Vous êtes sur la page 1sur 23

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Anatomi Telinga
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan
telinga bagian dalam.
a. Anatomi Telinga Luar (Auris Eksterna)
Telinga luar terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani.Telinga terletak pada
kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.Aurikulus melekat ke sisi kepala
oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan
bawah kulit pada lobus telinga.Aurikulus membantu pengumpulan
gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal
mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari
di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis
auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 cm. Sepertiga lateral mempunyai
kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.Kanalis auditorius
eksternus berakhir pada membrana timpani.Kulit dalam kanal mengandung
kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin
yang disebut serumen.Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel
kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.Serumen nampaknya mempunyai
sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

1
1) Aurikula/Pinna/Daun Telinga
Menampung gelombang suara datang dari luar masuk ke dalam
telinga.Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui
saluran telinga ke gendang telinga.Gendang telinga adalah selaput tipis
yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan
telinga luar.
2) Meatus Akustikus Eksterna/External Auditory Canal ( Liang Telinga )
Saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani panjangnya
±2,5 cm yang terdiri tulang rawan dan tulang keras, saluran ini
mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat,
khususnya menghasilkan secret – secret berbentuk serum. Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang
mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme
pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke
bagian luar tetinga. Fungsi dari daun telinga dan liang telinga adalah
mengumpulkan bunyi yang berasal dari sumber bunyi.

b. Anatomi Telinga Bagian Tengah (Auris Media)


Telinga tengah merupakan rongga udara diisi dengan tulang temporal yang
terbuka ke udara luar melalui tuba estachius ke nasofaring dan melalui
nasofaring ke lingkungan luar. Tuba Eustachius ini biasanya tertutup, tetapi
selama menelan, mengunyah, dan menguap ia akan membuka, untuk menjaga
tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga tetap sama. Tuba juga
berfungsi sebagai drainase untuk sekresi.
Membrana timpani terletak pada akhir kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga. Membran ini berdiameter sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan
rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan nasofaring melalui tuba eustachii, dan berhubungan
dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.

2
Tiga tulang pendengaran, maleus, inkus, dan stapes, terletak di telinga
tengah.Manubrium (pegangan maleus) adalah melekat pada belakang
membran timpani.Kepala dari maleus melekat pada dinding telinga tengah,
dan bagian pendeknya melekat pada inkus, yang pada akhirnya berartikulasi
dengan kepala stapes. Plat kaki pada stapes terpasang oleh ligamentum
melingkar pada dinding jendela oval. Dua otot kerangka kecil, tensor timpani
dan stapedius, juga terletak di telinga tengah. Kontraksi membrane timpani
akan menarik manubrium maleus medial dan mengurangi getaran dari
membran timpani; kontraksi terakhir menarik kaki stapes dari stapes keluar
dari jendela oval.
1) Membrane Timpani
Membran timpani merupakan selaput gendang telinga penghubung
antara telinga luar dengan telinga tengah, berupa jaringan fibrous
tempat melekat os malleus.Terdiri dari jaringan fibrosa elastic, bentuk
bundar dan cekung dari luar.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga danterlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Bagian atas disebut Pars flaksida (MembranShrapnell), sedangkan
bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida
hanyaberlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalamdilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane
timpani disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,
sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek
cahaya yang berupa kerucut.
Membran timpani dibagi dalam4 kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegaklurus pada

3
garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawahdepanserta bawah belakang, untuk menyatakan letak
perforasi membrane timpani.
Membrane timpani berfungsi menerima getaran suara dan
meneruskannya pada tulangpendengaran.
2) Kavum Timpani
Rongga timpani adalah bilik kecil berisi udara.Rongga ini terletak
sebelah dalam membrane timpani atau gendang telinga yang
memisahkan rongga itu dari meatus auditorius exsterna.Rongga itu
sempit serta memiliki dinding tulang dan dinding membranosa,
sementara pada bagian belakangnya bersambung dengan antrum
mastoid dalam prosesus mastoideus pada tulang temporalis, melalui
sebuah celah yang disebut aditus.Prosesus mastoideus adalah bagian
tulang temporalis yang terletak di belakang telinga, sementara ruang
udara yang berada pada bagian atasnya adalah antrum mastoideus yang
berhubungan dengan rongga telinga tengah.Infeksi dapat menjalar dari
rongga telinga tengah hingga antrum mastoid dan dengan demikian
menimbulkan mastoiditis.
3) Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian
bawah samping dari kavum timpani. Dilapisi oleh mukosa yang
merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani. Rongga ini
berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula
mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang
temporalis.
4) Tuba Eustakhius
Tuba Eusthakius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju
naso-faring, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada
kedua sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus
auditorius externa, serta melalui tuba Eusthakius ( faring timpanik ).

4
Celah tuba Eusthakius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan
akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara
dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan tekanan
udara dalam atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak
seimbangnya tekanan udara dapat dihindarkan.Adanya hubungan
dengan nasofaring ini, memungkinkan infeksi pada hidung atau
tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah.
5) Tulang – Tulang Pendengaran
Tulang – tulang pendengaran merupakan tiga tulang kecil (osikuli)
yang tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang
bersambung dari membrane timpani menuju rongga telinga
dalam.Ketiga tulang tersebut adalah malleus, incus dan stapes.Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh persendian, otot dan ligament yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil ( jendela oval dan
bulat ) di dinding medial jendela tengah, yang memisahkan telinga
tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki stapes menjejak
pada jendela oval, dimana suara dihantarkan ke telinga tengah. Jendela
bulat memberikan jalan ke luar getaran suara
a) Malleus, merupakan tulang pada bagian lateral, terbesar, berbentuk
seperti martil dengan gagang yang terkait pada membrane timpani,
sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani.
b) Incus, atau landasan adalah tulang yang terletak di tengah. Sendi
luarnya bersendi dengan malleus, berbentuk seperti gigi dengan
dua akar, sementara sisi dalamnya bersensi dengan sebuah tulang
kecil, yaitu stapes.
c) Stapes, atau tulang sanggurdi, adalh tulang yang dikaitkan pada
inkus dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang
bulat panjang terkait pada membrane yang menutup fenestra
vestibule atau tingkap jorong.

5
c. Anatomi Telinga Dalam (Auris Interna)
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis
bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior
dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan
mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan
seseorang.
Labyrinth terdiri dari dua bagian, yang satu terletak dalam yang
lainnya.Labirin tulang adalah serangkaian saluran kaku sedangkan
didalamnya terdapat labirin membran.Di dalam saluran ini, dikelilingi oleh
cairan yang disebut perilymph, adalah labirin membran.Struktur membran
lebih kurang serupa dengan bentuk saluran tulang.Bagian ini diisi dengan
cairan yang disebut endolymph, dan tidak ada hubungan antara ruang yang
berisi endolymph dengan ruangan yang dipenuhi dengan perilymph.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan
dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk
pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang
berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui
aquaduktus koklearis.Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus,
dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan korti.Labirin
membranosa berisi cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat
keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga
dalam. Banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini
terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga
dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin membranosa.
Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular

6
nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear
merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris
yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis
auditorius internus, nervus koklearis (akustik), yang muncul dari koklea,
bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII).Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius
internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius
internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak.
1) Koklea
Bagian koklea dari labirin adalah tabung melingkar yang pada
manusia berdiameter 35 mm. Sepanjang panjangnya, membran
basilaris dan membran Reissner's membaginya menjadi tiga kamar
(scalae). Skala vestibule dan skala timpani berisi perilymph dan
berkomunikasi satu sama lain pada puncak koklea melalui lubang kecil
yang disebut helicotrema. Skala vestibule berakhir pada jendela oval,
yang ditutup oleh kaki stapes dari stapes.Skala timpani berakhir pada
jendela bulat, sebuah foramen di dinding medial dari telinga tengah
yang ditutup oleh membran timpani fleksibel sekunder.Skala media,
skala koklea ruang tengah, kontinu dengan labirin membran dan tidak
berkomunikasi dengan dua scalae lainnya.Skala ini berisi endolymph.
2) Organ Korti
Organ korti yang terletak di membran basilaris, merupakan struktur
yang berisi sel-sel rambut yang merupakan reseptor
pendengaran.Organ ini memanjang dari puncak ke dasar koklea dan
memiliki bentuk spiral.Ujung dari sel-sel rambut menembus lamina,
membran retikuler yang didukung Rod of Corti. Sel-sel rambut yang
diatur dalam empat baris: tiga baris sel rambut luar lateral ke
terowongan dibentuk oleh Rod of Corti, dan satu baris sel rambut
dalam medial terowongan. Ada 20.000 sel rambut luar dan sel-sel

7
rambut 3500 masing-masing bagian dalam koklea manusia.Meliputi
sel rambut adalah membran tectorial tipis, kental, tapi elastis di mana
ujung rambut luar tertanam.
3) Vestibulum
Vestibulum merupakan bagian tengah labirintus osseous pada
vestibulum ini membuka fenestra ovale dan fenestra rotundum dan
pada bagian belakang atas menerima muara kanalis
semisirkularis.Vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus,
utrikulus, dan kanalis semisirkularis.Utrikulus dan sakulus
mengandung macula yang yang diliputi oleh sel – sel rambut.Yang
menutupi sel – sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang
ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang
mengandung lapisa kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar
daripada endolimfe.
4) Jalur Saraf
Dari inti koklea, impuls pendengaran keluar melalui berbagai jalur
ke colliculi inferior, pusat refleks pendengaran, dan melalui corpus
geniculate medial di thalamus ke korteks pendengaran. Informasi dari
kedua telinga menyatu, dan pada semua tingkat yang lebih tinggi
sebagian besar neuron menanggapi input dari kedua belah pihak.
Korteks pendengaran primer, daerah Brodmann's 41, adalah di bagian
superior lobus temporal.Pada manusia, itu terletak di celah sylvian dan
tidak terlihat pada permukaan otak. Dalam korteks pendengaran
primer, neuron yang paling menanggapi masukan dari kedua telinga,
tetapi ada juga strip dari sel-sel yang dirangsang oleh masukan dari
telinga kontralateral dan dihambat oleh masukan dari telinga
ipsilateral. Ada beberapa tambahan daerah menerima pendengaran,
seperti ada daerah menerima beberapa sensasi kutan.Daerah asosiasi
pendengaran berdekatan dengan area penerima primer pendengaran
yang luas.

8
5) Kanalis Semisirkularis
Di setiap sisi kepala, kanal-kanal semisirkularis tegak lurus satu
sama lain, sehingga mereka berorientasi pada tiga ruang. Di dalam
tulang kanal, kanal-kanal membran tersuspensi dalam
perilymph.Struktur reseptor, yang ampullaris crista, terletak di ujung
diperluas (ampula) dari masing-masing kanal selaput.crista Masing-
masing terdiri dari sel-sel rambut dan sel sustentacular diatasi oleh
sebuah partisi agar-agar (cupula) yang menutup dari ampula. Proses
dari sel-sel rambut yang tertanam di cupula, dan dasar sel-sel rambut
dalam kontak dekat dengan serat-serat aferen dari divisi vestibular dari
syaraf vestibulocochlear.
6) Utrikulus dan Sakulus
Dalam setiap labirin membran, di lantai utricle, ada organ otolithic
(makula). Makula lain terletak pada dinding saccule dalam posisi
semivertical. Macula mengandung sel-sel sustentacular dan sel rambut,
diatasi oleh membran otolithic di mana tertanam kristal karbonat
kalsium, otoliths. Otoliths, yang juga disebut otoconia atau telinga
debu, mempunyai panjang berkisar 3 - 19 μ. Prosesus dari sel-sel
rambut yang tertanam di dalam membran. Serat saraf dari sel-sel
rambut bergabung yang berasal dari krista di divisi vestibular dari
syaraf vestibulocochlear.

2. Definisi Otitis Media


Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370).
Otitis media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002). Otitis media ialah radang akut telinga
tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz 2004, h.141).
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang biasanya terjadi
selama kurang lebih 6 minggu yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,

9
Hemophilus influenza, dan Moraxella cathalis yang masuk ke telinga tengah
karena disfungsi saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi yan
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan inflamasi struktur
yang mengelilingi atau reaksi alergi. Stadium pada otitis media akut ada 4 yaitu:
a. Stadium okulasi
Tanda adanya okulasi pada tuba eustacheus ialah adanya gambaran retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah dan
adanya absorbsi udara. Kadang – kadang membran timpani nampak normal
atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin terjadi tapi tetapi tidak dapat
dideteksi.
b. Stadium hiperemis/presupurasi
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat serous sehingga sukar terlihat.
c. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol kearah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien ampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkatserta
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani
tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler – kapiler
serta timbul tromboflebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada daerah membran timpani terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan
terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi)
pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar.
d. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan –
lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan

10
berkurang dan akhirnya kering. Resolusi dapat terjadi dengan atau tanpa
pengobatan. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka
dapat terjadi resolusi.
Otitis media serosa adalah keadaan erdapatnya cairan di dalam telinga tengah
tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai
akibat tekanan negatif dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi
tuba eustacheus.
Otitis media kronis adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis
media akut yang tak tertangani.

3. Etiologi
Penyebab otitis media akut menurut Wong et al 2008, h.943 ialah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab
dari noninfeksius tidak diketahui, meskipun sering terjadi karena tersumbatnya
tuba eustasius akibat edema yang terjadi pada ISPA, rinitis alergik, atau hipertrofi
adenoid. Merokok pasif juga menjadi faktor penyebab otitis media. Selain itu
menurut Muscari 2005, h.220 otitis media terjadi karena mekanisme pertahanan
humoral yang belum matang sehingga meningkatkan terjadinya infeksi,
pemberian susu bayi dengan botol pada posisi terlentang akan memudahkan
terkumpulnya susu formula di rongga faring, pembesaran jaringan limfoid yang
menghambat pembukaan tuba eustachii. Posisi tuba eustachii yang pendek dan
horisontal, perkembangan saluran kartilago yang buruk sehingga tuba eustachii
terbuka lebih awal.

4. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu
episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami

11
minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media
paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
OMA biasanya terjadi pada anak dibawah usia 15 tahun dan paling sering
ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun. Anak-anak lebih
rentan terserang OMA karena Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding
orang dewasa karena beberapa hal.
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek
sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

5. Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di
belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Otitis media ini berlangsung selama 3 minggu.
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga
tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri

12
yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai
dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang
kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi
sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring.
Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan
menentukan progresivitas penyakit.
Otitis media kronik terjadi apabila otitis media akut berlangsung secara
berulang – ulang dan tak tertangani.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, hal.944 :
a. Terjadi setelah infeksi pernafasan atas
b. Otalgia (sakit telinga)
c. Demam
d. Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.
Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :
a. Menangis
b. Rewel, gelisah, sensitif
c. Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
d. Menggeleng-gelengkan kepala
e. Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
f. Kehilangan nafsu makan
Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :
a. Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman
b. Iritabilitas
c. Letargi
d. Kehilangan nafsu makan
e. Limfadenopati servikal anterior

13
7. Komplikasi
Komplikasi menurut Sowden dan Cecily 2002, h. 372 ialah :
a. Ruptur membran timpani dengan otorea
b. Tuli konduktif jangka pendek
c. Tuli permanen atau jangka panjang
d. Meningitis
e. Mastoiditis
f. Abses otak
g. Kolesteatoma yang didapat (sakus telinga tengah terisi epitel atau keratin)

8. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital : Suhu dan RR biasanya naik.
b. Pemeriksaan fisik fokus :
1) Hidung :
Inspeksi : biasanya adanya sekret yang menunjukkan klien
mengalami ISPA, hidung tampak kemerahan.
Palpasi : adanya pembengkakan mukosa hidung
2) Telinga :
Inspeksi : membran tympani dan daun telinga tampak kemerahan,
adanya sekret pada canalis auditorius eksterna.
Palpasi : telinga teraba hangat.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Muscari 2005, h.220 ialah :
a. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
b. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan
timpanosentesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran
timpani). Uji sensitivitas dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme pada sekret telinga.

14
c. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap
kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis menurut Dowshen et al 2002, h.149.
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan
stadiumnya:
1) Stadium oklusi tuba
a) Berikan antibiotik selama 7 hari
b) Obat tetes hidung nasal dekongestan
c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
d) Antipiretik
2) Stadium hiperemis
a) Berikan antibiotik selama 10 – 14 hari :
b) Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari
c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
d) Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya
3) Stadium supurasi
a) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
b) Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi
parenteral selama 3 hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik peroral selama 14 hari.
c) Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis
THT untuk dilakukan miringotomi.

b. Penatalaksanaan keperawatan menurut Muscari 2005, h.221 ialah :


1) Kaji anak terhadap demam dan tingkat nyeri, dan kaji adanya
komplikasi yang mungkin terjadi.
2) Turunkan demam dengan memberikan antipiretik sesuai indikasi dan
lepas pakainan anak yang berlebihan.

15
3) Redakan nyeri dengan memberikan analgesik sesuai indikasi, tawarkan
makanan lunak pada anak untuk membantu mengurangi mengunyah
makanan, dan berikan kompres panas atau kompres hangat lokal pada
telinga yang sakit.
4) Fasilitas drainase dengan membaringkan anak pada posisi telinga yang
sakit tergantung.
5) Cegah kerusakan kulit dengan menjaga telinga eksternal kering dan
bersih.
6) Berikan penyuluhan pada pasien dan keluarga :
a) Jelaskan dosis, teknik pemberian, dan kemungkinan efek samping
obat.
b) Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh bagian pengobatan
antibiotik
c) Identifikasi tanda-tanda kehilangan pendengaran dan menekankan
pentingnya uji audiologik, jika diperlukan.
d) Diskusikan tindakan-tindakan pencegahan, seperti memberi anak
posisi tegak pada waktu makan, menghembus udara hidung dengan
perlahan, permainan meniup.
e) Tekankan perlunya untuk perawatan tindak lanjut setelah
menyelesaikan terapi antibiotik untuk memeriksa adanya infeksi
persisten.

c. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan tentang pencegahan infeksi telinga menururt Arsyad,
ES, & Iskandar,N (2004) antara lain :
1) Ketika memandikan anak, usahakan telinga anak ditutup dengan
penutup telinga agar air tidak masuk ke dalan telinga
2) Segera keringkan telinga anak ketika selesai memandikan. Untuk
mengeluarkan air dari liang telinga, miringkan kepala dengan posisi

16
telinga menghadap ke bawah. Saat melakukan hal itu, tarik cuping
telinga ke arah berlawanan untuk mengeringkan air
3) Jangan coba-coba membersihkan kotoran telinga karena fungsinya
untuk melindungi telinga tengah. Jika anda melihat kototan telinga
anak sudah menumpuk, sebaiknya teteskan baby oil sehari dua kali.
Dalam beberapa hari kotoran yang ada di telinga akan keluar dengan
sendirinya.
4) Liang telinga dan gendang teliga adalah bagian yang sensitif. Untuk itu
janganlah mengorek-ngorek telinga dengan cotton bud, peniti atau
dengan benda lainnya karena akan membuat bagian telinga tersebut
terluka.

17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
j. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
k. Reflek kejut
l. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
m. Tipe warna 2 jumlah cairan
n. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
o. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
p. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga
sebelumnya, alergi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu
tubuh pasien meningkat (38oC).
b. Nyeri berhubungan dengan penarikan membran timpani karena tekanan
dalam telinga ditandai dengan pasien terlihat meringis.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan eksudat transudat dalam
telinga
d. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) berhubungan dengan
penumpukan pus sehingga Gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam
18
tidak dapat bergerak bebas ditandai dengan pasien mengalami gangguan
pendengaran.
e. Gangguan citra diri berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran
ditandai dengan penolakan terhadap berbagai perubahan aktual.
f. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, keterbatasan kognitif ditandai
dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, dan tidak akurat dalam
mengikuti instruksi/pencegahan komplikasi.

3. Perencanaan

NO Dx Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1. 1 Setelah diberikan 1. Kaji suhu tubuh pasien 1. Mengetahui peningkatan suhu
asuhan keperawatan tubuh, memudahkan intervensi
selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh 2. Beri kompres air hangat 2. Mengurangi panas dengan
pasien kembali normal pemindahan panas secara
dengan KH : suhu konduksi. Air hangat
tubuh mengontrol pemindahan panas
( 36,5 – 37,50C) secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau
menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk 3. Untuk mengganti cairan tubuh
banyak minum 1500-2000 yang hilang akibat evaporasi.
cc/hari (sesuai toleransi)

4. Anjurkan pasien untuk 4. Memberikan rasa nyaman dan


menggunakan pakaian yang pakaian yang tipis mudah
tipis dan mudah menyerap menyerap keringat dan tidak
19
keringat. merangsang peningkatan suhu
tubuh.
2. 2 Setelah diberikan 1. Tentukan riwayat nyeri, 1. Memberikan informasi yang
asuhan keparawatan lokasi, durasi dan intensitas diperlukan untuk
3x24 diharapkan rasa merencanakan asuhan.
nyeri pasien berkurang 2. Ajarkan tenik ROM 2. Untuk melancarkan
dengan KH : pasien peredaran darah sehingga
tampak rileks, skala 3. Berikan posisi yang nyeri berkurang
nyeri ( 1-3 ) nyaman pada pasien 3. Untuk meningkatkan
relaksasi.

4. Berikan pengalihan seperti 4. Untuk meningkatkan


reposisi dan aktivitas kenyamanan dengan
menyenangkan seperti mengalihkan perhatian klien
menonton TV dari rasa nyeri

3. 3 Setelah diberikan 1. Kaji tanda – tanda perluasan 1. Untuk mengantisifasi


asuhan keperawatan infeksi, mastoiditis, vertigo. perluasan lebih lanjut.
selam 3x24 jam
diharapkan pasien 2. Jaga kebersihan pada daerah 2. Untuk mengurangi
dapat liang telinga. pertumbuhan mikroorganisme
mencegah/menurunkan
resiko infeksi dengan 3. Hindari mengeluarkan ingus 3. Untuk menghindari transfer
KH: dengan paksa/terlalu keras organisme dari tuba eustachius
tidak ada tanda – tanda ke telinga tengah
infeksi
4. 4 Setelah diberikan 1. Kaji ketajaman pendengaran, 1. Untuk mengetahui tingkat
asuhan keperawatan 3 catat apakah kedua telinga ketajaman pendengaran pasien
x 24 jam diharapkan terlibat dan untuk menentukan
ganggaun sensori intervensi selanjutnya

20
persepsi 2. Berbicara jelas dan tegas pada 2. Mempermudah klien untuk
berkurang/hilang klien tanpa perlu berteriak. menerima stimolus.
dengan KH : - Klien 3. Memberikan kode bibir yang 3. Mempermudah untuk melihat
dapat menerima pesan memadai bila klien bergantung gerak bibir.
melalui metode pilihan pada gerak bibir
( misal : komunikasi 4. Berikan posisi yang nyaman 4. Agar telinga klien tidak tambah
tulisan, bahasa dan tidak bising sakit karena kebisingan dapat
lambang)berbicara menjadi faktor pencetus nyeri
dengan jelas pada telinga dan penurunan
telinga yang baik. pendengaran
5. 5 Setelah diberikan 1. Beritahu pasien bahwa 1. Mengurangi kecemasan klien
asuhan keperawatan penyakitnya bisa
3x24 jam diharapkan disembuhkan
pasien tidak malu 2. Beritahu klien untuk 2. Buruknya status kesehatan
terhadap meningkatkan status akan mengakibatkan
penampilannya dengan kesehatan bertambahnya pengeluaran
KH: pasien sekret dan berbau tidak enak
menunjukkan rasa 3. Anjurkan klien untuk 3. Penggunaan antibiotika secara
percaya dirinya, tidak melaksanakan anjuran yang teratur dapat mencegah
malu terhadap telah diberikan (penggunaan perkembangan bakteri.
penampilan. antibiotik) secara teratur

6. 6 Setelah diberikan 1. Tentukan persepsi pasien 1. Membuat pengetahuan dasar


asuhan keperawatan tantang proses penyakit. dan memberikan kesadaran
selama 3 x 24 jam kebutuhan belajar individu.
diharapkan kebutuhan
akan informasi 2. Kaji ulang proses penyakit, 2. Membantu individu untk
terpenuhi dengan KH : penyebab/efek hubungan faktor mengetahui faktor
- melakukan prosedur yang menimbulkan gejala dan pencetus/pemberat individu
yang diperlukan dan mengidentifikasi cara sehingga dapat menghindari.

21
menjelaskan alasan menurunkan faktor pendukung 3. Steroid dapat digunakan untuk
dari suatu tindakan. 3. Kaji ulang obat, tujuan, mengotrol inflamsi dan
-memulai perubahan frekwensi, dosis, dan mempengaruhi remisi penyakit
gaya hidup yang kemungkinan efek samping : namun obat dapat
diperlukan dan ikut menurunkan ketahanan
serta dalam regimen terhadap infeksi dan
perawatan. menyebabkan retensi cairan.

4. Implementasi
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan
merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam
tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud
agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat memonitor
“kealpaan“ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, ES, & Iskandar,N 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta:FKUI

Betz, CL 2002, Buku saku keperawatan pediatri, EGC, Jakarta.

Dowshen et al 2002, Petunjuk lengkap untuk orang tua. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Muscari, ME 2005. Panduan belajar: keperawatan pediatrik. Jakarta:EGC

Schwartz, M 2004. Pedoman klinis pediatri, EGC, Jakarta.

Wong, DL et al 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta:EGC

23

Vous aimerez peut-être aussi