Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eritrosit (sel darah merah) dapat berubah bentuk dan merupakan sel
tanpa inti serta bikonkaf dengan diameter 7.5 mikrometer dan tebal 1
mikrometer pada bagian tengahnya, dan 2 mikrometer pada bagian
pinggirnya. Eritrosit paling banyak ditemukan di antara keseluruhan sel darah.
Sewaktu darah disentrifus maka akan terpisahkan komponen plasma dan
seluler, yang bagian sel darah merahnya sekitar 45 % dari volume total, ini
merupakan ‘volume packed cell’ atau hematokrit. Jumlah sel eritrosit pada
laki-laki 5x 106 sedangkan pada perempuan 4.5x106 per millimeter kubik.
Umur eritrosit pada manusia adalah 120 hari.
Dinding eritrosit merupakan lapisan lipid bilayer yang terdiri atas 50%
protein, 40% lipid dan 10% karbohidrat. Permukaan luar dinding ertrosit
mempunyai rantai karbohidrat yang khas yang berfungsi sebagai antigen dan
akan menetukan golongan darah seseorang. Antigen yang terdapat permukaan
luar dinding eritrosit adalah A dan B yang menentukan 4 golongan darah
utama yaitu A, B, AB dan O. Eritrosit mengandung hemoglobin yang dapat
mengikat oksigen dan karbondioksida. Hemoglobin dibentuk dari hem dan
globin.
Pembentukan ertrosit (eritropoesis) setelah lahir terjadi didalam sumsum
tulang. Eritrosit dibentuk dari sel-sel eritroblas yang akan berdiferensiasi
hingga menjadi retikulosit (eritrosit muda). Waktu pembentukan retikulosit ini
dari sel induk kira-kira 1 minggu. Retikulosit ini kemudian akan kehilangan
intinya dan berdifferensiasi menjadi ertrosit matang dalam waktu 24-48 jam.
Faktor-faktor yang berperan dalam proses pembentukan eritrosit ini adalah
enzim-enzim (enzim glucose 6 phosphate dehydrogenase (G6PD), enzim
piruvat kinase, enzim glutation reduktase, dan lainnya), oksigen, hormone
eritropoetin, protein dan zat besi.

1
Fungsi eritrosit adalah membawa oksigen (O2) dari paru-paru
keseluruh jaringan tubuh dan mengangkut karbondoiksida (CO2) sebagai hasil
pembakaran/metabolisma dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru. Penyakit
yang terkait dengan eritrosit biasanya berhubungan dengan jumlah eritrosit
dalam sirkulasi darah. Kelainan ini dapat dibagi 2 yaitu Anemia (kekurangan
sel darah merah) dan polisitemia (kelebihan sel darah merah).Anemia sendiri
terbagi menjadi beberapa macam yaitu, anemia defisiensi, anemia aplastik,
anemia hemolitik, anemia pasca perdarahan.
Eritrosit (sel darah merah) dapat berubah bentuk dan merupakan sel
tanpa inti serta bikonkaf dengan diameter 7.5 mikrometer dan tebal 1
mikrometer pada bagian tengahnya, dan 2 mikrometer pada bagian
pinggirnya. Erritrosit paling banyak ditemukan di antara keseluruhan sel
darah. Sewaktu darah disentrifus maka akan terpisahkan komponen plasma
dan seluler, yang bagian sel darah merahnya sekitar 45 % dari volume total,
ini merupakan ‘volume packed cell’ atau hematokrit. Jumlah sel eritrosit pada
laki-laki 5x 106 sedangkan pada perempuan 4.5x106 per millimeter kubik.
Umur eritrosit pada manusia adalah 120 hari.
Dinding eritrosit merupakan lapisan lipid bilayer yang terdiri atas 50%
protein, 40% lipid dan 10% karbohidrat. Permukaan luar dinding ertrosit
mempunyai rantai karbohidrat yang khas yang berfungsi sebagai antigen dan
akan menetukan golongan darah seseorang. Antigen yang terdapat permukaan
luar dinding eritrosit adalah A dan B yang menentukan 4 golongan darah
utama yaitu A, B, AB dan O. Eritrosit mengandung hemoglobin yang dapat
mengikat oksigen dan karbondioksida. Hemoglobin dibentuk dari hem dan
globin.
Pembentukan ertrosit (eritropoesis) setelah lahir terjadi didalam
sumsum tulang. Eritrosit dibentuk dari sel-sel eritroblas yang akan
berdiferensiasi hingga menjadi retikulosit (eritrosit muda). Waktu
pembentukan retikulosit ini dari sel induk kira-kira 1 minggu. Retikulosit ini
kemudian akan kehilangan intinya dan berdifferensiasi menjadi ertrosit
matang dalam waktu 24-48 jam. Faktor-faktor yang berperan dalam proses

2
pembentukan eritrosit ini adalah enzim-enzim (enzim glucose 6 phosphate
dehydrogenase (G6PD), enzim piruvat kinase, enzim glutation reduktase, dan
lainnya), oksigen, hormone eritropoetin, protein dan zat besi.
Fungsi eritrosit adalah membawa oksigen (O2) dari paru-paru
keseluruh jaringan tubuh dan mengangkut karbondoiksida (CO2) sebagai hasil
pembakaran/metabolisma dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru. Penyakit
yang terkait dengan eritrosit biasanya berhubungan dengan jumlah eritrosit
dalam sirkulasi darah. Kelainan ini dapat dibagi 2 yaitu Anemia (kekurangan
sel darah merah) dan polisitemia (kelebihan sel darah merah).Anemia sendiri
terbagi menjadi beberapa macam yaitu, anemia defisiensi, anemia aplastik,
anemia hemolitik, anemia pasca perdarahan.

B. Epidemiologi
Separuh penduduk Indonesia beresiko menderita anemia menurut dr. Riza
Anwar, head of medical PT. Merck TBk megatakan penderita anemia hingga
saat ini masih didominasi oleh wanita. Data SKRT 1995 menunjukan bahwa
kelompok tertentu seperti ibu hamil, ibu menyusui, remaja putri, prevalensi
anemia cukup tinggi. Ibu hamil 50,9%, ibu menyusui 45,1%, remaja putrid
57,1%. Sedangkan data SMPFA (Safe Motherhood Project; A Pathnership And
Family Approach) menyebutkan remaja putrid JaTim terkena anemia sebesar
80,2% dan 50,4% di Jawa Tengah. Sedangkan calon pengantin wanita sebesar
91,5% Jawa Timur dan di Jawa Tengah 84,7%. Oleh karena itu, anemia
merupakan masalah nasional yang serius di Indonesia, mengingat dampaknya
mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas SDM. (Hr. Media Indonesia
21/4/04)

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
ajar Essential Of Pathophysiology.

3
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dengan pembuatan makalah ini diharapakan mahasiswa dapat
mengerti dan memahami tentang penyakit Anemia, penyebab serta
penanganannya.

D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Epidemiologi
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Anatomi Fisiologi
D. Pathophysiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Diagnostik Tes

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
ANEMIA

A. Pengertian
 Anemia adalah penurunan di bawah normal kapasitas darah
mengangkut O2 dan ditandai oleh hematokrit yang rendah
(Sheerwood, 2001 ).
 Anemia berarti kekurangan sel darah merah yang disebabkan oleh
hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya
produksi sel daarah merah ( Guyton & Hall, 1997 ).
 Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah dalam
sirkulasi darah atau berkurangnya kadar hemoglobin alam sel darah
merah.Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Gambaran sel darah merahnya (Morfologinya) dan kandungan
hemoglobinya.
1. Anemia Makrositik monokrom ( Macrocytic-Monocrhromic)
yaitu anemia yang ditandai oleh eritrosit yang besar besar
ukuranya dengan konsentrasi hemoglobin yang normal,
misalnya anemia pernisiosa dan anemia defisiensi asam folat.
2. Anemia mikrositik hipokrom ( microcytic – hypochromic)
yaitu anemia yang ditandai dengan eritrosit yang berukuran
kecil dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah, misalnya
pada anemia defisiensi besi, sideroblastik, talasemia.
3. Anemia Normositik Normokrom ( Normocytic –
Normochromic ) yaitu anemia yang ditandai oleh eritrosit yang
berukuran normal dengan konsentrasi hemoglobin yang
normal, misalnya anemia aplastik, anemia pasca perdarahan,
anemia hemlitik, Sicle cel anemia, anemia kronik.

5
B. Etiologi
1. Anemia pasca perdarahan ( Post – hemoraghic anemia) yaitu anemia yang
terjadi akibat pedarahan massif, misalnya kecelakan, luka operasi,
persalinan dsb.
2. Anemia hemolitik ( Hemolityc anemia ) yaitu akibat penghancuran atau
hemolisis eritrosit yang berlebihan.
3. Anemia defisiensi ( deficiency – anemia ), yaitu anemia karena
kekurangan factor pematangan eritrosit ( besi, asam folat, vitamin B12,
protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya).
4. Anemia aplastik yaitu anemia akibat terhentinya pembuatan sel darah
merah oleh sumsum tulang belakang.

C. Anatomi Fisiologi
Darah merupakan cairan berwarna merah terang hingga merah tua dan
bersifat alkalis (PH 7.4) serta menyusun kira-kira 7% dari berat badan. Total
darah yang beredar di tubuh kira-kira 5 liter. Darah merupakan jaringan
penyambumg khusus yang disusun oleh sel-sel darah merah (eritrosit, sel
darah putih (leukosit) dan keeping-keping darah (trombosit) yang terbenam
didalam matriks ekstra seluler yang bersifat cair yang disebut plasma. Darah
tersusun atas darah dan plasma darah.
Plasma darah merupakan cairan berwarna kekuningan yang
mengandung sel-sel dan keping-keping darah. Komponen organic dan eritrolit.
Plasma terdiri atas komponen-komponen organic dan anorganik, bekuan darah
dan serum. Plasma darah dibentuk oleh 90% air, 9% protein serta garam darah
anorganik.
Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan
diameter 7,5 mm dan tebal 1 mm pada bagian tengahnya dan 2 mm pada
bagian pinggir. Sel darah merah atau eritrosit di bentuk didalam sum-sum
tulang yang dibentuk oleh hormon eritropoetin. Eritrosit merupakan sel darah
merah yang tidak memiliki inti. Dinding eritrosit merupakan lapisan lipid
bilayer yang terdiri atas 50% protein, 40% lipid dan 10% karbohidrat yang

6
berfungsi sebagai antigen dan menetukan golongan darah. Eritrosit
mengandung hemoglobin yang dapat mengikat oksigen dan karbohidrat.
Hemoglobin terbentuk dari hem dan globin. Hem tersusun atas 4 struktur piral
dan atom besi ditengahnya sedangkan globin dibentuk oleh 2 pasang rantai
polipentida.

D. Pathofisiologi
a. Anemia Pasca perdarahan
Kehilangan darah pada tubuh dapat menimbulkan gangguan baik secara
cepat maupun secara lambat beberapa jam setelah perdarahan.
Pengaruh secara cepat :
Kehilangan darah dalam jumlah yang sangat banyak dan dalam waktu
yang cepat lebih dari 10% volume darah akan menyebabkan syok
hipovolemic, kehilangan darah yang banyak akan mengakibatkan
perubahan pada system sirkulasi, pernapasan, persarafan, perkemihan,
pencernaan, dan hematology.
Pengaruh yang timbul secara lambat :
Beberapa jam setelah perdarahan akan terjadi pergeseran cairan
ekstravaskuler ke intravaskuler, sehingga terjadi hemodilusi yang
ditandai oleh penurunan hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
Mekanisme kompensasi menjadi stabil apabila perdarahan dapat
diatasi tetapi bila perdarahan terus berlangsung mekanisme
kompensasi menjadi lebih kuat.

b. Anemia Aplastik
Penyakit ini terjadi karena hipoplasia atau aplasia sumsum tulang, sehingga
terjadi penurunan produksi eritrosit, lekosit dan trombosit.

c. Anemia Defisiensi
Defisiensi vitamin B12 dan asam folat atau gangguan metabolisma vitamin
B12 dan asam folat akan mengakibatkan gangguan maturasi inti eritrosit

7
akibat terganggunya sintesa DNA pada inti sel dan mengakibatkan
timbulnya sel sel megalobas. Defisiensi besi dan piridoksin akan
mengganggu pembentukan hemoglobin, sehingga akan membentuk eritrosit
yang mikrokistik hipokrom.

d. Anemia Hemolotik

G. Manifestasi klinis
a. Anemia Pasca Perdarahan
Gejala yang timbul adalah lemas, fatique, gelisah sakit kepala, pusing
hingga tidak sadar, conjungtiva dan mukosa pucat, mukosa kuku menjadi
pucat, akral dingin, denyut nadi cepat dan kecil hingga teraba tahikardia,
dispnea (sesak nafas, nafas cepat dan dangkal), mual dan muntah, produksi
urin yang menurun, sianosis, nafas cuping hidung, retraksi sternalis,
subdiafragma, dan supraklavikula. Hal ini terjadi tergantung pada penyebab
perdarahan, gejala dan symptom yang bisa ditemukan pada luka robek di
ekstremitas dan bagian tubuh lainnya, pupil nisokor, deformitas tulang,
abdomen yang tegang dan nyeri.

b. Anemia Aplastik
Gejala klinis dari anemia aplastik sangat bervariasi mulai dari tanpa adanya
gejala hingga gejala yang berat. Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah
lesu, lamas, pusing, jantung berdebar, nafsu makan berkurang, pucat,
demam, perdaahan, sesak pengllihatan kabur. Hepatomegali juga dapat di
temukan pada sebagian kasus kecil.

c. Anemia Defisiensi
1. Gejala anemia berupa kelemahan, lesu, sakit kepala, pusing, tidak
nafsu makan, iritatif, konjungtiva dan membrane mukosa yang pucat.

8
2. ikterik ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia
eritrosit memendek.
3. Kulit tampak kekuningan.
4. Pembesaran hati dan limpa’
5. Mual dan rasa tidak enak pada perut.
6. Beefy red tongue ( glositis ), stomatitis angularis.
7. Pada defisiensi B12 dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada
kolumna posterior dan neuropati bersifat simetris, terutama
mengenai kedua kaki

d. Anemia Hemolitik
Gelaja klinis yang ditemukan tergantung pada derajat hemolitik dan
kemampuan kompensasi eritropoesis.adapun gejala gejala klinis yang
ditemukan
1. Gejala anemia : kelelahan dan kelemahan, konjungtifa dan mukosa yag
pucat, pusing, sakit kepala dan irritable.
2. Ikterik
3. Lidah menjadi merah, sakit dan nyeri ( glositis )
4. Stomatitis angularis
5. Hepatomegali dan splenomegali, dapat ditemukan pada anemia
sferositosis, ovalositosis, anemia defisiensi enzim piruvatinase,
talasemia. Di samping itu karena hipersplenisme juga menunjukan
adanya pembesaran limpa.

H. Tes Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan darah tepi
Pada pemeriksaan darah didapatkan kadar HB, lekosit, trombosit yang
rendah, LED meningkat, prosentase retikulosit biasana normal atau
rendah, dan pada sajian hapus darah tepi didapatkan gambaran anemia
normositik nomokrom, dan waktu perdarahan biasanya memanjang.

9
2. Pemeriksaan radiologist dengan menggunakan radionuclide bone marrow
imaging ( bone marrow scanning ) bertujuan untuk mengetahui luasnya
kelainan sumsum tulang. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat
ditentukan daerah hemopoesis aktif, untuk memperoleh sel sel guna
pemeriksaan sitogenetik aau kultur sel sel progenitor.
3. Pemeriksaan ensimatik / biokimiawi, pemeriksaan ini diperlukan untuk
diagnosa penyakit anemia hemolitik yang terjadi karena gangguan enzim
yang terlibatdalam pembentukan hemoglobin.

G. Penatalaksanaan
a. Anemia Pasca perdarahan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan anemia pasca perdarahan yaitu:
1. Menghentikan perdarahan segera
2. Mencari penyebab perdarahan
3. Mengatasi gangguan sirkulasi yang terjadi dan transfusi darah
4. Menjaga jalan nafas dan pemberian oksigen
5. Memberikan obat-obatan

b. Anemia Aplastik
Penatalaksanaan anemia aplastik terdiri dari
1. Identifikasi dan eliminasi penyebab anemia aplastik
2. Pengobatan suportif ditunjukan untuk mengatasi infeksi, perdarahan dan
anemia.
3. Usaha mempercepat penyembuhan pansitopenia melalui imunosupresif,
transplantasi

10
c. Anemia Defisiensi
1. Obat-obatan
 Untuk anemia defisiensi vit. B12 diberikan vit. B12 100 – 1000ug
im sehari selama 2 minggu. Bila pasien sensitive terhadap suntikan
dapat diberikan oral 1000ug sehari asal tidak terdapat gangguan
absorbsi.
 Untuk defisiansi folat diberikan asam folat 1 – 5 mg/ hari per oral
selama 4 – 5minggu asal tidak terdapat gangguan absorbsi.
 Untuk defisiensi besi diberikan sulfas ferosus oral 3 x 10
mg/kgbb/hari secara im
 Untuk defisiensi piridoksin diberikan piridoksin 50 – 200mg/hari
selama 1- 2 bulan.
2. Tranfusi darah.
3. Atasi penyebab anemia.
.
d. Anemia Hemolitik
1. Obat
Obatan yang diberikan pada anemia hemolitik adalah roboransia ( vitamin)
. Obat lain yang kadang dipakai adalah prednisone dan hidrocortison, dan
azatriopin pada pasien anemia hemolitik akibat autoimun.
2. Tranfusi darah
Tranfusi darah diberikan jika Hb kurang dari 6gr / dl, berupa PRC. Untuk
pasien dengan penyebab autoimun diberikan darah yang di cuci ( Wash
Cell ). Pada pasien yang sering diberikan tranfusi darah harus diberikan
chelating agent yaitu desferal secara intramuscular atau intraavena untuk
mencegah penimbunan besi pada jaringan. Tranfusi tukar ( exchange
transfusion ) dilakukan pada keadaan anemia hemolitik yang berat.
3. Splenektomi
Splenektomi dilakukan pada pasien anemia hemolitik yang berat dan
limpa yang membesar.

11
REFERENSI

Brunner & Suddarth (2001), Keperawatan Medikal Bedah (ed 8) vol 2. Jakarta :
EGC

Guyton & Hall (1997). Fisiologi Kedokteran (Ed 9). Jakarta : EGC
Kamus Kedokteran Dorland, 2002. Ed 29, Jakarta : EGC
Lewis dkk (2000). Medica Surgical Nursing (Ed 5). America: Mosby
Mansjoer,Dkk (2001). Kapita Selekta Kedokteran (Ed 3). Vol 1. Jakarta: Media
Aesculapius

PDSPDI (2001). Ilmu Penyakit Dalam (Ed 3). Jilid II. Jakarta: Gaya Baru
Sherwood.L (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.. Ed 2. Jakarta : EGC
Underwood.J.C.E (1994). Patologi Umum dan Sistematik (Ed 2). Jakarta : EGC
http://www.medicastore.com

12
ESSENTIAL OF PATOPHYSIOLOGY
ANEMIA

DI SUSUN OLEH :
1. MELIYANA ( B 2005 )
2. MEVIA S L. ( B 2005 )
3. MIRA MARYANA ( B 2005 )
4. NANANG RESKA D ( B 2005 )
5. MUHAMMAD NOVEL ( A 2003 )
6. LIZA ANDRIYANI ( A 2003)
7. MUNTAMAH ( A 2003 )
8. MUTMAINAH ( A 2003 )
9. NUNIK NURMAWATI ( A 2003 )

BINAWAN INSTITUTE OF HEALTH SCIENCES

13
JAKARTA 2006
ESSENTIAL OF PATOPHYSIOLOGY
POLISITEMIA

DI SUSUN OLEH :
1. MELIYANA ( B 2005 )
2. MEVIA S L. ( B 2005 )
3. MIRA MARYANA ( B 2005 )
4. NANANG RESKA D ( B 2005 )
5. MUHAMMAD NOVEL ( A 2003 )
6. LIZA ANDRIYANI ( A 2003)
7. MUNTAMAH ( A 2003 )
8. MUTMAINAH ( A 2003 )
9. NUNIK NURMAWATI ( A 2003 )

BINAWAN INSTITUTE OF HEALTH SCIENCES


JAKARTA 2006

14

Vous aimerez peut-être aussi