Vous êtes sur la page 1sur 20

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PENENTAPAN KADAR TEOFILIN DALAM CAMPURAN


TEOFILIN DAN PARASETAMOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

DISUSUN OLEH:
GOLONGAN I
KELOMPOK 3A

NURUL FEBRYANI (1608551001)


PUTU CIA INTANIA WARNAYA (1608551002)
I PUTU PURBA TEGUH GRANTICA (1608551004)
NI PUTU AYU KRISTIARA DEWI (1608551005)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA

1
2018
PENENTAPAN KADAR TEOFILIN DALAM CAMPURAN TEOFILIN DAN
PARASETAMOL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

I. TUJUAN

1.1 Membuat spektra dari masing-masing komponen dalam campuran teofilin dan
parasetamol
1.2 Menentukan panjang gelombang zero crossing parasetamol
1.3 Membuat kurva baku dari larutan standarnya pada panjang gelombang zero
crossing parasetamol
I.4 Menetapkan kadar teofilin dalam campuran teofilin dan parasetamol

II. DASAR TEORI


2.1 Teofilin
Teofilin memiliki berat molekul sebesar 198,18 g/mol dengan rumus molekul
C6H8N4O2.H2O. Suhu lebur Teofilin yaitu 270oC-274oC. Teofilin mengandung satu
molekul air hidrat atau anhidrat. Teofilin merupakan serbuk hablur, berwarna putih,
dan stabil di udara. Teofilin sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air
panas, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam amonium hidroksida, agak sukar
larut dalam etanol, kloroform dan eter (Depkes RI, 1995).
Absorbansi teofilin pada max 270 nm dalam larutan asam adalah sebesar 536 a
dan absorbansi pada max 275 nm dalam alkali atau basa adalah sebesar 650a (Moffat
et al, 2005).

2
(a) (b)

Gambar 1. Struktur Teofilin (a) (Depkes RI, 1995) dan Spektrum Teofilin
(b) (Moffat et al, 2005).

2.2 Parasetamol
Parasetamol memiliki berat molekul sebesar 151,16 g/mol dengan rumus
molekul C8H9NO2. Parasetamol berupa serbuk hablur, warna putih, tidak berbau, dan
memiliki rasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih, dalam natrium
hidroksida 1 N, dan mudah larut dalam etanol (Depkes RI, 1995). Parasetamol juga
larut dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol P. Paracetamol memiliki suhu lebur 169ºC sampai 172ºC (Depkes RI,
1979).
Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah sebesar
668 a, sedangkan absorbansi pada max 257 nm dalam larutan alkali atau basa adalah
sebesar 715 a (Moffat et al, 2005).

(a)
(b)
Gambar 2. Struktur Parasetamol (a)
(Depkes RI, 1979) dan Spektrum Parasetamol (b) (Naldi, 2010).

2.3 Spektrofometri Derivatif


Spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200-400) nm dan sinar tampak (400-800) nm oleh suatu senyawa.
Serapan cahaya pada daerah ultraviolet atau pada daerah sinar tampak mengakibatkan
transisi elektron, yaitu promosi elektron dari keadaan dasar (ground state) yang

3
berenergi rendah ke orbital yang berenergi lebih tinggi atau tereksitasi. Prinsip
metode spektrofotometri UV-Vis adalah jika energi yang diperlukan untuk tereksitasi
sama dengan energi yang diberikan oleh Radiasi Elektromagnetik (REM). Komponen
suatu spektrofotometer meliputi: Sumber radiasi , monokromator, sel/ kuvet, detektor
serta monitor (Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri derivatif adalah metode manipulatif dari


spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007). Spektrofotometri derivatif atau
metode kurva turunan adalah salah satu metode spektrofotometri yang dapat
digunakan sebagai analisis kuantitatif terhadap zat-zat dengan spektrum yang saling
tumpang tindih (overlapping) atau spektrum yang tersembunyi dalam suatu bentuk
spektrum besar (Connors, 1982). Pada prinsipinya, metode spektrofotometri derivatif
digunakan pada penetapan senyawa dalam suatu campuran yang memiliki serapan
pada panjang gelombang yang berdekatan tanpa adanya pemisahan zat terlebih
dahulu. Keuntungan dari metode spektrofotometri derivatif dibandingkan metode
spektrofotometri konvensional lainnya, yaitu dapat memilih puncak yang tajam di
antara spektrum yang lebar dan meningkatkan resolusi dari spektra yang tumpang
tindih. Teknik spektrofotometri derivatif memiliki berbagai macam keuntungan
dibandingkan dengan metode absorbansi biasa seperti,waktu analisis yang lebih
cepat, biaya yang dibutuhkan lebih murah dan lebih sederhana (Hayun dan Yenti,
2006).

Metode spektrofotometri derivatif juga merupakan salah satu analisis multi


komponen yang dapat dilakukan apabila:
a. Hasil preparasi sampel tidak memungkinkan mendapatkan senyawa tunggal
b. Tidak diinginkan pemisahan dalam preparasi sampel
c. Spektrum zat tersebut mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar
yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat yang
bertingkat-tingkat.

4
d. Senyawa yang akan ditentukan kadarnya memiliki absorbansi rendah dan
memiliki pengaruh dapat meningkatkan nilai absorbansi.
(Hayun dan Yenti, 2006).
Teknik ini menawarkan berbagai macam keuntungan dibandingkan dengan
metode absorbansi biasa seperti dapat meningkatkan resolusi dari spektrum yang over
lapping dan waktu analisis yang lebih cepat. Namun, spektrofotometri derivatif
memerlukan peralatan yang umumnya lebih mahal (Skoog, 1985).

Penentuan kadar teofilin dalam campuran teofilin dan parasetamol perlu


dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri derivatif karena serapan
maksimum dari parasetamol dan teofilin berada pada panjang gelombang yang
berdekatan. Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk meningkatkan
pemecahan puncak yang saling tumpang tindih tersebut sehingga teofilin dapat
ditetapkan kadarnya tanpa terganggu oleh serapan parasetamol. Penetapan kadar
teofilin dalam campuran parasetamol dan teofilin secara spektrofotometri derivatif
dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode zero crossing dan
peak-to-peak (Hayun dan Yenti, 2006).

2.3.1 Metode Zero Crossing


Panjang gelombang pada spektrofotometri derivatif adalah panjang gelombang
zero crossing yang berarti senyawa-senyawanya mempunyai serapan nol dan menjadi
panjang gelombang analisis untuk zat lain dalam campurannya (Connors, 1982).
Spektra serapan normal salah satu konsentrasi dari masing-masing senyawa atau
komponen dibuat spektra derivat pertama, derivat kedua, dan derivat ketiga dengan
menggambarkan selisih absorban dua panjang gelombang berdekatan melawan harga
rata-rata dua panjang gelombang tersebut. Pada spektrum normal panjang gelombang
serapan maksimum suatu senyawa akan menjadi zero crossing pada spektrum
derivatif pertama. Panjang gelombang tersebut berarti tidak mempunyai serapan atau
dA/d  = 0. Apabila suatu campuran zat memiliki memiliki zerocrossing lebih dari

5
satu, maka yang dipilih untuk dijadikan  analisis adalah zero crossing yang
serapan senyawa pasangannya dan campurannya persis sama, karena pada  tersebut
dapat secara selektif mengukur serapan senyawa pasangannya; memiliki serapan yang
paling besar, karena pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga
kesalahan analisis dapat diperkecil (Hayun dan Yenti, 2006).

2.3.2 Metode Peak-to-Peak


Spektrum derivatif pertama dibuat dengan memplotkan dA/dλ terhadap panjang
gelombang (λ). Amplitudo diperoleh dari selisih serapan dua panjang gelombang
yang berderet teratur dibagi Δλ (nm). Panjang gelombang peak-to-peak ditentukan
dari penggabungan spektrum derivatif larutan baku teofilin dan sampel. Hasil
penggabungan spektrum derivatif tersebut dapat menentukan panjang gelombang
dengan spektrum yang saling berhimpitan satu sama lain secara total yang
menghasilkan puncak maksimum dan puncak minimum (Wulandari dkk., 2008).

3. PROSEDUR PRAKTIKUM
3.1 Perhitungan
3.1.1. Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL
Diketahui : Kadar Parasetamol ( CParasetamol) = 1 mg/mL
Volume Metanol (VParasetamol) = 10 mL
Ditanya : Massa Parasetamol =…..?
Jawab :
Massa Parasetamol = CParasetamol. VParasetamol
Massa = 1 mg/mL . 10 mL
Massa = 10 mg
Jadi, massa parasetamol yang digunakan adalah 10 mg.
3.1.2. Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL
Diketahui : Kadar Teofilin ( CTeofilinl) = 1 mg/mL
Volume Metanol (VTeofilin) = 10 mL
Ditanya : Massa Teofilin =…..?
Jawab :
Massa Teofilin = CTeofilin. VTeofilin
Massa = 1 mg/mL . 10 mL
Massa = 10 mg
Jadi, massa teofilin yang digunakan adalah 10 mg.
3.1.3. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 100 µg/mL

6
Diketahui : Kadar larutan stok Parasetamol (C1)= 1 mg/mL= 1000 µg/mL
Kadar larutan baku Parasetamol (C2) = 100 µg/mL
Volume larutan baku Parasetamol (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume larutan stok Parasetamol (V1) =…?
Jawab :
C1 .V1 = C2. V2
1000 µg/mL .V1 = 100 µg/mL. 10 mL
V1 = 1 mL
Jadi, volume larutan stok Parasetamol yang dipipet adalah 1 mL.
3.1.4. Pembuatan Larutan Baku Teofilin 100 µg/mL
Diketahui : Kadar larutan stok Teofilin (C1) = 1 mg/mL = 1000µg/mL
Kadar larutan baku Teofilin (C2) = 100 µg/mL
Volume larutan baku Teofilin (V2) = 25 mL
Ditanya : Volume larutan stok Teofilin (V1) =...?
Jawab :
C1 .V1 = C2. V2
1000 µg/mL. V1 = 100 µg/mL. 25 mL
V1 = 2,5 mL
Jadi, volume larutan stok Teofilin yang dipipet 2,5 mL.
3.1.5. Pembuatan Larutan Baku Siap Ukur Parasetamol
Larutan Parasetamol yang menghasilkan absorbansi 0,434.

A = (gr/mL)

0,434 = 668 x 100 mL/gr.cm x 1 cm x c


c = 6,5 x 10-6 gr/mL = 6,5 µg/mL
Maka dibuat larutan Parasetamol dengan konsentrasi 6,5 µg/mL
Diketahui : Kadar larutan baku Parasetamol (C1) = 100 µg/mL
Kadar larutan baku siap ukur Parasetamol (C2)= 6,5 µg/mL
Volume larutan baku siap ukur Parasetamol (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume larutan baku Parasetamol (V1) =…..?
Jawab :

7
C1 .V2 = C2 .V2
100 µg/mL.V1 = 6,5 µg/mL. 10 mL
V1 = 0,65 mL
Jadi, volume larutan baku Parasetamol yang diambil adalah 0,65mL.

3.1.6. Pembuatan Larutan Baku Siap Ukur Teofilin


Larutan Teofilin yang menghasilkan absorbansi 0,434.

A = (gr/mL)

0,434 = 536 x 100 mL/gr.cm x 1 cm x c


c = 8,1 x 10-6 gr/mL = 8,1 µg/mL
Diketahui : Kadar larutan baku Teofilin (C1) = 100 µg/mL
Kadar larutan baku siap ukur Teofilin (C2) = 8,1 µg/mL
Volume larutan baku ukur Teofilin (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume larutan baku Teofilin (V1) =…..?
Jawab :
C1 .V1 = C2. V2
100 µg/mL.V1 = 8,1 µg/mL. 10 mL
V1 = 0,81 mL
Jadi, volume larutan baku Teofilin yang diambil adalah 0,81 mL.
3.1.7. Pembuatan Larutan Campuran Parasetamol dan Teofilin
- Larutan Parasetamol 6,5 µg/mL
Diketahui : Kadar larutan baku Parasetamol (C1) = 100 µg/mL
Kadar larutan baku ukur Parasetamol (C2) = 6,5 µg/mL
Volume larutan baku ukur Parasetamol (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume larutan baku Parasetamol (V1) =…..?
Jawab :
C1 . V 1 = C2 . V2
100 µg/mL. V1 = 6,5 µg/mL. 10 mL
V1 = 0,65 mL

8
Jadi, volume larutan baku Parasetamol 100 µg/mL yang dipipet adalah
0,65mL.
- Larutan Teofilin 8,1 µg/mL
Diketahui : Kadar larutan baku Teofilin (C1) = 100 µg/mL
Kadar larutan baku ukur Teofilin (C2) = 8,1 µg/mL
Volume larutan baku ukur Teofilin (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume larutan baku Teofilin (V1) =…..?
Jawab :
C1 . V 1 = C2 . V2
100 µg/mL. V1 = 8,1 µg/mL. 10 mL
V1 = 0,81 mL
Jadi, volume larutan baku Teofilin 100 µg/mL yang dipipet adalah 0,81
mL.
3.1.8. Pembuatan Larutan Seri Teofilin
Diketahui : Kadar larutan baku Teofilin (C1)= 100 µg/mL = 10 mg%
Volume larutan yang dibuat (V2)= 10 mL
Seri konsentrasi larutan teofilin yang akan dibuat (C 2)= 0,75;
1,25; 1,75; 2,25; 2,75; 3,25 mg%
Ditanya : Volume larutan baku yang digunakan untuk masing-masing seri
konsentrasi (V1) =…..?
Jawab :
 Larutan Baku Teofilin Seri Konsentrasi 0,75mg%
C1 . V1 = C2 . V 2
100 µg/mL. V1 = 0,75 mg%. 10 mL
10 mg%. V1 = 0,75 mg%. 10 mL
V1 = 0,75 mL
 Larutan Baku Teofilin Seri Konsentrasi 1,25 mg%
C1 . V1 = C2 . V 2
100 µg/mL. V1 = 1,25 mg%. 10 mL
10 mg%. V1 = 1,25 mg%. 10 mL
V1 = 1,25 mL

9
 Larutan Baku Teofilin Seri Konsentrasi 1,75 mg%
C1 . V1 = C2 . V 2
100 µg/mL. V1 = 1,75 mg%. 10 mL
10 mg%. V1 = 1,75 mg%. 10 mL
V1 = 1,75 mL
 Larutan Baku Teofilin Seri Konsentrasi 2,25 mg%
C1 . V1 = C2 . V 2
100 µg/mL. V1 = 2,25 mg%. 10 mL
10 mg%. V1 = 2,25 mg%. 10 mL
V1 = 2,25 mL
 Larutan Baku Teofilin Seri Konsentrasi 2,75 mg%
C1 . V1 = C2 . V 2
100 µg/mL. V1 = 2,75 mg%. 10 mL
10 mg%. V1 = 2,75 mg%. 10 mL
V1 = 2,75 mL
 Larutan Baku Teofilin Seri Konsentrasi 3,25 mg%
C1 . V1 = C2 . V 2
100 µg/mL. V1 = 3,25 mg%. 10 mL
10 mg%. V1 = 3,25 mg%. 10 mL
V1 = 3,25 m

4.1. Prosedur Kerja

1. Prosedur Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/ml


Ditimbang sebanyak 1 mg teofilin dengan timbangan analitik kemudian
dimasukkan dalam beaker glass. Ditambahkan etanol 96% secukupnya sambil diaduk
dengan batang pengaduk hingga larut. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL dan ditambahkan etanol 96% hingga tanda batas labu ukur. Digojog hingga

10
homogen lalu dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label Larutan Stok Teofilin
1 mg/ml.

2. Prosedur Pembuatan Larutan Stok Paracetamol 1 mg/ml


Ditimbang 1 mg paracetamol dengan timbangan analitik kemudian dimasukkan
ke dalam beaker glass. Ditambahkan etanol 96% secukupnya sambil diaduk dengan
batang pengaduk hingga larut.larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan etanol 96% hingga tanda batas labu ukur. Disimpan dalam botol vial dan
diberi label Larutan Stok Paracetamol 1 mg/ml .

3. Prosedur Pembuatan Larutan Baku Teofilin 100 µg/ml


Dipipet 2,5 mL larutan stok teofilin dengan konsentrasi 1mg/mL. Dimasukkan
ke dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan dengan akuades sampai tanda batas 25 mL.
Digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberikan label
Larutan Baku Teofilin 100 μg/mL.

4. Prosedur Pembuatan Larutan Baku Paracetamol 100 µg/ml


Dipipet 1 mL larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/mL.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan dengan akuades sampai tanda
batas 10 mL. Digojog hingga homogen kemudian dimasukkan ke dalam botol vial
dan diberikan label Larutan Baku Parasetamol 100 μg/mL.

5. Prosedur Pembuatan Larutan Siap Ukur Teofilin 8,1 μg/mL


Dipipet 0,81 mL larutan baku teofilin, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan akuades hingga tanda batas labu ukur. Digojog hingga homogen
kemudian disimpan dalam botol vial dan diberi label Larutan Siap Ukur Teofilin.

6. Prosedur Pembuatan Larutan Siap Ukur Paracetamol 6,5 μg/mL


Dipipet 0,65 mL larutan baku teofilin, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan akuades hingga tanda batas labu ukur. Digojog hingga homogen
kemudian disimpan dalam botol vial dan diberi label Larutan Siap Ukur Paracetamol.

11
7. Prosedur Pembuatan Larutan Uji Campuran Parasetamol (6,5 μg/mL) dan
Teofilin (0,81 μg/mL)
μg
Dipipet 0,65 mL larutan baku parasetamol dengan konsentrasi 100 /mL.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Dipipet 0,81 mL larutan baku teofilin
dengan konsentrasi 100 μg/mL. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL bersama dengan
larutan parasetamol sebelumnya. Ditambahkan dengan akuades sampai tanda batas 10
mL. Digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberikan label
Larutan Campuran Parasetamol dan Teofilin.

8. Prosedur Pembuatan Larutan Seri Teofilin Konsentrasi 0,75 mg%; 1,25 mg%;
1,75 mg%; 2,25 mg%; 2,75 mg%; dan 3,25 mg%.
Dipipet sebanyak 0,75 mL; 1,25 mL; 1,75 mL; 2,25 mL; 2,75 mL dan 3,25 mL
larutan baku teofilin 100 μg/mL. Dimasukkan masing-masing pada labu ukur 10 mL.
Ditambahkan akuades sampai tanda batas 10 mL. Digojog hingga homogen.
Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberikan label Larutan Seri Teofilin sesuai
dengan seri konsentrasinya.

9. Pengukuran Serapan Larutan Siap Ukur Parasetamol dan Teofilin


Diatur pada panjang gelombang 200-300 nm.Dimasukkan blanko (akuades)
pada kuvet. Ditekan tombol auto zero (dikalibrasi). Blanko dibuang.Diukur
absorbansi larutan siap ukur parasetamol dan teofilin pada rentang panjang
gelombang 200-300 nm.Diukur serapannya dan dicatat.

10. Pembuatan Spektra Larutan Parasetamol dan Teofilin.


Dibuat spektra masing-masing larutan parasetamol 6,5 μg/mL dan teofilin
15μg/mL. Dibuat spektra dengan rentang panjang gelombang 200-300 nm.

11. Penentuan Zero Crossing Parasetamol


Spektra serapan normal dari parasetamol dan teofilin yang diperoleh, dibuat
spektra derivat pertama sampai derivat kedua dengan nilai parasetamol = 0, dengan

12
menggambarkan selisih absorbansi dua panjang gelombang terhadap harga rata-rata
dua panjang gelombang tersebut. Dari spektra derivat tersebut ditentukan panjang
gelombang zero crossing parasetamol. Jika terdapat banyak zero crossing
parasetamol, dipilih zero crossing parasetamol dimana nilai derivat teofilin paling
besar.

12. Pengukuran Serapan Larutan Seri Teofilin


Diatur pada panjang gelombang zero crossing parasetamol yaitu 222,5 nm.
Dimasukkan blanko (akuades) pada kuvet. Ditekan tombol auto zero (dikalibrasi).
Blanko dibuang. Dimasukkan larutan seri teofilin sesuai seri dan sampel. Diukur
serapannya dan dicatat.

13. Pembuatan Kurva Baku


Dari hasil pengukuran absorbansi larutan seri teofilin ditentukan nilai derivat
kedua masing-masing larutan seri. Dibuat kurva baku dan persamaan linier sehingga
diperoleh persamaan y = bx + a (y = nilai dA/dλ, x = konsentrasi, b = slope, a =
derau).

14. Penetapan Kadar Teofilin


Larutan campuran diukur absorbansinya pada panjang gelombang 222,5 nm.
Dari hasil absorbansi tersebut dibuat nilai derivat kedua dari larutan uji. Nilai dA/dλ
spektrum teofilin pada panjang gelombang zero crossing parasetamol dimasukkan ke
Ditimbang 10 mg serbuk teofilin dan dimasukkan ke dalam beaker
dalam persamaan kurva larutan seri teofilin.
glass.

V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL
Ditambahkan etanol 96% secukupnya sambil diaduk menggunakan
batang pengaduk hingga larut.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol 96%


hingga tanda batas labu ukur.

13
Labu ukur digojog hingga larutan homogen dan dimasukkan ke dalam
botol vial serta diberi label “Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL”.
5.2 Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL

Ditimbang 10 mg serbuk parasetamol dan dimasukkan ke dalam


beaker glass.

Ditambahkan etanol 96% secukupnya sambil diaduk menggunakan


batang pengaduk hingga larut.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol 96%


hingga tanda batas labu ukur.
Labu ukur digojog hingga larutan homogen dan dimasukkan ke dalam
botol vial serta diberi label “Larutan Stok Parasetamol 1 mg/mL”.

5.3 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 100 µg/mL sebanyak 10 mL

Dipipet 1 ml larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/mL

Dimasukkan ke labu ukur 10 ml

Dipipet 2,5 mL
Larutkan larutan
dalam stokdan
akuades teofilin dengan
genapkan konsentrasi
volume sampai1 tanda.
mg/mL.

Dimasukkan kedalam botol vial dan diberikan label Larutan Baku


Dimasukkan ke dalam
Parasetamol labu
100 ukur 25 mL.
µg/mL.
5.4 Pembuatan Larutan Baku Teofilin 100 µg/mL sebanyak 25 mL
Dilarutkan dalam akuades dan genapkan volume sampai tanda batas.

14
Dimasukkan kedalam botol vial dan diberikan label Larutan Baku
Teofilin 100 µg/mL.
5.5 Pembuatan Larutan
Dipipet Baku
0,81 mL Siapbaku
larutan Ukur Teofilin 8,1dengan
parasetamol µg/mLkonsentrasi

100 µg/mL.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

Dilarutkan dalam akuades dan genapkan volume sampai tanda batas

Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberikan label “Larutan Siap


5.6 Pembuatan Larutan Baku Siap Ukur Parasetamol 6,5 µg/mL
Ukur Teofilin”
Dipipet 0,65 mL larutan baku parasetamol dengan konsentrasi

100 µg/mL.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

Dilarutkan dalam akuades dan genapkan volume sampai tanda batas

Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberikan label “Larutan Siap


Ukur Parasetamol”
15
5.7 Pembuatan Larutan Campuran Parasetamol (6,5 µg/mL) dan Teofilin (8,1
µg/mL)
Dipipet 0,65 mL larutan baku parasetamol dengan konsentrasi

100 µg/mL.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mLDimasukkan ke dalam labu


ukur 10 mL

Dipipet 0,81 mL larutan baku teofilin dengan konsentrasi 100 µg/mL


dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah berisi parasetamol
sebelumnyaDilarutkan dalam akuades dan genapkan volume sampai
tanda batas

Ditambahkan akuades hingga tanda batas labu ukur

Labu ukur digojog hingga campuran homogen

Larutan campuran dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label


“Larutan Campuran Parasetamol dan Teofilin

5.8 Pembuatan spektrum dari masing-masing larutan parasetamol dan teofilin

Buat spektrum normal dari larutan tersebut dengan rentang panjang


gelombang 220-320 nm.

16
5.9 Penentuan Zero Crossing
Dari spektra serapan normal yang diperoleh, dibuat spektra derivat
pertama dan derivat kedua dengan menggambarkan selisih absorban
dua panjang gelombang terhadap harga rata-rata dua panjang
gelombang tersebut.

Dari spektra derivat tersebut ditentukan panjang gelombang zero


crossing parasetamol, di mana dA/dλ parasetamol bernilai nol.
5.10 Pembuatan Larutan Seri Teofilin
a. Larutan Seri I

Dipipet 0,75 ml larutan teofilin konsentrasi 100 µg/mL

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.


Ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL.
b. Larutan Seri II
Dipipet 1,25 ml larutan teofilin konsentrasi 100 µg/mL

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL.

c. Larutan Seri III1,75 ml larutan teofilin konsentrasi 100 µg/mL


Dipipet

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. 17

Ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL.


d. Larutan Seri IV

Dipipet 2,25 ml larutan teofilin konsentrasi 100 µg/mL

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL.


e. Larutan Seri V

Dipipet 2,75 ml larutan teofilin konsentrasi 100 µg/mL

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL.


f.Larutan Seri VI

Dipipet 3,25 ml larutan teofilin konsentrasi 100 µg/mL

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

g. Pembuatan Kurva Baku


Kurva baku dibuat dengan
Ditambahkan mengukur
akuades seri
hingga kadar
tanda larutan
batas baku teofilin
10 mL.
pada panjang gelombang zero crossing parasetamol.
.

Nilai d3A/dλ3 spektrum dan kadar dibuat dengan persamaan linier


sehingga diperoleh persamaan y = bx + a (y = nilai d3A/dλ3, x = 18
konsentrasi; b = slope; a = derau).
.
h. Penetapan Kadar Teofilin

Larutan campuran dibaca pada panjang gelombang zero crossing


parasetamol.

Nilai d3A/dλ3 spektrum teofilin pada panjang gelombang zero crossing


parasetamol dan dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku teofilin.

19
DAFTAR PUSTAKA

Connors, K. A. 1982. A Textbook of Pharmaceutical Analysis 3th Ed. New York: John
Willey & Sons.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Hayun, H. dan Yenti .2006. Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida Dan


Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza secara
Spektrofotometri Derivatif. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol III(1).

Moffat, A. C., M. D. Osselton, W. Drian, L. Y. Galichet. 2005. Clarke’s Analysis of


Drug and Poisons. London: Pharmaceutical Press.

Naldi dan Eki. 2010. Penetapan Kadar Campuran Ibuprofen dan Parasetamol dalam
Sediaan Tablet secara Volumetri. Medan: Fakultas Farmasi Universitas
Sumatra Utara.

Skoog, Douglas Arvid. 1985. Principles of Instrumental Analysis Third Edition.


USA: Saunders College Publishing.

Wulandari, M. G. D., R. D. Friamitra, C. Patramurti. 2008. Penetapan Kadar Kafein


Dalam Campuran Parasetamol, Salisilamida, dan Kafein Secara
Spektrofotometri Derivatif. Jurnal Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Vol II (11). Hal. 69-78.

20

Vous aimerez peut-être aussi