Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Moralitas politik yang menyangkut keuangan dan kesejahteraan rakyat tidak


pernah menjadi agenda kerja yang serius dalam proses reformasi. Akibatnya
ketiadaan transparansi akan sumber keuangan partai merupakan bagian yang
paling lemah dari kemungkinan untuk terjadi praktek-praktek korupsi untuk
keuangan partai, seperti kasus yang paling mutakhir. Kasus perginya kader partai
memberi kesan kepada rakyat bahwa partai membangun sandiwara murahan.
Institusi hukum yang berselisih waktu dalam pencekalan perginya sang kader
partai ke negeri yang tidak memiliki perjanjian extradisi, dan KPK yang juga
dicitrakan terlambat dalam mencegah kepergian pelaku yang diduga terlibat
dalam kasus penyuapan pembangunan wisma Atlit. Jika ini benar, maka kita dapat
mengatakan bahwa partai tidak lagi memiliki moralitas politik.
Lebih dari itu juga partai yang semestinya membela rakyatnya sebagai
korban korupsi justru memberi kesan lebih membela kadernya yang telah
merugikan rakyat. Ini adalah sebuah gambaran dari kehidupan politik tanpa moral.
Partai dalam hal ini, tampak seperti tidak peduli dengan rakyatnya yang
semestinya mereka sejahterakan, yaitu dengan menjalankan negara secara bersih
dan bekeadilan. Negeri ini akan di bawa ke mana jika partai tidak memiliki
moralitas dan pertanggungjawaban kepada rakyat sebagai konstituen politiknya.
Rakyat selama ini hanya dijadikan korban partai karena pada dasarnya
partai-partai di Indonesia bukan muncul karena kepentingan rakyat melalui
gerakan sosialnya, namun lebih merupakan kepentingan elit politik dan elit bisnis
yang bergerak menggunakan kekuatan social untuk memenuhi kepentingan elit itu
sendiri. Akibatnya rakyat hanya merupakan obyek politik yang sesungguhnya
tidak aktif dalam mendorong terjadinya perubahan yang mendasar yaitu
kesejahteraan sosial. Ini artinya reformasi politik lebih lanjut perlu dipikirkan agar
lebih mendasar dan radikal.
Dalam hal ini rakyat perlu membentuk kekuatan alternatif berupa gerakan
sosial yang berfungsi sebagai pengendali moralitas politik menuju masyarakat
yang sejahtera. Reformasi social dengan menjadikan warganegara secara aktif
membentuk gilda sosial yang berfungsi untuk membuka ruang partisipasi aktif
guna mencapai kesejahteraan social yang menyeluruh. Ini merupakan suatu
kebutuhan ketika partai tidak memiliki moralitas politik dan menjadikan rakyat
hanya sebagai obnyek kepentingan ekonomi politik semata.
Oleh karena itu, perlu standar akuntansi keuangan khusus yang mengatur
pelaporan keuangan partai politik. Dengan demikian laporan keuangan partai
politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dapat diandalkan, dan
memiliki daya banding yang tinggi. Laporan yang baik dapat digunakan
semaksimal mungkin oleh para pengurus partai, anggota partai, pemerintah,
donator, kreditur, dan publik dalam membantu menilai, memonitor, dan
mengevaluasi kinerja partai, serta merencanakan gerak langkah partai selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalahnya adalah “Bagaimana Penerapan Akuntansi Partai Politik di Indonesia”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


1.3.1 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya
penerapan akuntansi partai politik di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diperoleh dalam pembuatan makalah ini antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai penyusunan laporan
keuangan partai politik.
2. Menambah pengetahuan teoritis yang di dapat selama kuliah, sehingga
membuka wawasan yang lebih lua
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Partai Politik


Pengertian partai politik disebutkan secara khusus dalam UU RI No 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Dalam rangka memahami partai politik sebagai salah satu komponen
infrastruktur politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai partai
politik, yakni:
1. Carl J. Friedrich: partai Politik adalah sekelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan
penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou: partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit
banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang
dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai
pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3. Sigmund Neumann: partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis
Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta
merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-
golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir
yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan
kebijakan mereka.

2.2 Sejarah Partai Politik di Indonesia


Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi
tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya mengenai partai
politik menurut Budiarjo, Miriam (1989) adalah kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusionil, untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka. Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur
kepartaian yang dimonopoli oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka.
Atau bisa juga berdasarkan partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan
kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), partai politik berarti
perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu. Dalam
sejarah Indonesia yang dikutip dari Budiarjo, Miriam (1989) keberadaan Partai
politik di Indonesia diawali dengan didirikannya organisasi Boedi Oetomo (BO),
pada tahun 1908 di Jakarta oleh Dr. Wahidin Soediro Hoesodo dkk. Walaupun
pada waktu itu BO belum bertujuan ke politik murni, tetapi keberadaan BO sudah
diakui para peneliti dan pakar sejarah Indonesia sebagai perintis organisasi
modern. Dengan kata lain, BO merupakan cikal bakal dari organisasi massa atau
organisasi politik di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, partai-partai politik tidak dapat hidup
tentram. Tiap partai yang bersuara menentang dan bergerak tegas, akan segera
dilarang, pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan. Partai politik
yang pertama lahir di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan pada tanggal
25 Desember 1912, di Bandung. Dipimpin oleh Tiga Serangkai, yaitu Dr.
Setiabudi, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara. Tujuan partai itu
adalah Indonesia lepas dari Belanda. Partai itu hanya berusia 8 bulan karena
ketiga pemimpin masing-masing dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka,
kemudian diasingkan ke Belanda.
2.3 Sistem dan Fungsi Partai Politik di Indonesia
Sesuai dengan isi pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD
1945 bahwa Indonesia menganut sistem multi partai yaitu sistem yang pada
pemilihan kepala negara atau pemilihan wakil-wakil rakyatnya dengan melalui
pemilihan umum yang diikuti oleh banyak partai. Sistem multi partai dianut
karena keanekaragaman yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai negara
kepulaaan yang di dalamnya terdapat perbedaan ras, agama, atau suku bangsa
adalah kuat,golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan
ikatan-ikatan terbatas tadi dalam satu wadah saja.
Di dalam sistem demokrasi yang ada di Indonesia, menurut Basri (2012),
Sujatmika dan Marita (2014) bahwa partai politik diselenggarakan dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik
Partai politik mempunyai tugas menyalurkan aneka ragam pendapat
dan inspirasi masyarakat dan mengatur dari pada kesimpangsiuran
pendapat dari masyarakat berkurang. Pendapat yang telah disalurkan akan
ditampung dan disatukan agar tercipta kesamaan tujuan. Proses
penggabungan pendapat dan inspirasi tersebut dinamakan penggabungan
kepentingan (interest aggregation). Sesudah penggabungan tersebut.
Di sisi lain partai politik juga sebagai bahan perbincangan dalam
menyebar-luaskan kebijakan-kebijakan pemerintah. Di sisi ini politik
sebagai wahana perantara antara pemerintah dengan warga negara.
Dimana wahana ini berfungsi sebagai pendengar bagi pemerintah dan
sebagai pengeras suara bagi masyarakat.
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik memiliki peranan yaitu sebagai sarana sosialisasi
politik. Di dalam ilmu poltik, Sosialisasi politik diartikan sebagai proses
melalaui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap
fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia
berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari
massa kanak-kanak sampai dewasa.
Dalam hal ini partai politik sebagai salah satu sarana sosialisasi
politik. Dalam menguasai pemerintah melalui kemenangan dalam
pemilihan umum, dan partai harus mendapat dukungan secara seluas-
luasnya.
3. Partai sebagai sarana recruitment politik
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang
yang berbakat untuk turut dalam kegiatan politik sebagai anggota partai
(political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas
partisipasi politik. Caranya dengan melalui kotak pribadi, persuasi dan
lain-lain. Dan partai politik juga, berfungsi juga dalam mendidik kader-
kader muda untuk menggantikan kader yang lama.
4. Partai sebagai sarana pengatur konflik
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat
dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik,
partai politik berusaha dalam mengatasinya.

2.4 Struktur Partai Politik di Indonesia


Di bawah ini adalah beberapa penjabaran apa yang dimaksud dengan
kelompok kepentingan, kelompok elit, kelompok birokrasi dan massa, hal ini
sesuai dengan Sujatmika dan Marita (2014), yaitu:
1. Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan (intrest group) adalah suatu kelompok yang
mempunyai tujuan untuk memperjuangkan kepentingan dan
mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan
yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan.
Kelompok ini tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam
dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau
beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang
berwenang.
2. Kelompok Elit
Kelompok elit adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuannya yaitu untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional, contohnya yaitu
elit politik yang di dalamnya terdapat kader-kader yang nantinya akan
dipilih melalui pemilihan ketua umum partai. Pemilihan ini diikuti oleh
anggota-anggota yang terdaftar di dalam partai tersebut.
3. Kelompok Birokrasi
Suatu kelompok yang memiliki peranan dalam proses terciptanya suatu
kebijakan umum yang diambil dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah
yang keputusan itu sangat bermanfaat, contohnya Pembuatan SKCK yang
prosesnya dimulai dari tingkata terkecil yaitu RT, RW dan dilanjutkan
Kelurahan sebelum SKCK dibuat di POLSEK ataupun POLRES.
4. Massa
Massa merupakan sekumpulan orang yang berpatisipasi dalam proses
pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turun serta secara langsung
atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum yang merupakan
tujuan dari terbentuknya partai politik

2.5 Aturan Keuangan Partai Politik


Secara rinci perbandingan mengenai aturan-aturan keuangan partai politik
dapat dilihat di bawah ini:
1. Sumber Dana :
a. Iuran anggota
b. Sumbangan perusahaan
c. Subsidi dana publik
d. Fasilitas publik
e. Sumbangan individual
f. Sumbangan organisasi buruh dan sejenis
g. Sumbangan dari pihak asing
2. Membangun Usaha
Hampir semua negara yang dipelajari melarang partai politik untuk
mempunyai usaha, menanamkan usaha di perusahaan atau memiliki saham
di perusahaan-perusahaan untuk mencegah adanya konflik kepentingan
antara partai dengan dunia usaha. Pengecualian adalah di Ceko untuk
kegiatan yang sangat khusus seperti konsultan. Filipina melarang jenis-
jenis kegiatan tertentu untuk usaha pencarian dana partai sedangkan Italia
sama sekali tidak mengatur.
3. Batasan Jumlah Biaya Kampanye
Pengaturan mengenai besarnya dana kampanye bervariasi antara
satu negara dengan negara lainnya. Negara seperti Kanada, Jerman,
Inggris, Portugal, Filipina dan Thailand membatasi jumlah dana kampanye
untuk partai politik. Sedangkan Ceko, Argentina dan Amerika Serikat
tidak membatasi besarnya dana kampanye.
4. Pemisahan Dana Rutin dengan Dana Kampanye
Kebanyakan negara mengatur agar pengelolaan dana rutin partai
dipisahkan dengan dana kampanye. Bahkan sebagian mensyaratkan agar
partai membuka rekening khusus untuk kampanye setiap kandidat.
5. Pengaturan Dana Rutin
Pengaturan tentang dana rutin ini biasanya menyangkut apakah
dana rutin ini boleh disalurkan partai untuk dana kampanye kepada
kandidat-kandidat partai. Pengaturan mengenai ini penting, karena kalau
diperbolehkan, maka dana rutin dapat mengatasi kesulitan partai karena
adanya batasan-batasan sumbangan kampanye. Dana rutin biasanya lebih
longgar pengaturannya.
6. Keterbukaan Laporan Keuangan
Hampir semua negara yang dipelajari mensyaratkan partai politik
membuat laporan keuangan tahunan yang diumumkan ke publik dan
diaudit oleh auditor eksternal.
7. Keterbukaan Dana Partai
Hampir semua negara mewajibkan partai politiknya untuk
mengumumkan kepada publik jumlah sumbangan dan daftar sumbangan
yang diterima partai politik kepada publik.
8. Sanksi Pelanggaran Aturan
Sebagian besar negara memberlakukan sanksi administratif terhadap
partai politik yang melanggar aturan-aturan tersebut di atas. Sanksi
administratif ini dari mulai yang terberat seperti dibubarkannya partai,
yang sedang seperti tidak dizinkan mengikuti Pemilu atau yang ringan
seperti tidak mendapatkan subsidi dari negara. Walaupun keuangan partai
politik sudah diatur dengan rinci, namun banyak sekali penyelewengan-
penyelewengan yang terjadi. Terutama, banyak terjadi skandal dana partai
politik, baik dana operasional biasa atau dana kampanye. Skandal ini tidak
hanya terbatas di negara berkembang tetapi juga banyak terj adi di negara
yang sistem demokrasinya sudah maju. Beberapa skandal malah telah
menyebabkan jatuhnya pemerintahan partai-partai tersebut.

2.6 Standar Akuntansi Keuangan Partai Politik

Partai politik yang sehat dan kredibel serta proses Pemilihan


Umum yang diselenggarakan secara demokratis, jujur dan adil merupakan
modal dasar membangun demokrasi berkredibilitas. Demokrasi
berkredibilitas ini merupakan modal dasar terciptanya pemerintah yang
solid dan berwibawa dengan pengawasan efektif dari lembaga legislatif.
Demokrasi berkredibilitas ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya
transparasi dan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas atas kegiatan
pembiayaan politik, baik keuangan partai politik maupun pembiayaan
kegiatan Pemilihan Umum. Transparasi pertanggungjawaban keuangan ini
mensyaratkan adanya standar akuntansi keuangan bagi partai politik,
pedoman audit partai politik, dan adanya pedoman, peraturan, dan
prosedur pelaporan dana kampanye pada kegiatan Pemilihan Umum bagi
partai politik seperti yang dijelaskan oleh Radikun, Muslim, Kuncoro
(2008).
Salah satu permasalahan besar yang timbul dalam Pemilihan
Umum 1999 adalah lemahnya pengelolaan, pertanggungjawaban dan
pengendalian pembiayaan kegiatan politik. Hampir seluruh partai politik
mengalami permasalahan pembiayaan kegiatan politik ini, termasuk
pembiayaan calon legislatif yang mengikuti kampanye politik. Lemahnya
sistem pembiayaan ini mengakibatkan tidak terkendalinya politik uang
(money politics), yang melibatkan hampir seluruh partai politik pada
Pemilu tahun 1999 yang lalu.

2.7 Pengguna Laporan Keuangan Partai Politik


Pihak-pihak yang berkepentingan atas informasi dalam laporan keuangan
partai politik:
1. pengurus;
2. anggota;
3. pemerintah, termasuk Mahkamah Agung dan lembaga pengawas partai
politik;
4. penyumbang;
5. kreditur; dan
6. publik atau masyarakat luas, terutama konstituen partai politik

2.8 Jenis Laporan Keuangan Partai Politik


Laporan keuangan yang dibuat oleh Partai Politik adalah laporan keuangan
tahunan dan laporan dana kampanye.
1. Laporan Keuangan Tahunan
Laporan Keuangan Tahunan partai politik merupakan laporan
pertanggungjawaban keuangan secara periodik. Laporan ini terdiri dari
laporan posisi keuangan, laporan aktifitas, dan laporan arus kas, serta
catatan atas laporan keuangan.
2. Laporan Keuangan Pemilu
Laporan keuangan Pemilu merupakan laporan pertanggungjawaban
keuangan pada kegiatan Pemilu, terutama pertanggungjawaban dana
kampanye.
Penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Partai Politik mengacu pada
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 45 tentang akuntansi untuk
organisasi nirlaba, yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan terdiri
atas laporan berikut ini:
a. Laporan Posisi Keuangan.
b. Laporan Aktivitas.
c. Laporan Perubahan dalam Aktiva Neto/Ekuitas
d. Laporan Arus Kas.
e. Catatan atas Laporan Keuangan.
Selain mengacu pada PSAK No. 45, penyusunan laporan keuangan Partai Politik
juga terikat pada ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan RI
mengenai Partai Politik dan Pemilu, seperti UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai
Politik dan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu. Ketentuan teknis tentang
pedoman penyusunan laporan keuangan untuk Partai Politik terdapat dalam SK
KPU No. 676 tahun 2003 tentang Tata Administrasi Keuangan dan Sistem
Akuntansi Keuangan Partai Politik, serta Pelaporan Dana Kampanye Peserta
Pemilihan Umum.

2.9 Entitas Laporan Keuangan


1. Tujuan dari entitas pelaporan keuangan untuk menunjukkan entitas
akuntansi yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban keuangan
partai politik.
2. Entitas pelaporan keuangan partai politik terdiri dari:
a. pengurus tingkat pusat,
b. pengurus daerah tingkat I,
c. pengurus daerah tingkat II,
d. pengurus tingkat kecamatan,
e. pengurus tingkat desa/kelurahan.
2.10 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Kerangka ini dibuat dengan berdasarkan pada PSAK 45, UU No. 2 dan
No. 3 tahun 1999, perdebatan pada proses RUU Parpol dan Pemilu yang sedang
terjadi pada saat laporan ini dibuat, serta beberapa standar akuntansi keuangan
dari negara-negara lain, terutama Inggris.
Tujuan utama laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu partai
politik untuk memenuhi kepentingan para anggota, penyumbang, pemerintah dan
pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi partai politik, serta masyarakat
luas. Beberapa informasi yang perlu diberikan dalam laporan keuangan partai
politik adalah mengenai kepatuhan terhadap undang-undang tentang keuangan
partai politik serta indikasi adanya politik uang dan konflik kepentingan.

2.11 Tujuan Laporan Keuangan Partai Politik


Tujuan laporan keuangan partai politik adalah memberikan informasi
keuangan untuk:
1. Akuntabilitas
Mempertanggung jawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada partai politik dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan melalui laporan keuangan partai politik.
2. Manajerial
Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan
pengelolaan keuangan partai politik serta memudahkan pengendalian yang
efektif atas seluruh aset, hutang, dan aktiva bersih.
3. Menyediakan informasi bagi kepatuhan terhadap undang-undang
(compliance) dan bebas dari konflik kepentingan dan politik uang.

2.12 Ruang Lingkup Laporan Keuangan Partai Politik


Adapun ruang lingkup laporan keuangan partai politik, yaitu :
1. Jumlah, sifat, likuiditas, dan fleksibilitas aktiva, kewajiban, dan aktiva
bersih suatu partai politik, serta hubungan antara aktiva dan kewajiban.
2. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai
dan sifat aktiva bersih.
3. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam satu
periode dan hubungan antara keduanya.
4. Cara partai politik mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh
pinjaman dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang berpengaruh
pada likuiditasnya.
5. Pertanggungjawaban keuangan partai politik dalam kegiatan Pemilu.
6. Laporan aktivitas partai politik secara rutin, misalnya kegiatan kongres,
munas, rapim, malam dana, pendidikan politik, kegiatan think tank, ulang
tahun partai, dan sebagainya.
7. Analisis mengenai kepatuhan terhadap undang-undang, terutama
mengenai batasan jumlah sumbangan, sumber sumbangan, dan identitas
penyumbang, pengelolaan keuangan.
8. Catatan mengenai pencatatan akuntansi partai politik, jangka waktu
catatan, apakah ada data yang dimusnahkan, atau tidak lengkap,
penyimpanan data, dan sebagainya.
9. Catatan mengenai hibah dan sumbangan yang berbentuk barang dan jasa
yang dinilai berdasarkan harga pasar. Sumbangan-sumbangan yang
bersifat spontan dari masyarakat harus dicatat, tetapi yang menonjol
dalam segi jumlah dari satu kelompok harus diberikan perhatian dan
catatan khusus. Setiap laporan keuangan menyediakan informasi yang
berbeda, dan informasi dalam suatu laporan keuangan biasanya
melengkapi informasi dalam laporan keuangan yang berbeda.

2.13 Dasar Hukum Pelaporan Keuangan oleh Partai Politik di Indonesia

Pengaturan terhadap pengendalian politik uang sebenarnya dapat dijumpai


dalam undang-undang yang mengatur partai politik yaitu Undang-Undang
Republik Indonesia No. 2 tahun 2008 dan Undang-Undang Republik Indonesia
No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia
No. 2 tahun 2008 tentang partai politik:
1. Pasal 34 ayat 1 dan 2 berbunyi: (1) Keuangan Partai Politik bersumber
dari: (a) iuran anggota; (b) sumbangan yang sah menurut hukum; dan (c)
bantuan keuangan dari Anggaran Pendapat Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Sumbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Pasal 34A ayat 1, 2 dan 3 dimana ayat tersebut berbunyi: Ayat (1) Partai
politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawabkan penerimaan
dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) huruf c kepada Badan
Pemeriksa Keuangan Secara Berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit
paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Ayat (2)
Audit laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3 (tiga)
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Ayat (3) Hasil audit atas laporan
pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling lambat 1 (satu)
bulan setelah diaudit.
2. Pasal 35 ayat 1 dan 2, dimana ayat (1) berbunyi, sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai Politik
berasal dari: (a) perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya
diatur dalam AD dan ART; (b) perseorangan bukan anggota Partai Politik,
paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang
dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran;dan (c) perusahaan dan / atau badan
usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh milyar lima ratus
juta rupiah) per perusahaan dan / atau badan usaha dalam waktu 1 (satu)
tahun anggaran. Ayat (2) berbunyi, sumbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan,
terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian partai politik.
3. Pasal 37 dimana pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi
menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan setelah tahun anggaran berakhir.
4. Pasal 38 berbunyi hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban
penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.
5. Pasal 39 ayat 1, 2, dan 3 dimana ayat (1) pengelolaan keuangan Partai
Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ayat (2) penelolaan
keuangan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh
akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik. Ayat
(3) Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit
dana yang meliputi: (a) laporan realisasi anggaran Partai Politik; (b)
laporan neraca; dan (c) laporan arus kas.

2.14 Kendala dan Hambatan dalam Penyusunan Laporan Keuangan


Partai Politik
Dalam Emmy Hafild (2008), kendala- kendala yang ditemukan
Laporan Keuangan Partai Politik, menemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Laporan-laporan tersebut mengikuti Pedoman Akuntansi Keuangan dan
Penyusunan Laporan Keuangan Partai Politik yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung, yaitu hanya merupakan laporan penerimaan dan
pengeluaran dana. Laporan ini tidak memenuhi syarat untuk disebut
sebagai laporan keuangan, dan tidak sebagaimana lazimnya sebuah
laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan
rugi laba, laporan aktivitas, dan laporan arus kas beserta catatan laporan
keuangan yang menyertainya.
2. Ikatan Akuntansi Indonesia menetapkan bahwa untuk laporan keuangan
partai politik dapat dipakai PSAK 45. Maka jika merujuk pada
pedoman akuntansi yang dikeluarkan IAI, laporan-laporan tersebut
tidak memenuhi standar yang dikeluarkan IAI.
3. Sistem dan prosedur akuntansi yang digunakan hanya terdiri dari buku
kas umum, buku kas pembantu, dan buku kas.
4. Laporan hanya disusun dengan dasar kas bukan akrual dan tidak akan
dapat digunakan sebagai bahan penyusunan laporan keuangan
selayaknya.
5. Laporan partai politik hanya merupakan laporan keuangan Dewan
Pimpinan Pusat Partai, bukan merupakan laporan konsolidasi partai dari
tingkat ranting, cabang, daerah dan wilayah.

2.15 Peran dan Fungsi Akuntansi dalam Lingkungan Partai Politik


A. Pihak Internal
a. Ketua Partai Politik.
Ketua Partai Politik menggunakan akuntansi untuk menyusun
perencanaan, mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam usaha
memenuhi tujuan, dan melakukan tindakan-tindakan koreksi yang
diperlukan. Keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi
akuntansi, seperti menentukan peralatan apa yang sebaiknya dibeli,
berapa persediaan ATK yang harus ada di bagian perlengkapan, dan lain-
lain.
b. Staf.
Staf berkepentingan dengan informasi mengenai transparansi pelaporan
kegiatan dan pelaporan keuangan Partai Politik. Staf juga tertarik dengan
informasi yang memungkinkan untuk menilai kemampuan organisasinya
dalam melaksanakan administrasi keuangan di tingkat Partai Politik
sebagai cermin akuntabilitas publik dan miniatur pelaksanaan administrasi
publik di tingkat lokal atau nasional.

B. Pihak Eksternal
a. Donatur.
Donatur berkepentingan dengan informasi mengenai keseriusan dan
kredibilitas Partai Politik untuk menjalankan program-program
pencerdasan masyarakat secara politik. Para donatur juga ingin
mengetahui laporan keuangan atas dana yang telah diberikan untuk Partai
Politik.
b. Supplier/Pemasok
Supplier tertarik dengan informasi akuntansi yang memungkinkanya untuk
memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dapat dibayar oleh Partai
Politik pada saat jatuh tempo.
c. Konstituen/Basis Massa
Adanya laporan keuangan Partai Politik yang transparan dan akuntabel
akan mengundang simpati masyarakat, dan akan dapat menepis isu miring
bahwa Partai Politik hanya aktif sewaktu pemilu dan setelah pemilu
kembali melupakan rakyat.

Vous aimerez peut-être aussi