Vous êtes sur la page 1sur 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PARATYPUS B DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN HIPERTERMI
DI PAVILIUN 4 RSK BUDI RAHAYU BLITAR

Mitha Eka Kurnia Putri 201402037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan pada An.N dengan Diagnosa Medis Paratypus B dan


Diagnosa Keperawatan Hipertermi ini telah disetujui pada tanggal

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

NRK. NRK.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kepala Ruangan

Ilmu Keperawatan Pavilun 4

NRK. NRK.
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MEDIS DEMAM TIFOID
1.1 Pengertian
Demam tifoid dan demam paratifoid merupakan penyakit infeksi akut pada
usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Soegijanto, 2002;
Mansjoer, 2000). Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid adalah typhoid dan
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis (Soegijanto,
2002).
Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukan manifestasi klinis
yang sama atau menyebabkan enteristis akut. Penularan penyakit ini hampir selalu
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Muttaqin, 2011 :
488).
1.2 Etiologi
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora. Mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu antigen O
(somatik), H (flagela), Vi, dan protein membran hialin (Mansjoer, 2000). Sumber
penularan berasal dari tinja dan urine carier, dari penderita pada fase akut dan
penderita dalam fase penyembuhan (Soegijanto, 2002: 4). Transmisi kuman
terutama dengan cara menelan makanan yang tercemar tinja manusia (Soegijanto,
2002: 2).
1.3 Patofisiologi
Masuknya kuman salmonella typhi (S.typhi) dan salmonella paratyphi (S.
paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi.
Sebagaian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam
usus dan selanjutnya berkembangbiak. Bila respons imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-
M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak
dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di
bawa ke plag peyeri ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk kedalam sirkulasi (mengakibatkan bacteremia pertama yang asimtomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam
sirkulasi darah lagi mengakibatkan bacteremia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Kuman dapat masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu disekresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam
sirkulasi setelah menembus usus. Sebagian kuman di keluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama
terulang kembali, karena makrofag yang telah teraktivasi, hiperaktif, maka saat
fagositosis kuman sallmonela terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selajutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,
malaise, myalgia, sakit kepala, sakit perut, gangguan vascular, mental dan
koagulasi.
Di dalam plag peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hipeprlasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan, dan neukrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plag peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapsan otot, serosa
usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor
sel endotel kapiler denga akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainya.
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi kemudian berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S.typhi
berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada
tifoid disebabkan karena S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. (Sjaefoellah,
1996:436).
1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Soegijanto (2002: 11-12), perjalanan penyakit tifoid meliputi:
1) Masa Inkubasi
Masa inkubasi tifoid berlangsung 7-14 hari (bervariasi antara 3-30 hari)
tergantung jumlah dan strain kuman yang ditelan. Selama masa inkubasi penderita
tetap dalam keadaan asimtomatik
2) Onset penyakit
Setelah masa inkubasi, penderita mulai menunjukan gejala klinis berupa
demam makin lama makin tinggi tetapi dapat pula remiten atau menetap. pada
awalnya suhu meningkat secara bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari,
lebih tinggi pada sore dan malam hari. Akan tetapi demam bisa pula mendadak
tinggi mencapai 40 ̊C menetap sampai minggu kedua. Pada awal demam penderita
biasanya mengalami gejala mirip sindroma flu (Flu like syndrome) yaitu sakit
kepala, malaise, nyeri menelan, anoreksia, nyeri perut, nyeri otot, nyeri sendi.
Penderita dapat mengalami diare, tetapi lebih sering didapatkan konstipasi.
3) Akhir minggu pertama
Pada akhir minggu pertama demam sekitar 38,8 ̊ C- 40 ̊ C, penderita
mengeluh sakit kepala hebat, tampak apatis, bingung dan lelah. Abdomen tampak
membesar, mulut menjadi kering, lidah tampak kotor dilapisi selaput putih
kecoklatan. Kulit tampak kering juga didapatkan bercak rose didaerah abdomen,
dada, atau punggung. Bercak rose merupakan ruam mukular atau makulopapuar
dengan garis tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
4) Minggu kedua
Pada sebagian besar penderita demam tinggi terus berlangsung mencapai
38,3 ̊ C- 39,4 ̊ C Keadaan umum penderita makin menurun, apatis, bingung,
kehilangan kontak dengan orang sekitarnya,tidak bisa istirahat atau tidur.
5) Minggu ketiga
Memasuki minggu ketiga penderita memasuki tahap typhoid state yang
ditandai dengan disorentasi, bingung, insomnia, lesu, dan tidak bersemangat, bisa
pula didapatkan delirium, stupor, dan koma.
1.5 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
1) Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leucopenia (terutama
neutropenia) limfositosis relatif, aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia ringan (Soegijanto, 2002: 20-21)
2) Pemeriksaan Ig M
Pemeriksaan Ig M anti Salmonella hasil Borderline positif. Konsentrasi IgM
defisiensi bervariasi dari 40 mg/ dL (meskipun beberapa sumber mengatakan 20
mg / dL) ke tingkat tidak terdeteksi (referensi kisaran 45-150 mg/dL pada orang
dewasa). Informasi terbaru tingkat IgM laporan 29,7 ± 8,7 mg/dL (rata-rata ± SD)
untuk orang dewasa dan 16,5 ± 13,8 (mean ± SD) pada anak. Dalam konteks ini,
bahwa 2,1% dari "normal" individu memiliki nilai-nilai <2 SD di bawah rata-rata
dan bahwa nilai-nilai pada anak-anak harus dibandingkan dengan nilai rentang
referensi untuk usia.
3) Uji widal menurut Soegijanto (2002: 21):
(1) Reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody.
- Aglutinin O (dari tubuh kuman), merupakan kelas Ig lebih dulu meningkat pada
tahap awal dan menunjukkan respon serologis pada fase akut
- Aglutinin H (Flagela kuman), merupakan kelas Ig G meningkat kemudian dan
bertahan lebih lama. Aglutinin H seringkali meningkat secara tidak khas karena
imunisasi atau infeksi sebelumnya oleh bakteri lain.
- Aglutinin K (selaput kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis.
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam
sekali pemeriksaan).
(2) Aglutinin positif terhadap S. Typhii terdapat dalam serum penderita Demam
tifoid dan carrier (Nursalam, 2005).
4) Gall kultur
Biakan empedu salmonella typhi dapat ditemukan dalam darah penderita,
dapat juga ditemukan pada urine dan feces.
Biakan darah memberikan hasil positif Salmonella pada 40-80% penderita
demam tifoid. Sensitivitas biakan darah yang paling baik adalah selama seminggu
pertama sakit, dapat positif sampai minggu kedua dan setelah itu kadang-kadang
saja ditemukan positif. Kecuali dalam keadaan kambuh biakan darah jarang
menjadi positif setelah dua minggu sakit.
1.6 Komplikasi
1) Komplikasi di Usus menurut Nursalam (2008:144), yaitu:
(1) Perdarahan usus.
Apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidine. Bila terdapat perdarahan banya maka dapat
terjadi melena yang biasa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum.
(2) Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan jika terdapat
udara dalam rongga peritoneum.
(3) Peritonitis biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan
2) Komplikasi di luar usus
(1) Manifestasi pulmonal
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya bersifat ringan dan
disebabkan oleh bronkitis (15%), pnemonia (1-30%) bisa merupakan infeksi
sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain
yang terjadi adalah abses paru, efusi dan empiema (Soegijanto, 2002).
(2) Manifestasi hematologis
Depresi tulang sumsum belakang yang toksik pada penderita dengan
manifestasi klinis yang berat, menyebabkan terjadinya anemia, neutropenia,
granulositopenia, dan trombositopenia. Hemolisis akut dijumpai pada pasien
G6PD yang menderita demam thypoid dan dipicu deengan pemakain klorafenikol
(Soegijanto, 2002).
(3) Manifestasi neuropsikiatri
Manifestasi neuropsikiatri yang dilaporkan pada penderita demam tifoid
dengan bervariasi: sakit kepala, meningismus sampai gangguan kesadaran
(disorientasi sampai delirium, stupor dan koma). Manifestasi lain yang jarang
dijumpai adalah kejang, typhoid meningitis, ensefalomielitis, transverse myelitis
dengan paraplegia, neuritis, dan sindroma Guilanbarre (Soegijanto, 2002).
(4) Manifestasi kardiovaskular
Myokarditis ditemukan pada 1-5% penderitandemam tifoid. Manifestasi
klinis bervariasi mulai dari asimtomatik sampai nyeri dada, payah jantung, aritmia
atau syok kardiogenik. Bila muncul pada anak kecil, miokarditis merupakan
komplikasi yang serius (Soegijanto, 2002).
(5) Manifestasi hepatobilier
Komplikasi hepatobilier yang biasa ditemukan adalah hepatits tofosa yang
asimtomatik ditandai dengan peningkatan SGOT dan SGPT (Soegijanto, 2002).
(6) Manifestasi urogenital
Kelainan yang peling sering ditemukan adalah proteinuria yang bersifat
sementara (Soegijanto, 2002).
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidajat (2004: 528) penatalaksanaan bagi pasien dengan
demam tifoid meliputi:
1) Perawatan
(1) Tirah baring sampai minimal 3 hari bebas demam
(2) Mobilisasi dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien
2) Diet
(1) Diet lunak karena adanya peradangan pada intestinal.
(2) Lauk pauk yang rendah selulosa dapat diberikan untuk menghindari
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
3) Pengobatan
(1) Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol sama dengan kloramfenikol.
(2) Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari trimetroprim dan sulfametosazol.
Dosis untuk orang dewasa 2x2 tablet/hari digunakan sampai 7 hari bebas demam.
(3) Ampisilin dan amoksilin
Indikasi penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leucopenia.
Dosis yang diberikan antara 75-150 mg/kg berat badan/hari, digunakan sampai 7
hari bebas demam.
(4) Antipiretik
Diberikan bila pasien demam.
4) Pembedahan
Pada pasien yang sudah terjadi komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus akan dilakukan pembedahan.
1.8 Pencegahan
Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhii
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Salmonella typhii akan mati dalam air apabila dipanasi setinggi
57°C untuk beberapa menit atau dengan proses ionisasi/klorinasi, untuk makanan
pemanasan sampai 57°C secara merata (Satari, 2008: 345). Menurut Widoyono
(2011: 45) kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan
demam tifoid. Merebus air minum dan makanan sampai mendidih juga sangat
membantu. Sanitasi lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan imunisasi,
berguna untuk mencegah penyakit. Secara lebih detail, strategi pencegahan
demam tifoid mencakup hal-hal berikut:
1) Penyediaan sumber air minum yang baik
2) Penyediaan jamban yang sehat
3) Sosialisasi budaya cuci tangan
4) Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum di minum
5) Pemberantasan lalat
6) Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman
7) Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui
8) Imunisasi . Jenis vaksinasi yang tersedia adalah:
(1) Vaksin parenteral utuh
Berasal dari sel Salmonella typhii utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin
mengandung sekitar 1 milyar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1
cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan
interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya pendek,
vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.
(2) Vaksin oral Ty21a
Ini adalah vaksin oral yang mengandung Salmonella typhii strain Ty21a
hidup. Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2
hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a ini bisa memberikan
perlindungan selama 5 tahun.
(3) Vaksin parenteral polisakarida
Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin
diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular pada usia
mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan
60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relative paling aman.
Imunisasi rutin dengan vaksin tifoid pada orang yang kontak dengan
penderita seperti anggota keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid
dianggap kurang bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar
karier. Vaksin oral tifoid bisa juga member perlindungan parsial terhadap demam
paratifoid, karena sampai sekarang belum ditemukan vaksin yang efektif untuk
demam paratifoid.
1.9 WOC
Kuman Salmonela Thypoid
ditularkan melaui makanan
dan minuman yang

Ke lambung

Sebagian dimusnahkan
oleh asam lambung
Sebagian masuk
ke usus halus

Menginvasi sel epitel dan tinggal di lamina propia

Mengeluarkan endotoksin

Peradangan dan nekrosis setempat

Kuman Lewat Pembuluh Limfe Masuk Ke


Darah (Bakteremia Primer) Menuju Organ
Retikuloendotelial Sistem (Res) Terutama
Hati Dan Limpa

Bakterimia sekunder

Demam Typoid
Stress
Kurang Pengetahuan Kurang informasi Demam Typoid MRS hospitalisasi Anxietas
B1 (Breathing)

B2 (Blood) B3 (Brain) B5 (Bowel)

Kecepatan Kuman masuk ke Reaksi inflamasi


Metabolisme me↑ pembuluh darah darah Invasi ke jar limfoid Kuman menginvasi
mukosa lambung
Pelepasan mediator
Pe↑penggunaan ATP Menstimulasi sel host kimia histamine, Peradangan
inflamasi (makrofag, neutrofil) bradikinin,serotonin jaringan HCL ↑

Pe↑ penggunaan O2
untuk pemecahan ATP Memproduksi endogenus Berikatan dengan IP-3 P↓ absorbsi Pembengkakan Mual, muntah,
pirogen IL-1,IL-6 (endotoksin payer patchs anoreksia
usus
Kompensasi tubuh kuman)
Merangsang ujung- Nutrisi kurang dari
untuk mendapatkan O2 Penyempitan
ujung saraf aferen Merangsang kebutuhan tubuh
Meningkatkan thermostat lumen usus
“set point” di hipotalamus peristaltik
Peningkatan RR
Sensasi nyeri usus
Peristaltic
Hipertermia usus menurun Nekrosis
Resiko ketidakefektifan
Nyeri Akut Peristaltik ↑ mengenai mukosa
pola nafas
Metabolisme tubuh ↑ Konstipasi dan submukosa

Diare
Pengeluaran cairan melalui Gang. Erosi pada
Resiko kekurangan
keringat, urine ↑ berlebihan Eliminasi alvi pembuluh darah
volume cairan
Gang.eliminasi (konstipasi)
alvi (diare) PK: Perdarahan
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID
2.1 Pengkajian
Pengkajian yang harus dilakukan pada pasien dengan thypus abdominal
yaitu:
1) Identitas
Usia: sering ditemukan pada anak usia > 1 tahun (Nursalam, 2008: 154).
2) Keluhan Utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, kurang
bersemangat, mual muntah, nafsu makan menurun (terutama selama masa
inkubasi) (Nursalam, 2008: 154).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pada pasien Thypoid demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah
tifoid (kotor), gangguan kesadaran apatis sampai somnolen (Nursalam, 2008:
154).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah menderita penyakit typoid sebelumnya (carier). Pada orang yang
telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan
aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan (Soegijanto, 2002: 11).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit
yang lainnya (carier).
6) Riwayat psikososial/dampak hosptalisasi bagi anak dan orangtua
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis anak, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, apakah orangtua dapat menerima pada apa yang
diderita anaknya.
7) Faktor lingkungan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di
daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang
tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah (Soegijanto,
2002).

8) Faktor perilaku
Adanya kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita
demam tifoid atau karier kronis. Transmisi kuman terutama dengan cara menelan
makanan atau air yang tercemar tinja manusia (Soegijanto, 2002).
9) ADL
(1) Pola nutrisi
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan, lidah kotor (Coated
tounge), halitosis (Suriadi, 2001:283).
(2) Pola aktifitas dan istirahat
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat badan lesu, dan tidak
bersemangat. Pasien mengalami demam tinggi yang terus berlangsung mencapai
38,3 ̊C- 39,4 ̊C. Pasien tidak bisa istirahat atau tidur (Soegijanto, 2002: 12).
(3) Hygiene perseorangan
Pasien dengan hygiene personal yang buruk seperti tidak mencuci tangan
karena transmisi kuman terutama dengan cara menelan makanan yang tercemar
tinja manusia (Soegijanto, 2002: 2). Sumber penularan berasal dari tinja dan urine
carier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan
(Soegijanto, 2002: 4)
(4) Pola eliminasi
Penderita dapat mengalami diare, tetapi lebih sering didapatkan konstipasi
(Soegijanto, 2002: 12).
10) Data Pertumbuhan dan Perkembangan (Wong, 2008:199-200)
(1) Pertumbuhan remaja awal 11-14 tahun
Pertumbuhan meningkatan cepat, mencapai puncak kecepatan, tampak
karakteristik seks sekunder.
(2) Kognitif
Menggali kemampuan baru untuk pikiran abstrak yang terbatas, mencari-
cari nilai dan energy baru, perbandingan terhadap normalitas dengan sebaya yang
jenis kelaminnya sama.

(3) Identitas
Terus menerus memikirkan perubahan tubuh yang cepat, mencoba berbagai
peran, pengukuran ketertarikan dengan penerimaan atau penolakan terhadap
sebaya, menegaskan norma-norma kelompok.
(4) Hubungan dengan orang tua
Mendifinisikasi batasan kemandirian-ketergantungan, keinginan kuat untuk
tetap tergantung pada orang tua sambil mencoba untuk memisahkan diri, tidak ada
konflik utama terhadap kontrol parental.
(5) Hubungan dengan sebaya
Mencari afiliasi sebaya untuk menghadapi ketidakstabilan yang diakibatkan
oleh perubahan cepat, peningkatan pertemanan ideal yang dekat dengan anggota
dengan kenis kelamin yang sama, berjuang untuk menguasai mengambil tempat
ke dalam kelompok.
(6) Seksualitas
Eksplorasi diri dan evaluasi, kencan terbatas, biasanya kelompok intimasi
terbatas.
(7) Kesehatan psikologis
Perubahan alam perasaan yang meluas, mimpi di siang hari yang terus
menerus, marah yang diekspresikan dengan kemurungan, kemarahan yang
meledak-ledak, dan makian secara verbal dan memanggil nama.
2.2 Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher: Konjunctiva tampak pucat bila mengalami anemia, mukosa
bibir tampak kering, wajah tampak pucat, lidah tifoid, pusing, nyeri kepala
(Nursalam, 2008: 145).
2) Hidung: Ada pernapasan cuping hidung (Nursalam, 2008: 145).
3) Mulut: pada mulut terlihat lidah kotor warna putih (khas typoid) dan terjadi
pembesaran tonsil. Lidah tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, tremor)
(Mansjoer, 2000: 422).
4) Leher: Pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar limfe.
5) Dada : Pada keadaan yang lanjut dapat ditemukan respirasi meningkat akibat
peningkatan suhu tubuh, tachikardi saat pasien mengalami peningkatan suhu
tubuh, bradikardi relative akibat syok, suara jantung melemah.
6) Abdomen: Peningkatan atau penurunan bising usus, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus (akumulasi udara dalam intestinal), asites.
7) Genital dan eliminasi: Akibat suhu tubuh meningkat terjadi peningkatan
kebutuhan cairan dalam tubuh sehingga terjadi penurunan produksi urine, urine
berwarna pekat, pada pola BAB bisa diare bahkan kadang-kadang konstipasi
(Nursalam, 2008: 146).
8) Ekstrimitas: Kelemahan otot akibat terjadi penurunan tekanan darah dan
bradikardi relatif. (Nursalam, 2008: 146).
9) Sistem integument: Kulit tampak kering juga didapatkan bercak rose didaerah
abdomen, dada, atau punggung. Bercak rose merupakan ruam mukular atau
makulopapuar dengan garis tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 2-3
hari (Soegijanto, 2002: 11-12).
2.3 Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif akibat proses infeksi
(NANDA, 2010).
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,mual muntah
(NANDA, 2010).
3) Intoleran aktivitas aktivitas berhubungan dengan kelemahan (NANDA, 2010).
4) Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan udara
inspirasi akibat adanya peningkatan respirasi rate akibat demam
5) Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan konstipasi akibat penekanan lumen
usus (NANDA, 2010).
6) Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan dengan diare akibat peningkatan
peristaltik usus (NANDA, 2010).
7) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake
cairan dan peningkatan suhu tubuh (NANDA, 2010).
8) Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan (NANDA, 2010).
9) Ansietas pada anak dan orang tua berhubungan dengan lingkungan yang baru
(hospitalisasi) (NANDA, 2010).
10) Kurang pengetahuan orangtua berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyebab, pencegahan tifoid pada anak (NANDA, 2010).
11) PK: Perdarahan berhubungan dengan erosi pada pembuluh darah akibat
demam tifoid (NANDA, 2010).
2.4 Tujuan dan Intervensi Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif akibat proses infeksi
(NANDA, 2010).
Tujuan: Pasien menunjukan suhu tubuh kembali normal setelah mendapat
tindakan keperawatan
Kriteria hasil: Klien dalam suhu 36-37,50C, akral hangat, tidak
merinding/menggigil, nadi 60-100x/mnt.
Intervensi:
(1) Berikan kompres air hangat.
R/ Air hangat dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sehingga
mepercepat pengeluaran panas dari dalam tubuh.
(2) Jelaskan dan anjurkan ibu untuk tetap memberikan minum sesuai dengan
kebutuhan cairan sesuai berat badan bila berat >20 kg menurut Holliday Segar
1500 + (20xKg BB).
R/ Cairan oral dapat mengganti kehilangan cairan akibat peningkatan
metabolisme tubuh.
(3) Anjurkan orangtua memberikan pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ Pakaian tipis dan menyerap keringat dapat mempercepat pengeluaran panas
melalui evaporasi.
(4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik (10-15mg/kgBB).
R/ Antipiretik mangandung parasetamol yang dapat membantu untuk
menurunkan panas.
(5) Observasi keadaan umum pasien dan keluhan pasien, suhu, nadi.
R/ Hasil Observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang
dilakukan.

2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,mual muntah


(NANDA, 2010).
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan, hasil lab (Alb 3,5-50 mg/dl, Hb 11,5-16,5
mg/dl), BB tetap atau naik
Intervensi :
(1) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
R/ kualitas intake nutrisi yang baik dapat membantu untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien
(2) Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik
porsi kecil tetapi sering.
R/ Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan, dan
mencegah beban kerja usus yang berlebihan serta menghindari peningkatan
tekanan pada lambung yang dapat menyebabkan mual dan muntah.
(3) Mempertahankan kebersihan mulut anak.
R/ mulut yang bersih mengurangi mual yang dirasakan dan meningkatkan
nafsu makan anak.
(4) Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian
makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak.
R/: mempertahankan status nutrisi dalam tubuh anak.
(5) Dalam pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar albumin dan Hb dalam
darah
R/ albumin merupakan salah satu protein dalam darah sedangkan Hb
merupakan salah satu unsur darah yang disintesis dari sat besi. Keduanya
diperoleh dari asupan nutrisi yang dikonsumsi pasien. sehingga Hb dan
albumin merupakan indicator kimiawi yang menunjukan status nutrisi
(6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah, nutrisi parental meningkatkan
asupan nutrisi sel.
(7) Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat.
R/ Memberikan makanan yang dapat ditoleransi anak mengurangi resiko anak
mual dan muntah akibat terlalu banyak makanan yang dimakan serta tidak
memperberat kerja usus yang sedang meradang akibat tifoid.

3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake


cairan dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Pasien menujukkan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil : Turgor kulit normal, mata tidak cowong,kulit tidak kering, mukosa
mulut lembab, TTV (nadi 80-100x/menit, tensi 120/90 mmHg, RR 12-24x/menit,
suhu 36-37,50C), produksi urine normal 1cc/kgBB/24jam
Intervensi :
(1) Monitor intake dan output
R/ intake yang kurang yang tidak diimbangi dengan pengeluaran yang
berlebihan dapat membuat tubuh kekurangan cairan. Monitor diperlukan
untuk mengetahui status hidrasi tubuh.
(2) Berikan cairan parenteral
R/ cairan parenteral memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit yang hilang
akibat dehidrasi dimana masukan oral kurang mencukupi kebutuhan cairan
dan elektrolit tubuh.
(3) Berikan cairan per oral
R/ Cairan oral dapat mengganti kehilangan cairan akibat peningkatan
metabolisme tubuh. Rehidrasi cairan untuk anak usia 13 tahun adalah 1000-
1500cc/hari.
(4) Monitor serum elektrolit
R/ kekurangan volume cairan mempengaruhi status elektrolit dalam tubuh.
(5) Kaji tanda-tanda dehidrasi, output urine.
R/ untuk mengetahui status hidrasi anak dan menentukan kebutuhan
penambahan cairan.
4) Ansietas berhubungan dengan lingkungan yang baru (hospitalisasi)
Tujuan : Pasien menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil: Ungkapan cemas dan ketakutan berkurang, pasien tenang , anak
menunjukkan perilaku yang kooperatif dalam proses pengobatan dan perawatan
Intervensi:
(1) Berikan dukungan kepada pasien
R/ dukungan sosial membantu mengurangi kecemasan anak
(2) Fasilitasi orang tua untuk mendapat penjelasan dari dokter.
R/ Penjelasan dari dokter tentang kondisi anak saat ini mengurangi
kecemasan dari orangtua.
(3) Beri kesempatan anak untuk mengungkapkan perasaannya.
R/ Perasaan yang terungkapkan dapat mengurangi beban dan mengurangi
kecemasan.
(4) Observasi keluhan, ungkapan perasaan, dan stress orang tua.
R/ Hasil Observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan,
yang dilakukan.

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


penyebab, tanda dan gejala, dan pencegahan tifoid pada anak. Ditandai dengan
orangtua mengatakan tidak mengetahui penyebab, tanda dan gejala, serta
pencegahan penyakit tifoid pada anak.
Tujuan : Pengetahuan orangtua meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil: Menunjukkan pemahaman tentang penyakit yang diderita ,
menunjukkan perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pencegahan.
Intervensi:
(1) Jelaskan kepada orangtua dan keluarga tetntang penyebab,tanda dan gejala,
serta pencegahan tifoid pada anak
R/ orangtua mampu menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
penyakit tifoid
(2) Jelaskan tentang tanda dan gejala yang perlu dilaporkan dan segera
mendapatkan penanganan.
R/ keikutsertaan orangtua dalam memonitor kesehatan anaknya dan
meningkatkan tanggung jawab orangtua dalam pemeliharaan kondisi anaknya
serta mencegah infeksi penyakit berulang.
(3) Libatkan orangtua dalam membantu memberikan asuhan keperawatan yang
tepat pada anak.
R/ peran orangtua merupakan support system dalam meningkatkan
keberhasilan tindakan keperawatan
(4) Observasi pengetahuan orangtua tentang penjelasan perawat.
R/ validasi data dapat membantu perawat untuk mengetahui tingkat
pemahaman orangtua terhadap penjelasan yang diberikan perawat, sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan orangtua.

6) Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya peningkatan


respirasi rate akibat demam
Tujuan : Pasien tidak mengalami ketidakefektifan pola nafas setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil : Tidak ada pernafasan kusmaul (dangkal dan cepat), tidak ada
retraksi dada, RR12-24x/mnt, tidak ada pernapasan cuping hidung
Intervensi :
(1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan.
(2) Berikan posisi semi fowler atau fowler
R/ posisi semi fowler atau fowler membuat diafragma tidak terdorong oleh isi
abdomen sehingga ekspansi paru meningkat
(3) Kolaborasi dalam pemberian Oksigen
R/ oksigen akan meningkatkan konsentrasi oksigen alveoli dan oksigenasi
arteri untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi tubuh yang meningkat akibat
peningkatan metabolisme.
(4) Pemeriksaan oksimetri
R/ hipoksemia dapat menjadi berat selama peningkatan kebutuhan oksigen
akibat peningkatan metabolisme tubuh.
(5) Observasi pernafasan (pola, frekuensi) pasien
R/ adanya perubahan pada pernafasan menjadi indikator adanya perubahan
dan tindakan yang harus di lakukan

7) Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan diare akibat peningkatan motilitas


usus
Tujuan : anak memperlihatkan adanya perbaikan pola eliminasi alvi setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : BAB 1- 2 kali dalam sehari, feses lembek tidak cair
Intervensi:
(1) Jelaskan pada orangtua pasien penyebab pasien diare
R/ dengan penjelasan yang diberikan pasien akan mengerti dan kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
(2) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pemberian antibiotic dan
terapi cairan parenteral
R/ Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri salmonella typhii yang
merupakan penyebab terjadinya diare, serta terapi cairan berfungsi untuk
mencegah kekurangan cairan akibat pengeluaran cairan yang berlebihan
akibat diare.
(3) Observasi keluahan pasien berkaitan dengan BAB, frekuensi BAB dan
konsistensi feses
R/ dengan observasi akan mengetahui keadaan pasien dan dapat menentukan
tindakan secara tepat.

8) Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan konstipasi akibat penekanan lumen


usus
Tujuan : anak memperlihatkan adanya perbaikan pola eliminasi alvi setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : BAB lancar, tidak ada konstipasi, feses lembek tidak keras
Intervensi:
(1) Jelaskan pada orangtua pasien penyebab pasien tidak bisa BAB
R/ dengan penjelasan yang diberikan pasien akan mengerti dan kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
(2) Anjurkan pasien untuk banyak minum sesuai kebutuhan pasien (kebutuhan
cairan usia 10tahun 2000-2500 cc).
R/ air putih dapat melunakkan konsistensi usus sehingga mempermudah
pengeluaran feses.
(3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pemberian antibiotic
R/ Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri salmonella typhii yang
merupakan penyebab terjadinya konstipasi.
(4) Observasi frekuensi BAB, konsistensi feses
R/ dengan observasi akan mengetahui keadaan pasien dan dapat menentukan
tindakan secara tepat.
9) Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan sekunder akibat infeksi
Tujuan: Pasien tidak mengalami nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang, Skor nyeri 0, TTV
(tensi 120-90mmHg, nadi 80-100x/menit, RR 12-24x/menit)
Intervensi:
(1) Jelaskan penyebab nyeri
R/ Inflamasi dan proses infeksi meningkatkan pelepasan mediator kimia
seperti bradikinin, histamine, prostaglandin, yang memnyebabkan
peningkatan sensitivitas hantaran nyeri ke SSP
(2) Jelaskan teknik mengurangi nyeri dengan distraksi,relaksasi
R/ Distraksi meningkatkan aktivitas dalam system kontrol desendens untuk
mencegah transmisi terus-menerus stimulus nyeri ke otak. Relaksasi
meningkatkan sekresi endorphin dan enkafalin pada sel inhibitor
kornudorsalis medulla spinalis yang dapat menghambat trasmisi nyeri
(3) Kolaborasi dengan berikan analgesik sesuai indikasi
R/ Mengubah persepsi dan interpretasi nyeri dangan menekan SSP
(4) Observasi keluhan nyeri, TTV (nadi, tensi, RR), dan skor nyeri tiap 3 jam
R/Deteksi keberhasilan tindakan untuk menentukan tindakan selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

NANDA. (2010). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2010.


Alih Bahasa: Made Sumarwati et al. (2010). Jakarta: EGC.

Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Satari, Hindra Irawan dkk. (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Soegijanto, Soegeng. (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan.


Jakarta: Salemba Medika.

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta:
Fajar Interpratama

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya Ed. 2. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (6th ed., Vol. I). (A.
Sutarna, N. Juniarti, & H. Kuncara, Trans.) Jakarta: EGC.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S

Sumber
Pengkajian tgl : 29 Mei 2018 : Ny. N
Data
Jam Pengkajian : 08.30 NO. RM : 158289
Tanggal MRS : 28 Mei 2018 Dx. Masuk : Paratypus B
Jam MRS : 22.00
Pav : IV
Ruang/Kelas : 26-6/ III

Identitas Anak Identitas Orang Tua


Nama : An. N Nama Ayah : Tn. A
Usia : 12 tahun 6 bulan Nama Ibu : Ny. N
Tanggal Lahir : 24 November 2005 Pekerjaan ayah/ibu : Tani
Identitas

Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan ayah/ibu : SMA


Anak : Ke 2 Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Alamat : Lorejo, Bakung
Riwayat Sakit dan Kesehatan

Keluhan Utama : Ibu pasien mengungkapkan badan anak panas sejak ± 1 minggu.

Riwayat Penyakit : Pasien An.N umur 12 tahun, BB 38 kg, sejak ± 1 minggu yang
Saat Ini lalu badan panas, pusing. Sudah berobat ke klinik dekat rumah
dan diberi obat gastrucid syr 3x1 dan omedrinal 3x1 PO. Panas
dan pusing mereda, tetapi 3 hari kemudian panas dan pusing
kambuh, kemudian An.N di bawa ke dr.Djoko. Di dr. Djoko An.N
menjalani pemeriksaan tes darah. Dari hasil tes darah tersebut
nilai tes serology widal Salm. Typhi O +1/80, Salm. Typhi H
+1/80, Para Typhi A +1/80, Para Typhi B +1/180, sehingga An.N
di sarankan untuk di rawat di Rumah Sakit. Jam 22.00 An.N di
bawa ke RSK Budi Rahayu dan masuk di kamar perawatan
Paviliun 4. Saat di kaji di Paviliun 4 An.N mengeluh kepala
pusing dan mual, keadaan umum lemah, akral hangat, kesadaran
CM 4-5-6, suhu 38ºC, nadi 88x/menit, TD 100/60 mmHg, RR
24x/menit. An.N memiliki alergi terhadap obat Sulfa.
Riwayat Kesehatan : Ibu mengungkapkan An.N pernah di rawat di RS karena sakit
Sebelumnya DHF (Dengue Hemoragic Syndrome) pada tahun 2016

Riwayat Kesehatan
: Ibu mengungkapkan anggota keluarga yang lain tidak pernah
Keluarga
memiliki riwayat paratypus B
Imunisasi
: Ibu mengungkapkan An.N telah mendapatkan imunisasi lengkap
saat balita
Pertumbuhan
Tumbuh Kembang

BB 38 kg

Lingkungan yang : An.N tinggal di lingkungan yang cukup bersih,


mempengaruhi kesehatan lingkungan di sekolah An.N bersih.

Perilaku yang : Sebelum sakit An.N setiap sore hari bermain di halaman
Data Penunjang

mempengaruhi kesehatan rumah, bermain sepeda dengan teman-temannya.

Persepsi ibu terhadap : Ibu mengungkapkan sakit yang di alami oleh anaknya
penyakit anak adalah peringatan dari Tuhan supaya lebih bersyukur dan
menjaga kesehatan.

Masalah Keperawatan : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


salmonella typhi
Pola pemenuhan kebutuhan seharihari

Nutrisi
Di rumah: An.N makan 1-3x/hari, minum 1500-2000cc/hari. Ibu mengungkapkan nafsu
makan An.N baik, An.N selalu menghabiskan setiap porsi makan.
Di RS: Saat dikaji ibu mengungkapkan An.N mengonsumsi makanan dari rumah sakit
yaitu makanan lunak. An.N sudah makan 1x, minum 3 gelas air, nafsu makan An.N
sedikit menurun di karenakan rasa mual tapi tak muntah.

Aktifitas –Istirahat
Di Rumah: Ibu mengungkapkan An.N pada siang hari tidur 1-2 jam, pada malam hari
tidur selama 8 jam.
Di RS: Saat di kaji ibu mengungkapkapkan An.N tidur malam 8 jam tetapi tidak tidur
siang.

Higiene Perseorangan
Di rumah: Ibu mengungkapkan An.N mandi 2x/ hari, sikat gigi 2x/hari, cuci rambut
3x/minggu secara mandiri.
rihari

Di RS: Saat dikaji ibu mengungkapan An.N mandi hanya di seka.

Eliminasi Miksi-Defekasi
Di rumah : An.N BAB 1x/hari dengan konsistensi padat, BAK 2-5x/hari.
Di RS : Saat dikaji An.N sudah BAB 1x dan BAK 2x.
Observasi & Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Keadaan umum : Lemah
Tanda tanda vital :
Suhu : 373ºC
TD : 100/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
RR : 24 x/menit

Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan rambut : tidak ada kelainan bentuk kepala (Normocephal), rambut bersih tidak
ada kotoran.
2) Mata : pupil Isokor 3-3, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, mata tidak cowong.
3) Hidung : simetris, tidak ada pengeluaran sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung.
4) Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi, tidak ada pendarahan di gusi, tidak ada
candidiasis, lidah kotor/ putih.
5) Leher : tidak ada pembesaran pada daerah vena jugularis, tidak ada pergeseran trakea, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe.
6) Dada : bentuk dada simetris, nafas spontan, pola nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak
ada retraksi dada, irama jantung teratur, bunyi jantung normal.
7) Abdomen : tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan saat dipalpasi, simetris, tidak distensi
abdomen, bising usus 8-10x/menit.
8) Genetalia dan anus : tidak ada kelainan.
9) Ekstremitas dan integumen : tidak ada deformitas, tidak ada edema, turgor kulit normal,
akral hangat, warna kulit merah.
Psikososio-spiritual
Ekspresi afek dan : ibu mengungkapkan An.N tidak merasa takut kepada perawat,
emosi dokter maupun petugas kesehatan yang lain selama masa
perawatan.
Hubungan dengan : orang tua pasien selalu mendampingi An.N saat di rawat di rumah
keluarga sakit.

Reaksi hospitalisasi : ibu mengungkapkan selama perawatan di rumah sakit An.N tidak
pada anak banyak beraktifitas karena lemah.

Dampak hospitalisasi : ibu menungkapkan cemas dan khawatir dengan kesehatan An.N
bagi orang tua yang sedang menurun.
Penatalaksanaan
Terapi:
Renxone 2x1 gr IV
- Komposisi : Ceftriaxone
- Indikasi : infeksi intra abdominal
- Kontra Indikasi : hipersensitifitas terhadap sefalosporin, riwayat anafilaksis
- Efek Samping : Anafilaksis, tromboflebitis, diaphoresis, kemerahan pada kulit,
halusinasi
Futrolit 20tpm
- Komposisi : Per L Na 00 meq, Cl 90 meq, K 18 meq, Ca 4 meq, Mg 6 meq,
acetate 38 meq
- Indikasi : mengatasi kebutuhan karbohidrat dan cairan, dehidrasi isotonic dan
kehilangan cairan ekstraseluler
- Kontra Indikasi : gagal ginjal, intoleransi fruktosa, terapi syok
- Efek Samping : respon febris, thrombosis vena atau flebitis yang meluas, ekstravasasi
dan hipervolemia
Pamol 3x1 500mg PO
- Komposisi : Paracetamol
- Indikasi : meredakan nyeri seperti sakit kepala, demam karena imunisasi
- Kontra Indikasi : gangguan fungsi hati berat
- Efek Samping : mula, muntah, diare, diaphoresis, pucat, nyeri perut

Bioticol 3x1 250mg PO


- Komposisi : Thiampenicol
- Indikasi : infeksi disebabkan Salmonella, bakteri Gr-penyebab bakterimia
- Kontra Indikasi : disfungsi ginjal dan hati berat, hipersensitif
- Efek Samping : Anafilaksis, urtikaria, gangguan GI
Molagit 3x1 PO
- Komposisi : Pectin dan Attapulgite
- Indikasi : pengobatan simptomatik pada diare akut dan kronis
- Kontra Indikasi : hipersensitifitas, penderita konstipasi dan obstruksi usus
- Efek Samping : konstipasi, mual, perut kembung
Xanda Syr 3x1 cth PO
- Komposisi : curcuma extra, fructo-oligosaccharide, lysine, taurine, inositol
- Indikasi : suplemen penambah nafsu makan
Analisa Data
No Tanggal Data Etiologi Problem
1. 29 Mei 2018 DS : Ibu pasien Kuman Salm. Typhi Hipertermi
mengungkapkan
badan anak panas Masuk ke pembuluh
sejak ± 1 minggu darah
dan pusing.
DO : Menstimulasi sel host
- inflamasi (makrofag,
Akral hangat neutrofil)
-
Warna kulit
Memproduksi
kemerahan
endogenus pyrogen IL-
-
1, IL-6 (Endotoksin
Suhu 373ºC
- kuman)
Nadi 80x/menit
-
Meningkatkan
TD 100/80 mmhg
thermostat “set point”
-
di hipotalamus
RR 24x/menit
-
Widal Hipertermi
Salm. Typhi O +1/80
Salm. Typhi H +1/80
Para Typhi A +1/80
Para Typhi B +1/160

Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi ditandai dengan
ibu pasien mengungkapkan badan anak panas sejak ± 1 minggu dan pusing,
akral hangat, warna kulit kemerahan, suhu 373ºC, nadi 80x/menit, TD 100/80
mmHg, RR 24x/menit.
NCP (Nursing Care Plan)

Diagnosa Perencanaan
Implementasi Evaluasi Sumatif
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

Hipertermi Pasien menunjukkan 1) Jelaskan kepada 1) Agar pasien dan 29 Mei 2018 31 Mei 2018
berhubungan penurunan suhu tubuh pasien atau keluarga Jam 08.45 Jam 14.00
dengan proses setelah dilakukan keluarga tentang mengetahui 1) Menjelaskan kepada S: Ibu
infeksi salmonella tindakan keperawatan penyebab panas. penyebab panas pasien tentang mengungkapkan
typhi ditandai 2x24 jam dengan kriteria yang dialami penyebab panas yang badan An.N tidak
dengan ibu pasien hasil: pasien. dialami pasien yaitu panas
mengungkapkan - I 2) Berikan kompres 2) Kompres hangat karena proses infeski
badan anak panas bu mengungkapkan air hangat pada dapat memberikan bakteri Salmonella O:
sejak ± 1 minggu anak sudah tidak daerah axila dan vasodilatasi Typhi. -
dan pusing, akral panas dan pusing lipatan paha. pembuluh darah 2) Menganjurkan pasien k/u tidak lemah
hangat, warna kulit - A sehingga dapat menggunakan -
kemerahan, suhu kral hangat meningkatkan pakaian tipis dan Akral hangat
373ºC, nadi - S pengeluaran panas menyerap keringat. -
80x/menit, TD uhu 36,5ºC-37 ºC tubuh. 3) Menganjurkan pasien Warna kulit
100/80 mmHg, RR - N 3) Anjurkan pasien 3) Pakaian yang tipis untuk banyak minum kemerahan
24x/menit. adi 60-100x/menit untuk dan menyerap yaitu 8 gelas/hari. -
- T menggunakan keringat sangat 4) Memberikan pasien Suhu 362ºC
D 110/80 – 120/85 pakaian tipis yang efektif untuk kompres hangat pada -
mmHg menyerap meningkatkan efek daerah axila dan Nadi 86x/menit
- R keringat. dari evaporasi. lipatan paha. -
R 16-30 x/menit 4) Anjurkan pasien 4) Peningkatan suhu Jam 09.00 TD 100/70 mmHg
- T untuk banyak tubuh 5) Berkolaborasi -
es widal negatif minum 8 mengakibatkan dengan dokter dalam RR 20x/menit
gelas/hari. penguapan tubuh pemberian:
- C A: Masalah teratasi
meningkat sehingga airan infus futrolit 20
perlu diimbangi tpm P: Intervensi
dengan asupan - R dihentikan, pasien
cairan yang banyak. enxon 1gr IV diperbolehkan pulang
5) Kolaborasi 5) Cairan infus untuk - P
dengan dokter memenuhi amol 500mg PO
dalam pemberian kebutuhan cairan - B
terapi: yang di perlukan ioticol 250mg PO
- pasien. Antibiotic - M
Cairan infus futrolit untuk mencegah olagit PO
20 tpm infeksi lebih lanjut. - X
- Antipiretik untuk anda Syr 1 cth
Obat golongan menurunkan panas. 6) Mengobservasi akral,
antibiotic: Antidiare untuk suhu, nadi, TD, RR
Renxon 2x1gr IV mengatasi diare.
Bioticol 3x1 PO Penambah nafsu
- makan untuk
Obat golongan meningkatkan
antipiretik: nafsu makan pasien
Pamol 3x1 PO sehingga membantu
- mempercepat
Obat golongan proses pemulihan.
antidiare:
Molagit 3x1 PO
- 6) Tanda-tanda vital
Penambah nafsu merupakan tanda-
makan tanda untuk
Xanda Syr 3x1 memantau
cth perkembangan
pasien.
6) Observasi akral,
TTV (suhu, nadi,
TD, RR).
Catatan Perkembangan
Diagnosa SOAPIE
Hipertermi berhubungan 29 Mei 2018 30 Mei 2018
Jam 14.00 Jam 14.00
dengan proses infeksi
S: Ibu mengungkapakan S: Ibu mengungkapakan
salmonella typhi ditandai An.N sudah tidak pusing An.N sudah tidak pusing,
tetapi badan masih panas tidak panas
dengan ibu pasien
mengungkapkan badan anak O: O:
- Akr - Akr
panas sejak ± 1 minggu dan
al hangat al hangat
pusing, akral hangat, warna - War - War
na kulit kemerahan na kulit kemerahan
kulit kemerahan, suhu
- Suh - Suh
373ºC, nadi 80x/menit, TD u 375ºC u 373ºC
- Nad - Nad
100/80 mmHg, RR
i 88x/menit i 92 x/menit
24x/menit
A: Masalah teratasi A: Masalah teratasi sebagian
sebagian
P: Lanjutkan intervensi 2-6
P: Lanjutkan intervensi 2-6
I:
I: 1) Menganjurkan pasien
1) Menganjurkan pasien menggunakan pakaian
menggunakan pakaian tipis dan menyerap
tipis dan menyerap keringat.
keringat.
2) Menganjurkan pasien
2) Menganjurkan pasien untuk banyak minum
untuk banyak minum yaitu 8 gelas/hari.
yaitu 8 gelas/hari.
3) Memberikan pasien
3) Memberikan pasien kompres hangat pada
kompres hangat pada daerah axila dan lipatan
daerah axila dan lipatan paha.
paha.
4) Berkolaborasi dengan
4) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian:
dokter dalam pemberian: - Cair
- Cai an infus futrolit 20 tpm
ran infus futrolit 20 tpm - Ren
- Ren xon 1gr IV
xon 1gr IV - Pa
- Pa mol 500mg PO
mol 500mg PO - Biot
- Bio icol 250mg PO
ticol 250mg PO - Mol
- Mol agit PO
agit PO - Xan
- Xan da Syr 1 cth
da Syr 1 cth
5) Mengobservasi akral,
5) Mengobservasi akral, suhu, nadi, TD, RR
suhu, nadi, TD, RR
E: Ibu mengungkapkan
E: Ibu mengungkapkan badan An.N tidak panas,
badan An.N masih panas, suhu 362ºC, nadi 86x/menit,
suhu 372ºC, nadi 90x/menit, TD 100/70 mmHg, RR
TD 100/60 mmHg, RR 20x/menit
24x/menit

Vous aimerez peut-être aussi