Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk dapat memberikan sebuah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Leukemia”. Tidak lupa pula shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh teknologi yang telah kita rasakan sampai pada saat ini.
Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada ibu Yesi Hasneli, N, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing pada mata kuliah
Keperawatan Klinik VI yang telah memberikan dukungan serta motivasi. Semoga motivasi
serta dukungan yang Ibu berikan dapat menjadi pahala di sisi Allah SWT.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi para pembaca.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
berbeda dengan sel darah normal, dan tidak mampu berfungsi seperti layaknya sel darah
normal.
Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti
mengenai insiden leukemia di Indonesia. Leukemia terbagi menjadi dua tipe yaitu leukemia
akut dan leukemia kronik. Leukemia akut terbagi lagi menjadi Leukemia Mieloblastik Akut
(LMA) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA). Di Negara maju seperti Amerika Serikat,
LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insiden LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah
0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan pada orang yang berusia di atas 65
tahun adalah sebesar 13,7%.
LLA lebih banyak menyerang pada anak-anak dengan puncak usia 3-5 tahun. Insiden
LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.
Leukemia kronik terbagi menjadi dua yaitu Leukemia Myeloid Kronik (LMK) dan Leukemia
Limfositik Kronik (LLK). Kejadian LMK mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa.
Pada umumnya, LMK menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia
muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom
atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chernobil
meledak. LLK di Negara Barat memiliki angka kejadian 3/100.000. Usia rerata pasien saat
diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun (Sudoyo dkk, 2009)
Penyebab leukemia sejauh ini belum diketahui, namun banyak penelitian yang
dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
leukemia lebih sering menyerang kaum pria dibandingkan kaum wanita, dan juga pada
kelompok orang kulit putih dibandingkan dengan orang kulit hitam. Namun sampai saat ini
belum diketahui mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan diagnosa leukemia sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan leukemia
berdasarkan patofisiologi terjadinya leukemia.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Jumlah sel darah putih/leukosit normal pada tubuh kita bekisar antara 4500 – 11.000/µL
(Cui, 2011). Menurut Mescher pada tahun (2011), jumlah leukosit yang terdapat di dalam
tubuh dewasa normal berada pada rentang 6000 – 11.000/µL. Jumlah leukosit bervariasi
sesuai umur (Bloom & Fawcett, 2002). Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih.
Leukemia juga bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan si induk
hematopoietik (Handayani & Haribowo, 2008). Menurut Wong dkk pada tahun (2009),
leukemia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan sistem
limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang abnormal dan
imatur (Dona & Wong, 2009).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa leukemia merupakan suatu penyakit
dimana produksi sel darah putih sangat berlebihan melebihi jumlah leukosit normal di dalam
tubuh yang bersifat abnormal dan imatur. Sel-sel ini menghambat semua sel lain di sumsum
tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena hal tersebut, leukemia disebut suatu gangguan akumulatif sekaligus gangguan klonal.
Akhirnya sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang dan ini menyebabkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah menurun. Adapun klasifikasi leukemia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
A. Leukemia Akut
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Handayani &
Haribowo, 2008). Menurut Mefta & Hoffbrand pada tahun (2008), leukemia akut adalah
suatu gangguan maligna dimana sel blast hemopoetik terdapat sebanyak lebih dari 20%
dari sel sumsum tulang. Sel primitif biasanya juga berakumulasi dalam darah,
menginfiltrasi jaringan lain, dan menyebabkan gagal sumsum tulang. Leukemia akut
menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
6
1. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Leukemia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid
(Sudoyo dkk, 2009).
Leukemia mieloblastik akut (LMA) merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Menurut klasifikasi FAB (French-American-British) LMA dibagi menjadi enam
jenis, yaitu:
M1 : Leukemia mieloblastik tanpa pematangan;
M2 : Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan;
M3 : Leukemia promielositik hipergranular;
M4 : Leukemia mielomonositik;
M5 : Leukemia monoblastik;
M6 : Eritroleukemia (Handayani & Haribowo, 2008).
7
ii. Null ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 38%.
iii. T-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.
iv. B-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 1% dan dewasa 2%
(Handayani & Haribowo, 2008)
Defenisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidaknya berbagai antigen
permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL.
Null cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-
ALL merupakan penyakit yang sangat jarang, dengan morfologi L3 yang sering
berperilaku sebagai limfoma agresif (Sudoyo dkk, 2009).
B. Leukemia Kronik
Leukemia kronik memiliki sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang
dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia
kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak
dan produksi sel normal berkurang. Pada stadium dini leukemia kronik, sel leukemia
dapat berfungsi hampir seperti sel normal.
1. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
Leukemia myeloid kronik merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta
diketahui patogenesisnya. Pada tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan
kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien LMK, yaitu 22q atau hilangnya
sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai
kromosom Philadelphia (Ph). Selanjutnya di tahun 1973 Rowle menemukan bahwa
kromosom Ph terbentuk akibat adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang
kromosom 9 dan 22. Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980
diketahui bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata
didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9
yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (Break Cluster Region) yang terletak di
lengan panjang kromosom 22. Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-
ABL diduga kuat sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi dari seri
granulosit tanpa gangguan diferensiasi sehingga pada apusan darah tepi kita dapat
dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit pada pasien LMK
(Sudoyo dkk, 2009).
8
2. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai
oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum
tulang, limfonodi, limpa, hati, dan organ-organ lainnya. LLK ini masuk dalam
kelainan limfoproliferatif. Tanda-tandanya meliputi limfositosis, limfadenopati, dan
splenomegali. Kebanyakan LLK (95%) adalah neoplasma sel B, sisanya neoplasma
sel T (Sudoyo dkk, 2009).
Menurut RAI, LLK terbagi menjadi 5 stadium yaitu: O (Limfositosis darah tepi
dan sumsum tulang), I (Limfositosis + pembesaran limfonodi), II (Limfositosis +
splenomegali/hepatomegali), III (Limfositosis + anemia, Hb kurang dari 11 gram/dL),
IV (Limfositosis + trombositopenia, trombosit kurang dari 100.000/uL). Sedangkan
menurut Binet, LLK terbagi menjadi 3 stadium yaitu: A (Limfositosis darah tepi dan
sumsum tulang +), B (kurang dari 3 daerah limfoid yang membesar, Limfositosis
darah tepi, dan sumsum tulang +), C (≥3 daerah limfoid yang membesar, stadium B +
anemia, Hb kurang dari 11 g/dL pada pria dan kurang dari 10 gr/dL pada perempuan
atau trombositopenia (kurang dari 100.000/µL).
Pasien dengan LLK dapat menunjukkan berbagai komplikasi akibat progresivitas
penyakitnya.
a. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi dan penyebab utama kematian. S. pneumoniae,
S. aureus, dan H. influenza merupakan organism yang sering dijumpai pada
pasien LLK yang tidak diberikan terapi imunosupresi.
b. Hipogamaglobulinemia
Hal ini dijumpai lebih dari 66% pasien akhir penyakit ini. Semua kelas
immunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM) biasanya menurun, meskipun juga dijumpai
hanya satu atau dua immunoglobulin saja yang turun.
c. Transformasi Menjadi Keganasan Limfoid yang Agresif
Transformasi ini terjadi sekitar 10 – 15%. Yang paling sering adalah sindroma
Ritcher (5%) dan leukemia prolimfositik. Pasien dengan sindroma Ritcher
(limfoma sel besar) sering didapatkan limfadenopati dan hepatosplenomegali
yang progresif, demam, nyeri abdomen, penurunan berat badan, anemia, dan
trombositopenia progresif.
9
d. Komplikasi Akibat Penyakit Autoimun
Komplikasi terjadi jika terdapat tes anti globulin direct yang positif (Coomb’s
Test), anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia, dan aplasia sel darah merah
murni (Sudoyo dkk, 2009).
2.2 Etiologi
Sebagian besar penderita leukemia memiliki faktor-faktor penyebab yang tidak dapat
diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia sesuai
dengan klasifikasinya.
A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Etiologi dari LMA sebagian besar tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa
faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi
LMA pada populasi tertentu. Benzene suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada
industri penyamakan kulit di negara yang sedang berkembang, diketahui merupakan zat
leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan
LMA. Ini diketahui dari penelitian tingginya insidiensi kasus leukemia, termasuk LMA,
pada orang orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Efek dari leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak
1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 sampai 7 tahun.
10
C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)
Penyebab pasti LMK belum diketahui secara pasti. Tetapi LMK meningkat setelah
peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, dan juga di Rusia setelah reaktor atom
Chernobil meledak. Dengan kata lain, radiasi ionik menyebabkan terjadinya LMK.
11
sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi
sel-sel blast di dalam tulang akan menyebabkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel
blast ke dalam gusi.
12
disertai demam, biasanya terdapat infeksi. Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi
secara mendadak tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blast.
D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)
Awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).
Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati, penurunan berat
badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan
kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi pada
awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat
penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada
akhirnya mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.
13
2.5 Web Of Caution (WOC)
Infiltrasi
Mk: Aktual/Risiko
BB Kelemahan tinggi penurunan
menurun volume cairan
Mk: Intoleransi
aktivitas
Mk: Gangguan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
14
2.6 Penatalaksanaan Medis
Berikut adalah penatalaksanaan secara medis yang dapat diberikan kepada pasien
leukemia berdasarkan klasifikasi atau tipe dari leukemia.
A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien LMA adalah sebagai berikut:
1. Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan pada beberapa kasus dapat
menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang
biasanya digunakan meliputi daunorubicin, hydrochloride (cerubidine), cytarabine
(Cytosar-U), dan mercaptopurine (purinethol);
2. Pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera;
3. Transplantasi sumsum tulang.
Sebaiknya pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam (sub Bagian Hematologi) untuk
penatalaksanaan lebih lanjut (Muttaqin dkk, 2009).
15
II. Terapi post-remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi
dalam SSP dan testis);
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant
terhadap regimen induksi remisi yang bertujuan untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten obat;
c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6
MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.
16
b. Kortikosteroid sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia
atau demam tanpa seinfeksi;
c. Radioterapi dengan menggunakan sinar x kadang-kadang menguntungkan bila
ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik;
(Pada Buku SDKI, diagnosa keperawatan nyeri dibagi menjadi 2 yaitu Nyari Akut dan
Nyeri Kronis).
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yaitu Defisit Nutrisi).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia;
4. Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan Resiko tinggi penurunan volume cairan yaitu
Resiko Hipovolemia).
5. Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi;
17
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam
fungsi dan peran;
(Pada buku SDKI, diagnosa keperawatan gangguan gambaran diri yaitu Gangguan
Identitas Diri).
7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi karena
perubahan peran dan fungsi diri.
Menurut Doenges (2012) diagnosa keperawatan yang muncul pada penderita leukimia
adalah sebagai berikut.
1. Mencegah infeksi selama fase akut penyakit.
2. Mempertahankan volume sirkulasi darah.
3. Menghilangkan nyeri.
4. Meningkatkan fungsi fisik optimal.
5. Memberikan dukungan psikologis.
6. Memberikan informasi tentang proses penyakit.
18
C. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah penjelasan mengenai intervensi dari masing-masing diagnosa
keperawatan yang telah diambil:
a. Diagnosa keperawatan 1
Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri;
2. Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi nyeri;
3. Menerima medikasi nyeri sesuai dengan resep yang diresepkan;
4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang nyeri;
5. Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik;
6. Mengidentifikasi strategi peredaan nyeri;
7. Menggunakan strategi peredaan nyeri dengan tepat.
Intervensi Rasional
Kaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas, Memberikan dasar untuk mengkaji
frekuensi, dan durasi. perubahan pada tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
Tenangkan klien bahwa anda mengetahui Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap
nyeri yang dirasakannya adalah nyata dan nyata dapat meningkatkan ansietas dan
bahwa anda akan membantu klien dalam mengurangi toleransi nyeri.
mengurangi nyeri tersebut.
Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, Memberikan data tentang faktor-faktor
keletihan, dan marah klien. yang menurunkan kemampuan klien untuk
menoleransi nyeri dan meningkatkan
tingkat nyeri klien.
Berikan analgetik untuk meningkatkan Analgetik cenderung lebih efektif ketika
peredaan nyeri optimal dalam batas resep diberikan secara dini pada siklus nyeri.
dokter.
Kaji respon perilaku klien terhadap nyeri Memberikan informasi tambahan tentang
dan pengalaman nyeri. nyeri klien.
Kolaborasikan dengan klien, dokter, dan Metode baru pemberian analgetik harus
tim perawatan kesehatan lain ketika dapat diterima klien, dokter, dan tim
mengubah penatalaksanaan nyeri perawatan kesehatan lain agar dapat
diperlukan. efektif, partsipasi klien menurunkan rasa
ketidakberdayaan klien.
Ajarkan klien strategi baru untuk Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi
meredakan nyeri: distraksi, imajinasi, dan yang tersedia bagi klien.
relaksasi.
Berikan dukungan penggunaan strategi Memberikan dorongan strategi peredaan
pereda nyeri yang telah klien terapkan nyeri yang dapat diterima klien dan
dengan berhasil pada pengalaman nyeri keluarga.
sebelumnya.
19
b. Diagnosa keperawatan 2
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi
Tujuan: mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi
Kriteria Hasil:
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dilakukan pada klien dengan masalah nutrisi:
1. Melaporkan penurunan mual;
2. Melaporkan penurunan muntah;
3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;
4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika diindikasikan;
5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;
6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
Intervensi Rasional
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah Setiap klien berespon secara berbeda
pemberian obat sesuai dengan kesukaan terhadap makanan setelah kemoterapi,
dan toleransi klien. makanan kesukaan dapat meredakan
mual dan muntah klien.
Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi Sensasi tidak menyenangkan dapat
yang tidak menyenangkan di lingkungan. menstimulasi pusat mual dan muntah.
Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi Menurunkan ansietas yang dapat
sebelum dan sesudah kemoterapi. menunjang mual muntah.
Berikan antiemetic, sedative, dan Kombinasi terapi obat berupaya untuk
kostikosteroid yang diresepkan. mengurangi mual muntah melalui kontrol
berbagai faktor pencetus.
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat Volume cairan yang adekuat akan
sebelum, selama, dan sesudah pemberian mengencerkan kadar obat, mengurangi
obat. Kaji intake dan output cairan. stimulasi reseptor muntah.
Berikan dukungan-dukungan kepada klien Mengurangi rasa kecap yang tidak
agar dapat menjaga personal hygene menyenangkan.
dengan baik.
Berikan tindakan pereda nyeri jika Meningkatkan rasa nyaman akan
diperlukan. meningkatkan toleransi fisik terhadap
gejala yang dirasakan.
c. Diagnosa keperawatan 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.
Kriteria Hasil
20
Kriteria hasil pada klien dengan masalah nyeri adalah bila didapatkan adanya hal-hal
berikut ini:
1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;
2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;
3. Istirahat ketika mengalami keletihan;
4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;
5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;
6. Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;
Intervensi Rasional
Berikan dorongan untuk istirahat Selama istirahat, energi dihemat dan
beberapa periode selama siang hari, tingkat energi diperbarui. Beberapa kali
terutama sebelum dan sesudah latihan periode istirahat singkat mungkin lebih
fisik. bermanfaat dibandingkan satu kali periode
istirahat yang panjang.
Tingkatkan jam tidur total pada malam Tidur membantu untuk memulihkan
hari. tingkat energi.
Atur kembali jadwal setiap hari dan atur Pengaturan kembali aktivitas dapat
aktivitas untuk menghemat pemakaian mengurangi kehilangan energy dan
energi. mengurangi stressor.
Berikan masukan protein dan kalori Penipisan kalori dan protein menurunkan
yang adekuat. toleransi aktivitas.
Berikan dorongan untuk teknik Peningkatan relaksasi dan istirahat
relaksasi. psikologis dapat menurunkan keletihan
fisik.
Kolaborasi pemberian produk darah Penurunan hemoglobin akan mencetuskan
sesuai yang diresepkan. klien pada keletihan akibat penurunan
ketersediaan oksigen.
d. Diagnosa keperawatan 4
Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah dan perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit
meningkat.
Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
Intervensi Rasional
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa) ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah
dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik
21
Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya sistem kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi mempertahankan
tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:
Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk pemberian
intravena, jika memungkinkan berikan cairan cepat dan memudahkan perawat
produk darah sesuai yang diresepkan dalam melakukan control intake dan output
cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung
platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct
berindikasi terhadap perdarahan
e. Diagnosa keperawatan 5
Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena
perubahan peran fungsi.
Tujuan: klien mampu melewati proses berduka dengan sesuai.
Kriteria Hasil:
1. Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase terbuka;
2. Klien dan keluarga mengidentifikasi sumber sumber yang tersedia untuk
membantu strategi koping selama berduka;
3. Klien dan keluarga menggunakan sumber - sumber dan dukungan secara sesuai;
4. Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara terbuka satu
sama lain;
5. Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka
terhadap satu sama lain.
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar klien mampu menggunakan koping
yang efektif untuk mengatasi perasaan duka yang dihadapinya.
Intervensi Rasional
Bantu klien untuk mengungkapkan Dasar pengetahuan yang akurat dan
ketakutan, kekhawatiran, dan pertanyaan meningkat akan mengurangi ansietas dan
tentang penyakit, pengobatan, serta melurusskan miskonsepsinya.
implikasinya di masa yang akan datang.
Berikan dukungan partisipasi aktif dari klien Partisipasi aktif akan mempertahankan
dan keluarganya dalam keputusan perawatan kemandirian dan control emosi klien.
dan pengobatan.
Berikan dukungan agar klien dapat Hal ini memungkinkan untuk
membuang perasaan negatif. mengekspresikan emosional tanpa
kehilangan harga diri.
22
Berikan waktu untuk klien menangis dan Perasaan ini di perlukan untuk terjadinya
mengekspresikan kesedihannya. perpisahann dan kerenggangan .
Libatkan petugas sesuai dengan yang Guna memfasilitasi proses berduka dan
diinginkan oleh klien dan keluarga. perawatan spiritual.
Sarankan konseling professional sesuai yang Hal ini memfasilitasi proses berduka
diindikasikan bagi klien dan keluarganya
untuk menghilangkan proses berduka yang
patologis.
Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk Proses berduka beragam. Oleh karena itu
beralih melewati proses berduka. untuk menyelesaikan proses berduka,
keberagaman ini harus di biarkan terjadi.
f. Diagnosa keperawatan 6
Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria Hasil:
Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi kriteria
berikut ini.
1.Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan pengobatan;
2.Mengidentifikasi perasaan negative dan positif serta ancaman terhadap citra diri;
Intervensi keperawatan pada klien dengan masalah gangguan integritas kulit adalah agar
masalah gangguan integritas kulit pada klien dapat teratasi.
Intervensi Rasional
Diskusikan potensial kerontokan rambut Memberikan informasi, sehingga klien
dan pertumbuhan kembali rambut dan keluarganya dapat mulai untuk
bersama klien dan keluarga. bersiap diri secara kognitif dan emosional
terhadap kerontokan.
Cegah atau minimalkan dampak Meminimalkan kerontokan rambut akibat
kerontokan rambut melalui langkah- beban berat dan tarikan pada rambut.
langkah berikut ini.
a. Potong rambut yang panjang
sebelum pengobatan.
b. Hindari pemakaian shampoo yang
berlebihan.
c. Menggunakan shampoo ringan
dan conditioner.
23
d. Hindari penggunaan pengeriting
listrik, pemanas, pengering
rambut, dan penjepit.
e. Hindari menyisir berlebihan,
gunakan sisir yang bergerigi
lebar.
Cegah trauma pada kulit kepala. Membantu dalam mempertahankan
pertumbuhan rambut.
Sarankan cara untuk membantu dalam Menyamarkan kerontokan rambut.
mengatasi kerontokan rambut seperti
mengenakan wik atau memakai topi.
Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut Menenangkan klien bahwa kerontokan
biasanya mulai kembali ketika rambut biasanya bersifat sementara.
pengobatan telah selesai.
g. Diagnosa keperawatan 7
Gangguan gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, fungsi,
dan peran.
Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan,maka citra tubuh dan harga
diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Kriteria hasil pada klien ini adalah:
1. Mengidentifikasi hal hal yang penting;
2. Mengambil peran aktif dalam aktivitas;
3. Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan;
4. Mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan;
5. Ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan gambaran diri
bertujuan agar tercapai peningkatan harga diri.
Intervensi Rasional
Kaji perasaan klien tentang gambaran dan Setiap klien berespons secara
tingkat harga diri. berbeda terhadap makanan setelah
kemoterapi,makanan kesukaan dapat
meredakan mual muntah klien.
Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang Memberikan motivasi
kontinu dalam aktivitas dan pembuatan memungkinkan control kontinu
keputusan. terhadap kejadian dan diri klien.
Berikan dukungan pada klien untuk Mengidentifikasi kekhawatiran
mengungkapkan kekhawatirannya. merupakan satu tahapan penting
dalam mengatasinya.
Bantu klien dalam perawatan diri ketika Kesejahteraan fisik meningkatkan
keletihan. harga diri.
24
Berikan motivasi kepada klien dan Memberikan kesempatan untuk
pasangannya untuk saling berbagi mengekspresikan kekhawatirannya.
kekhawatiran mengenai perubahan fungsi
seksual.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.2 Pengkajian
A. Data Subjektif:
1. Klien mengatakan badannya terasa lemah
2. Klien mengatakan tidak nafsu makan
3. Klien mengatakan mual dan muntah
4. Kilen mengatakan pusing
5. Klien mengatakan berkunang saat berdiri
A. Data Objektif:
1. Klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, lemah, pusing, berkunang saat berdiri, dan
nafsu makan menurun
2. Pada palpasi abdomen terdapat hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk
3. Tanda-tanda vital dan laboratorium didapatkan , TD: 110/70 mmHg, N: 108x/I, S:
38,50 C, RR: 18x/i, Hb: 9,3 g/dL (N : 13,5-17,5 g/dL), Leukosit: 24000/mm3 (6000-
11000/mm3), Trombosit: 100.000 (150.000-400.000/mm3).
25
Pada tahap pengkajian dari askep leukimia yang kami kritisi, data pengkajian yang disajikan
sangatla sedikit sekali dan tidak lengkap, sedangkan pada suatu tahap pengkajian, data-data
yang harus dikaji sangatla banyak dan mendetail ditambah dengan pemeriksaan penunjang
yang lengkap dan akurat agar dapat menegakkan suatu diagnosa keperawatan.
Pada Doenges (2012) data dasar pengkajian pada pasien leukimia yang harus dikajo pada saat
pengkajian adalah sebagai berikut.
1. Aktivitas
Gejala : Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas seperti biasanya.
Tanda : Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi
Tanda : Takikardia, murmur jantung. Kulit, membran mukosa pucat. Defisit
saraf kranial dan/atau tanda perdarahan serebral.
3. Eliminasi
Gejala : Diare; nyeri tekan perinari, nyeri.
4. Integritas Ego
Gejala : Perasaan tak berdaya/ tak ada harapan
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, penurunan berat badan,
faringitis, disfagia.
Tanda : Distensi abdominal, penurunan bunyi usus. Splenomegali;
hepatomegali; ikterik. Stomatitis, ulkus mulut.
6. Neurosensori
Gejala : Kurang/penurunan koordinasi. Perubahan alam perasaan, kacau,
disorientasi kurang konsentrasi. Pusing, kebas, kesemutan, parastesia.
Tanda : Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal,
kram otot.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
26
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek dengan kerja minimal
Tanda : Dispnea, takipnea, batuk, gemericik, ronki, pernapasan bunyi napas.
9. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi saat ini/dahulu; jatuh
Gangguan pengelihatan/kerusakan
Tanda : Demam, infeksi; kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan
gusi atau epistaksis.
10. Seksualitas
Gejala : Perubahan libido, perubahan aliran menstruasi, menoragia. Impoten.
11. Penyuluhan
Gejala : Riwayat terpajan pada kimiawi
Splenomegali &
Hepatomegali
Mendesak Lambung
27
Anoreksia, mual dan
muntah
2. DS: - Klien mengatakan pusing. Intoleransi
- Klien mengatakan Proliferasi sel kanker aktivitas
badannya lemah.
- Klien mengatakan
berkunang saat berdiri. Sel kanker bersaing
- Klien mengatakan dengan sel normal
mengalami tanda-tanda ini untuk mendapatkan
sejak 5 bulan terakhir. nutrisi
DO: - Klien tampak lemah.
- Klien tampak pucat.
- Klien tampak anemis. Infiltrasi
- Aktivitas klien tampak
dibantu.
- HB 9,3 g/dL
Sel normal diganti
- S: 38,50 C
dengan sel kanker
- Leukosit 24000/mm3.
Akumulasi sel
darah putih
sumsum tulang
Eritrosit ↓
Anemia
Sel kekurangan
oksigen dan nutrisi
Intoleransi
Aktivitas
28
3. DS: - Klien mengatakan mual dan Risiko tinggi
Proliferasi sel kanker
muntah penurunan
DO: - Turgor kulit buruk volume cairan
- Hb: 9,3 g/dL
- Trombosit: 100.000/mm3 Sel kanker bersaing Resiko
- Leukosit: 24000/mm3 dengan sel normal Hipovolemia
untuk mendapatkan
nutrisi
Infiltrasi
Akumulasi Infiltrasi
sel darah sel
putih medular
sumsum
tulang
Hepatosple
nomegali
Trombosit
menurun
Mendesak
lambung
Trombosito
penia
Mual,
muntah
Risiko
perdarahan
Aktual/risiko
tinggi
penurunan
volume cairan
29
3.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
malaise, anoreksia, mual, dan muntah.
Tujuan: Mengurangi mual dan muntah
Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan mual;
2. Melaporkan penurunan muntah;
3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;
4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika
diindikasikan;
5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;
6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah Setiap klien berespon secara berbeda
pemberian obat sesuai dengan kesukaan terhadap makanan setelah kemoterapi,
dan toleransi klien. makanan kesukaan dapat meredakan mual
dan muntah klien.
Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi Sensasi tidak menyenangkan dapat
yang tidak menyenangkan di lingkungan. menstimulasi pusat mual dan muntah.
Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi Menurunkan ansietas yang dapat
sebelum dan sesudah kemoterapi. menunjang mual muntah.
Berikan antiemetik, sedatif, dan Kombinasi terapi obat berupaya untuk
kostikosteroid yang diresepkan. mengurangi mual muntah melalui kontrol
berbagai faktor pencetus.
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat Volume cairan yang adekuat akan
sebelum, selama, dan sesudah pemberian mengencerkan kadar obat, mengurangi
obat. Kaji intake dan output cairan. stimulasi reseptor muntah.
Berikan dukungan-dukungan kepada klien Mengurangi rasa kecap yang tidak
agar dapat menjaga personal hygene menyenangkan.
dengan baik.
Berikan tindakan pereda nyeri jika Meningkatkan rasa nyaman akan
diperlukan. meningkatkan toleransi fisik terhadap
30
gejala yang dirasakan.
31
Diagnosa 3: Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah dan risiko perdarahan
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit
meningkat.
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa). Pantau masukan/haluaran ditentukan dari keadaan status cairan
Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah
dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik
Auskultasi TD dan awasi frekuensi jantung Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya sistem kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi mempertahankan
tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer peningkatan tahanan perifer
Kolaborasi:
Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk pemberian
intravena, jika memungkinkan berikan cairan cepat dan memudahkan perawat
produk darah sesuai yang diresepkan dalam melakukan control intake dan output
cairan
Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung
platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct
berindikasi terhadap perdarahan
Pantau status cairan (turgor kulit, membran Jumlah dan tipe cairan pengganti
mukosa) ditentukan dari keadaan status cairan
32
3.4 WOC Kasus
Kelainan kromosom, radiasi ionik,
terpajan bahan-bahan kimia,
penggunaan obat imunosupresif
Proliferasi Sel
Kanker
Infiltrasi
33
3.5 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
A. Penatalaksanaan Farmakologi
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan
setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien
leukemia adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia.
Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah
sakit. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat
kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa
minggu.
34
3.6 Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan Leukemia dengan benar dan tepat.
35
DAFTAR PUSTAKA
Bloom & Fawcett, D.W. 2002. Buku ajar histology. Jakarta: EGC
Burke, J.M. 2012. Dx/Rx leukemia. Mississauga: Jones & Bartlett Learning
Handayani,W. & Haribowo, A.S. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
Sudoyo, A.W dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing
Daftar pustaka yang digunakan dalam pembuatan makalah ini cukup baik, banyak
menggunakan buku referansi
36