Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses
panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini telah mengalami
banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya.
Perkembangan CSR secara konseptual baru dikemas sejak tahun 1980-an yang dipicu sedikitnya
oleh 5 hal berikut:
1) Maraknya fenomena “take over” antar korporasi yang kerap dipicu oleh keterampilan
rekayasa finansial.
2) Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham komunis dan
semakin kokohnya imperium kapitalisme secara global.
3) Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negaranegara berkembang, sehingga di
tuntut supaya memperhatikan: HAM, kondisi sosial dan perlakukan yang adil terhadap
buruh.
4) Globalisasi dan menciutnya peran sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh dunia
telah menyebabkan tumbuhnya LSM (termasuk asosiasi profesi) yang memusatkan
perhatian mulai dari isu kemiskinan sampai pada kekuatiran akan punahnya berbagai
spesies baik hewan maupun tumbuhan sehingga ekosistem semakin labil.
5) Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi perusahaan dalam
membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.
Pada tahun 1990-an muncul istilah corporate social reponsibility(CSR). Pemikiran yang
melandasi CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya
mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada pemegang saham atau
shareholder) tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan
(stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Tanggung jawab sosial
dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk di
dalamnya adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor,
pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Perkembangan CSR saat ini juga dipengaruhi oleh
perubahaan orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat sukarela untuk memenuhi kewajiban
perusahaan yang tidak memiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang,
menjadi suatu kegiatan strategis yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan
dalam jangka panjang.
Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai mengemuka pada tahun 2001, namun sebelum
wacana ini mengemuka telah banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan sangat sedikit yang
mengungkapkannya dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin karena kita belum
mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun
laporan maupun auditornya). Di samping itu sektor pasar modal Indonesia juga kurang
mendukung dengan belum adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham
perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange
memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang
dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktik
CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment
(SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE 4Good sejak
2001.
CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR adalah suatu peran
bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka,bisnis tidak hanya mengurus
permasalahan laba , tapi juga sebagai sebuah institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung
kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar.
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu :
Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan
pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis
untuk berperan dalam masalah-masalah sosial, yang akan terus tumbuh. Isu CSR sendiri juga
sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasional di berbagai negara telah
gagal menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan
Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri
juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep CSR, dengan
argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan
(returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain. Ada juga kalangan yang
beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang
bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Agar mengangkat
reputasi perusahaan di mata publik atau pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus
menunjukkan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-
main. Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat
(nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif.
a. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai
“Continuing commitment by business to behave athically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as
well as of the local community and society at large”.[“Komitmen bisnis untuk secara
terus-menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta
meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, masyrakat local, serta
masyarakat luas pada umumnya.”]
b. EU Green Paper on CSR memberikan definisi CSR sebagai “ a concept whereb
companies intergrate social and environmentalconcerns in their business operations and
it their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.” [“Suatu konsep dimana
perusahaan menginterasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalm operasi
bisnisnya serta dalam interkasinya dengan para pemangku kepentingan secara sukarela.”]
c. Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai “ a business acts in a socially
responsible manner when its decision and account for and balance diverse stakeholder
interest”. [“Suatu bisnis dikatakan telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya jika
keputusan-keputusan yang diambil telah mempertimbangkan keseimbangan antar
berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda”.]
d. A.B. Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggungjawab perusahaan baik ke dalam
maupun ke luar perusahaan. Tanggungjawab ke dalam diarahkan kepada pemegang
saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan
tanggungjawab ke luar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan
penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta
memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.
e. Elkington mengemukakan bahwa tanggaungjawab social perusahaan mencakup tiga
dimensi, yang lebih popular dengan singkatan 3P, yaitu: mencapai keuntungan
(profit) bagi perusahaan, memberdayakan masyarakat (people), dan memelihara
kelestarian alam (planet).
f. Kotler dan Nancy CSR didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan
kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan
sebagian sumber daya perusahaan
g. CSR Forum, CSR didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan
terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat
kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.
Jika dilihat dari beberapa definisi CSR diatas, tampak bahwa secara umum CSR adalah suatu
tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut)
sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum,
sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat
banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi
kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.
Berdasarkan dari konsep 3P yang dikemukakan Elkington, konsep CSR sebenarnya ingin
memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu :
a) Fungsi Ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisonal perusahaan, yaitu untuk
memperoleh keuntungan(profit) bagi perusahaan.
b) Fungsi Sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan manusianya,
yaitu para pemangku kepentingan(people) baik pemangku kepentingan primer maupun
pemangku ke[entingan sekunder. Selain itu, melalui fungsi ni perusahaan berperan
menjaga keadilan ndalam membagi manfaat dan menanggung beban yang ditimbulkan
dari aktivitas perusahaan.
c) Fungsi Alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam(planet).
Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam system kehidupan di bumi ini.
Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di bumi akan terancam musnah.
Bila tidak ada kehidupan, bagaimana mungkin akan ada perudahaan yang masih bertahan
hidup?
Menurut Philip Kotler, ada enam program CSR yang mungkin untuk dijalankan sebuah
perusahaan:
Berkaitan dengan implementasi CSR perusahaan dapat dikelompokan kedalam beberapa kategori
untuk menggambarkan komitmen dan kemampuan perusahaan dalam menjalankan CSR. Dengan
menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan yang
ideal memiliki kategori reformis dan progresif. Dalam kenyataan, kategori ini bisa saling
bertautan.
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR, ada empat
kategori yaitu;
Perusahaan Minimalis, Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah.
Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk dalam kategori ini.
Perusahaan Ekonomis, Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun anggran
CSR-nya rendah seperti perusahaan besar namun pelit.
Perusahaan Humanis, Meskipun profitnya perusahaan rendah, proporsi anggaran CSR-
nya relatif tinggi. Layak disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
Perusahaan Reformis, Perusahaan yang memiliki profit dan anggran CSR yang tinggi.
Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi bisnisnya, memandang CSR
bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk maju.
2. Berdasarkan tujuan perusahaan dalam implementasi CSR, ada empat kategori yaitu;
Perusahaan Pasif, Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas, sekedar
melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai
hal kurang bermanfaat bagi perusahaan.
Perusahaan Impresif, Perusahaan yang menggunakan CSR untuk promosi alias tebar
pesona daripada untuk pemberdayaan.
Perusahaan Agresif, CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang promosi.
Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang tebar pesona.
Perusahaan Progresif, Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan pemberdayaan dan
sekaligus promosi. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan
menunjang satu sama lain bagi kemajuan perusahaan.
Dari point-point tersebut jadi bisa diambil kesimpulannya bawa manfaat CSR bagi
masyarakat itu ialah
Masyarakat jadi lebih mudah dalam mendapatkan hak nya sesuai dengan sila-4,
Dapat membantu masyarakat apabila ingin melakukan kegiataan perekonomian,
Meningkatkan tingkat kesehatan,
Mengurangi tingkat penggangguran dan
Mengurangi tingkat putus sekolah masyarakat.
Lalu jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan (Wikipedia,
2008) :
Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa
memberikan citra perusahaan yang khas, baik dan etis di mata publik yang pada
gilirannya menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera
“Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu
lingkungan.
Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru,
terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki
pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis
perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR juga
dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.
License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan
publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar
operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan.
Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh
skandal korupsi, kecelakaan karyawan atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya
”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.
Ada salah satu perusahaan rokok terkenal di Indonesia yang memiliki program tanggung
jawab sosialnya dengan tema beasiswa. Seperti yang sudah diketahui, bahwa rokok memang
terbukti dapat mengganggu kesehatan. Namun, adanya program tanggung jawab sosial berupa
beasiswa dapat membuktikan bahwa kegiatan usaha tidak semata-mata hanya untuk mencari
keuntungan, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Dengan demikian, anggapan rokok mengganggu kesehatan bisa diredam dengan adanya
program tanggung jawab sosial. Ada dua jenis tanggung jawab sosial dalam bisnis, yaitu
tanggung jawab sosial kewirausahaan (Social Responsible Entrepreneurship) dan keterlibatan
sosial dalam kewirausahaan (Social Involved Entrepreneurship). Dua jenis tanggung jawab
sosial ini dikemukakan oleh KPMG Ethics & Integrity Consulting sebuah lembaga di negara
Belanda.
Tanggung jawab sosial yang pertama ini (Social Responsible Entrepreneurship / SRE)
merupakan aksi atau tindakan minimal terkait dengan kewajiban sosial sebuah perusahaan. Aksi
tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk program yang memiliki tujuan tersendiri. SRE
tidak memiliki keterlibatan lebih jauh lagi selain memenuhi tanggung jawab sosialnya.
Setelah tanggung jawab sosial dipenuhi, bisnis dijalankan seperti semula. Misalnya, ada program
penanaman 100 pohon di bukit Asri atau pembersihan lingkungan Jatibaru, itu semua sebatas
program saja, setelah menanam 100 pohon atau membersihkan lingkungan maka sudah sampai
di situ saja tanggung jawabnya. Jadi, SRE memang menghasilkan perbedaan yang jelas antara
principle dan commerce.
2. Keterlibatan Sosial dalam Kewirausahaan
Keterlibatan bisnis dalam dimensi sosial (Social Involved Entrepreneurship /SIE) memiliki
keterikatan dan kesamaan tujuan dengan masyarakat. Keterlibatan dapat ditunjukkan dengan
kerjasama yang aktif dalam menyelesaikan masalah dalam masyarakat. Perbedaannya dengan
SRE adalah bahwa SIE memiliki dasar keterlibatan yang dalam. SIE memiliki tinjauan umum
bahwa bisnis bukan semata-mata hanya tanggung jawab sosial, tetapi lebih dalam dari itu, salah
satunya yaitu persamaan rasa ingin membangun masyarakat lebih baik lagi.
Perbedaan SRE dan SIE dapat diilustrasikan bahwa SRE hanya memberikan apa yang
dibutuhkan misalnya uang, bantuan makanan, memenuhi kebutuhan sandang, dan pembangunan
gapura pada suatu desa. Sedangkan SIE tidak hanya memberikan apa yang dibutuhkan, tetapi
juga memberikan rasa peduli, dukungan penuh, dan perhatian jangka panjang. Jadi, SIE benar-
benar terlibat dan memiliki tujuan dan keinginan untuk membangun masyarakat seperti
penjagaan lingkungan agar tetap bersih, menghapuskan diskriminasi, dan lain-lain. Dengan ini
maka SIE berlawanan dengan SRE, bahwa SIE menjalankan commerce-nya bersinergi dengan
principle.
Lawrence, Weber, dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam bentuk tingkat
keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan hubungan,
yaitu : inactive, reactive, proactive, dan interactive.
1) Perusahaan yang inactive sama sekali mengabaikan apa yang menjadi perhatian pihak
pemangku kepentingan.
2) Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang
diperkirakan akan mengganggu perusahaan dari pihak pemangku kepentingan tertentu.
3) Perusahaan yang proactive akan selalu mengantisipasi apasaja yang menjadi kepedulian
para pemangku kepentingan, sedangkan
4) Perusahaan yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para pemangku
kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling
memercayai, dansaling menguntungkan.
Berdasarkan tingkap/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post (2005) membedakan
dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal (charity principles) dan prinsip pelayanan (stewardship
principles). Perbedaan kedua prinsip ini terletak pada perbedaan kesadaran dan ruang lingkup
keterlibatan. Berikut cirri-ciri yang membedakannya.
Mengelola risiko reputasi merupakan bagian penting dari setiap strategi komunikasi yang kuat
perusahaan. Membangun budaya asli melakukan hal yang benar dalam korporasi – dasar dalam
setiap strategi Corporate Responsibility yang sejati, dapat membantu mengimbangi risiko ini.
2. Merek diferensiasi
Tanggung jawab perusahaan dapat membantu membangun loyalitas pelanggan berdasarkan pada
nilai-nilai etika khusus. Pentingnya membedakan merek dengan menginap di depan isu dan
berkembang dengan terus berubah keprihatinan konstituen: ketika masyarakat berubah pikiran,
kita sebaiknya di depannya dan tidak di belakang, dan (keberlanjutan) adalah suatu perkara di
mana masyarakat telah berubah nya pikiran.
3. Bakat daya tarik dan retensi
Sebuah program Corporate Responsibility dapat membantu dalam perekrutan karyawan dan
retensi. Hal ini juga dapat membantu meningkatkan citra perusahaan di kalangan karyawan,
terutama ketika mereka menjadi terlibat melalui kegiatan penggalangan dana, relawan
komunitas, atau bentuk membantu Corporate Responsibility strategi perusahaan itu sendiri.
Menggunakan taktik untuk memperkuat goodwill dan kepercayaan antara karyawan sekarang
dan masa depan dapat menerjemahkan ke dalam biaya berkurang dan produktivitas pekerja yang
lebih besar.
Corporation ingin menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan.
Dengan mengambil langkah-langkah sukarela substantif, mereka mungkin dapat meyakinkan
pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka mengambil isu seperti kesehatan dan
keselamatan, keragaman, atau lingkungan yang serius dan dengan demikian menghindari
intervensi. Beban hari ini dapat menghasilkan penghematan biaya masa depan atau pendapatan
meningkat aliran dari baru, produk dan jasa bertanggung jawab secara sosial. Perusahaan
mengambil pandangan yang lebih luas yang memungkinkan mereka untuk melihat bahwa hari
ini biaya dapat mengurangi kewajiban masa depan, dan pengurangan kewajiban mereka di masa
depan pada gilirannya berdampak positif terhadap biaya modal mereka. Bertindak sebelum
peraturan memaksa mereka untuk dapat posisi perusahaan sebagai pemimpin dihormati dalam
tanggung jawab dan keberlanjutan.
Meskipun bukti yang mendukung manfaat Corporate Responsibility, tidak ada tempat untuk
tanggung jawab sosial dalam bisnis. Ini rel kritikus terhadap Corporate Responsibility sebagai
detracting dari tujuan komersial suatu korporasi dan efektivitas, pasar bebas sehingga
menghambat. Dalam pandangan ini, tanggung jawab dan profitabilitas merupakan zero-sum
game, korporasi adalah untuk lembaga nirlaba yang tujuan utamanya adalah keuntungan dan
yang kehilangan daya saing melalui altruistik, perilaku laba berkurang. Beberapa kritik
mengklaim Corporate Responsibility sedikit lebih dari sebuah strategi PR, di mana perusahaan
ceri-kegiatan baik mereka memilih untuk menampilkan dan mengabaikan yang lain,
menciptakan gambar yang tidak akurat dari sebuah perusahaan yang bertanggung jawab sosial
atau lingkungan. Lain kontes bahwa Corporate Responsibility program sering dilakukan dalam
upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari pertanyaan-pertanyaan etika yang diajukan oleh
operasi inti mereka. Terlepas dari penentang ini, konstituen yang menyerukan Corporate
Responsibility dengan suara semakin keras dan tak kenal ampun, yang perusahaan memiliki
sedikit pilihan tapi untuk menjawab.
Pada konferensi tentang pemanasan global yang dihadiri oleh hamper semua Negara di
dunia pada akhir tahun 2007 di Bali, semua Negara menyadari dan sepakat bahwa pemanasan
global yang terjadi dewasa ini disebabkan oleh kelalaian umat manusia pada umunya dan
masyarakat bisnis pada khususnya dalam menjaga kelestarian alam. Namun memasuki sesi
perundingan mengenai bagaimana mengatasi filantropi pemanasan global ini, timbullah
perdebatan sengit dan berlarut-larut yang justru hambatannya dating dari Negara-negara maju
yang dipelopori oleh Amerika Serikat. Hal ini tidk mengherankan karena bila membicarakan
program CSR, berarti membawa konsekuensi biaya yang harus dipikul dalam menanggulangi
kerusakan lingkungan. Akhirnya disini muncul kermbali egoism Negara atau egoism kelompok
usahawan besar yang kurang menyadari pentingnya tindakan bersama dalam menyelamatkan
lingkungan hidup.
Sonny Keraf (1998) telah mencoba menginvetarisasi alasan-alasan bagi yang mendukung
dan menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR.