serebri| 4
Perkembangan abses serebri dibagi menjadi 4 stages. Tahap pertama, early
serebritis berlangsung 1 – 4 hari, tahap kedua, late serebritis berlangsung 4 – 10 hari,
tahap ketiga, early pembentukan kapsul, selama 11 – 14 hari, dan yang terakhir, late
pembentukan kapsul, lebih dari 14 hari. Staging tersebut berdasar dari hasil temuan
pada CT scan atau MRI (Muzumdar et al, 2011).

Streptokokus adalah bakteri yang paling sering menyebabkan abses serebri,


sebesar 70% dari semua kasus. Bakteri ini, terutama Streptococcus anginosus (milleri)
dan S.indermedius biasanya berada di rongga mulut, apendiks, dan organ genital
wanita. Bakteri tersebut memiliki kecenderungan untuk pembentukan abses. Pada
rongga mulut, penyebaran hematogen, dan dari infeksi otorhinolaringeal, organisme
yang paling sering terisolasi adalah patogen anaerob yaitu, Streptococcus, Bacteroides
spp., Prevotella melaninogenica, Propionibacterium, Fusobacterium, dan
Actinomyces dan bakteri aerob batang gram negatif, seperti Morganella morganii.
Streptococcus milleri dominan pada pasien dengan sinusitis paranasal, sedangkan
Proteus mirabilis itu paling sering pada infeksi otogenik. (Miranda et al, 2013;
Mustafa et al, 2014).

Staphylococcus aureus ditemukan 10% - 20%, Biasanya pada pasien dengan


trauma kepala atau endokarditis infektif. Pada pasien yang pernah menjalani prosedur
bedah saraf sebelumnya, juga dapat ditemukan bakteri aerob batang gram negatif,
seperti Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia coli, Proteus, 23% hingga 33%
(Miranda et al, 2013; Mustafa et al, 2014).

Abses serebri juga dapat disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes


(10%). Pada 39 kasus abses serebri yang disebabkan oleh bakteri ini, 85% pasien
memiliki penyakit dasar, seperti leukemia, limpoma, infeksi HIV, dan berbagai
penyakit yang membutuhkan obat kortikosteroid atau imunosupresan lainnya, dan
biasanya disertai dengan penyakit meningitis dan bakteremia. Tidak hanya karena
obat-obatan, pasien yang mengkonsumsi alkohol, kondisi neurologis yang parah dan
melemahkan misalnya, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, atau infeksi HIV /
AIDS, juga memiliki faktor resiko terkena abses serebri. Salmonella, spp., jarang
menyebabkan abses serebri (Miranda et al, 2013; Mustafa et al, 2014).

Abses serebri| 5
Abses serebri yang disebabkan oleh jamur, meningkat sebagai akibat dari
penggunaan imunosupresan dan kortikosteroid. Candida, spp., seringnya tidak
ditemukan sampai dilakukan otopsi. Abses serebri oleh karena Aspergillus, spp.,
terjadi melalui penyebaran organism dari paru – paru atau langsung dari bagian yang
dekat dengan otak. Sebagian besar kasus abses serebri Aspergillus, spp., terjadi pada
orang dewasa (Miranda et al, 2013; Mustafa et al, 2014).

Selain jamur, berbagai protozoa dan helminth juga telah dilaporkan dapat
menyebabkan abses serebri, termasuk Trypanosomacruzi, Entamoebahistolyitica,
Schistosoma spp, dan Paragonimus spp., Neurocysticcercosis, yang disebabkan oleh
bentuk larva Taneiasolium, merupakan penyebab utama lesi otak di negara
berkembang (Miranda et al, 2013; Mustafa et al, 2014).

Mikroorganisme dapat mencapai otak melalui beberapa mekanisme yang


berbeda. Mekanisme yang paling sering adalah melalui penyebaran organisme oleh
infeksi yang berada dekat dengan otak, seperti pada telinga tengah, sel mastoid dan
sinus paranasal. Abses otak terjadi skunder pada otitis media, biasanya terlokalisasi di
lobus temporal dan/atau cerebellum. Meskipun jarang, infeksi pada gigi dapat
menyebabkan abses serebri, dan biasanya mengenai lobus frontalis (Mustafa et al,
2014).

Mekanisme selanjutnya, adalah melalui penyebaran secara hematogen dari


lokasi yang cukup jauh dari otak. Abses yang terjadi biasanya multiple dan multi
lokasi, dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
mekanisme persebaran infeksi yang dekat dengan otak. Penyakit yang paling sering
adalah, penyakit paru – paru piogenik kronis, terutama abses paru, bronkiektasis,
empiema, dan fibrosis sistik. Abses serebri juga bisa terjadi karena, infeksi luka pada
kulit, osteomyelitis, dan koleosistitis. Penyakit jantung sianotik kongenital
menyebabkan abses serebri, sekitar 5% hingga 15%, dengan persentase yang lebih
tinggi terjadi pada pediatrik (Mustafa et al, 2014).

Trauma adalah mekanisme patogen abses serebri, dimana abses serebri terjadi
sekunder terkait fraktur cranial terbuka, atau sebagai akibat dari prosedur pembedahan
saraf, atau cedera benda asing. Faktor predisposisi lainnya yang menyebabkan abses

Abses serebri| 6
serebri adalah fraktur tengkorak, gigitan anjing, patukan ayam dan tindik lidah
(Mustafa et al, 2014).

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang paling banyak muncul pada pasien adalah sakit kepala
dengan persentase 70% dan memiliki intensitas sedang hingga berat. Diikuti gejala
lain seperti, mual dan muntah sebesar 50%, defisit fokal neurologi 50%, demam 45%
- 50%, kejang 25% – 35%, kaku kuduk dan edema papil 25%. Beberapa pasien juga
mengalami perubahan status mental (Mustafa et al, 2014).

Pasien yang mengalami abses pada otak bagian lobus frontal, seringnya
memberikan manifestasi klinis, seperti sakit kepala, mengantuk, status mental
menurun, hemiparesis unilateral, dan gangguan bicara. Pasien dengan abses otak
Aspergillus, menunjukkan gejala struk baik itu iskemik maupun hemoragik.
Manifestasi klinis dari penyakit sistem saraf pusat, yang disebabkan oleh
Cryptococcus, Coccidioides, Candida, Histoplasma, dan jamur patogen lainnya
bergantung pada lokasi abses intrakranial. Sepertiga penerima transplantasi sumsum
tulang dengan abses otak yang disebabkan oleh Candida spp., tidak menunjukkan
manifestasi klinis, dan biasanya diagnosa ditegakkan postmortem (Mustafa et al,
2014).

Tabel 1. Tanda dan Gejala Klinis Abses Serebri (Miranda et al, 2013)

Tanda / Gejala Frekuensi (%)

Demam 54,5 – 60

Sakit kepala 72 – 92,8

Hemiparesis/nervus cranial 14,5

Meningis 52,2

Perubahan kesadaran 10 – 100

Kejang 21 – 25,3

Mual muntah 31 – 40

Abses serebri| 7
Papiledema 4,1 – 50

GCS

- 3–8 - 10,3

- 9 – 12 - 28,0

- 13 – 15 - 61,7

F. Penatalaksanaan

Penegakan diagnosis abses serebri dapat dibantu dengan pemeriksaan


penunjang, seperti Cerebral CT scan dan / atau MRI. Tes laboratorium yang dilakukan
meliputi jumlah sel darah putih dan erythrocyte sedimentation rate (ESR). Darah dan
kultur urin diperoleh untuk menilai kemungkinan penyebab hematogen. Pemeriksaan
telinga, hidung dan tenggorokan (THT) atau kardiologi kadang-kadang diperlukan
untuk mengidentifikasi penyebab utama infeksi (Radoi et al, 2013)

Pada pasien abses serebri, setelah penegakan diagnosa dengan radiologi, maka
terapi antimikroba mulai diberikan. Jika aspirasi maupun pewarnaan gram tidak
membuahkan hasil, maka terapi empiris dapat diberikan dengan berdasar pada
mekanisme patogen, misalnya otitis media atau mastoid, Sinusitis frontoethmoidal
atau spheroidal, abses gigi, trauma penetrasi, penyakit jantung bawaan, abses paru,
empiema, bronkiektasis, dan endokarditis bakteri. Regimen antimikroba yang
diberikan antara lain (Mustafa et al, 2014):

o metronidazole ditambah sefalosporin generasi ketiga


o vancomycin ditambah metronidazole ditambah sefalosporin generasi
ketiga
o penicillin ditambah metronidazole
o vancomycin ditambah sefalosporin generasi ketiga
o vancomycin ditambah gentamicin atau nafcillin ditambah gentamicin

Pada konfirmasi patogen, jika kultur bakteri diperoleh hasil positif, maka
terapi antimikroba dapat dimodifikasi untuk pengobatan yang optimal. Terapi

Abses serebri| 8
antimikroba intravena dosis tinggi harus dilanjutkan selama 6 sampai 8 minggu dan
sering diikuti dengan pemberian terapi antimikroba oral jika tersedia. Terapi singkat
yaitu 3 sampai 4 minggu, mungkin dapat diberikan pada pasien yang telah menjalani
bedah eksisi lengkap. Umumnya abses serebri memerlukan tindakan operasi bedah
untuk terapi yang optimal. Aspirasi abses oleh stereotactic dengan bimbingan CT
memberikan ahli bedah akses yang cepat, akurat, dan aman untuk hampir semua
lokasi intracranial (Mustafa et al, 2014).

Terapi bedah dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan kerusakan neurologis
dan / atau lesi yang belum jelas dengan radiologi. Tekhnik bedah harus spesifik untuk
setiap pasien. Kombinasi aspirasi bedah atau penghapusan semua abses dengan
diameter lebih besar dari 2,5 cm, enam minggu atau ebih pemberian antibiotik
intravena, dan CT scan atau MRI yang dilakukan setiap minggu, harus menghasilkan
tingkat kesembuhan lebih dari 90%. Follow-up pasien dengan CT scan atau MRI,
merupakan hal yang harus dilakukan, sampai abses telah benar-benar diselesaikan.
Jika ada abses yang membesar setelah dua minggu pemberian antibiotik atau gagal
setelah tiga sampai empat minggu pemberian antibiotik, aspirasi bedah lebih lanjut
atau eksisi harus dilakukan (Muzumdar et al, 2011).

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit abses serebri adalah suatu penyakit infeksi yang paling berbahaya
pada sistem saraf pusat. Gejala yang paling sering timbul adalah sakit kepala disertai
dengan gejala neurologis lainnya. Abses serebri paling banyak disebabkan oleh
bakteri streptokokus. Terapi yang diberikan berupa medikamentosa, pembedahan, dan
terapi penunjang lainnya.

Abses serebri| 9
DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, M. dan P. Sidharta. 2012. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan Kelima belas. Dian
rakyat. Jakarta.

Miranda, H.A., S. M. Castellar-Leones, M. A. Elzain, dan L. R. Moscoste-Salazar. 2013.


Brain abscess: Current management. Journal of Neurosciences in Rural Practice,
4(Suppl 1): S67–S81. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/ [Accessed April 24th, 2016]

Mustafa, M., M. Iftikhar, M. I. Latif, dan R. K. Munaidy. 2014. Brain abscess: pathogenesis,
diagnosis and management strategies. International Journal of Research in Applied,
Natural and Social Sciences: 299 - 308. Available at:
http://www.impactjournals.us/download.php?fname=2-14-1401385169-34.%20Applied-
Brain%20Abscess%20Pathogenesis,%20diagnosis%20and%20management-
Murtaza%20Mustafa.pdf. [Accessed April 24th, 2016]

Muzumdar, D., S. Jhawar, dan A. Goel. 2011. Brain abscess: an overview. International
Journal of Surgery: 9(2): 136 – 144. Available at:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1743919110004826 [Accessed April
25th, 2016]

Radoi, M., V. Ciubotaru, dan L. Tataranu. 2013. Brain Abscesses: Clinical Experience and
Outcome of 52 Consecutive Cases. Chirurgia: 108: 215 – 225. Available at:
http://www.revistachirurgia.ro/pdfs/2013-2-215.pdf. [Accessed April 24th, 2016]

Abses serebri| 10

Vous aimerez peut-être aussi