Vous êtes sur la page 1sur 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sektio Cesarea adalah tindakan bedah yang dilaksanakan bilamana
persalinan normal melalui vagina menghadapi kendala-kendala medis yang
serius baik untuk sang ibu maupun bayinya. Adapun kendala-kendala medis
itu adalah: tidak adanya kemajuan dalam proses persalinan, pola denyut
jantung bayi mengindikasikan pengurangan ketersediaan oksigen, posisi bayi
yang tidak normal, hamil kembar dua, tiga, dst.), kelainan plasenta, kelainan
tali pusat, ukuran bayi yang terlalu besar, ibu dan/atau bayinya mengalami
gangguan kesehatan dan pernah mengalami sektio sebelumnya, dll.
Pada saat persiapan persalinan, sektio cesarea adalah salah satu
kemungkinan untuk melahirkan sang jabang bayi. Oleh karena itu disarankan
agar ibu-ibu hamil menanyakan kemungkinan persalinan yang akan mereka
alami ke dokter, bidan, klinik dan rumah sakit yang merawat mereka. Penting
untuk calon ibu ini mendapatkan pengertian bahwa kesehatan mereka dan
bayinya adalah yang utama dibandingkan cara atau metode melahirkan si
bayi. Penting juga, untuk mempunyai harapan positif untuk kembali sehat dan
memulai hari indah bersama sang bayi yang baru dilahirkan.
Salah satu indikasi seksio sesaria adalah DKP (Disproporsi Kepala
Panggul) artinya bahwa janin tidak dapat dilahirkan pervaginam secara
normal. Dalam keadaan ini, jika janin masih hidup maka untuk
menyelamatkannya dilakukan seksio cesarea,
Penentuan teknik anestesi sectio caesarea dapat dilakukan dengan
anestesi umum atau regional dan sangat tergantung keadaan ibu dan janin serta
kemampuan anestesiolog. Oleh karena itu seorang ahli anestesi diharapkan
dapat memilih teknik anestesi yang aman, tepat dan aman bagi ibu (Gustche,
2007). Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk
tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen
dan ekstremitas bawah. Anestesi spinal baik sekali bagi penderita-penderita

iii
yang mempunyai kelainan paru-paru, diabetes melitus, penyakit hati yang
difus dan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme
dan ekskresi dari obat-obatan (Ruchili, 2006).

B. Ruang Lingkup
Penyusunan makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan
anestesi perioperatif pada pasien sectio caesarea dengan tehnik regional
anestesi mulai dari Pre Anestesi, Intra Anestesi, Post Anestesi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan perianestesi secara komperehensif dengan menggunakan
proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan, evaluasi serta dokumentasi
keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian perianestesi pada NY. P dengan
DKP (disproporsi kepala panggul) yang akan dilakukan tindakan
sectio caesaria.
b. Mampu merumuskan diagnose keperawatan perianestesi pada NY. P
dengan DKP (disproporsi kepala panggul) yang akan dilakukan
tindakan sectio caesaria
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan perianestesi pada NY. P
dengan DKP (disproporsi kepala panggul) yang akan dilakukan
tindakan sectio caesaria.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatn perianestesi pada NY. P
dengan DKP (disproporsi kepala panggul) yang akan dilakukan
tindakan sectio caesaria.

iii
e. Mampu mengevalusi tindakan keperawatan perianestesi pada NY. P
dengan DKP (disproporsi kepala panggul) yang akan dilakukan
tindakan sectio caesaria.
f. Mampu melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan
perianestesi pada NY. P dengan DKP (disproporsi kepala panggul)
yang akan dilakukan tindakan Sectio caesaria.

iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Seksio Caesaria


1. Pengertian
Seksio Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim. Pesalinan seksio sesarea
kelahiran bayi melalui abdomen dan insisi uterus ((kapita selekta
kedokteran, 2001).
2. Indikasi
Menurut statistik tentang 3509 kasus seksio sesarea yang disusun
oleh Peel dan Camberlain (dalam Hanifa 2006) indikasi untuk secsio
sesarea ialah
a. Disproporsi Kepala Panggul. e. Kelainan letak.
b. Gawat janin. f. Incoordinate uteria action.
c. Plasenta prepea. g. Preeklamsi.
d. Pernah seksio sesaresa h. Hipertensi
3. KomplikasiE
a. Pada ibu
komplikasi- komplikasi yang bisa timbul ialah sebagai berikut :
1). Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti : kenaikan suhu tubuh
selama beberapa hari dalam masa nifas.
2). Pendarahan
Pendarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang- cabang ateri ulterina ikut terbuka.
Komplikasi lainnya, luka kandung kencing, embolisme paru- paru,.
Suatu komplikasi yang baru yang kemudian tampak, kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri.

iii
b. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, anak yang dilahirkan dengan seksio
sesarea menurut data statistik di negara- negara dengan pengawasan
antenatal dan intranatal yang baik, kematian prenatal pasca seksio
sesarea berkisar antara 4 sampai 7%. (Hanifa, dkk, 2006).
4. Kontra indikasi
Mengenai kontra indikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea
dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun kepentingan anak. Oleh
sebab itu seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa
apabila misalnya janin sudah meninggal dalam uterus, atau apabila janin
terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan, atau apabila janin terbukti
cacat seperti hidro sefalus, anensefalus, dan sebagainya.
5. Jenis- jenis seksio sesarea
Dikenal beberapa secsio sesarea yaitu :
a. Seksio sesarea transperitonealis profunda.
b. Seksio sesarea transperitonealis klasik atau korforal.
c. Seksio sesarea ekstraperitoneal. (Hanifa, dkk, 2006).

B. ANESTESI.
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah
pemberian obat anastetik lokal kedalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikan anestetik lokal kedalam ruang
subaraknoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.
1. Indikasi :
a. Bedah ekstremitas bawah
b. Bedah panggul
c. Tindakan sekitar rektum-perineum
d. Bedah obstetri-ginekologi
e. Bedah urologi
f. Bedah abdomen bawah

iii
g. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.
2. Indikasi kontra absolut :
a. Pasien menolak
b. Infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat, syok
d. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
e. Tekanan intra kranial meninggi
f. Fasilitas resusitasi minim
g. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesia.

3. Indikasi kontra relatif


a. Infeksi sekitar tempat suntikan
b. Kelainan infeksi sistemik (sepsis,bakteremia)
c. Neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Penyakit jantung
g. Hipovolemi ringan
h. Nyeri punggung kronis

4. Teknik
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan
diatas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebih dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus
lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang
belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus
spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

iii
b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka
dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan
misalnya L2-3,L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya
berisiko trauma terhadap medula spinalis.
c. Sterilkan tempat tusukan dengan bethadin atau alkohol.
d. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-
2% 2-3 ml.
e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G,23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum
(intoducer),yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer
sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukan
jarum spinal berikut mandrinnya kelubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincki-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbul nyeri kepala pasca spinal. Setelah
resistensi menghilang , mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor,pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukan pelan-
pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit ,hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum
spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum
90° biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetk hiperbarik. Jarak kulit –
ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.
g. Kemudian posisi pasien diatur pada posisi operasi/tindakan
selanjutnya.

5. komplikasi tindakan :

iii
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi “venous pooling”. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas .
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi, atau spinal total.

6. Komplikasi pasca tindakan


a. Nyeri tempat suntikan
b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor.
d. Retensio urin
e. Meningitis

7. Farmakologi obat – obat anestesi


a. Bupivakain
Tiap ml : Bupivakain HCL setara basa 5 mg dan dextrose anhideat 80
mg
1) Indikasi : Anestesi Spinal untuk operasi
- Urologi dan anggota bawah
(tahan aktif 2 – 3 jam)
- Perut
(tahan aktif 45 – 60 menit)

iii
2) Efek samping :
- Blockade spinal ekstensif (total), tetapi sangat jarang
- Rasa kantuk hingga hilang kesadaran
- Henti nafas
- Hipotensi
- Depresi myocardial
- Bradicardi dan kemungkinan henti jantung
- Sakit kepala ringan
- Tremor
3) Kemasan : (HNA +) dos 5 ampul 4 ml
4) Dosis : 1-2 mg/kgBB Bupivakain HCL anestesi spinal
5) Penyimpanan
Suntikan; suhu kamar (150 – 300c) larutan yang
mengandung epinefrin harus terlindungi dari cahaya.
6) Farmakologi
Anestesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron
dengan menginhibisi perubahan ionic terus menerus yang
diperlukan untuk memulai dan menghantarkan inpuls. Kemajuan
anesthesia berhubungan dengan diameter, mielinisasi, dan
kecepatan hantaran sari serat saraf yang terkena dengan urutan
kehilangan fungsi sebagai berikut: (1) otonomik, (2) nyeri, (3)
Suhu, (4) raba, (5) propriosepsi, dan (6) tonus otot skelet. Awitan
aksi cepat wajar, dan lamanya secara bermakna lebih panjang
daripada dengan anestetik local lain yang lazim digunakan.
Penambahan epinefrin memperbaiki kualitas analgesia tetapi hanya
meningkatkan lama efek konsentrasi bupivakain >0,5 %l. Hipotensi
disebabkan oleh hilangnya tonus simpatik seperti pada anesthesia
spinal atau epidural. Dibandingkan dengan amida lin (contohnya
lidokain atau mepivakain), suntikan intravascular dari bupivakaian
lebih banyak berkaitan dengan kardiotaksisitas. Keadaan ini
disebabkan oleh pemulihan yang lebih lambat akibat blokade

iii
saluran natrium yang ditimbulkan bupivakain dan depresi
kontraktilitas dan hantaran jantung yang lebih besar. Pada kadar
bupivakain plasma yang tinggi timbul vasokonstriksi uterus dan
penurunan aliran darah uterus. Kadar plasma seperti ini ditemukan
pada blok paraservikal tetapi tidak ditemukan pada blok epidural
atau spinal.
7) Farmakokinetik
Efek Puncak : Infiltrasi dan epidural, 30-45 menit; spinal. 15 menit
Lama Aksi : infiltrasi/epidural/spinal, 200-400 menit (diperpanjang
dengan epinefrin); intrapleura, 12-48 jam.
8) Interaksi/Toksisitas: Kejang, depresi pernafasan dan sirkulasi
timbul pada kadar plasma yang tinggi; bersihan yang menurun pada
penggunaan obat-obatan penyekat-beta dan simetidi secara
bersamaan; benzodiazepine, berbiturat, dan anestetik volatile
meningkatkan ambang kejang; pengurangan dosis diperlakukan
pada wanita hamil; lama anestesia lokal atau regional diperpanjang
oleh obat-obatan vasokontriktor (contohnya, epinefrin), agonis alfa-
2 (contohnya, klonidin) dan narkotika (contohnya, dfentanil).
(Omoigui, sota,1997)

b. Ondansetron ( zofran )
1) Penggunaan : Pencegahan dan pengobatan mual dan muntah
pascabedah akibat kemoterapi
2) Dosis :
3) PO,8-16 mg (berikan sebagai pramedikasi)
4) IV lambat, 4 mg, berikan tanpa diencerkan dalam 1-5 menit.Jika
perlu dosis dapat diulangi.
5) Eliminasi : Hati
6) Kemasan : Suntikan, 2 mg/ml
7) Penyimpanan : Suhu antara 2-30derajat C. Lindungi dari cahaya.
8) Farmakologi

iii
9) Ondansentreon adalah suatu antagonis reseptor serotonin 5HT3
selektif yang ditemukan secara perifer pada terminal saraf vagal
dan secara sentral dalam zona pemicu kemoreseptor dari area
postrema.Ondansentron dapat mengantagonis efek emetic
serotonin pada salah satu atau kedua reseptor.Ondansentron tidak
mengantagonis reseptor dopamin.Peningkatan sementara dari
kadar transaminase hepatik dapat terjadi setelah terapi.Obat dapat
melintasi plasenta dan dapat diekskresikan dalam ASI. Harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien yang hamil dan ibu yang
menyusui.
10) Farmakokinetik
Awitan Aksi : IV, < 30 menit
Efek Puncak : IV, bervariasi
Lama Aksi : IV, 12-24 jam
11) Interaksi/Toksisitas
Kadar serum dapat berubah pada pemberian bersama
fenitoin,fenobarbital,dan rifamfisin.
12) Pedoman/Peringatan
Ondansetron tidak menstimulasi peristalsis lambung atau usus.
Tidak boleh digunakan pada pemakaian pipa nasogastrik.Seperti
antiemetic lain, penggunaan ondansetron pada pembedahan perut
dapat menutupi adanya suatu ileus progresif dan atau distensi
lambung.
13) Reaksi Samping Utama
Kardiovaskuler : Hipotensi, bradikardia, takikardia, angina, blok
jantung tingkat dua.
Pulmoner : Bronkospasme, sesak napas.
SSP : Reaksi ekstrapiramidal, kejang.
GI : Konstipasi, gangguan fungsi hati.
Lain : Penglihatan kabur,hipokalemia, nyeri, dan kemerahan pada
tempat suntikan. (Tambayong,2001)

iii
c. atropin sulfat ( atropine sulfate )
1) Penggunaan
Pengobatan dari bradikardia sinus/CPR, pramedikasi
( vagolisis ),reverse dari blockade neuro muskuler ( blockade efek
muskarinik anti kolinesterase ), terapi tambahan pada pengobatan
bronkospasme dan tukak lambung.

2) Dosis : Bradikardia sinus/CPR


Dewasa, IV/IM/SK, 0,5-1,0 mg; ulangi setiap 3-5 menit sesuai
indikasi; dosis maksimun 40 ug/kg
Anak-anak, IV/IM/SK, 10-20 ug/kg ( dosis minimum, 0,1
mg )
Pramedikasi
Dewasa : IV/IM/SK , 0,4-1,0 mg; PO, 0,4-0,6 mg setiap 4-6
jam
Anak-anak : IV, 1,0-20 ug ( dosis minimum 0,1 mg )
PO, 30 ug/kg setiap 4-6 jam,Larutan tinggi
potensi tinggi (0,3 mg/ml)
Dapat dilarutkan dalam 3-5 ml sari apel atau minuman
kola berkaronat/bersendawa
Reversi blockade neuromuskuler : IV, 0,015 mg/kg dengan
antikolinesterase neostigmin (IV, 0,05 mg/kg).atau
edrofonium ( IV, 0,5-1 mg/kg).
Bronkodilatasi : inhalasi :
Dewasa : 0,025 mg/kg setiap 4-6 jam
Anak-anak : 0,05 mg/kg setiap 4-6 jam
Dosis Maksimun 2,5 mg.Encerkan hingga 2-3 ml
dengan NS dan berikan melalui nebulisator udara
bertekanan.
3) Eliminasi : Hati

iii
4) Kemasan
Suntikan : 0,05 mg/ml, 0,1 mg/ml, 0,4 mg/ml, 0,5 mg/ml, 0,8
mg/ml, 1 mg/ml.
5) Farmakologi
Atropin secara kompetisi mengantagonisir aksi asetilkolin pada
reseptor muskarinik.Menurunkan sekresi saliva, bronkus, dan
lambung,dan merelaksasi otot polos bronkus.Tonus dan motilitas
gastrointestinal berkurang. Tekanan sfingter esophagus bagian
bawah berkurang dan tekanan introkuler (IOP) meningkat (karena
dilatasi pupil).Dalam dosis yang digunakan untuk
pramedikasi,peningkatan IOP ini secara klinis tidak
bermakna.Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan
mencegah sekresi keringat.Blokade vagus perifer dari sinus dan
nodus AV meningkatkan nadi.Penurunansementar dari nadi pada
dosis yang kecil (0,5 mg pada orang dewasa ) disebabkan oleh
efek agonis kolinergik perifer yang lemah.
6) Farmakokinetik
Awitan aksi : IV, 45-60 detik; intratekal, 10-20 detik; IM, 15-40
detik;PO, 30 menit-2 jam;
Inhalasi, 3-5 menit
Efek puncak : IV, 2 menit, inhalasi, 1-2 jam
Lama aksi : IV/IM : blokade vagal, 1-2 jam, efek antisialogog, 4
jam
Inhalasi : blokade vagal, 3-6 jam
7) Interaksi/Toksisitas
Efek antikolinergik aditif dengan
antihistamin,fenotiazin,antidepresi trisiklik, prokainamid,kuinidin,
inhibitor MAO,benzodiazepine, antipsikotik,penekanan intra okuler
ditingkatkan oleh nitrat,nitrit,obat-obatan alkalinisasi, disopiramid,
kortikosteroid,haloperidol;mempotensiasi
simpatomimetik;mengantagonisir antikolinisterase;dan

iii
metoklopiramid;dapat menimbulkan sidrom antikolinergik sentral (
halusinasi,delirium,koma )
8) Pedoman/Peringatan
a) Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan takiaritmia,
gagal jantung kongestif (CHF ),iskemia miokard akut dan
infark,demam, refluks esophagus,infeksi GI.
b) Kontra indikasi pada pasien dengan glukoma sudut
sempit,uropati obstruktif, penyakit obstruktif traktus GI.
c) JIka tidak tersedia jalur IV selama resusitaSI
kardiopulmoner,obat dapat diencerkan 1:1 dalam NS steril dan
disuntikkan via suatu tuba endotrakea.Kecepatan lama absorpsi
dan efek farmakologik dari pemberian obat intratekal
sebanding dengan IV rute.
d) Dapat berakumulasi dan menimbulkan efek samping sistemik
dengan dosis majemuk melalui inhalasi, khususnya pada
manula.
e) Obat keracunan dengan sedasi (benzodiazepine) dan
pemberian fisostigmin.
f) Bayi, anak kecil, dan pasien manula lebih rentang terhadap
efek sistemik atropin, contohnya nadi yang cepat dan tak
teratur,demam, eksitasi, agitasi.
9) Reaksi Samping Utama
a) Kardiovaskuler :Takikardia (dosis tinggi),bradikardia (dosis
rendah ),palpitasi.
b) Pulmoner : Depresi pernafasan
c) SSP : Kebingungan, halusinasi, kegugupan.
d) GU : Keraguan urinarius,retensi
e) GI : Refluks gastroesopagus
f) Mata : Midriasis,penglihatan kabur,peningkatan tekanan
intraokuler.
g) Dermatologik : Urtikaria
h) Lain : Keringat berkurang, reaksi alergi. (Tambayong,2001)

d. ketorolak
1) Indikasi.

iii
Terapi jangka pendek terhadap rasa sakit sedang sampai berat
setelah operasi, lama penggunaan 2-5 hari, tidak sebagai analgetik
dalam bidang kebidanan.
2) Kontra indikasi.
Penderita alergi tehadap ketorolak, aspirin atau obat non imflamasi
non steroid lain, tukak lambung aktif, diduga penyakit
kardiovaskuler, diathesis hemorhargia, termasuk gangguan
koagulasi, sindoma polip hidung, angioderma, dan bronkospasme.
3) Efek samping.
Dispepsia, mual, diare, sakit kepala, edema, rasa sakitditempat
suntik.
4) Cara pemberian.
Penggunaan secara IM atau bolus intra vena. Dewasa, dosis awal
dianjurkan 10 mg, dilanjutkan 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis total
perhari 90 mg. Penderita usia lanjut, gangguan ginjal dan BB < 50
kg, tidak boleh melebihi 60 mg/hari. (Tambayong,2001)

e. Efedrin sulfat
1) Penggunaan
Vasopresor, bronchodilator
2) Dosis
Iv : 2-20 mg (100-200 ug/kg)
Im : 25-50 mg
PO : 25-50 mg setiap 3-4 jam
3) Eliminasi
Hati dan ginjal
4) Kemasan
Suntikan 25 mg/ml, 50 mg/ml
Kapsul 25 mg dan 50 mg
5) Penyimpanan

iii
Suntikan, kapsul, larutan oral ; suhu kamar (15-30° c). Efedrin
mengalami oksidasi, lindungi dari cahaya. Jangan gunakan kecuali
jika larutan jernih
6) Farmakologi
Obat ini merupakan obat simpatomimetik non katokolamin dengan
campuran aksi langsung dan tidak langsung. Efedrin meningkatkan
curah jantung dan nadi melalui stimulasi adrenergic alfa dan beta.
Meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan menimbulkan
bronkodilatasi melalui stimulasi reseptor beta-2. Efedrin
mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus namun
memulihkan aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati
hipotensi epidural atau spinal pada pasien hamil.
7) Farmakokinetk
Awitan aksi : IV, hampir langsung, IM,
Beberapa menit
Efek puncak : IV, 205 menit , IM, < 10 menit
Lama aksi : IV/IM 10-60 menit
8) Interaksi/toksisitas
Peningkatan dengan resiko aritmia dengan obat anestetik volatil
dipotensi oleh antidepresi trisiklik, meningkatkan MAC anestetik
volatile
9) Pedoman/peringatan
a) Dapat timbul toleransi,tetapi penghentian obat untuk sementara
memulihkan efektifitas semula
b) Gunakan dengan hati-hati pada pasien hipertensi dan penyakit
jantung iskemik
c) Mempunyai efek yang tidak dapat diramalkan pada pasien
dimana katekolamin endogen terdepresi
d) Dapat menimbulkan suatu tingkat stimulasi SSP yang tidak
dapat diterima yang menimbulkan insomnia.
10) Reaksi efek samping utama

iii
Kardiovaskuler : hipertensi,tachicardi,aritmia
Pulmoner : edema paru
SSP : ansietas, tremor
Metabolik : hiperglikemi,hiperkalemi
sementara kemudian
hipokalemi
Dermatologi : nekrosis pada tempat suntikan. (Abdi,
nur h Dr MM.MSI, 2008)

f. Dexamethason
1) Penggunaan
Pengobaatan penyakit radang,oedema otak, pneumonitis aspirasi,
asma bronkhial, nyeri miofasial dengan titik picu, reaksi alergi,
pencegahan penolakan pada transplantasi organ, terapi untuk
penggantian insufisiensi adrenokortikal.
2) Dosis
Dexametason fosfat, IV/IM 0,5-25 mg/hari
Bronkospasme : dexametason fosfat, inhalasi, 300 ug (3 inhalasi)
3 atau 4 kali sehari.
3) Eliminasi
Hati
4) Farmakologi
Suatu derifat berfluorinasi dari prednisolon dengan efek anti
infalmasi poten. 0,75 mg setara dengan 20 mg kortisol,
dexametason dapat mengurangi jumlah dan aktifitas dari sel
radang, meningkatkan efek obat-obatan adrenergic beta terhadap
produksi AMP-siklik, menghambat mekanisme bronkokonstriktor.
5) Farmakokinetik
Awitan aksi : efek anti inflamasi,IV/IM, beberapa menit
Efek puncak : efek anti-inflamasi,IV/IM, 12-24 jam

iii
Lama aksi : efek anti-inflamasi/supresi HPA, IV/IM,
36-54 jam
6) Interaksi/toksisitas
Bersihan ditingkatkan oleh fenitoin, efedrin, rimfampin, respon
yang berubah terhadap anti koagulan , meningkatkan akan
kebutuhan insulin , berinteraksi dengan obat antikolinesterase
(neostigmin) untuk menghasilkan kelemahan yang berat pada
pasien dengan miastenia gravis,efek boros kalium yang
ditingkatkan oleh diuretik pelepas kalium (tiazid, furosemid),
mengurangi respon terhadap toksik dan vaksin hidup atau
terinaktivasi peningkatan resiko perdarahan GI dengan
penggunaan bersamaan NSAID.
7) Pedoman/peringatan
a) Insufisiensi adrenokortikal ditimbulkan pada penarikan
deksametason dengan cepat
b) Gunakan hati-hati pada pasien dengan hipertensi,CHF,
kecendrungan tromboembolik, hipotiroidisme, serosis,
miastenia gravis, tukak lambung, devertikulasi, colitis ulseratif
nonspesifik, gangguan kejang, infeksi jamur, dan virus sistemik
c) Pemerian vaksin virus hidup (varisela) merupkan kontra
indikasi pada pasien yang mendapatkan dosis imunosupresi.
8) Reaksi samping utama
Kardiovaskuler : aritmia,hipertensi,gagal jantung
kongestif pada paien yang rentan
SSP : kejang,peningkatan ntracranial,psikosis
steroid
Dermatologik : gangguan penyembuhan
luka,petekia,eritema.
Mata : peningkatan tekanan intra
okuler,katarak supkapsuler
Metabolik : retensi cairan,retensi natrium,deresi

iii
kalium
Endokrin : keadaan tan respon hipofise dan
adrenokortikal sekunder dengan
stress,supresi
pertumbuhan,peningkatan akan
kebutuhan insulin
Muskuloskeletal : miopati,kelemahan,osteoporosis. (Abdi,
nur h Dr MM.MSI, 2008)

g. Petidin
Petidin merupakan golongan obat analgesik opioid yang dikenal juga
dengan nama meperidin. Petidin mempunyai kekuatan kira – kira
sepersepuluh morfin dengan awitan aksi yang sedikit lebih cepat dan
lama aksi yang lebih pendek. Dibandingkan dengan morfin petidin
lebih efektif pada nyeri neurophatik, efek vagolitik dan
antispasmodiknya lebih ringan, dapat menimbulkan hipotensi
ortostatik pada dosis terapiutik dan sisa metabolit aktifnya merupakan
stimulan otak yang dieksresikan lewat urine.
Efek samping petidin dan derivatnya yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euphoria, mulut kering, palpitasi, gangguan penglihatan,
dan kadang – kadang obstipasi. Indikasi petidin hanya digunakan
untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis, obat ini
diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada
morfin. Misalnya untuk tindakan diagnostik seperti sistoskopi,
pielografi, retrograd, gastroskopi dan pneumoensefalografi. Pada
bronkoskopi kurang cocok karena efek antitusifnya jauh lebih lemah
dari morfin.
Sedangkan kontraindikasi penggunaan petidin adalah menyerupai
kontraindikasi morfin dan opioid lain. Pada penderita penyakit hati
dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya perubahan
disposisi obat.

iii
Obat ini mempunyai sifat analgesik seperti morfin dengan kekuatan
1/10 dari morfin. Dapat menyembuhkan berbagai macam rasa sakit
terutama yang berhubungan dengan spasme otot polos kecuali kolik
saluran empedu. Menimbulkan rasa mengantuk, sedikit euphoria atau
amnesia, menimbulkan ketagihan, mendepresi pusat pernapasn dan
meningkatkan tekanan cerebospinal.
Pemberiannya dapat secara IM dan IV. Efek obat ini terjadi 15 menit
setelah injeksi IM dan efek maksimumnya terjadi setelah 90 menit dan
lama aksinya / durasinya akan berlangsung selama 2 jam. Diekskresi
diliver 80 % akan dihancurkan dan 5 – 10 % dikeluarkan melalui
ginjal tanpa perubahan. (Abdi, nur h Dr MM.MSI, 2008)

C. ASUHAN KEPERAWATAN.
Dalam mendukung/memberikan pelayanan terbaik terhadap pasien,
yang akan dilakukan tindakan sectio caesaria, maka sangat diperlukan peran
serta perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan perianestesi secara
komprehensif dengan mengunakan proses keperawatan yang meliputi:
(1)Pengkajian, (2) Perumusan diagnosa, (3) Perencanaan dan pelaksanan
tindakan, (4) Evaluasi, serta dokumentasi keperawatan. (Doengoes, Marllyn,
1999).

BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PREANESTESI
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. “P”

iii
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : RT 1 RW 4 Bugisan Ambarawa
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Status : Menikah
No. Med. Reg : 10 56 71
Diagnose Medis : DKP (Disproporsi Kepala
Panggul)
Tanggal MRS : 12 Juni 2016
Tanggal operasi : 13 Juni 2016
Jenis operasi : Sectio Caesaria
Status fisik : ASA II
Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Meriyunan, Saidonoharjo, Sleman
Hub dengan pasien : Suami
Pekerjaan : Swasta

hi
2. STATUS KESEHATAN
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga ke RSUD Sleman pada tanggal 13
Juni 2016 jam 11.30 WIB dengan G3 P1 A1, umur kehamilan ±
37 minggu,perut sering terasa kencang,keluar cairan dari jalan
lahir sejak ± 1 jam sebelum masuk RS. Rencana dilakukan
operasi sectio caesaria pada tanggal 31 Oktober 2013.
b. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien belum pernah dirawat di RS. Pasien tidak dijumpai adanya
riwayat penyakit kardiovaskuler,respirasi,endokrin,neurologi,dan
alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada mempunyai penyakit
ashma,hipertensi,diabetes mielitus,dan penyakit turunan lainnya.
d. Pola Kebiasaan
a) Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari, minum ± 6-7 galas.
Setelah sakit pasien makan minum masih biasa.
b) Istirahat

iii
Sebelum sakit pasien tidur ± 7-8 jam. Setelah sakit pasien
tidur ± 3-4 jam, sering terganggu karena takut dalam
menghadapi operasi sectio caesaria
c) Aktivitas
Sebelum sakit pasien melakukan aktivitas sehari-hari
dirumah mandiri. Setelah sakit semua aktifitas pasien
dibantu keluarga.
d) Eliminasi
Sebelum sakit pasien BAB 1 kali sehari konsistensi lunak
warna kuning, BAK 4-5 kali sehari, warna kuning jernih, bau
khas. Setelah sakit pasien BAB 1 kali sehari, lunak, warna
kuning, BAK dipasang kateter.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD : 140/90, N : 120x/mnt, RR : 20x/mnt
Suhu : 370 C.
BB : 60 Kg
TB : 157 Cm
b. Kepala :
Bentuk mesocepal, rambut bersih, wajah simetris, konjutiva tak
anemi, sclera tak icteric, hidung tak ada polip.
c. Mulut :
Bersih tidak memakai gigi palsu, tidak ada gigi yang
bergoyang,ompong dan tidak ada kesukaran dalam membuka
mulut, malampati grade II, mempunyai rahang yang besar, batuk
(-),pilek (-).
d. Leher :
Tak ada pembesaran kelenjar tyroid,tidak dijumpai leher pendek.
e. Dada :
Bentuk dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak antara yang
sebelah kanan dan kiri, tidak ada benjoalan tulang costa saat
pasien bernafas.
f. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : perut nampak membesar karena
Hamil
2) Perkusi : sonor
3) Palpasi : TFU 2 jari dibawah pusat
4) auskultasi : Denyut jantung janin 130

iii
x/menit
g. Pemeriksaan tulang belakang : tidak ada kelainan bentuk dan
susunan tulang belakang (seperti scoliasis,kifosis)
h. Jantung : Irama sinus dalam batas normal.
i. Paru : Bunyi nafas vesikuler.
j. Exteriminitas :
Atas : turgor kulit elastic, tidak ada odema, tidak
ada kelemahan dan simetris.
Bawah :simetris tidak ada kelemahan dan tidak
terdapat oedema.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Persiapan laboraturium, tanggal 12 Juni 2016

Hemoligi Hasil Normal

Hb 10,0 gr % 13 – 18 gr %

Leukosit 9,8.103/mmk 5 – 11.103/mmk

Trombosit 229mm2 150 – 450mm2

CT 3” 1 – 6 menit

BT 6” 5 – 15 menit

Gol. Darah O

HbSAg negatif

Natrium 143,1 mmol/l 135-148 mmol/l

Kalium 3,15mmol/l 3,5-5,3 mmol/l

Clorida 114,5mmol/l 98-107 mmol/l

5. PERSIAPAN ANESTESI
a. Pasien puasa 6 – 8 jam sebelum operasi
b. Informed consent tindakan medis dan anestesi.
c. Memakai baju khusus didalam OK
d. Persiapan alat :
1. Jarum spinal no. 27 1 buah
2. Sarung tangan steril 1 pasang
3. Spoit 5 cc 1 buah
4. Bethadine Secukupnya

iii
5. Kasa steril 2 buah
6. Nasal canul oxygen 1 buah
7. Bed Site monitor 1 buah
8. Mesin anestesi 1 buah
9. Intubasi set 1 set
10. Sumber gas O2
e. Persiapan obat :
1. Obat spinal anestesi (bupivacain 0,5%) 1 ampul
2. Obat vasopressure (ephedrin) 1 ampul
3. Aqua for injection 1 fls
4. Cairan infus kristaloid 2 fls
5. Cairan infus koloid 1 fls
6. Obat anti muntah (ondansetron) 1 ampul
7. Analgetik nonnarkotik (ketorolak) 1 ampul
8. Obat anti kolinergik (SA) 2 ampul
9. Obat induksi (recofol)
10. Obat sedasi (midazolam)
11. Obat Muscle Relaksan (roculax)
12. Obat cortikosteroid (dexamethason) 2 ampul
13. Obat narkotik (pethidin) 1 ampul

B. ANALISA DATA

DATA PROBLEM ETIOLOGI


DO : pasien tampak gelisah Cemas Kurang informasi
TD : 140/90 mmHg
tentang prosedur
N : 120 x/menit
RR : 20 x/menit tindakan yang akan
Suhu :37 0C
dilakukan(aestesi
DS : pasien mengatakan takut
dan pembedahan)
dengan tindakan yang akan
dilakukan berkenaan
dengan pembiusan dan
tindakan operasi sectio
caesaria

iii
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur

tindakan yang akan dilakukan (anestesi dan pembedahan) ditandai

dengan :
DO : pasien tampak gelisah, TD : 140/90 mmHg, N : 120 x/menit
RR : 20 x/menit, Suhu :37 0C
DS : pasien mengatakan takut dengan tindakan yang akan dilakukan

berkenaan dengan pembiusan dan tindakan operasi sectio

caesaria

iii
ASUHAN KEPERAWATAN PREANESTESI

HARI/
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
TGL
Kamis, Cemas Setelah dilakukan 1. jelaskan tentang 1. Menjelaskan kepada pasien, S : Pasien mengatakan
13 Juni berhubungan tindakan prosedur tindakan ” Sebelum diperasi ibu akan siap untuk dilakukan
2016 dengan kurang keperawatan pembedahan dan dibius dulu dengan pembedahan dan
informasi selama 1 x20 anestesi yang menyuntikan obat dibagian anestesi.
tentang menit rasa cemas dilakukan. tulang belakang,sehingga O: Pasien tampak tenang
prosedur berkurang dengan 2. Beritahukan pada pada saat dioperasi tidak dan kooperatif
tindakan yang kreteria: pasien tim yang merasa sakit dan ibu masih A : masalah teratasi
akan - pasien akan melakukan dalam keadaan sadar,dan P: Intervensi
dilakukan mengatakan pembedahan dan kalau mau nanti ibu dipertahankan
(anestesi dan siap mau anestesi diberikan obat tidur setelah
pembedahan) dilakukan 3. Anjurkan pada bayinya lahir”.
operasi pasien untuk 2. Memberitahukan pada
- pasien berdoa sesuai pasien, sebentar ibu akan
kooperatif dengan dibius oleh dokter anestesi
kepercayaan dan saya akan membantu
dokter pada saat
pembiusan,kemudian akan
dioperasi oleh dokter ahli
kandungan,dibantu oleh
perawat asisten dan perawat
instrumen dikamar operasi
no 2,sedangkan bayinya ibu
akan diterima oleh bidan.

iii
3. Menganjurkan pada pasien
untuk berdoa sesuai dengan
kepercayaan

iii
II. INTRAANESTESI
A. PENGKAJIAN
Persiapan Anestesi
Perawat anestesi harus mengetahui prosedur dan persiapan alat
anestesi yang digunakan pada tindakan operasi Sectio caesaria, dalam hal
ini persiapan yang dilakukan adalah
a. Persiapan alat :
1. Jarum spinal no. 27 1 buah
2. Sarung tangan steril 1 pasang
3. Spoit 5 cc 1 buah
4. Bethadine Secukupnya
5. Kasa steril 2 buah
6. Nasal canul oxygen 1 buah
7. Mesin monitor 1 buah
8. Mesin anestesi 1 buah
9. Intubasi set 1 set
10. Sumber gas O2

b. Persiapan obat :
1. Obat spinal anestesi (bupivacain 0,5%) 1 ampul
2. Obat vasopressure (ephedrin) 1 ampul
3. Aqua for injection 1 fls
4. Cairan infus kristaloid 2 fls
5. Cairan infus koloid 1 fls
6. Obat anti muntah (ondansetron) 1 ampul
7. Analgetik nonnarkotik (ketorolak) 1 ampul
8. Obat anti kolinergik (SA) 2 ampul
9. Obat induksi(recofol)
10. Obat sedasi (midazolam)
11. Obat Muscle Relaksan (roculax)
12. Obat cortikosteroid (dexamethason) : 2 ampul
13. Obat narkotik (pethidin) : 1 ampul

c. Persiapan Pasien
1. Pasien dibaringkan dalam posisi supinasi dan pasang monitor
vital sign.
2. Pasang infus dengan jarum intra vena cateter no. 18.
3. Pasang kateter
4. Posisikan pasien untuk tindakan anestesi spinal dengan posisi
duduk
d. Prosedur Anestesi spinal
1. Atur posisi pasien dari supinasi keposisi duduk dengantegak
lurus dan kepala ditekuk, seolah-olah dagu menyentuh dada..

iii
2. Identifikasi space antara L4 dan L5 sejajar dengan
SIAS,kemudian dinaik ke L3 dan L4 kemudian diberi tanda.
3. Memakai sarung tangan steril
4. Asisten memberikan spoit 5 cc dan jarum spinal yang steril
5. Ambil obat spinal anestesike spoit 5 cc
6. Desinfektan wilayah yang akan dilakukan penusukan jarum
spinal
7. Tusukan jarum spinal antara spice L3 dan L4 sampai kerongga
spinal
8. Setelah yakin tarik mandrin sampai keluar cairan lumbal
9. Pasang spoit kejarum spinal diaspirasi untuk melihat cairan
lumbal telah keluar, kemudian masukan obat 15 mg.
10. Deff bekas tusukan sambil menarik jarum spinal
11. Posisikan pasien keposisi supinasi dengan memakai bantal
12. Tentukan tinggi block dengan menusukan jarum kekulit dan
pastikan block berhasil.
13. Monitor tanda-tanda vital secara periodik (setiap 5 menit)

e. Evaluasi
a) Operasi berjalan lancar
b) Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
c) Selama operasi :
1) Tekanan darah dan nadi dimonitor tiap lima menit sekali :
- Lima menit I :
110/80 mmHg, Nadi 100 x/menit SpO2 100%
- Lima menit II :
100/68 mmHg, Nadi 98 x/menit SpO2 100%
- Lima menit III :
100/70 mmHg, Nadi 99 x/menit SpO2 98%
- Lima menit IV :
103/70 mmHg, Nadi100 x/menit, SpO2 98%
- Lima menit V :
98/60 mmHg, Nadi 97x/menit SpO2 99%
- Lima menit VI :
88/48 mmHg, Nadi 96 x/menit SpO2 98%
- Lima menit VII :
100/74 mmHg, Nadi 86 x/menit SpO2 99%
- Lima menit VIII :
100/62 mmHg, Nadi 84 x/menit, SpO2 99%
2) Respirasi Rate 12 – 18 x / menit
3) Perdarahan selama operasi ± 350 cc
4) Terpasang oksigen nasal dengan tekanan 2 l/mnt
5) Jumlah urine ± 50 cc
6) Pasien mengeluh pusing

iii
7) Pasien tidak tampak hipoksia
8) Perfusi jaringan baik
9) Terpasang IVFD, RL : 1000 ml, Fima Hes 500 cc

B. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. DS : efek obat anestesi Resiko syok


- pasien menyatakan
(Bupivakain 0,5% hipovolemik
pusing
DO : 15 mg)
- nadi kecil
- respirasi 12 x/mnt
- SpO2 : 98 %
- TD : 88/48 mmHg

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan efek obat anestesi
(Bupivakain 0,5% 15 mg), ditandai dengan:
DS : pasien menyatakan pusing
DO : - nadi kecil
- respirasi 12 x/mnt
- SpO2 : 98 %
- TD : 88/48 mmHg

iii
ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERASI

Hari / Dignosa Tujuan dan Intervensi implementasi Evaluasi


tangal Keperawatan kriteria hasil
13 Juni 1. Resiko syok Setelah dilakukan 1. Atur posisi pasien 1. Mengatur posisi S : Pasien
2016 hipovolemik b/d tindakan perawatan, 2. Kaji tekanan darah, pasien dengan mengatakan
sekunder obat syok hipovolemik adanya sianosis, memberi bantal pada tidak pusing.
anestesi tidak terjadi dan status pernafasan kepala pasien. O:
(Bupivacain sirkulasi efektif, 3. Beri oksigen 2. Mengkaji tekanan - distensi vena
0,5% 15 mg) dengan kriteria: 4. Evaluasi respon darah, adanya leher tidak
- tekanan darah pasien terhadap sianosis, dan status terjadi
sistolik,diastolik terapi oksigen pernafasan - denyut nadi
d.b.n 5. Hitung kebutuhan 3. Memberikan oksigen perifer kuat
- distensi vena cairan 3 lpm dan teratur
leher tidak 6. Kolaborasi dengan 4. Mengevaluasi respon - TD: 100/74
terjadi dokter pasien terhadap mmHg
- pasien pemberian oksigen A : masalah teratasi
menyatakan 5. Menghitung P: Intervensi
tidak pusing kebutuhan cairan dilanjutkan
- denyut nadi pasien;
perifer kuat dan MO : 120 ml
teratur PP : 960 ml
SO : 480 ml
1 jam I : 1080 ml
1 jam II : 720 ml

6. Berkolaborasi dengan

iii
dokter tentang
pemberian cairan
koloid (HES) 500 ml
dan inj. Ephedrin 10
mg/iv

iii
III. POST ANESTESI
A. PENGKAJIAN
NY. P dipindahkan dari ruang operasi ke RR jam 12.05 WIB.
a. Pengkajian keperawatan pada jam 10.05 WIB
1) Status Respirasi
RR 18 x/menit teratur tidak ada sesak, perjalanan pasien sejak dari
kamar operasi ke ruang RR tidak menggunakan oksigen, kepala
menggunakan bantal pasien tampak tidak sesak,pasien tidak
menggunakan alat bantu pernafasan.
2) Status Sirkulasi
TD : 100/62 mmHg
Nadi : 84 x /menit
Respirasi : 18 /menit
Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral teraba dingin,
pasien menyatakan dingin.
3) Status neurologis
Pasien masih belum bisa menggerakan kedua kakinya dengan baik
4) Suhu diruangan RR dingin
5) Instruksi Pasca Anestesi
- Posisi pasien supine dengan dua bantal.
- Pasien belum boleh bangun/duduk selama 24 jam, boleh
miring kiri/kanan apabila kaki sudah mulai terasa (± 2 jam
setelah selesai operasi)
- Boleh makan minum bertahap apabila tidak mual/muntah
- Observasi keadaan umum dan tanda vital tiap 5 menit pada 15
menit pertama post operasi, selanjutnya tiap 15 menit, apabila
TD sistol < 100 injeksi ephedrin 10 mg iv, guyur 200 cc RL.
- Miringkan kepala bila muntah dan suction.

6) Skala Bromage
- Gerakan penuh dari tungkai 0
- Tidak mampu mengekstensi tungkai 1
- Tidak mampu memfleksi lutut 2
- Tidak mampu memfleksi pergelangan kaki 3
Pasien masih dalam skala 3

B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem

iii
1 DS : Efek sekunder Gangguan
- Pasien mengatakan
obat spinal
pemenuhan
kakinya masih terasa
anestesi
berat mobilitas fisik
DO :
 Post op.sc
 Pasien belum mampu
memfleksi
pergelangan kaki
 Bromage score 3
 Pernafasan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan pemenuhan mobilitas fisik b/d efek sekunder obat anestesi


spinal di tandai dengan :
DS :
 Pasien mengatakan kaki masih terasa berat
DO :
 Post op.sc
 Pasien belum mampu memfleksi pergelangan kaki
 Bromage score 3
 Pernafasan

iii
Asuhan Keperawatan Post Operatif

No/hari/Tgl Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi


1 2 3 4 5 6
13 Juni Gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan 1. Atur posisi pasien 1. Mengatur posisi pasien S:
2. Ajarkan proses
2016 efek sekunder obat anestesi Asuhan Keperawatan (posisi kepala lebih  Pasien mengatakan
pergerakan (ROM)
spinal di tandai dengan : diharapkan pasien tinggi 2 bantal) kaki masih terasa berat
3. Lakukan Penilaian
2. Mengajarkan proses
DS : mampu O:
Bromage score
pergerakan.
 Pasien mengatakan menggerakkan 4. Pindahkan pasien  Pasien tidak mampu
3. Melakukan penilaian
kaki masih terasa tungkai bawah secara keruangan fleksi pergelangan kaki
Bromage score
5. Motivasi pasien
berat bertahap dengan 4. Pasien dipindahkan ke A:
untuk melakukan
DO : kriteria ruang perawatan  Masalah belum teratasi
pergerakan 5. Memotivasi pasien
 Post op. Hernia  Tidak ada P:
6. Berkolaborasi
 Pasien belum mampu untuk melakukan
neuoropati  Intervensi tetap
dengan dr untuk
untuk menggerakkan  Mampu respon pergerakan
pemberian 6. Berkolaborasi dengan dipertahankan
tungkai bawah menggerakka  Instruksikan ke perawat
 Tidak mampu fleksi regimen terapeutik dr untuk pemberian
n tungkai ruangan
pergelangan kaki regimen terapeutik
bawah melanjutkan/memodifi
 Bromage Score : 3
kasi intervensi untuk
pemulihan

iii
BAB IV

PEMBAHASAN

Dilakukan Asuhan Keperawatan Perioperative terhadap pasien Ny. P 35

tahun, yang akan dilakukan operasi Sectio Caesaria. Pada fase preanestesi

terhadap pasien telah dilakukan pemeriksaan rutin baik pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium secara umum hasilnya dalam batas

normal. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya riwayat penyakit

sistemik, tidak ada kelainan pada tulang belakang, pasien menanyakan apakah dia

dan bayinya akan selamat dan pasien tampak tegang, disimpulkan status pasien

ASA II. Pada persiapan obat regional anestesi yang digunakan Bucain bersifat

hiperbarik karena lebih aman untuk tindakan spinal, selain itu juga obat-obatan

vasopresure dan antiemetik. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada

preanestesi adalah cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur

tindakan yanng akan dilakukan (anestesi dan pembedahan).

Pada fase intraoperasi posisi pasien supine dengan menggunakan bantal,

fungsi kardiorespirasi dimonitor dengan ketat, kebutuhan cairan harus dipenuhi

sesuai kebutuhan pasien. Setelah dilakukan spinal anestesi tekanan darah pasien

menurun karena vasodilatasi pembuluh darah dampak dari obat anestesi.

Penanganan yang diberikan dengan pemberian efedrin 10 mg dan hidrasi cairan

yang adekwat. Diagnosa keperawatan yang ditemukan adalah risiko terjadi syok

hypovolemik berhubungan dengan dampak sekunder dari anestesi spinal.

Pada fase Pascaanestesi, pasien dipindah ke ruang RR, dilakukan penilaian

Bromage Score pada pasien. Saat dilakukan penilaian pasien mengatakan kaki

iii
masih kesemutan dan berat. Posisi pasien masih supine dengan kepala ditinggikan

menggunakan bantal. Pasien dapat dipindah ke ruangan dengan kriteria nilai

Bromage Score nya < 2. Sebelum di pindah pasien diberikan pendidikan

kesehatan tentang hal-hal yang dilakukan dan diperhatikan selama 24 jam setelah

operasi. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan pemenuhan

mobilitas fisik berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari pemaparan dalam laporan ini, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
iii
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim. Pesalinan seksio sesarea kelahiran bayi
melalui abdomen dan insisi uterus (kapita selekta kedokteran, 2001). Dalam
memberikan pelayanan terbaik terhadap pasien khususnya pada kasus pasien
DKP (Disproporsi Kepala Panggul) yang dilakukan tindakan Secsio Caesar,
petugas/perawat anestesi selaku pemberi pelayanan yang baik, harus dapat
melaksanakan asuhan keperawatan perianestesi secara komprehensif dengan
mengunakan proses perawatan yang meliputi: (1) pengkajian, (2)perumusan
diagnose, (3)perencanaan dan pelaksanaan tindakan, (4)evaluasi serta
dokumentasi keperawatan.

B. SARAN
Bagi perawat anestesi
Dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai petugas anestesi
diharapkan selalu menerapkan Asuhan Keperawatan Perianestesi (Pre, Intra
dan Post Anestesi) secara Komprehensif agar pasien mendapatkan pelayanaan
yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, nur h Dr MM.MSI,”emergency medical training and services EMS 119”,


Jakarta 2008
Doengoes, Marillyn E,” Rencana Asuhan Keperwatan”, jalarta: EGC,1999
Omoigui, sota,”Buku saku obat-obatan anestesia”, Jakarta: EGC, 1997.

iii
Purnama, “Kapita Selekta Kedokteran”, Media Aesculapius FK UI, 2001
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. Banc, “ Keperawatan Medikal Bedah, Brunner
dan Suddarth, Edisi B, Jakarta, 2002.
Syamsu Hidayat,” Buku Ajar Ilmu Bedah”, Jakarta; EGC, 1997
Said A Latief.Anestesiologie FKUI,2002
.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan HidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Asuhan Keperawatan dengan Judul Asuhan Keperawatan Perianestesi
pada NY. P dengan DKP (Disproporsi Kepala Panggul) yang dilakukan Sectio
caesaria di IBS RSUD Sleman. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada :

iii
1. Direktur RSUD Sleman yang memberikan ijin untuk lahan praktek bagi
kami
2. Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUD Sleman yang telah memberikan
kesempatan untuk praktek
3. Dr. Betty, Sp.An, selaku Dokter Anestesi di bagian Instalasi Bedah Central
RSUD Sleman
4. Ibu Yustianah Olfah, SST, M.Kes selaku Pembimbing pendidikan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
5. Bpk. R. Sugeng Riyadi, SST selaku Clinical Instructure di bagian Instalasi
Anestesi RSUD Sleman
6. Seluruh Perawat kamar Operasi dan Anestesi RSUD Sleman
7. Seluruh teman-teman yang telah memberi masukan dan saran sehingga
Asuhan Keperawatan ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini tentu masih banyak
kekurangan dari segi penulisan dan isi, sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.

Yogyakarta November 2013

Penulis

LEMBARAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PERIOPERATIF DENGAN DKP


(DISPROPORSI KEPALA PANGGUL) PADA NY. A YANG DILAKUKAN
TINDAKAN SECTIO CAESARIA TEKNIK REGIONAL ANESTESI
DI IBS RSUD SLEMAN

Oleh :
Destiana (PO7120412049)

iii
Telah diperiksa dan disetujui tanggal : November 2013
oleh :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

Yustianah Olfah, SST, M.Kes R. Sugeng Riyadi, SST

LAPORAN KASUS INDIVIDU


ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PERIOPERATIF DENGAN DKP
(DISPROPORSI KEPALA PANGGUL) PADA NY. P YANG DILAKUKAN
TINDAKAN SECTIO CAESARIA TEKNIK REGIONAL ANESTESI
DI IBS RSUP SLEMAN

iii
OLEH :

DESTIANA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


D-IV KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
T.A 2013/2014

iii

Vous aimerez peut-être aussi