Vous êtes sur la page 1sur 18

KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN TEORI HALUSINASI

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Dari
beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka penulis
mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

2. Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi


1) Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.

2) Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. Tanda Dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar
atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
a) Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b) Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c) Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d) Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
4. Rentang Respon
Respon adaptif respon maladaptif

Pikiran logis distorsi pikiran gangguan fikir /


(pikiran kotor) delusi

Pikiran akurat ilusi halusinasi


Emosi konsisten reaksi emosi berlebihan perilaku
dengan pengalaman atau kurang disorganisasi

perilaku sesuai perilaku aneh dan tidak isolasi sosial


biasa

5. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
2) Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
3) Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4) Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Kondisi klien sangat membahayakan.

6. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti :
darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
7. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana
seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada
diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat
yang di berikan.
3) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4) Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki
yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada
keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI


1. Pengkajian Pasien Halusinasi
a) Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal pengkajian,
nomor rekam medic
b) Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis, factor
psikologis, social budaya, dan factor genetic
c) Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak
mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah
diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala
stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas.
d) Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
e) Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam perasaan,
afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya
tilik diri.
f) Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g) Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
a) Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif dapat dikaji
dengan cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi
halusinasi pasien.
Halusinasi dengar
Data objektif:
- Bicara atau tertawa sendiri
- Marah-marah tanpa sebab
- Menyedengkan telinga kearah tertentu
- Menutup telinga
Data subjektif:
- Mendengar suara atau kegaduhan
- Mendengar suara yang bercakap-cakap
- Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan
Data objektif:
- Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
- Ketakutan pada sesuatu Yang tidak jelas
Data subjektif:
- Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu atau
monster
Halusinasi penghidu
Data objektif:
- Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
- Menutup hidung
Data subjektif:
- Membaui bau-bauan sperti bau darah, urin, feces, kadang-kadang bau itu
menyenangkan
Halusinasi pengecapan
Data objektif:
- Sering meludah
- Muntah
Data subjektif:
- Merasakan rasa seprti darah, urin atau feces
Halusinasi Perabaan
Data objektif:
- Menggaruk-garuk permukaan kulit
- Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit
Data subjektif:
- Merasa seperti tersengat listrik

b) Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis halusinasi.
c) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika
mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau hanya
sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal
ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi,
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinya halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
d) Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat
menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat
dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat
juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

Pohon Masalah

Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Cause Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Gambar 1.1 Pohon Masalah perubahan persepsi sensori : halisinasi


2. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1) Risiko tinggi perilaku kekerasan
2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3) Isolasi sosial
4) Harga diri rendah kronis
Diagnosa Utama:
1) Perubahan persepsi sensori : halusinasi

3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Perubahan TUM: 1. Setelah 1 X Tindakan Psikoterapeutik
persepsi Klien dapat interaksi klien Klien:
sensori : mengontrol menunjukkan  Bina hubungan
halusinasi halusinasi yang tanda-tanda saling percaya
dialaminya percaya kepada  Adakan kontak
TUK 1: perawat : sering dan singkat
Klien dapat  Ekspresi wajah secara bertahap
membina hubungan bersahabat  Observasi tingkah
saling percaya  Menunjukkan laku klien terkait
rasa senang. halusinasinya
 Ada kontak mata.  Tanyakan keluhan
 Mau berjabat yang dirasakan klien
tangan.  Jika klien tidak
 Mau sedang berhalusinasi
menyebutkan klarifikasi tentang
nama. adanya pengalaman
 Mau menjawab halusinasi,
salam. diskusikan dengan
 Mau duduk klien tentang
berdampingan halusinasinya
dengan perawat. meliputi :
 Bersedia
mengungkapkan Adakan kontak sering dan
masalah yang singkat bertahap
dihadapi. Observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinasinya (* dengar
2. Setelah 1 x /lihat/penghidu/raba./kecap),
interaksi klien jika menemukan klien yang
menyebutkan : sedang halusinasi :
 Isi  Tanyakan apakah
 Waktu iklien mengalami
 Frekuensi sesuatu (halusinasi
 Situasi dan dengar/ lihat/
kondisi yang penghidu/ raba.
menimbulkan Kecap)
halusinasi  Jika klien menjawab
ya, tanyakan apakah
yang sednag
dialaminya.
 Katakan bahwa
perawat percaya
klien mengalami hal
tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalmainya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi).
 Katakan bahwa ada
klien lain yang
mengalami hal yang
sama.
 Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien.
 Jika klien tidak
sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang
adanya pengalaman
halusinasi.
Diskusikan dengan
klien :
 Isi, waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore, malam
atau sering dan
kanga-kadang)
 Situasi dan kondisi
yang menimbulkan
atau tidak
menimbulkan
halusinasi.

TUK 2: Setelah 1x interaksi klien  Diskusikan dengan


Klien dapat menyatakan perasaan dan klien apa yang
mengenal responnya saat dirasakan jika terjadi
halusinanya mengalami halusinasi : halusinasi dan beri
 Marah kesempatan untuk
 Takut mengungkap
 Sedih perasaannya.
 Senang  Diskusikan dengan
 Cemas klien apa yang

 Jengkel dilakukan untuk


mengatasi perasaan
tersebut.
 Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati
halusinasinya.
TUK 3: 1. Setelah 2 x 1. Identifikasi bersama
Klien dapat interaksi klien klien cara atau
mengontrol menyebutkan tindakan yang
halusinasinya tindakan yang dilakukan jika terjadi
biasanya halusinasi (tidur,
dilakukan untuk marah, menyibukkan
mengendalikan diri dll)
halusinasinya. 2. Diskusikan cara
2. Setelah 2 x yang digunakan
interaksi klien klien,
menyebuktn cara  Jika cara yang
baru mengontrol digunakan adaptif
halusinasi beri pujian.
3. Setelah 2 x  Jika cara yang
interaksi klien digunakan
dapat memilih maladaptif
dan diskusikan kerugian
memperagakan cara tersebut.
cara mengatasi 3. Diskusikan cara baru
halusinasi untuk memutus
(dengar/ Lihat/ mengontrol
Penghidu/ Raba/ timbulnya
Kecap) halusinasi :
4. Setelah 3 x  Katakan pad adiri
pertemuan klien sendiri bahwa ini
menyebutkan tidak nyata (saya
manfaat minum tidak mau dengar/
obat, kerugian lihat/ penghidu/
tidak minum obat raba/ kecap pada
serta nama, saat halusinasi
warna, dosis, efek terjadi)
terapi dan efek  Menemui orang lain
samping obat. (perawat/teman /
anggota keluarga)
untuk menceritakan
tentang
halusinasinya.
 Membuat dan
melaksanakan
jadwal kegiatan
sehari-hari yang elah
disusun.
 Meminta keluarga/
taman/ perawat
menyapa jika sedang
berhalusinasi.
4. Diskusikan dengan
klien tentang
manfaat dan
kerugian tidak
minum obat, nama,
warna, dosis, cara,
efek terapi dan efek
samping penggunaan
obat.
5. Lakukan
pemeriksaan tanda –
tanda vital klien
6. Pantau klien saat
penggunaan obat
7. Beri pujian jika
klien menggunakan
obat dengan benar
8. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi
dengan dokter
9. Anjurkan klien
untuk konsultasi
kepada
dokter/perawat jika
terjadi hal-hal yang
tidak diiginkan.

TUK 4:  Setelah 1 x 1. Buat kontrak dengan


Klien dapat pertemuan keluarga untuk
dukungan dari keluarga, pertemuan (waktu ,
keluarga dalam keluarga tempat dan topik)
mengontrol menyatakan 2. Diskusikan dengan
halusinasinya setuju untuk keluarga (pada saat
mengikuti pertemuan keluarga/
pertemuan kunjungan rumah)
dengan perawat.  Pengertian
 Setelah 1 x halusinasi
interaksi keluarga  Tanda dan gejala
menyebutkan halusinasi
pengertian, tanda  Proses terjadinya
dan gejala, proses halusinasi
terjadinya  Cara yang dapat
halusinasi dan dilakukan klien dan
tindakan untuk keluarga untuk
mengendalikan memutus halusinasi
halusinasi  Obat –obatan
halusinasi
 Cara merawat
anggota keluarga
yang halusinasi di
umah (beri kegiatan,
jangan biarkan
sendiri, makan
bersama, berpergian
bersama, memantau
aobat-obatan dan
cara pemberiannya
untuk mengatasi
halusinasi)
 Beri informasi waktu
kontrol ke rumah
sakit dan bagaimana
cara mencari
bantuan jika
halusinasi tidak
dapat diatasi di
rumah.

1. Implementasi Keperawatan
DIAGNOSA PASIEN KELUARGA
KEPERAWATAN
Perubahan sensori SP II p SP II k
persepsi : halusinasi 1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih pasien merawat pasien dengan
mengendalikan halusinasi halusinasi
dengan cara bercakap-cakap 2. Melatih keluaraga
dengan orang lain. melakukan cara
3. Menganjurkan pasien merawat langsung
memasukan dalam jadwal kepada pasien
kegiatan harian halusinasiSP II k

4. Evaluasi
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah masalah
masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang berlawanan dengan masalah
yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien

Vous aimerez peut-être aussi