Vous êtes sur la page 1sur 36

MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI

(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LEUKEMIA

Disusun Oleh Kelompok 18


DESNI TRI UTAMI
SYAFRIDA HANUM
TRI JULIANSYAH
UMMAMI VANESA INDRI

Dosen Pembimbing: Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk dapat memberikan sebuah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Leukemia”. Tidak lupa pula shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh teknologi yang telah kita rasakan sampai pada saat ini.

Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada ibu Yesi Hasneli, N, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing pada mata kuliah
Keperawatan Klinik VI yang telah memberikan dukungan serta motivasi. Semoga motivasi
serta dukungan yang Ibu berikan dapat menjadi pahala di sisi Allah SWT.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi para pembaca.

Pekanbaru, 26 Oktober 2012

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi ......................................................................................... 3
2.2 Etiologi ......................................................................................... 7
2.3 Manifestasi Klinik ........................................................................ 8
2.4 Evaluasi Diagnostik ..................................................................... 10
2.5 Web Of Caution............................................................................ 11
2.6 Penatalaksanaan Medis ................................................................ 12
2.7 Penatalaksanaan Keperawatan ..................................................... 14

BAB III TINJAUAN KASUS


3.1Uraian Kasus ................................................................................. 23
3.2 Pengkajian ................................................................................... 23
3.3 Analisa Data ................................................................................. 24
3.4 Asuhan Keperawatan ................................................................... 27
3.5 Web Of Caution Kasus ................................................................. 29
3.6. Penatalaksanaan Farmakologi Dan Non Farmakologi ................ 30
3.7 Tujuan Pembelajaran ................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sel darah manusia. Untuk mengetahui
tentang leukemia, kita harus mengenal dahulu sel-sel darah yang normal serta apa yang
terjadi jika terkena leukemia. Darah manusia terdiri dari cairan yang disebut sebagai plasma
darah, dan tiga kelompok sel darah. Kelompok sel darah itu dibedakan menjadi sel darah
merah, sel darah putih, dan keping-keping darah. Sel-sel darah tersebut dibuat di sumsum
tulang, di ruang medula tulang. Proses pembentukan sel-sel darah disebut dengan
hematopoiesis.
Orang dewasa memiliki sumsum yang digunakan untuk pembentukan sel berupa
sumsum tulang merah yang terbatas pada tulang anggota tubuh dan tengkorak. Meskipun
disebut sumsum tulang merah, tempat tersebut membuat sel darah merah maupun sel darah
putih. Sumsum di tulang anggota badan, tulang-tulang panjang dari tubuh, adalah dalam
bentuk sumsum lemak kuning, yang merupakan cadangan dan tidak aktif berhubungan
dengan pembuatan sel-sel darah. Akan tetapi, dapat berubah menjadi sumsum tulang merah
bilamana terdapat kekurangan darah (Green, 2009).
Sumsum tulang mengandung sel stem primitif yang memiliki kemampuan untuk
bereplikasi, berproliferasi, dan berdiferensiasi. Pembelahan garis keturunan yang pertama
dari sel ini yaitu sel myeloid dan sel limfoid. Sel myeloid menghasilkan eritrosit, myeloblast,
dan platelet melalui prekursor. Myeloblast pada sel myeloid kembali menghasilkan neutrofil,
basofil, dan eosinofil yang bergranula, serta monosit yang tidak bergranula. Sedangkan sel
limfoid menghasilkan limfoblas yang memproduksi limfosit T, limfosit B, dan Natural
Killer. Sel darah putih, terdiri dari myeloblast dan limfoblas sebagai pertahanan tubuh
terhadap serangan benda asing (Goldsmith, 2012).
Sel darah putih atau leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi atau
serangan penyakit lainnya. Sel darah merah atau eritrosit berfungsi untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, dan membawa karbondioksida dari jaringan
tubuh kembali ke paru-paru. Keping-keping darah atau trombosit sangat berperan dalam
proses pembekuan darah. Ketika terjadi leukemia, tubuh akan memproduksi sel-sel darah
yang abnormal dan dalam jumlah yang besar. Pada leukemia, sel darah yang abnormal
tersebut adalah kelompok sel darah putih. Sel-sel darah yang terkena leukemia akan sangat

4
berbeda dengan sel darah normal, dan tidak mampu berfungsi seperti layaknya sel darah
normal.
Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti
mengenai insiden leukemia di Indonesia. Leukemia terbagi menjadi dua tipe yaitu leukemia
akut dan leukemia kronik. Leukemia akut terbagi lagi menjadi Leukemia Mieloblastik Akut
(LMA) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA). Di Negara maju seperti Amerika Serikat,
LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insiden LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah
0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan pada orang yang berusia di atas 65
tahun adalah sebesar 13,7%.
LLA lebih banyak menyerang pada anak-anak dengan puncak usia 3-5 tahun. Insiden
LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.
Leukemia kronik terbagi menjadi dua yaitu Leukemia Myeloid Kronik (LMK) dan Leukemia
Limfositik Kronik (LLK). Kejadian LMK mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa.
Pada umumnya, LMK menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia
muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom
atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chernobil
meledak. LLK di Negara Barat memiliki angka kejadian 3/100.000. Usia rerata pasien saat
diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun (Sudoyo dkk, 2009)
Penyebab leukemia sejauh ini belum diketahui, namun banyak penelitian yang
dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
leukemia lebih sering menyerang kaum pria dibandingkan kaum wanita, dan juga pada
kelompok orang kulit putih dibandingkan dengan orang kulit hitam. Namun sampai saat ini
belum diketahui mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan diagnosa leukemia sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan leukemia
berdasarkan patofisiologi terjadinya leukemia.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Jumlah sel darah putih/leukosit normal pada tubuh kita bekisar antara 4500 – 11.000/µL
(Cui, 2011). Menurut Mescher pada tahun (2011), jumlah leukosit yang terdapat di dalam
tubuh dewasa normal berada pada rentang 6000 – 11.000/µL. Jumlah leukosit bervariasi
sesuai umur (Bloom & Fawcett, 2002). Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih.
Leukemia juga bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan si induk
hematopoietik (Handayani & Haribowo, 2008). Menurut Wong dkk pada tahun (2009),
leukemia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan sistem
limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang abnormal dan
imatur (Dona & Wong, 2009).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa leukemia merupakan suatu penyakit
dimana produksi sel darah putih sangat berlebihan melebihi jumlah leukosit normal di dalam
tubuh yang bersifat abnormal dan imatur. Sel-sel ini menghambat semua sel lain di sumsum
tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena hal tersebut, leukemia disebut suatu gangguan akumulatif sekaligus gangguan klonal.
Akhirnya sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang dan ini menyebabkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah menurun. Adapun klasifikasi leukemia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
A. Leukemia Akut
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Handayani &
Haribowo, 2008). Menurut Mefta & Hoffbrand pada tahun (2008), leukemia akut adalah
suatu gangguan maligna dimana sel blast hemopoetik terdapat sebanyak lebih dari 20%
dari sel sumsum tulang. Sel primitif biasanya juga berakumulasi dalam darah,
menginfiltrasi jaringan lain, dan menyebabkan gagal sumsum tulang. Leukemia akut
menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:

6
1. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Leukemia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid
(Sudoyo dkk, 2009).
Leukemia mieloblastik akut (LMA) merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Menurut klasifikasi FAB (French-American-British) LMA dibagi menjadi enam
jenis, yaitu:
M1 : Leukemia mieloblastik tanpa pematangan;
M2 : Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan;
M3 : Leukemia promielositik hipergranular;
M4 : Leukemia mielomonositik;
M5 : Leukemia monoblastik;
M6 : Eritroleukemia (Handayani & Haribowo, 2008).

2. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)


LLA adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80%
kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T.
Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-anak.
Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa (Sudoyo dkk, 2009).
Klasifikasi LLA adalah sebagai berikut:
a. Secara morfologis, menurut FAB (French, British, and American) LLA dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
i. L1 : LLA dengan sel limfoblast kecil-kecil, neukleoli yang tidak jelas,
dan merupakan 84% dari LLA, biasanya ditemukan pada anak-anak;
ii. L2 : sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli jelas,
dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari LLA, biasanya
terjadi pada orang dewasa;
iii. L3 : tipe ini memiliki sitoplasma basofil dengan banyak vakuola, dan
hanya merupakan 1% dari LLA.
b. Secara imunofenotipe LLA dapat dibagi menjadi empat golongan besar yaitu
sebagai berikut:
i. Common ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 76% dan dewasa 51%.

7
ii. Null ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 38%.
iii. T-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.
iv. B-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 1% dan dewasa 2%
(Handayani & Haribowo, 2008)
Defenisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidaknya berbagai antigen
permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL.
Null cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-
ALL merupakan penyakit yang sangat jarang, dengan morfologi L3 yang sering
berperilaku sebagai limfoma agresif (Sudoyo dkk, 2009).

B. Leukemia Kronik
Leukemia kronik memiliki sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang
dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia
kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak
dan produksi sel normal berkurang. Pada stadium dini leukemia kronik, sel leukemia
dapat berfungsi hampir seperti sel normal.
1. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
Leukemia myeloid kronik merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta
diketahui patogenesisnya. Pada tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan
kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien LMK, yaitu 22q atau hilangnya
sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai
kromosom Philadelphia (Ph). Selanjutnya di tahun 1973 Rowle menemukan bahwa
kromosom Ph terbentuk akibat adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang
kromosom 9 dan 22. Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980
diketahui bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata
didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9
yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (Break Cluster Region) yang terletak di
lengan panjang kromosom 22. Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-
ABL diduga kuat sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi dari seri
granulosit tanpa gangguan diferensiasi sehingga pada apusan darah tepi kita dapat
dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit pada pasien LMK
(Sudoyo dkk, 2009).

8
2. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai
oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum
tulang, limfonodi, limpa, hati, dan organ-organ lainnya. LLK ini masuk dalam
kelainan limfoproliferatif. Tanda-tandanya meliputi limfositosis, limfadenopati, dan
splenomegali. Kebanyakan LLK (95%) adalah neoplasma sel B, sisanya neoplasma
sel T (Sudoyo dkk, 2009).
Menurut RAI, LLK terbagi menjadi 5 stadium yaitu: O (Limfositosis darah tepi
dan sumsum tulang), I (Limfositosis + pembesaran limfonodi), II (Limfositosis +
splenomegali/hepatomegali), III (Limfositosis + anemia, Hb kurang dari 11 gram/dL),
IV (Limfositosis + trombositopenia, trombosit kurang dari 100.000/uL). Sedangkan
menurut Binet, LLK terbagi menjadi 3 stadium yaitu: A (Limfositosis darah tepi dan
sumsum tulang +), B (kurang dari 3 daerah limfoid yang membesar, Limfositosis
darah tepi, dan sumsum tulang +), C (≥3 daerah limfoid yang membesar, stadium B +
anemia, Hb kurang dari 11 g/dL pada pria dan kurang dari 10 gr/dL pada perempuan
atau trombositopenia (kurang dari 100.000/µL).
Pasien dengan LLK dapat menunjukkan berbagai komplikasi akibat progresivitas
penyakitnya.
a. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi dan penyebab utama kematian. S. pneumoniae,
S. aureus, dan H. influenza merupakan organism yang sering dijumpai pada
pasien LLK yang tidak diberikan terapi imunosupresi.
b. Hipogamaglobulinemia
Hal ini dijumpai lebih dari 66% pasien akhir penyakit ini. Semua kelas
immunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM) biasanya menurun, meskipun juga dijumpai
hanya satu atau dua immunoglobulin saja yang turun.
c. Transformasi Menjadi Keganasan Limfoid yang Agresif
Transformasi ini terjadi sekitar 10 – 15%. Yang paling sering adalah sindroma
Ritcher (5%) dan leukemia prolimfositik. Pasien dengan sindroma Ritcher
(limfoma sel besar) sering didapatkan limfadenopati dan hepatosplenomegali
yang progresif, demam, nyeri abdomen, penurunan berat badan, anemia, dan
trombositopenia progresif.

9
d. Komplikasi Akibat Penyakit Autoimun
Komplikasi terjadi jika terdapat tes anti globulin direct yang positif (Coomb’s
Test), anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia, dan aplasia sel darah merah
murni (Sudoyo dkk, 2009).

2.2 Etiologi
Sebagian besar penderita leukemia memiliki faktor-faktor penyebab yang tidak dapat
diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia sesuai
dengan klasifikasinya.
A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Etiologi dari LMA sebagian besar tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa
faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi
LMA pada populasi tertentu. Benzene suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada
industri penyamakan kulit di negara yang sedang berkembang, diketahui merupakan zat
leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan
LMA. Ini diketahui dari penelitian tingginya insidiensi kasus leukemia, termasuk LMA,
pada orang orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Efek dari leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak
1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 sampai 7 tahun.

B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)


Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan
sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-
anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA,
yaitu:
1. Radiasi ionik. Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan untuk berkembang menjadi LLA;
2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan kerusakan sumsum
tulang, kerusakan kromosom;
3. Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia diatas 60 tahun.

10
C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
Penyebab pasti LMK belum diketahui secara pasti. Tetapi LMK meningkat setelah
peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, dan juga di Rusia setelah reaktor atom
Chernobil meledak. Dengan kata lain, radiasi ionik menyebabkan terjadinya LMK.

D. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)


Penyebab LLK masih belum diketahui. Kemungkinan yang berperan adalah
abnormalitas kromosom, onkogen, dan retrovirus (RNA tumour virus).

2.3 Manifestasi Klinik


A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
LMA berbeda dengan anggapan umum selama ini dimana pada pasien LMA tidak
selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang
15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal, dan sekitar 35% pasien mengalami
netropenia.
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas.
Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering di jumpai
pada ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi, dan retina. Infeksi sering
terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit, dan daerah peri rekta, sehingga organ-organ
tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam (Sudoyo dkk,
2009). Hal ini dapat disebabkan diferensiasi sel ke bagian myeloid khususnya monosit.
Monosit berperan dalam sistem retikuloendotelial (RES) yang meliputi makrofag alveolar
dalam paru, kulit, dan makrofag pada usus (Mehta & Hoffbrand, 2008).
Pasien dengan angka leukosit yang sengat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh
darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi
sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri
dada, dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan
gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit
yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung
organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis
yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi di sel-

11
sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi
sel-sel blast di dalam tulang akan menyebabkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel
blast ke dalam gusi.

B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)


Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan
kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi
sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di
darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan
(Sudoyo dkk, 2009). Anemia pada pasien LLA menyebabkan kelemahan, dyspnea,
bahkan gagal jantung kongestif. Sedangkan perdarahan yang terjadi merupakan akibat
dari trombositopenia (Burke, 2012). Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada
separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru
didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.

C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)


LMK dibagi menjadi 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya, yakni fase kronik,
fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan,
pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LMK ditemukan secara
kebetulan, misalnya pada persiapan pra operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat
tanpa gejala gejala infeksi. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh merasa cepat
kenyang. Hal ini disebabkan karena pembesaran limpa dimana limpa mendesak lambung.
Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah, demam yang tidak
terlalu tinggi, keringat malam.
Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan
tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi lebih progresif atau mengalami
akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan, pasien berada pada fase kronis, maka
kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi adalah
leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer
mencapai 15-30%, promielosit lebih dari 30%, dan trombosit kurang dari 100.000/mm3.
Secara klinis, fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi,
kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie, ekimosis. Bila

12
disertai demam, biasanya terdapat infeksi. Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi
secara mendadak tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blast.
D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)
Awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).
Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati, penurunan berat
badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi pada
awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat
penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada
akhirnya mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.

2.4 Evaluasi Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan leukemia adalah sebagai
berikut:
1. Darah lengkap: menunjukkan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit, jumlah sel
darah merah, dan trombosit. Jumlah sel darah putih meningkat pada leukemia kronik,
tetapi juga dapat turun, normal, atau tinggi pada leukemia akut;
2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnostik definitif;
3. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar masuknya sel-
sel leukemia cepat dan penggunaaan obat sitotoksit;
4. Sinar x dada: untuk mengetahui luasnya penyakit;
5. Profil kimia, EKG, dan kultur spesimen untuk menyingkirkan masalah atau penyakit
lain yang timbul.

13
2.5 Web Of Caution (WOC)

Kelainan kromosom, radiasi ionik,


terpajan bahan-bahan kimia, penggunaan
obat-obat imunosupresif

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal


untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Akumulasi sel darah Infiltrasi


putih di sumsum Ekstramedular
tulang
Pembesaran limpa
(splenomegali) dan
Eritrosit Trombosit
pembesaran hati
menurun menurun
(hepatomegali)

Anemia Trombositopenia, Mk:


ptekie, epistaksis Gangguan Mendesak
rasa lambung
nyaman
Sel kekurangan Perdarahan nyeri
oksigen dan nutrisi Anoreksia, mual,
dan muntah

Mk: Aktual/Risiko
BB Kelemahan tinggi penurunan
menurun volume cairan

Mk: Intoleransi
aktivitas

Mk: Gangguan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

14
2.6 Penatalaksanaan Medis
Berikut adalah penatalaksanaan secara medis yang dapat diberikan kepada pasien
leukemia berdasarkan klasifikasi atau tipe dari leukemia.
A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien LMA adalah sebagai berikut:
1. Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan pada beberapa kasus dapat
menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang
biasanya digunakan meliputi daunorubicin, hydrochloride (cerubidine), cytarabine
(Cytosar-U), dan mercaptopurine (purinethol);
2. Pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera;
3. Transplantasi sumsum tulang.
Sebaiknya pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam (sub Bagian Hematologi) untuk
penatalaksanaan lebih lanjut (Muttaqin dkk, 2009).

B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)


Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah LLA adalah kemoterapi. Kemoterapi
untuk LLA yang paling mendasar terdiri atas panduan obat.
I. Induksi remisi
Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologik
sehingga hematopoiesis dapat kembali normal.
a. Obat yang digunakan terdiri atas:
1) Vincristine (VCR) = 1,5 mg/m2/minggu secara IV;
2) Prednison (Pred) = 6 mg/m2/hari secara oral;
3) L.Asparaginase (L.asp) = 10.000 U/m2;
4) Daunorubicin (DNR) = 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b. Regimen yang digunakan untuk LLA dengan risiko standar terdiri atas:
1) Prednison + VCR;
2) Prednison + VCR + L. Asparaginase.
c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara
lain :
1) Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase;
2) DNR + VCR + Prednison + L.Asparaginase dengan atau tanpa
siklofosfamid.

15
II. Terapi post-remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi
dalam SSP dan testis);
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant
terhadap regimen induksi remisi yang bertujuan untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten obat;
c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6
MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.

C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)


Medikasi ataupun terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan LMA yaitu:
a. Busulphan (myleran): dosis 0,1-0,2 mg/kg BB/hari, terapi dimulai jika leukosit
naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, dan bahaya timbulnya leukemia akut;
b. Hidroksiurea: dosis dititrasi dari 500-2.000 mg, kemudian diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3, efek sampingnya
lebih sedikit;
c. Interferon alfa: biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea.
d. Tranplantasi sumsum tulang, memberikan harapan penyembuhan jangka
panjang, terutama untuk penderita yang berusia kurang dari 40 tahun.
Penanganan umum yang diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell
transplantation.
e. Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler
Obat baru inatinib mesilate (gleevec) yang dapat menekan aktivitas tyrosine
kinase, sehingga menekan proliferasi sel myeloid.

D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)


Pengobatan sebaiknya tidak diberikan pada klien tanpa gejala, karena hal ini tidak
memperpanjang hidup. Hal yang perlu dihadapi adalah klien yang menunjukkan
progresivitas limfadenopati atau splenomegali, anemia, trombositopenia, atau gejala
akibat desakan tumor. Obat-obatan yang perlu diberikan adalah sebagai berikut:
a. Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB/hari per oral;

16
b. Kortikosteroid sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia
atau demam tanpa seinfeksi;
c. Radioterapi dengan menggunakan sinar x kadang-kadang menguntungkan bila
ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

2.7 Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut Handayani & Haribowo pada tahun (2009), langkah-langkah keperawatan yang
dapat dilakukan terhadap klien dengan leukemia adalah sebagai berikut:
A. Pengkajian
1. Identifikasi batasan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dilaporkan oleh pasien
dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik;
2. Gambaran klinis akan beragam dengan tipe leukemia yang terjadi yaitu kelemahan
dan keletihan, kecenderungan perdarahan, petekia dan ekimosis, nyeri, sakit
kepala, muntah, demam, dan infeksi;
3. Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan perubahan sel-sel darah putih dan
trombositopenia.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik;
(Pada Buku SDKI, diagnosa keperawatan nyeri dibagi menjadi 2 yaitu Nyari Akut dan
Nyeri Kronis).
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yaitu Defisit Nutrisi).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia;
4. Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan Resiko tinggi penurunan volume cairan yaitu
Resiko Hipovolemia).
5. Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi;

17
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam
fungsi dan peran;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan gangguan gambaran diri yaitu Gangguan
Identitas Diri).
7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi karena
perubahan peran dan fungsi diri.

Menurut Doenges (2012) diagnosa keperawatan yang muncul pada penderita leukimia
adalah sebagai berikut.
1. Mencegah infeksi selama fase akut penyakit.
2. Mempertahankan volume sirkulasi darah.
3. Menghilangkan nyeri.
4. Meningkatkan fungsi fisik optimal.
5. Memberikan dukungan psikologis.
6. Memberikan informasi tentang proses penyakit.

18
C. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah penjelasan mengenai intervensi dari masing-masing diagnosa
keperawatan yang telah diambil:
a. Diagnosa keperawatan 1
Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri;
2. Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi nyeri;
3. Menerima medikasi nyeri sesuai dengan resep yang diresepkan;
4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang nyeri;
5. Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik;
6. Mengidentifikasi strategi peredaan nyeri;
7. Menggunakan strategi peredaan nyeri dengan tepat.

Intervensi Rasional
Kaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas, Memberikan dasar untuk mengkaji
frekuensi, dan durasi. perubahan pada tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
Tenangkan klien bahwa anda mengetahui Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap
nyeri yang dirasakannya adalah nyata dan nyata dapat meningkatkan ansietas dan
bahwa anda akan membantu klien dalam mengurangi toleransi nyeri.
mengurangi nyeri tersebut.
Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, Memberikan data tentang faktor-faktor
keletihan, dan marah klien. yang menurunkan kemampuan klien untuk
menoleransi nyeri dan meningkatkan
tingkat nyeri klien.
Berikan analgetik untuk meningkatkan Analgetik cenderung lebih efektif ketika
peredaan nyeri optimal dalam batas resep diberikan secara dini pada siklus nyeri.
dokter.
Kaji respon perilaku klien terhadap nyeri Memberikan informasi tambahan tentang
dan pengalaman nyeri. nyeri klien.
Kolaborasikan dengan klien, dokter, dan Metode baru pemberian analgetik harus
tim perawatan kesehatan lain ketika dapat diterima klien, dokter, dan tim
mengubah penatalaksanaan nyeri perawatan kesehatan lain agar dapat
diperlukan. efektif, partsipasi klien menurunkan rasa
ketidakberdayaan klien.
Ajarkan klien strategi baru untuk Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi
meredakan nyeri: distraksi, imajinasi, dan yang tersedia bagi klien.
relaksasi.
Berikan dukungan penggunaan strategi Memberikan dorongan strategi peredaan
pereda nyeri yang telah klien terapkan nyeri yang dapat diterima klien dan
dengan berhasil pada pengalaman nyeri keluarga.
sebelumnya.

19
b. Diagnosa keperawatan 2
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi
Tujuan: mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi
Kriteria Hasil:
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dilakukan pada klien dengan masalah nutrisi:
1. Melaporkan penurunan mual;
2. Melaporkan penurunan muntah;
3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;
4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika diindikasikan;
5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;
6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.

Intervensi Rasional
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah Setiap klien berespon secara berbeda
pemberian obat sesuai dengan kesukaan terhadap makanan setelah kemoterapi,
dan toleransi klien. makanan kesukaan dapat meredakan
mual dan muntah klien.
Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi Sensasi tidak menyenangkan dapat
yang tidak menyenangkan di lingkungan. menstimulasi pusat mual dan muntah.
Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi Menurunkan ansietas yang dapat
sebelum dan sesudah kemoterapi. menunjang mual muntah.
Berikan antiemetic, sedative, dan Kombinasi terapi obat berupaya untuk
kostikosteroid yang diresepkan. mengurangi mual muntah melalui kontrol
berbagai faktor pencetus.
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat Volume cairan yang adekuat akan
sebelum, selama, dan sesudah pemberian mengencerkan kadar obat, mengurangi
obat. Kaji intake dan output cairan. stimulasi reseptor muntah.
Berikan dukungan-dukungan kepada klien Mengurangi rasa kecap yang tidak
agar dapat menjaga personal hygene menyenangkan.
dengan baik.
Berikan tindakan pereda nyeri jika Meningkatkan rasa nyaman akan
diperlukan. meningkatkan toleransi fisik terhadap
gejala yang dirasakan.

c. Diagnosa keperawatan 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.
Kriteria Hasil

20
Kriteria hasil pada klien dengan masalah nyeri adalah bila didapatkan adanya hal-hal
berikut ini:
1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;
2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;
3. Istirahat ketika mengalami keletihan;
4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;
5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;
6. Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;
Intervensi Rasional
Berikan dorongan untuk istirahat Selama istirahat, energi dihemat dan
beberapa periode selama siang hari, tingkat energi diperbarui. Beberapa kali
terutama sebelum dan sesudah latihan periode istirahat singkat mungkin lebih
fisik. bermanfaat dibandingkan satu kali periode
istirahat yang panjang.
Tingkatkan jam tidur total pada malam Tidur membantu untuk memulihkan
hari. tingkat energi.
Atur kembali jadwal setiap hari dan atur Pengaturan kembali aktivitas dapat
aktivitas untuk menghemat pemakaian mengurangi kehilangan energy dan
energi. mengurangi stressor.
Berikan masukan protein dan kalori Penipisan kalori dan protein menurunkan
yang adekuat. toleransi aktivitas.
Berikan dorongan untuk teknik Peningkatan relaksasi dan istirahat
relaksasi. psikologis dapat menurunkan keletihan
fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah Penurunan hemoglobin akan mencetuskan
sesuai yang diresepkan. klien pada keletihan akibat penurunan
ketersediaan oksigen.

d. Diagnosa keperawatan 4
Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah dan perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit
meningkat.
Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
Intervensi Rasional
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa) ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah
dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik

21
Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya sistem kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi mempertahankan
tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:
Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk pemberian
intravena, jika memungkinkan berikan cairan cepat dan memudahkan perawat
produk darah sesuai yang diresepkan dalam melakukan control intake dan output
cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung
platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct
berindikasi terhadap perdarahan

e. Diagnosa keperawatan 5
Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena
perubahan peran fungsi.
Tujuan: klien mampu melewati proses berduka dengan sesuai.
Kriteria Hasil:
1. Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase terbuka;
2. Klien dan keluarga mengidentifikasi sumber sumber yang tersedia untuk
membantu strategi koping selama berduka;
3. Klien dan keluarga menggunakan sumber - sumber dan dukungan secara sesuai;
4. Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara terbuka satu
sama lain;
5. Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka
terhadap satu sama lain.
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar klien mampu menggunakan koping
yang efektif untuk mengatasi perasaan duka yang dihadapinya.
Intervensi Rasional
Bantu klien untuk mengungkapkan Dasar pengetahuan yang akurat dan
ketakutan, kekhawatiran, dan pertanyaan meningkat akan mengurangi ansietas dan
tentang penyakit, pengobatan, serta melurusskan miskonsepsinya.
implikasinya di masa yang akan datang.
Berikan dukungan partisipasi aktif dari klien Partisipasi aktif akan mempertahankan
dan keluarganya dalam keputusan perawatan kemandirian dan control emosi klien.
dan pengobatan.
Berikan dukungan agar klien dapat Hal ini memungkinkan untuk
membuang perasaan negatif. mengekspresikan emosional tanpa
kehilangan harga diri.

22
Berikan waktu untuk klien menangis dan Perasaan ini di perlukan untuk terjadinya
mengekspresikan kesedihannya. perpisahann dan kerenggangan .
Libatkan petugas sesuai dengan yang Guna memfasilitasi proses berduka dan
diinginkan oleh klien dan keluarga. perawatan spiritual.
Sarankan konseling professional sesuai yang Hal ini memfasilitasi proses berduka
diindikasikan bagi klien dan keluarganya
untuk menghilangkan proses berduka yang
patologis.
Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk Proses berduka beragam. Oleh karena itu
beralih melewati proses berduka. untuk menyelesaikan proses berduka,
keberagaman ini harus di biarkan terjadi.

f. Diagnosa keperawatan 6
Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria Hasil:
Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi kriteria
berikut ini.
1.Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan pengobatan;

2.Mengidentifikasi perasaan negative dan positif serta ancaman terhadap citra diri;

3.Mengungkapkan mengenai adanya kemungkinan kerontokan rambut yang dimiliki;

4.Menyebutkan rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut dan pengobatan;

5.Melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan kerontokan rambut.

Intervensi keperawatan pada klien dengan masalah gangguan integritas kulit adalah agar
masalah gangguan integritas kulit pada klien dapat teratasi.

Intervensi Rasional
Diskusikan potensial kerontokan rambut Memberikan informasi, sehingga klien
dan pertumbuhan kembali rambut dan keluarganya dapat mulai untuk
bersama klien dan keluarga. bersiap diri secara kognitif dan emosional
terhadap kerontokan.
Cegah atau minimalkan dampak Meminimalkan kerontokan rambut akibat
kerontokan rambut melalui langkah- beban berat dan tarikan pada rambut.
langkah berikut ini.
a. Potong rambut yang panjang
sebelum pengobatan.
b. Hindari pemakaian shampoo yang
berlebihan.
c. Menggunakan shampoo ringan
dan conditioner.

23
d. Hindari penggunaan pengeriting
listrik, pemanas, pengering
rambut, dan penjepit.
e. Hindari menyisir berlebihan,
gunakan sisir yang bergerigi
lebar.
Cegah trauma pada kulit kepala. Membantu dalam mempertahankan
pertumbuhan rambut.
Sarankan cara untuk membantu dalam Menyamarkan kerontokan rambut.
mengatasi kerontokan rambut seperti
mengenakan wik atau memakai topi.
Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut Menenangkan klien bahwa kerontokan
biasanya mulai kembali ketika rambut biasanya bersifat sementara.
pengobatan telah selesai.

g. Diagnosa keperawatan 7
Gangguan gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, fungsi,
dan peran.
Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan,maka citra tubuh dan harga
diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Kriteria hasil pada klien ini adalah:
1. Mengidentifikasi hal hal yang penting;
2. Mengambil peran aktif dalam aktivitas;
3. Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan;
4. Mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan;
5. Ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan gambaran diri
bertujuan agar tercapai peningkatan harga diri.
Intervensi Rasional
Kaji perasaan klien tentang gambaran dan Setiap klien berespons secara
tingkat harga diri. berbeda terhadap makanan setelah
kemoterapi,makanan kesukaan dapat
meredakan mual muntah klien.
Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang Memberikan motivasi
kontinu dalam aktivitas dan pembuatan memungkinkan control kontinu
keputusan. terhadap kejadian dan diri klien.
Berikan dukungan pada klien untuk Mengidentifikasi kekhawatiran
mengungkapkan kekhawatirannya. merupakan satu tahapan penting
dalam mengatasinya.
Bantu klien dalam perawatan diri ketika Kesejahteraan fisik meningkatkan
keletihan. harga diri.

24
Berikan motivasi kepada klien dan Memberikan kesempatan untuk
pasangannya untuk saling berbagi mengekspresikan kekhawatirannya.
kekhawatiran mengenai perubahan fungsi
seksual.

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Uraian Kasus


Tn. Z berusia 27 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam, lemah, tidak
bertenaga dan nafsu makan menurun disertai mual dan muntah. Keluhan tersebut dirasakan
sejak 5 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit, akhir-akhir ini sering disertai dengan suka
pingsan. Saat pemeriksaan, didapatkan kondisi klien pucat, konjungtiva anemis, lemah,
pusing, berkunang saat berdiri, nafsu makan menurun, pada palpasi abdomen terdapat
hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk. Hasil pemeriksaan TTV dan laboratorium
didapatkan, TD: 110/70 mmHg, N: 108x/i, S : 38,50 C, RR: 18x/i, Hb: 9,3 g/dL (N: 13,5-17,5
g/dL), Leukosit: 24000/mm3 (6000-11000/mm3), Trombosit: 100.000 (150.000-
400.000/mm3).

3.2 Pengkajian
A. Data Subjektif:
1. Klien mengatakan badannya terasa lemah
2. Klien mengatakan tidak nafsu makan
3. Klien mengatakan mual dan muntah
4. Kilen mengatakan pusing
5. Klien mengatakan berkunang saat berdiri

A. Data Objektif:
1. Klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, lemah, pusing, berkunang saat berdiri, dan
nafsu makan menurun
2. Pada palpasi abdomen terdapat hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk
3. Tanda-tanda vital dan laboratorium didapatkan , TD: 110/70 mmHg, N: 108x/I, S:
38,50 C, RR: 18x/i, Hb: 9,3 g/dL (N : 13,5-17,5 g/dL), Leukosit: 24000/mm3 (6000-
11000/mm3), Trombosit: 100.000 (150.000-400.000/mm3).

25
Pada tahap pengkajian dari askep leukimia yang kami kritisi, data pengkajian yang disajikan
sangatla sedikit sekali dan tidak lengkap, sedangkan pada suatu tahap pengkajian, data-data
yang harus dikaji sangatla banyak dan mendetail ditambah dengan pemeriksaan penunjang
yang lengkap dan akurat agar dapat menegakkan suatu diagnosa keperawatan.

Pada Doenges (2012) data dasar pengkajian pada pasien leukimia yang harus dikajo pada saat
pengkajian adalah sebagai berikut.

1. Aktivitas
Gejala : Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas seperti biasanya.
Tanda : Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.

2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi
Tanda : Takikardia, murmur jantung. Kulit, membran mukosa pucat. Defisit
saraf kranial dan/atau tanda perdarahan serebral.
3. Eliminasi
Gejala : Diare; nyeri tekan perinari, nyeri.
4. Integritas Ego
Gejala : Perasaan tak berdaya/ tak ada harapan
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, penurunan berat badan,
faringitis, disfagia.
Tanda : Distensi abdominal, penurunan bunyi usus. Splenomegali;
hepatomegali; ikterik. Stomatitis, ulkus mulut.
6. Neurosensori
Gejala : Kurang/penurunan koordinasi. Perubahan alam perasaan, kacau,
disorientasi kurang konsentrasi. Pusing, kebas, kesemutan, parastesia.
Tanda : Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal,
kram otot.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.

26
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek dengan kerja minimal
Tanda : Dispnea, takipnea, batuk, gemericik, ronki, pernapasan bunyi napas.
9. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi saat ini/dahulu; jatuh
Gangguan pengelihatan/kerusakan
Tanda : Demam, infeksi; kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan
gusi atau epistaksis.
10. Seksualitas
Gejala : Perubahan libido, perubahan aliran menstruasi, menoragia. Impoten.
11. Penyuluhan
Gejala : Riwayat terpajan pada kimiawi

3.3 Analisa Data


No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS: - Klien mengatakan badannya Gangguan
terasa lemah. Proliferasi sel kanker nutrisi kurang
- Klien mengatakan tidak dari kebutuhan
nafsu makan. tubuh
- Klien mengatakan mual dan Sel kanker bersaing
muntah. dengan sel normal Defisit Nutrisi
DO: - Klien tampak gelisah. untuk mendapatkan
- Klien tampak pucat dan nutrisi
lemah.
- Turgor kulit jelek.
- Mukosa bibir kering. Infiltrasi
- BB awal 55 kg.
- BB sekarang 49 kg.
- TB 160 cm. Sel normal diganti
-Hepatomegali dengan sel kanker
-Splenomegali
- S: 38,50 C
- Hb: 9,3 g/dL Infiltrasi
- Leukosit: 24000/mm3 Ekstramedular (Limpa
& Hati)

Splenomegali &
Hepatomegali

Mendesak Lambung

27
Anoreksia, mual dan
muntah
2. DS: - Klien mengatakan pusing. Intoleransi
- Klien mengatakan Proliferasi sel kanker aktivitas
badannya lemah.
- Klien mengatakan
berkunang saat berdiri. Sel kanker bersaing
- Klien mengatakan dengan sel normal
mengalami tanda-tanda ini untuk mendapatkan
sejak 5 bulan terakhir. nutrisi
DO: - Klien tampak lemah.
- Klien tampak pucat.
- Klien tampak anemis. Infiltrasi
- Aktivitas klien tampak
dibantu.
- HB 9,3 g/dL
Sel normal diganti
- S: 38,50 C
dengan sel kanker
- Leukosit 24000/mm3.

Akumulasi sel
darah putih
sumsum tulang

Eritrosit ↓

Anemia

Sel kekurangan
oksigen dan nutrisi

Intoleransi
Aktivitas

28
3. DS: - Klien mengatakan mual dan Risiko tinggi
Proliferasi sel kanker
muntah penurunan
DO: - Turgor kulit buruk volume cairan
- Hb: 9,3 g/dL
- Trombosit: 100.000/mm3 Sel kanker bersaing Resiko
- Leukosit: 24000/mm3 dengan sel normal Hipovolemia
untuk mendapatkan
nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti


dengan sel kanker

Akumulasi Infiltrasi
sel darah sel
putih medular
sumsum
tulang
Hepatosple
nomegali
Trombosit
menurun
Mendesak
lambung
Trombosito
penia
Mual,
muntah
Risiko
perdarahan

Aktual/risiko
tinggi
penurunan
volume cairan

29
3.4 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul adalah


sebagai berikut:
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yaitu Defisit Nutrisi).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia;
3. Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan Resiko tinggi penurunan volume cairan yaitu
Resiko Hipovolemia).

3.5 Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
malaise, anoreksia, mual, dan muntah.
Tujuan: Mengurangi mual dan muntah
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan mual;
2. Melaporkan penurunan muntah;
3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;
4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika
diindikasikan;
5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;
6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah Setiap klien berespon secara berbeda
pemberian obat sesuai dengan kesukaan terhadap makanan setelah kemoterapi,
dan toleransi klien. makanan kesukaan dapat meredakan mual
dan muntah klien.
Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi Sensasi tidak menyenangkan dapat
yang tidak menyenangkan di lingkungan. menstimulasi pusat mual dan muntah.
Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi Menurunkan ansietas yang dapat
sebelum dan sesudah kemoterapi. menunjang mual muntah.
Berikan antiemetik, sedatif, dan Kombinasi terapi obat berupaya untuk
kostikosteroid yang diresepkan. mengurangi mual muntah melalui kontrol
berbagai faktor pencetus.
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat Volume cairan yang adekuat akan
sebelum, selama, dan sesudah pemberian mengencerkan kadar obat, mengurangi
obat. Kaji intake dan output cairan. stimulasi reseptor muntah.
Berikan dukungan-dukungan kepada klien Mengurangi rasa kecap yang tidak
agar dapat menjaga personal hygene menyenangkan.
dengan baik.
Berikan tindakan pereda nyeri jika Meningkatkan rasa nyaman akan
diperlukan. meningkatkan toleransi fisik terhadap

30
gejala yang dirasakan.

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;
2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;
3. Istirahat ketika mengalami keletihan;
4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;
5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;
6.Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang
dianjurkan;
Berikan dorongan untuk istirahat beberapa Selama istirahat, energi dihemat dan
periode selama siang hari, terutama tingkat energi diperbarui. Beberapa kali
sebelum dan sesudah latihan fisik. periode istirahat singkat mungkin lebih
bermanfaat dibandingkan satu kali periode
istirahat yang panjang.
Tingkatkan jam tidur total pada malam Tidur membantu untuk memulihkan tingkat
hari. energi.
Atur kembali jadwal setiap hari dan atur Pengaturan kembali aktivitas dapat
aktivitas untuk menghemat pemakaian mengurangi kehilangan energy dan
energi. mengurangi stressor.
Berikan masukan protein dan kalori yang Penipisan kalori dan protein menurunkan
adekuat. toleransi aktivitas.
Berikan dorongan untuk teknik relaksasi Peningkatan relaksasi dan istirahat
imajinasi. psikologis dapat menurunkan keletihan
fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah sesuai Meningkatkan rasa nyaman akan
yang diresepkan. meningkatkan toleransi fisik terhadap
gejala yang dirasakan.

Pada Doenges (2012) Tindakan intervensi pada diagnosa keperawatan intoleransi


aktivitas adalah
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas atau aktivitas sehari-hari.
2. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat
sebelum makan.
3. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada
berdiri. Bantu ambulasi/aktivitas lain sesuai indikasi.
4. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan.
5. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.

31
Diagnosa 3: Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah dan risiko perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit
meningkat.
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa). Pantau masukan/haluaran ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah
dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik
Auskultasi TD dan awasi frekuensi jantung Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya sistem kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi mempertahankan
tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:
Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk pemberian
intravena, jika memungkinkan berikan cairan cepat dan memudahkan perawat
produk darah sesuai yang diresepkan dalam melakukan control intake dan output
cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung
platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct
berindikasi terhadap perdarahan
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa) ditentukan dari keadaan status cairan

32
3.4 WOC Kasus
Kelainan kromosom, radiasi ionik,
terpajan bahan-bahan kimia,
penggunaan obat imunosupresif

Proliferasi Sel
Kanker

sel kanker bersaing dengan sel


normal untuk mendapat nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti


dengan sel kanker

Akumulasi sel Infiltrasi


darah putih Extramedular
sumsum tulang

Anemia Trombositopenia Pembesaran limpa


dan hati

Sel kekurangan Risiko Mendesak lambung


oksigen dan perdarahan
nutrisi
Anoreksia, mual,
dan muntah
Intoleransi
Aktivitas
Aktual/risiko Gangguan
tinggi penurunan pemenuhan
volume cairan kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

33
3.5 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
A. Penatalaksanaan Farmakologi
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan
setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien
leukemia adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia.
Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah
sakit. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat
kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa
minggu.

B. Penatalaksanaan Non Farmakologi


Penelitian lebih lanjut mengenai cara untuk mengatasi kanker salah satunya adalah
dengan menggunakan kulit manggis. Sebagai obat herbal kanker, kulit manggis memiliki
kemampuan istimewa mampu mendorong sel kanker melakukan bunuh diri.
Alfamangostin dan garsinon-E yang merupakan turunan dari senyawa xanthone mampu
menghambat proliferasi sel kanker dengan mengaktivasi enzim kaspase 3 & 9 yang
memicu apoptosis atau program bunuh diri sel kanker. Berdasarkan hasil dari beberapa
penelitian, mangostin dan metanol pada ekstrak kulit manggis mempunyai potensi
sebagai kemopreventif (mencegah inisiasi, menghambat perkembangan) terhadap kanker.
Cara untuk mengolah kulit manggis yaitu gunakan sendok untuk mengeruk bagian
dalam kulit yang sudah dibersihkan, dan pisahkan dari kulit keras di bagian luarnya.
Setelah itu, dinginkan di dalam lemari pendingin jika hendak disimpan hingga jumlahnya
mencukupi. Lalu, campur dengan ethanol dan air dengan perbandingan 1:2 dan hancurkan
dengan blender. Endapkan selama 24 jam, setelah itu saring untuk memisahkan ampas
dengan ekstrak xanthone kulit manggis. Lalu campurkan xanthone dengan rosela dan
madu dipanaskan dengan suhu 90-95 derajat celsius selama 10 menit untuk menguapkan
ethanol. Setelah itu, dinginkan dengan suhu kamar lalu campurkan dengan flavor anggur
atau apel. Lalu xanthone siap untuk dinikmati dengan dicampur air.
Penderita leukemia sering mengalami nyeri akibat proliferasi dan infiltrasi sel-sel
kanker. Untuk mengatasi nyeri, dapat dilakukan teknik meditasi seperti yoga.

34
3.6 Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan Leukemia dengan benar dan tepat.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bloom & Fawcett, D.W. 2002. Buku ajar histology. Jakarta: EGC

Burke, J.M. 2012. Dx/Rx leukemia. Mississauga: Jones & Bartlett Learning

Cui, D. 2011. Atlas of histology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Goldsmith, C. 2012. Leukemia. Minneapolis: USA Today

Green, J.H. 2009. Fisiologi kedokteran. Tangerang: Binarupa Aksara

Handayani,W. & Haribowo, A.S. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Mehta, A. & Hoffbrand, V. 2008. At a glance hematologi. Jakarta: Erlangga

Mescher, A.L. 2011. Histologi dasar Junqueira. Jakarta: EGC

Muttaqin, A. 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan

Sudoyo, A.W dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing

Wong, D.L dkk. 2009.Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC

Daftar pustaka yang digunakan dalam pembuatan makalah ini cukup baik, banyak
menggunakan buku referansi

36

Vous aimerez peut-être aussi