Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
40 tahun, terhalangnya tuba fallopi yang sering disebabkan oleh Pelvic
Inflammatory Disease (PID), endometriosis, pasca operasi kehamilan ektopik,
kelainan di uterus, dan uterine fibroid.5
2
64 % pada usia 40-44 tahun.11 Berdasarkan data rekam medik RSUD Raden
Mattaher Jambi, dalam 3 tahun terakhir banyak dijumpai pasien infertil. Dimana
pada tahun 2014 jumlah pasien infertil berjumlah 190 pasien, pada tahun 2015
berjumlah 94 pasien, dan pada tahun 2016 berjumlah 92 pasien.
Saat ini, infertilitas bukan hanya menjadi masalah medis namun juga
merupakan masalah sosial, berbagai pendekatan diagnostik dan terapi terus
dikembangkan untuk menangani masalah ini.12 Penanganan kasus infertilitas
harus meliputi evaluasi secara komprehensif baik dari pihak suami dan juga istri,
berbasis pada keilmuan secara ilmiah dari aspek fisik maupun psikologi.13 Salah
satu perspektif baru dalam teknologi di bidang reproduksi adalah laparoskopi.
Endoskopi ginekologi di Indonesia mulai berkembang sekitar tahun 1990-an.
Sedangkan di dunia Internasional di mulai pada tahun 1970-an. Di Indonesia
sekarang sudah mulai pesat perkembangannya terutama di pusat-pusat kota,
seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan Yogyakarta. Dunia
endoskopi sudah sangat pesat perkembangannya sesuai dengan hasil kongres di
Chicago pada tahun 2001 dan terakhir kongres di Berin pada tahun 2001.
3
permintaan laparoskopi yang berdasarkan bukti dan berkompetensi serta
keterampilan laparoskopi yang baik. Pada saat sekarang ini masih sedikit sekali
penelitian yang terstruktur pada penggunaan laparoskopi.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data epidemiologi kasus infertilitas di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Raden Mattaher Jambi periode 2014-2016,
serta dapat menjadi tambahan informasi dan masukan sebagai evaluasi bagi
RSUD Raden Mattaher Jambi agar pihak rumah sakit terutama di bagian Obstetri
dan Ginekologi Raden Mattaher Jambi dapat mencari data yang lebih lengkap
mengenai faktor penyebab dari infertilitas pada pasien infertil yang dilakukan
tindakan laparoskopi sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
kedepannya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infertilitas
2.1.1 Definisi
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah dua belas bulan atau
enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif.17 sedangkan definisi lain
menurut Anwar, infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan
suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun melakukan hubungan
senggama teratur tanpa menggunakan kontrasepsi tetapi belum berhasil
memperoleh kehamilan.18
Definisi lain mengatakan bahwa infertilitas merupakan ketidakmampuan
untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual
sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi.19 Menurut Anwar, infertilitas
terdiri dari dua klasifikasi yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer jika sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mengalami
kehamilan walaupun bersenggama tanpa kontrasepsi sedangkan infertilitas
sekunder jika pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah
satu tahun pasca persalinan atau pasca abortus tanpa menggunakan kontrasepsi
apapun. 20
2.1.2 Etiologi
Terdapat 5 faktor penyebab infertilitas yang mendasar, yaitu faktor pasangan
pria, faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada rahim, atau organ
pelvis pasangan wanita ataupun keduanya dan penyebab yang tidak dapat
dijelaskan.21 Diperkirakan faktor-faktor yang menjadi penyebab infertilitas 40 %
dari faktor istri, 40 % faktor suami dan 20 % kombinasi dari keduanya.22 Greene
CA melaporkan, yang menjadi penyebab infertilitas adalah faktor tuba dan
6
peritoneum 25-35 %, faktor pria 20-35 %, faktor ovulasi 15-25 %, unexplained
faktor 10-20 %, faktor servix 3-5 %, faktor lain (uterus, gaya hidup, BMI, toksin,
aktivitas dll) 1-5 %.23
Menurut penelitian yang disampaikan oleh WHO, pasien yang diteliti dari 33
pusat kesehatan di 25 negara termasuk didalamnya timur dan barat Eropa,
Canada, Australia, Scandinavia, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Mediterania
diperoleh kesimpulan bahwa penyebab infertilitas adalah gangguan fungsi
ovarium 33%, oklusi tuba dan perlengketan tuba 36%, endometriosis 6% dan 40%
tidak diketahui penyebabnya. Di Afrika diperoleh 80% wanita infertil karena
oklusi dan perlengketan pada tuba yang disebabkan oleh infeksi. Pada pria,
varicocele menjadi penyebab infertilitas sebanyak 11% pasien, infeksi dan
gangguan jumlah sperma sebanyak 28% pasien, 49% kasus tidak diketahui
penyebabnya.5
Collin dkk melaporkan dari 14000 wanita yang di diagnosa infertil,
disebabkan oleh gangguan produksi oosit termasuk didalamnya anovulasi atau
oligoovulasi (27 %), gangguan kualitas sperma sebanyak (25 %), gangguan pada
tuba (22 %), endometriosis (5 %), faktor uterus, cervix (4 %), infertilitas yang
tidak bisa dijelaskan penyebabnya (17 %).24
Roupa dkk melaporkan dari 110 wanita yang infertil, faktor-faktor yang
menjadi penyebab infertilitas adalah 27,4 % karena faktor tuba, 24,5 % karena
faktor yang bisa dijelaskan, 20 % karena faktor gangguan ovulasi, 9,1 % karena
faktor uterus, 2,7 % karena gangguan fungsi seks, 2,7 % karena faktor usia.25
Di Amerika Serikat, dalam sebuah laporan disebutkan penyebab infertilitas
adalah anovulasi, penyakit pada tuba, faktor servix, endometriosis dan idiopatik
dengan persentase yang tidak tetap.26
Penelitian yang dilakukan oleh Aggie yang meneliti di RS Immanuel
Bandung, melaporkan bahwa yang menjadi faktor yang paling berperan penyebab
terjadinya infertilitas pada seorang wanita adalah faktor tuba sebanyak 45,5 %
wanita,dan gangguan patensi tuba adalah penyebab gangguan ini.27
7
Selama 20 tahun terakhir terdapat pergeseran penyebab infertilitas, dari faktor
ovarium dan uterus mengarah ke faktor tuba dan infertilitas pria. Obstruksi dan
kerusakan tuba menjadi penyebab 35 % pasangan infertil.27
8
hamil 96% dalam satu tahun, kehamilan yang terjadi menurun menjadi 86% pada
wanita berusia 25-34 tahun dan 78% pada mereka 35-44 tahun. Usia ideal untuk
hamil dan melahirkan pada wanita adalah usia 20-30 tahun. Hal ini juga berlaku
pada pria meskipun pria tetap dapat menghasilkan sel sperma sampai usia 50
tahun, yang disebut andropouse. Namun kemampuan mulai menurun seiring
dengan menurunnya kemampuan seksualnya. Hasil penelitian hanya
mengungkapkan hanya sepertiga pria berumur diatas 40 tahun yang mampu
menghamili istrinya dalam waktu 6 bulan dibandingkan dengan pria berumur
dibawah 25 tahun. Oleh sebab itu semakin tua usia akan mempengaruhi kualitas
sel sperma. Oleh karena itu jika menginginkan anak pada usia ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan genetik dan sperma untuk menghindari kelainan genetik
atau janin yang dilahirkan nanti.30
Sumber pekerjaan lain yang dapat mengurangi kualitas sperma adalah yang
berhubungan dengan panas, pestisida, hidrokarbon, radiasi ion dan estrogen.
Sebuah studi dari Australia mengidentifikasi pekerjaan yang beresiko yang
meliputi pekerja transportasi, pekerja industri pembangunan, mekanik motor,
petani dan penambang. Wanita juga memiliki resiko tinggi terhadap infertilitas
dari pekerjaan. Sebuah studi dari AS memeriksa pekerjaan dan resiko infertilitas
wanita dan menemukan bahwa wanita yang terpapar debu kimia, pelarut organik
yang mudah terbakar, pertisida dan terminal tayangan video di tempat kerja
9
memiliki resiko infertilitas yang lebih tinggi. Pekerjaan dapat diklafikasikan:
PNS, wiraswasta, karyawan, buruh dan ibu rumah tangga.
10
biokimia, atau gangguan dengan perlengketan sperma (ke zona pelusida) atau
penetrasi.
c. Sumbatan pada duktus, misalnya akibat vasektomi, tidak adanya vas deferens
bilateral, atau sumbatan kongenital atau yang didapat (acquired) pada
epididmis atau duktus ejakulatorius (penanganan interil).
11
yang mengalami gangguan ovulasi akibat gangguan cadangan ovarium
(premature ovarian failure/disminisshed ovarian reserved).
4. Kelas 4 : Kelompok wanita yang mengalami gangguan ovulasi akibat disfungsi
ovarium, memiliki kadar prolaktin yang tinggi (hiperprolaktinemia).
B. Kelainan Anatomis
Kelainan anatomis yang sering ditemukan berhubungan dengan infertilitas
adalah abnormalitas tuba fallopii dan peritoneum, faktor serviks,serta faktor
uterus.
1. Infertilitas faktor tuba dan peritoneum
Selama 20 tahun terakhir terdapat pergeseran penyebab infertilitas, dari
faktor ovarium dan uterus mengarah ke faktor tuba. Faktor tuba dan peritoneum
menjadi penyebab kasus infertilitas yang cukup banyak dan merupakan
diagnosis primer pada 30-40 % pasangan infertil.35 Faktor tuba mencakup
kerusakan atau obstruksi tuba fallopii, biasanya berhubungan dengan penyakit
peradangan panggul, pembedahan panggul atau tuba sebelumnya.35 Adanya
riwayat PID, abortus septik, ruptur apendiks, pembedahan tuba, atau kehamilan
ektopik sebelumnya menjadi faktor resiko besar untuk terjadinya kerusakan
tuba. PID tidak diragukan lagi menjadi penyebab utama infertilitas faktor tuba
dan kehamilan ektopik.32,36
Studi klasik pada wanita dengan diagnosis PID setelah di laparoskopi
menunjukkan bahwa resiko infertilitas tuba sekunder meningkat seiring dengan
jumlah dan tingkat keparahan infeksi panggul; secara keseluruhan, insidensi
berkisar pada 10-12 % setelah 1 kali menderita PID, 23-35 % setelah 2 kali
menderita PID, dan 54-75 % setelah menderita 3 kali episode akut PID.34
Infeksi pelvis subklinik oleh Chlamydia Trachomatis yang menyebabkan
infertilitas karena faktor tuba. Meskipun banyak wanita dengan penyakit tuba
atau perlekatan pelvis tidak diketahui adanya riwayat infeksi sebelumnya,
terbukti kuat bahwa “silent infection” sekali lagi merupakan penyebab yang
paling sering. Penyebab lain faktor infertilitas tuba adalah peradangan akibat
endometriosis, Inflammatory Bowel Disease, atau trauma pembedahan.36
12
2. Faktor Serviks
Faktor serviks berjumlah tidak lebih dari 5 % penyebab infertilitas secara
keseluruhan. Tes klasik untuk evaluasi peran potensial faktor serviks pada
infertilitas adalah Post Coital Test (PCT). Dibuat untuk menilai kualitas mukus
serviks, adanya sperma dan jumlah sperma motil pada saluran genitalia wanita
setelah koitus, serta interaksi antara mukus serviks dan sperma.32
Serviks berfungsi sebagai barier terhadap mikrobiologi infeksius dan
merupakan saluran sperma ke dalam uterus. Serviks akan memberi respon secara
imunologis bila bertemu dengan mikrobiologi infeksius namun tidak memberi
respon secara immunologik bila bertemu dengan antigen permukaan
spermatozoa.37
Kelainan Serviks yang dapat menyebabkan infertilitas adalah37 :
a. Perkembangan serviks yang abnormal sehingga dapat mencegah migrasi
sperma atau tidak mampu mempertahankan produk kehamilan
b. Tumor serviks (polip,mioma) dapat menutupi saluran sperma atau
menimbulkan discharge yang mengganggu spermatozoa
c. Servisitis yang menghasilkan asam atau sekresi purulen yang bersifat toksin
terhadap spermatozoa. Streptococcus, staphylococcus, gonococcus,
tricomonas dan infeksi campuran merupakan penyebab terbanyak.
1. Septum uteri32
Hal ini dapat menghambat maturasi normal embrio karena kapasitas uterus
yang kecil. Septum uteri menurut tingkatan berdasarkan ukuran septum dibagi
menjadi 3 kelompok yakni:
- Stadium I : 0-1 cm
- Stadium II : 1-3 cm
- Stadium III : >3 cm
13
2. Mioma Uteri
Dalam suatu penelitan yang melibatkan grup wanita infertil dengan polip
endometrium yang tidak direseksi (lebih besar dari 2 cm), keluaran IVF pada
wanita yang diterapi (sebelumnya dilakukan polipektomi histeroskopi) dan yang
tidak diterapi tidak berbeda. Prevalensi polip pada wanita infertil, ditaksir dari
rentetan kasus dengan temuan diagnostik histereskopi sekitar 3-5 %.32Sindroma
asherman terjadi oleh karena dilakukannya dilatasi dan kuretase yang merupakan
blind procedure sehingga terjadi intrauterine scar dan akhirnya menjadi sinekhia
intrauterine. Bozdag dkk, mengatakan bahwa penyebab utama dari sindroma
Asherman adalah dilakukannya dilatasi dan kuretrade yang mana merupakan
blind method, yang secara respektif persentase insiden terjadinya sindroma
Asherman akibat kuretase adalah 14-36 %.34
C. Endometriosis
Endometriosis klasik tampak sebagai pigmen hitam-kebiruan seperti lesi
(“powder-burn”) pada permukaan kandung kemih, ovarium, tuba falopi, kantong
rekto-uterina, dan usus besar. Endometriosis non klasik tampak seperti lesi dan
vesikel merah, coklat atau putih. Endometriosis berat dengan kerusakan tuba
falopi dan ovarium menyebabkan adhesi atau munculnya endometrioma,
14
merupakan penyebab infertilitas. Selain itu pada endometriosis yang ringan pun
dapat menyebabkan infertilitas melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Produksi prostaglandin sehingga mempengaruhi motilitas tuba atau dan
fungsi korpus luteum
2. Melalui makrofag peritoneum, ditemukan peningkatan aktifitas makrofag
yang akan memfagosit sperma
3. Dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan folikel, disfungsi ovulasi dan
kegagalan perkembangan embrio
Infertilitas pada wanita dapat disebabkan oleh beberapa faktor-faktor
resiko antara lain :
1. Faktor gaya hidup dan lingkungan
Dapat dimengerti, semua pasangan, terutama pasangan infertil, sangat
tertarik mempelajari segalanya dimana mereka mungkin berbuat maksimal agar
mendapat kehamilan. Gaya hidup dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi
fertilitas dan harus dipertimbangkan dan dibicarakan.39 Hampir 62% wanita
Amerika kelebihan berat badan dan lainnya 33 % obesitas. Kelebihan berat badan
didefinisikan dengan indeks massa tubuh (BMI) lebih besar dari 25; dan yang
besar dari 30 disebut obesitas.40 Abnormalitas dari sekresi GnRH dan
gonadotropin relatif sering pada berat badan lebih, obesitas dan yang berat badan
kurang (BMI kurang dari 17). Hubungan antara BMI dan kesuburan pada pria
belum diteliti secara rinci.40
Frekuensi obesitas pada wanita dengan anovulasi dan suatu ovarium
polikistik telah dilaporkan adalah berkisar dari 35 % hingga 60 %. Obesitas
berkaitan dengan tiga perubahan yang mengganggu ovulasi normal dan penurunan
berat badan akan memperbaiki tiga keadaan tersebut : 40
a. Peningkatan aromatisasi perifer dari androgen menjadi estrogen.
b. Penurunan kadar globulin pengikat hormon seks (Sex Hormone Binding
Globulin), menghasilkan peningkatan kadar estradiol dan testosteron bebas.
c. Peningkatan kadar insulin yang dapat merangsang produksi androgen oleh
jaringan stroma ovarium.
15
Beberapa hal yang dapat dikontrol pasangan adalah penyalahgunaan zat;
merokok adalah yang terpenting. Banyak yang tidak perduli sama sekali efek
buruk yang ditimbulkan rokok terhadap kesuburan dan kehamilan.41 Motivasi
pasangan untuk memaksimalkan fertilitas mereka memberikan kesempatan emas
untuk mendidik mereka dan menetapkan strategi penghentian rokok.41
Bentuk lain penyalahgunaan zat juga dapat mempengaruhi infertilitas.
Marijuana menghambat sekresi dari GnRH dan dapat menekan fungsi reproduksi
dari pria dan wanita.39 Pada wanita, marijuana dapat mengganggu fungsi ovulasi.
Penggunaan kokain dapat merusak spermatogenesis dan berkaitan dengan
peningkatan resiko penyakit tuba. Konsumsi alkohol yang berat pada wanita bisa
menurunkan fertilitas; pada pria telah dikaitkan dengan penurunan kualitas semen
dan impoten. Asupan alkohol dalam jumlah yang sedang juga mengurangi
fekundabilitas, walaupun hasil penelitian masih bertentangan. Pada pria dan
wanita, walau pada jumlah yang sedang, konsumsi alkohol berkaitan dengan
angka kehamilan yang lebih rendah dengan ART. Penelitian tidak berhasil
memastikan dampak buruk kafein (lebih dari 250 mg/hari, 2 minuman standard)
terhadap fertilitas, walaupun kadar yang lebih tinggi dapat memperlambat
kehamilan atau meningkatkan terhentinya kehamilan.36,39
Data yang ada menunjukkan bahwa dampak merokok pada fertilitas
bergantung dosis. Mekanisme yang terlibat dapat meliputi akselerasi deplesi
folicular, abnormal siklus atau mutugenesis gamet atau embrio yang diinduksi
oleh toxin pada rokok. Hubungan kausal antara rokok dan infertilitas wanita
belum dulakukan. Penelitian menunjukkan 13 % wanita infertil berhubungan
dengan rokok.39
16
Dengan meningkatknya usia, semakin sulit pula untuk mendapatkan anak.
Usia 20-24 tahun fertilitas wanita mencapai 100 %. Usia 30-34 tahun, fertilitas
wanita 85 %. Usia 35-39 tahun fertilitas wanita tinggal 60 %. Pada usia 40-44
tahun fertilitas wanita tinggal 25%.37
17
2.1.6 Diagnosis Infertilitas
18
3. Penilaian ovulasi36,33
Penentuan penyabab infertilitas merupakan kunci pengobatan karena hal
tersebut akan menghasilkan laju kehamilan kumulatif yang menyerupai laju
kehamilan pada wanita normal di usia yang sama. Sangatlah penting untuk
memastikan apakah ovulasi terjadi. Cara yang optimal untuk mengukur ovulasi
pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur adalah dengan
mengkombinasikan serangkaian pemindaian ultrasound dan pengukuran
konsentrasi serum FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (L2-uteinizing
Hormone) pada fase folikular dan progesteron pada fase luteal.
19
2. Hysterosalpingo-contrast sonography (HyCoSy)27
Saat ini HSG menggunakan ultrasonografi dan medium kontraultrasound
yang mengandung mikropartikelgalaktosa mungkin untuk dilakukan dan demikian
bebas dari kemungkinan risiko radiasi.
Prosedur sebaiknya dilakukan dalam cara dan waktu yang sama di dalam
siklus seperti pada HSG konvesial. Tidak hanya patensi tuba saja dapat diperiksa
tetapi juga sebelum diinjeksikan agen kontras, ultrasound dapat
memvisualisasikan morfologi ovarium dan abnormalitas jaringan lunak, seperti
fibroid atau kelainan cacat bawaan uterus dan servik.
20
Gambar 2.1 Teknik Laparoskopi Operatif 45
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan melakukan tekhnik operasi
laparoskopi antara lain :
a. Singkatnya hari perawatan
b. Luka operasi kecil sehingga resiko infeksi lebih kecil
c. Penyembuhan luka lebih cepat
Sedangkan kekurangan melakukan teknik operasi laparoskopi antara lain :
a. Memerlukan instrument khusus
b. Harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dan terlatih dalam
penggunaan laparoskopi
21
laparoskopi.48 Moini membandingkan keberhasilan kehamilan pasien dengan
endometriosis yang menjalani laparoskopi diagnostik dan laparoskopi operatif,
terdapat 18% pasien yang hamil pada kurun waktu sembilan bulan setelah
tindakan laparoskopi diagnostik.49
2.2.1 Indikasi
1. Indikasi Diagnostik
a. Diagonosis diferensiasi patologi genetalia interna
b. Infertilitas primer atau sekunder
c. Second look operation, apabila diperlukan tindakan berdasarkan operasi
sebelumnya
d. Mencari dan mengangkat translokasi AKDR
e. Pemantauan pada saat dilakukan tindakan histeroskopi
2. Indikasi terapi
a. Kistektomi, miomektomi dan histerektomi
b. Hemostasis perdarahan pada perforasi uterus akibat tindakan
sebelumnya
3. Indikasi operatif terhadap adneksa
a. Fimbrioplasti, salpingostomi dan alpingolisis
b. Koagulasi lesi endometriosis
c. Aspirasi cairan dari suatu konglomerasi untuk diagnostik yang
terapeutik
d. Salpingektomi pada kehamilan ektopik
e. Kontrasepsi (oklusi tuba)
f. Rekontruksi tuba atau reanastromosis tuba pascatubectomi
4. Indikasi operatif terhadap ovarium
a. Pungsi folikel matang pada program ferilisasi in-vitro
b. Biopsi ovarium pada keadaan tertentu (kelainan kromosom atau
bawaan, curiga keganasan)
c. Kistektomi antara lain ada kista coklat, kista dermoid, dan kista
ovarium lain
22
d. Ovariolisis, pada perlekatan periovarium
5. Indikasi operatif terhadap organ dalam rongga pelvis
Lisis perlekatan oleh omentum dan usus.
23
ektopik juga diakui dan telah menambahkan pendekatan baru dalam modalitas
diagnostik dan terapeutik. Di negara Denmark, sekitar 94% Kehamilan Ektopik
dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan laparoskopi. Laparoskopi
salfingektomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan.50
24
tahun yang lalu tindakan laparoskopi untuk koagulasi kortek ovarium pada pasien-
pasien PCOS yang resisten clomifen akan terjadi peningkatan ovulasi sekitar 92%
dan terjadi peningkatan kesempatan untuk terjadinya kehamilan sekitar 69%.46
Salpingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi
pada tuba fallopi. Salpingostomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah
lubang baru pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun
laparoskopi.46
25
menggunakan spring clips atau silastic rings. Jika dilakukan secara benar, teknik
bipolar koagulasi lah yang memilki efektifitas paling tinggi dan dengan angka
kegagalan angka jangka panjang yang rendah.51
26
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas maka pada penelitian ini dapat dibentuk
kerangka teori sebagai berikut :
- Definisi
- Etiologi
- Usia
- Pekerjaan
Infertilitas
- Jenis Infertilitas
- Penyebab infertilitas
- Diagnosis Infertilitas
Laparoskopi
- Laparoskopi pada
infertilitas
- Indikasi & kontraindikasi
laparoskopi
- Jenis – jenis tindakan
laparoskopi
27
2.4 Kerangka Konsep
KARAKTERISTIK
- Usia
- Pekerjaan
- Riwayat paritas
- Jenis Infertilitas
TINDAKAN LAPAROSKOPI
- Penyebab infertilitas
- Diagnosis Infertilitas
- Jenis tindakan koreksi
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3 Populasi
Semua pasien yang telah didiagnosis menderita infertilitas di RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi periode Januari 2014 – Desember 2016. Populasi pada
periode tersebut berjumlah 40 orang.
29
3.5.2 Kriteria Eksklusi
Sampel yang dikeluarkan dari pnelitian, dikarenakan oleh :
1. Rekam medik tidak terbaca dengan jelas
2. Rekam medik tidak lengkap
3.5 Cara pengambilan sampel
Data yang diambil Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari rekam medis dan bagian instalasi bedah sentral di
RSUD Raden Mattaher Jambi periode Januari 2014-Desember 2016 yang diambil
secara total sampling dimana sampel tersebut diambil seluruhnya.
1. Peneliti mengajukan izin pada direktur RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
2. Setelah mendapatkan izin, peneliti mengamati catatan rekam medis pasien
untuk memilih sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria sampel
Isi rekam medis sampel penelitian yang telah dipilih menurut kriteria sampel
dicatat melalui pengisian lembar check list yang sudah disiapkan sesuai dengan
data yang dibutuhkan.
30
3.7 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
31
anak ruang rekam menjadi:
medis RSUD 1. 0 kali
Raden 2. 1 kali
Mattaher 3. < 2 kali
Jambi
Jenis Infertilitas Mencatat Rekam medis Jenis infertilitas Nominal
infertilitas adalah dari rekam pasien yang 1. Infertilitas
ketidakmam medis terdapat di primer
puan pasien ruang rekam 2. Infertilitas
untuk medis RSUD sekunder
memperoleh Raden
keturunan Mattaher
setelah Jambi
melakukan
hubungan
seksual
secara
teratur dan
benar tanpa
usaha
pencegahan
lebih dari
satu tahun
Penyebab Penyebab Mencatat Rekam medis Data penyebab Ordinal
infertilitas infertilitas dari rekam pasien yang infertilitas
pada pasien medis terdapat di dikelompokkan
infertil ruang rekam menjadi :
berdasarkan medis RSUD 1. Endometriosis
laparoskopi Raden 2. Kista ovarium
Mattaher 3. Kista
32
Jambi endometrium
4. Mioma uteri
5. PCOS
6. Adhesi
33
prosedur drilling
laparoskopi 4. Adhesiolysis
berlangsung 5. Salpingostomi
6. Miomektomi
34
3.8 Pengolahan dan Analisis data
3.8.1 Pengolahan data
Sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan
data sekunder dengan bantuan lembar check list data yang dibutuhkan.
Selanjutnya dilakukan tahap pengolahan data melalui beberapa tahap berikut :
1. Editing
Pada tahap ini peneliti akan memeriksa hasil dari data sekunder yang telah
dikumpulkan
2. Coding
Pada tahap ini peneliti melakukan pengkodean data dari variable penelitian
untuk memudahkan dalam pengolahannya
3. Entry
Data yang telah didapat dimasukkan dengan teliti dan cermat kedalam
komputer melalui program atau perangkat lunak pengolah dan penganalisis
data data statistic SPSS
4. Cleaning
Dalam tahap ini data yang sudah dimasukkan dicek kembali, untuk melihat
apakah ada kesalahan seperti pencatatan ganda, salah pengkodean dan
sebagainya, sehingga data siap dianalisis lebih lanjut
Pada penelitian ini, identifikasi data pasien dengan tindakan laparoskopi akan
dihitung dalam bentuk presentase dan disajikan dalam bentuk tabulasi
menggunakan analisis univariat.
35
1. Terbatasnya sampel pada penelitian ini. Hal ini disebabkan tidak semua
sampel yang tercatat dapat ditemukan rekam medisnya. Penyebabnya
adalah kurangnya keteraturan pengumpulan status/rekam medis dari
bagian bedah maupun poli atau bangsal kandungan di RSUD Raden
Mattaher Jambi, sehingga peneliti hanya mengambil sampel dari populasi
yang ditemukan.
2. Status penderita yang sulit dibaca karena tulisan yang melakukan
pencatatan pada status pasien tersebut kurang jelas.
36
Bangsal Obstetri dan Ginekologi
Raden Mattaher Jambi
RSUD Raden Mattaher Jambi
Sampel Penelitian
37
DAFTAR PUSTAKA
38
14. Gomel V, McComb PF, 2010. Investigation of Tubal and peritoneal
Causes of Infertility. In: Gomel V, Brill Al, editors. Reconstructive and
Reproductive Surgery in Gynecology, 1st ed. London: Informa Healthcare,
p 243-259.
15. Aydin Y,Hassa H, The Role of Lapaoscopy in the Management of
Infertility. Journal of Obstetric and Gynecology, Januari 2014; 34:1-7.
16. Hulka and Reich. Textbook of Laparoscopy 2nd ed. W.B. Philadelphia:
Saunders Company; 1994:85-95.
17. Ambarwati, Eny Ratna. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Pustaka
Rihana; 2011.
18. Anwar, M, Baziad, A. & Prabowo, R.P. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
19. Straight, B. Panduan Belajar Keperawatan Ibu – Bayi Baru Lahir, Jakarta :
EGC; 2005.
20. Willem O, lan C, Silke D,Gamal S,Paul D. Infertility and the Provision of
the infertility medical Services in deleveloping countries. Human
Reproduction Update. 2008;Vol 14.No 6 pp 605-621.
21. H Lashen, Investigations for Infertility. Obstetrics,Gynaecology and
Reproductive Medicine. 2007;No 17. Pp 211-16.
22. Set G.D, David B.S. Evaluation Of Female Infertility in Reproductive
Endocrinology and Infertility, 2010; Vol 16.
23. Greene CA, O Keane JA. Investigation of the infertility coupeln :
Copeland LJ,Jarrel JF,Textbook of gynecology.2nd ed.2000:357-371.
24. Collin JA. Unexplained infertility. In Keye WR, Chang RJ. Rebar RW
editors Infertility, Evaluation and Treatment, Philadelphia, WB sounders;
1995 : pp249-262.
25. Roupa Z, Polikandrioti M, Sotiropoulou P, Faros E, Koulari A, Wozniak
G,;Causes of Infertility in Women at Reproductive Age. Health Science
Journal, 2012: pp 80-87.
39
26. Mohan S, Siladitya B, Demographics of Infertility and Management of
Unexplained Infertility, Best Practise & Research Clinical Obstetrics and
Gynaecology. 2012; Vol 26 pp729-738.
27. Aggie. Gambaran Faktor-faktor resiko infertilitas wanita di poliklinik
Rumah Sakit Immanuel Bandung : Subbagian Fertilitas Endokrinologi
Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran RSUP Dr.Hasan.2010.
28. Djuwanto Tono., Ritonga Mulyanusa. Evaluasi Fungsi Tuba dalam
Infertilitas. Bandung : Subbagian Fertilitas Endokrinologi Reproduksi
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran RSUP Dr.Hasan. 2010.
29. Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Bidan, EGC, Jakarta;2009.
30. Prawirohardjo, Ilmu Kandungan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta;2005.
31. Kasdu D. Kiat Sukses Pasangan Memperoleh Keturunan. Puspa Swara,
Jakarta;2001.
32. Human Reproduction Update. Sperm transport in the female reproductive
tract. Oxford Journal, 2005; 12(1) : Pp.23-37.
33. Missmer S A, Mary EA, Robert LB, Marlene BG. Infertility: Woman and
Health. 2nd Edition, 2013; Chapter 17: pp251-70.
34. Djuwantono T, Hartanto B, Wiryawan P. Step By Step Penanganan
Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Dalam praktik Sehari-hari.
Jakarta: Sagung Seto. 2012 : 33-61.
35. Mauricio S.A, Ludovico M, Riccardo M, Anatomical Causes of Female
Infertility and their Management. International Journal of Gynecology and
Obstetrics 123.2013; pp 518-524.
36. Erica C.D, Ceana H N. Tubal Factor infertility, Diagnosis and
Management in the Era of Assisted Reproductive Technology, Obstet
Gynecol Clin N am 39. 2012; pp 551-566.
40
37. Boivin J, Bunting L, Collins JA, Nygren KG. International estimates of
infertility prevalence and treatment seeking: Potensial need and demand
for infertility medical care. Hum Reprod. 2009;24: 2379-2380.
38. Robert L B. Female Infertility; Reproductive Endocrinology 7th Edition
2010.
39. Lawrence M.K, Benjamin M.C, Shayne M.P, Damon R.R.Fertility and
Sterility, 2013; Vol 100.No.4 pp 1025-32.
40. Felicia P, Gamal I S,Charles C. The Changing Prevalence of infertility.
International journal of Gynecology and Obstetrics, 2013.vol 123.pp 54-
58.
41. Praween Agrawal MPS PhD. Obesity and Reproductive Health among
Indian Women: Journal of Society and Communication Volume 2012, 38-
68.
42. Thorn P, Understanding Infertility. Psychological and social Consideration
from an Counseling Perspective. International journal of Fertility and
Sterility, Vol 3, No 2, Aug-sep 2009. Pages 48-51.
43. Hestiantoro A.Infertilitas dalam : Anwar M,Baziad A,Prabowo RP, editor.
Ilmu kandungan edisi Ketiga : Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011. Hlmn 425-35.
44. Mogebe D.K. Denyling and preserving self, Batsawana woman’s
experience of Infertility, African journal of Reproductive Health. 2005.Vol
9.pp26-37.
45. Izatulla J, Harun O.R, Oybek R, Nodira Z. Social Correlates of Female
Infertility in Uzbekistan. Nagoya J.Med.2012 Vol 74:pp273-283.
46. Sijanovic C., Vidosavljevic D., et al. Role of Laparoscopy Surgery in
Treatment of Infertility. Departement of Minimally Invasive Gynaecology,
Clinics for Gynaecology and Obstetrics. Clinical University Centre of
Osijek, Croatia, 2011.
47. Bonneau C, Chanelles O, Siferb C, Poncelet C. Use of laparoscopy in
unexplained infertility. European Journal of Obstetrics Gynecology and
Reproductive Biology. 2012.
41
48. Nakagawa K, Ohgi S, Horikawa T, Kojima R, iyo M, Saito H.
Laparoscopy Should be Strongly Considered for Women with
Unexplained Infertility. Journal of Obstetrics and Gynecology Research.
2007: 3(5): 665-70.
49. Moini A, Bahar L, Ashrafinia M, Eslami B, Hosseini R, Ashrafinia N.
Fertility Outcome after Operative Laparoscopy versus No Treatment in
infertile Women with Minimla or Mild Endometriosis. Royal Institute
International Journal of Fertility and Sterility. Vol 5, No 4, Jan-Mar 2012,
pages: 235-240.
50. Shresta J., Saha R., Comparison of Laparoscopy and Laparotomy in the
Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Original Article.
Departement of Obstetrics and Gynaecology Khatmandu Medical College
Teaching Hospital, Bakhtapur, Nepal. Journal of the College of Physician
and Surgeons Pakistan 2012, Vol.22 (12): 760-764.
51. Larsen CR., Grantcharov T., et al. Objective Assasment of Surgical
Competence In Gynaecology: Development and validation of Obstetrics
and Gynaecology. 2008.
42