Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
Preceptor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT ANAK – RSUD SOLOK
2017
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari referat ini adalah :
1. Dapat mengetahui macam-macam antibiotik
2. Dapat mengetahui farmakodinamik dan farmakokinetik dari masing-masing
jenis antibiotik
3. Dapat mengetahui mekanisme resistensi terhadap obat-obat antibiotik
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
b. Mikroba merngubah permeabilitas terhadap obat.
c. Mikroba mengembangkan suatu perubahan terhadap struktur sasaran bagi
obat. Misal : Berubahnya strukutr protein reseptor pada ribosom 30S
menyebabkan mikroba resisten terhadap golongan aminoglikan.
d. Mikroba mengembangkan perubahan jalur metabolitk yang dihambat.
Misal : Bakteri yang resisten Sulfonamides tidak memerlukan PAB
ekstraseluler dimana awalnya bakteri ini sangat membutuhkannya
e. Mikroba mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan
fungsi metaboliknya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat.
Asal resistensi-resistensi di atas dapat bersifat genetik maupun non genetik. Yang
non genetik dapat berasal dari berubahnya bentuk suatu mikroba menjadi inaktif
sehingga resisten terhadap obat-obat yang kerjanya pada proses replikasi bakteri.
Sedangkan genetik dapat diturunkan dari mikroba satu ke keturunannya melalui
mutasi kromosom atau dari satu mikroba ke mikroba lain melalui plasmid.
Resistensi silang saja terjadi dari satu jenis antibiotik ke jenis lain. Misal suatu
mikroba resisten terhadap suatu jenis antibiotik dapat resisten terhadap jenis yang
lain. Reaksi silang ini dapat terjadi pada jenis-jenis yang berhubungan sacara kimia
maupun tidak.
PENGHAMBAT SINTETIS
DINDING BAKTERI
Bacitracin
Penicillin Cephalospori Carbapenem Monobactam
n
Ampicillin, Imipenem Aztreonam Vancomycin
Amoxicillin,
Azlocillin,
Carbenicillin, Generasi I Cefadroxil, Cephradrin, Cephalotin, Cephalexin,
Cloxacillin, Cephapirin
Dicloxacillin,
Methicillin, Generasi II Cefaclor, Cefamandol, Cefmetazole, Cefodoxim,
Mezlocillin, Cefonicid, Cefoxitin, Cefprozil, Cefotetan, Cefuroxime
Nafcillin,
Oxacillin, Cefixime, Cefotaxime, Ceftazidime, Ceftizoxime,
Penicillin G, Generasi III
Ceftriaxone, Dan Moxalaktam
Penicillin V,
Piperacillin,
Ticarcillin Generasi IV Cefclidine, Cefepime, Cefluprenam, Cefoselis,
Cefozopran, Cefpirome, Cefquinome
1. Penicillin
Penicillin yang paling terkenal dan pertama ditemukan adlah penicillin-G yang
ditemukan oleh Flamming pada 1929. Senyawa ini dihasilkan dari pembenihan
spesies Penisillium notatum. Sifat dari penicillin-G adalah kepekaannya terhadap
penghacuran cincin β-lactam oleh senyawa β-lactamase dan tidak aktif secara
relative terhadap kebanyakan bakteri gram negatif. Pengembangan terhadap
Penicillin menghasilkan turunan-turunan penicillin yang lebih stabil terhadap
asam dan aktif terhadap bakteri gram (-) maupun gram (+).
Struktur kimia
Semua Penicillin mempunyai struktur dasar yang sama. Terdapat cincin Beta
lactam yang dikelilingi oleh cincin tiazolodin. Beberapa turunan Penicillin
didapatkan dengan menambahkan senyawa lain pada gugus R. Struktur penicillin
dapat dilihat pada gambar.
5
Gambar 3. Struktur dasar Penicillin. Terdapat cincin β-lactam (kiri) yang
dikelilingi cincin tiazolid (kanan).
Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap Penicillin dapat dibagi dalam beberapa
mekanisme :
a. Bakteri-bakteri tertentu seperti Staphylococcus aureus, beberapa
Haemophilus influenzae dan gonokokus menghasilkan senyawa β-
lactamse yang memecah cincin β-lactam. Kontrol pembentukan β-
lactamase dikontrol oleh kromosom dan plasmid. Nafcillin tahan
terhap β-lactamase karena cincin β-lactam dilindungi oleh rantai
samping R’.
b. Beberapa mikroba kurang mempunyai reseptor spesifik dan kurangnya
permeabilitas terhadap β-lactam.
c. Organisme yang dormant seperti Mycoplasma L resistant terhadap
penicillin karena tidak mensintetis peptidoglycan
Zat-zat penghambat β-lactamase seperti clavulanic acid, sulbactam
dan, tazobactam dapat menghambat aktivitas β-lactamase yang dihasilkan
bakteri yang resisten. Pemberian tunggal obat ini kurang menunjukkan
aktivitas antibakteri. Namun kombinasi obat ini dengan obat-obat β-lactam,
misalnya clavulanic acid dan amoxcillin dapat efektif terhadap infeksi saluran
pernafasaan oleh H influenza penghasil β-lactamase.
Farmakokinetik
Absorpsi peroral berbeda-beda dari masing-masing obat penicillin
tergantung dari kestabilan asam dan ikatan proteinnya. Pemberian minimal
harus diberikan 1 jam sebelum atau sesudah makan untuk mengurangi ikatan
pada makanan. Absorpsi parenteral biasanya cepar. Pemberian IM sering
menimbulkan iritasi dan nyeri pada tempat suntikan. Pemberian IV bolus
intermittent dengan tetesan kontinue cenderung disukai.
6
Penicillin tidak larut dalam sel dan tidak masuk dalam sel inang.
Pemberian 6 gr perhari dapat menghasilkan kadar 1-6 μg/ml dalam darah.
Penicillin yang terikat kuat pada protein (oxacillin, dicloxacillin)
menghasilkan kadar obat bebas yang lebih rendah daripada yang terikat lemah
(Ampicillin, Penicillin-G)
Kadar penicillin pada jaringan setara dengan yang ada di serum. Pada
mata, protat, dan susunan syaraf pusat kadar ini lebih rendah daripada di
serum. Namun pada cairan serebospinal kadar dapat mencapai 0,2 μg/mL jika
diberikan 6 gr parenteral sehingga tidak diperlukan suntika intratekal.
Ekskresi dilakukan kebanyakan oleh ginjal. Sekitar 10% diekskresi di
glomerulus dan 90% melalui tubulus dengan kecepatan 2 gr/jm kecuali
nafcillin dimana 80% diekskresi di dalam saluran empedu. Waktu paruh
Penicillin-G adalah ½-1 ja dan pada gagal ginjal dapat mecapai 10 jam.
Ampicillin diekskresi lebih lama. Sekresi di tubulus dapat dihambat dengan
pemberian probensid dan digunakan pada jika ingin mncapai kadar sistemik
dan cairan serebospinal yang tinggi. Pada neonantus pemberian ini lebih
lambat. Ekskresi juga dapat melalui sputum dan air susu dan dapat
menimbulkan alergi pada bayi yang menyusui.
Kegunaan Klinik
Obat ini dikenal karena paling luas kegunaannya. Semua penicillin oral
harus diberikan minimal 1 jam sebelum/sesudah makan.
a. Penicillin-G
Obat ini masih digunakan pada infeksi pneumococcus,
streptococcus, meningococcus, staphilococcus yang tidak
menghasilkan β-lactamase, gonococcus, Treponema pallidum, Bacillus
anthracic dan bakreti gram (+) lainnya, clostridium, actinomyces,
listeria, dan bacterioid. Kebanyakan dosis yang digunakan adalah
dosis sehari (6 gram) dan umumnya diberikan secara bolus intermittent
IV. Penicillin-V diindikasikan pada infeksi ringan saluran pernafasan
dengan dosis harian 1-4 g. Pemberian oral tidak boleh diberikan
terhadap infeksi yang berat.
b. Benzathine Penicillin
7
Obat ini berbentuk garam yang mempunyai kelarutan dalam air
yang sangat rendah dan menghasilkan kadar rendah tetapi bertahan
lama. Kegunaannya adalah diberikan secara 1,2 juta unit IM untuk
profilaksi reinfeksi streptokokus selama 3-4 minggu.
c. Ampicillin, Amoxicillin, carbenicillin, Ticarcillin, Piperacillin,
mezlocillin, Azlocillin
Obat ini berbeda dengan penicillin-G karena punya akitivitas
lebih besar terhadp bakteri gram (-).
Ampicillin dan amoxicillin mempunyai aktivitas sama. Namun
amoxicillin lebih mudah diserap dalam usus. Diberikan secara oral
untuk ISK oleh bakteri koliformis gram (-) dan infeksi bakteri
campuran saluran nafas (sinusitis, otitis, bronchitis). Dosis yang
diberikan adalah 250-500 mg 3x sehari. Obat ini kurang efektif
terhadap enterobacter, pseudomonas dan gastroenteritis salmonella
noninvasive.
Carbenicillin lebih efektif terhadap pseudomonas dan proteus
namun lebih cepat menjadi resisten. Pemberian dengan dosis 12-
30g/hari IV biasanya diberikan berkombinasi dengan antibiotik
golongan lain untuk pengobatan sepsis pseudomonas pada luka baker.
Ticarcillin menyerupai carbenicillin tetapi dosisnya lebih
rendah (200-300mg/kg/hari). Obat yang lain mempunyai aktivitas yang
kebanyakan sama
d. Penicillin yang resisten terhadap β-lactamase
Golongan yang resisten terhadap β-lactamase adalah Oxacillin,
Cloxacillin, Dicloxacillin, dan Nafcillin. Indikasi penggunaan hanya
digunakan pada infeksi staflokokus penghasil β-lactamase. Dosis yang
digunakan adalah 0,25-0,5 g setiap 4-6 jam peroral. Untuk infeksi yang
berat diberikan 8-12 g/hari nafcillin intermittent bolus IV tiap 2-4 jam
(1-2 g tiap pemberian). Methicillin jarang digunakan karena bersifat
nefrotoksis.
Efek Samping
a. Hipersensitivitas
8
b. Neurotoksis pada dosis tinggi (>20.000 unit intratekal atau >20juta
parenteral)
c. Dyspepsia
d. Nefrotoksis (Methycillin)
e. Gangguan pendarahan (Cabenicillin)
2. Cephalosporin
a. Struktur Kimia
Strutur ini mirip dengan penicillin yaitu adanya cincin β-Lactam tetapi
dilekati cincin dihydrithiazide dan terdapat gugusan R 1 dan R2 yang
memungkinkan untuk dibuat turunan-turunan cephalosporin dengan aktivitas
yang lebih tinggi dan toksisitas yang lebih rendah.
9
Aktivitas Antimikroba
Obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pneumokokus,
streptokokus viridan, gourp streptokokus A hemolitikum dan S aureus. Gram
negatif yang juga dapat dihambat antara lain E. coli, Klebsiella pneumoniae,
dan Proteus mirabilis. Kokus anaerob (Peptococcus, Peptostreptococcus)
biasanya sensitif kecuali B fragilis.
Penggunaan Klinik
Walau obat ini punya spectrum luas dan tidak terlalu toksis, namun
obat ini jarang digunakan selain sebagai obat alternative untuk beberapa
infeksi. Dapat digunakan untuk ISK, luka kecil yang terdapat stafilokokus, dan
infeksi ringan lainnya. Untuk profilaksis pembedahan, Cefazolin lebih banyak
digunakan karena lebih murah serta dapat mengurangi resistensi terhadap obat
lain. Jangan digunakan untuk pengobatan infeksi berat. Cephalosporin
generasi pertama tidak dapat melakukan pentrasi ke SSP dan tidak bisa
digunakan untuk pengobatan meningitis.
10
d. Cephalosporin Generasi Kedua
Contoh dari cephalosporin generasi kedua adalah cefaclor (Keflor,
Raniclor), cefamandol, cefmetazole, cefodoxim, cefonicid (monocid),
cefoxitin, cefprozil (cefzil), cefotetan, cefuroxime (ceftin).
Aktivitas Antimikroba
Aktivitas obat ini biasanya mirip dengan generasi pertama namun
mempunyai spektrum yang lebih luas terhadap bakteri gram (-) : enterobacter,
Klebsiella, dan Proteus indol-positif. Untuk pengobatan H influenza
cefamandol, cefuroxime, cefonicid, dan ceforanid lebih efektif. Untuk
pengobatan B fragilis justru cefoxitin, cefmetazole, dan cefotetan lebih efektif.
Semua generai kedua tidak aktif terhadap enterokokus dan P aeruginosa.
Penggunaan Klinik
Karena aktivitasnya terhadap H influenza, Cefaclor sering digunakan
untuk sinusitis dan otitis media pada pasien alergi atau tidak ada respon
terhadap Ampicillin. Hanya cefuroxim yang dapat menembus sawar otak.
Cefoxitin, cefmetazole, dan cefotetan yang efektif terhadap B fragilis dapat
digunakan untuk infeksi bakteri anaerob tersebut seperti peritonitis dan
divertikulitis.
Aktivitas Antimikroba
11
Yang khas untuk generasi ketiga adalah mencangkupi gram negatif
yang luas dan dapat menembus sawar otak. Selain itu secara menetap generasi
ketiga juga aktif terhadap enterobacter citrobacter, S marcescens, dan
Providencia, serta Haemophilus dan Neisseria penghasil β-Lactamase.
Penggunaan Klinik
Karena penetrasi ke sawar otak, obat generasi ketiga sering digunakan
untuk mengobati meningitis termasuk yang disebabkan oleh meningokokusm
H influenza, dan bakteri gram (-) usus yang rentan. Pada sepsis yang tidak
diketahui penyebabnya obat ini juga sering digunakan.
f. Efek Samping
Efek samping terhadap cephalosporin yang dapat muncul pada umumnya
antara lain adalah :
a. Alergi
b. Hipoprotrombinemia dan kelainan perdarahan : diberikan vitamin K 10
mg 2 x seminggu untuk pencegahan
c. Disulfiram-like effect (penghambatan metabolisme alkohol) sehingga
jangan dberikan untuk orang alkoholisme
12
1. Monobactam
Obat ini mempunyai cincin β-Lactam monosiklik dan ternyata juga resisten
terhadap β-Lactamase serta aktif terhadap beberpa gram (-) seperti pseudomonas
dan Serratia. Kelemahan obat ini adalah tidak ada aktivitas terhadap bakteri gram
(+) dan bekteri anaerob. Contoh golongan ini adalah Aztreonam (azactam). Kadar
dalam serum adalah 100 μg/mL setelah pemberian 1-2 gram setiap 8 jam. Waktu
paruh 1-2 jam dan pada gagal ginjal dapat memanjang
2. Carbapenem
Obat ini adalah obat baru dengan cincin β-Lactam. Contohnya adalah
Imipenem. Obat ini mempunyai spektrum luas terhadap bakteri gram (+), gram (-),
dan anaerob. Obat ini juga punya kelebihan resisten terhadap β-Lactamase. Namun
obat ini diinaktifkan di tubulus sehingga konsentrasi dalam urin menjadi rendah.
Penetrasi baik di jaringan tubuh dan cairan serebrospinal. Dosis biasanya 0,5-1 gram
IV setiap 6 jam (waktu paruh 1 jam).
Kegunaan secara pasti belum ditentukan namun mungkin digunakan atas
pengobatan terhadap infeksi yang telah resisten. Sejak Pseudomonas cepat menjadi
resisten terhadap imipenem, pemberian kombinasi obat ini dengan aminoglican
perlu dilakukan.
Efek samping masih terbatas pada mual, muntah, diare, dan kulit kemerahan
serta pada gagal ginjal gejala ini semakin terlihat.
3. Vancomycin
Vancomycin dan bacitracin merupakan penghambat sintetis dinding sel namun
bukan termasuk golongan β-Lactam. Vancomycin dihasilkan oleh Sterptomyces. Obat
ini aktif terhadap bakteri gram (+) khususnya staphylococcus.
Struktur kimia vancomycin terdiri dari suatu glicopeptida dengan erat molekul
1500 larut dalam air dan stabil. Mekanisme obat ini adalah penghambatan sintetis
peptidoglican di tingkan membrane sel.
Aktivitas Antimikroba. Vancomycin bersifat bakterisid untuk gram (+) pada
konsentrasi 0,5-3 μg/mL. Banyak staphylococcus yang sudah resisten terhadap
nafsilin dapat dibunuh dengan obat ini serta resistensi vancomycin terjadi sangat
lambat dan jarang.
13
Farmakokinetik. Vancomycin tidak diabsopsi di usus. Pengobatan peroral
digunakan untuk mengobati enterokolitis. Pemberian IV dengan dosis 0,5 gram
dapat mencapai kadar serum 10-20 μg/mL (waktu paruh 1-2 jam). Ekskresi
dilakukan oleh ginjal.
Indikasi Vancomycin adalah untuk sepsis atau endocarditis yang disebabkan
oleh staphylocoocus yang sudah resisten terhadap obat lain dengan dosis 0,5 gram
IV tiap 6-8 jam. Pengobatan peroral dengan dosis 0,125-0,5 gram tiap jam
digunakan untuk enterokolitis terutama Clostridium difficle.
Efek Samping. Jarang terjadi efek samping. Flebitis pada tempat suntikan dan
demam mungkin terjadi. Gejala flushing yang luas dapat juga terjadi (red man
syndrome).
4. Bacitracin
Bacitracin merupakan campuran polipeptida siklik yang dihasilkan dari
Tracy Bacillus subtilis. Aktif terhadap mikroba gram (+). Karena efek toksisnya
yang sistemik bacitracin jarang digunakan.
Aktivitas obat ini sama seperti vancomycin yaitu untuk gram (+) khususnya
staphylococcus. Obat ini susah diabsorpsi di usus kulit, mukosa, atau yang lain
jadi sering digunakan untuk pengobataan topical dengan dosis 500 unit/gram
untuk menekan lesi permukaan kulit, pada luka, atau pada mukosa.
Efek sampingnya adalah kerusakan ginjal secara mencolok, menyebabkan
proteinuria, hematuria, dan retensi nitrogen sehingga suah tidak digunakan.
Reaksi alergi pada penggunakan topikal jarang terjadi.
14
PENGHAMBAT SINTETIS PROTEIN DI
RIBOSOM
Cholramphenicol Thiamphenicol
Lyncomycin Clindamycin
1. Tetracycline
Tetracycline yang pertama kali ditemukan adalah chlortetracycline
yang diisolasi dari Streptomycecs aureofaciens.
Struktur Kimia
Semua tetracycline mempunyai struktur yang sama. Obat ini tersedia
sebagai hidroklorida yang lebih larut. Larutan tersebut bersifat asam dan
mudah berikatan erat dengan ion-ion logam bervalensi 2 dan dapat
mengganggu absorpsi dan aktivitas.
15
Aktivitas Antimikroba
Tetracycline cenderung merupakan antibakteri spektrum luas. Bersifat
bakteristatik baik untuk gram (+) dan gram (-) , bakteri anaerob, riketsia,
clamidia, micoplasma, serta untuk beberapa protozoa misalnya amuba.
Tetracyclin memasuki mikroba melalui difusi pasif dan transport aktiv
sehingga pada mikroba yang rentan terdapat penumpukan obat ini di dalam
sel. Tetracycline kemudian terikat reversible ke reseptor pada subunit 30S
ribosom dalam posisi yang menghambat pengikatan aminoasil-tRNA ke
tempat akseptor pada komplek mRNA ribosom. Efek lanjut adalah mencegah
penambahan asam amino baru ke rantai peptide yang tumbuh.
Resistensi
Resistensi muncul dengan perubahan permeabilitas pasif dan juga tidak
adanya transport aktif terhadap tetracycline. Resistensi ini muncul dipengaruhi
genetik. Kontrol resistensi oleh plasmid juga dapat resisteni terhadap obat
golongan lain. Penggunaan secara luas tetracycline bertanggung jawab
terhadap resistensi terhadap obat lain.
Farmakokinetik
Absopsi tetracycline di usus bervariasi antara beberapa obat. Beberapa
ada yang tetap di usus dan dikeluarkan di tinja. Obat chlortetracycline hanya
30% diasorpsi. Jenis lain hanya 60-80% untuk oxytetracycline dan
demeclocycline, 90-100% untuk doxycycline dan minocycline. Absorpsi
paling baik di usus halus bagian atas dan baiknya pada saat tidak makan
karena dapat diganggu jika ada kation bervalensi dua (Ca2+, Mg2+, Fe2+),
terutama dalam susu dan antasida. Pemberian parenteral tetracycline biasanya
diracik dengan buffer khusus
Dalam darah terjadi ikatan protein berbagai tetracycline sebesar 40-
80%. Dengan dosis oral 500 mg tiap 6 jam dapat mencapai kadar 4-6 μg/mL
untuk tetracycline hydrochlorid dan oxytetracycline. Doycycline dan
minocycline agak lebih rendah. Suntikan IV membuat kadar lebih tinggi untuk
sementara waktu. Distribusi tidak dapat mencapai cairan serebrospinal.
16
Minosiklin khas karena konsentrasi yang tinggi di air mata dan air liur.
Tetracycline dapat melintasi plasenta dan air susu,
Ekskresi terutama di empedu dan urin. Di empedu ekskresinya lebih
banyak dan mungkin diabsorpsi kembali di usus untuk mempertahankan kadar
di serum. Sekitar 50% jenis tetracycline diekskresi di glomerulus ginjal dan
dipengaruhi oleh keadaan gagal ginjal. Doxicycline dan minocycline
diekskresi lebih lambat sehingga di dalam serum lebih lama
Kegunaan Klinik
Tetracycline merupakan obat spektrum luas pertama dan telah
digunakan sewenang-wenang. Merupakan obat terpilih untuk infeksi
Mycoplasma pneumoniae, Clamidia, serta ricetsia. Obat ini juga berguna
untuk infeki bakteri campuran infeksi saluran pernafasan misalnya sinusitis
dan bronchitis. Dapat digunakan untuk infeksi Vibrio dan kolera namun
resistensi telah dilaporkan.
Tetracycline efektif untuk infeksi infeksi melalui hubungan seksual
yang disebabkan clamidia. Doxycycline efektif terhadap leptospirosis. Untuk
protozoa yang dapat dihabat oleh tetracycline adalah Entamoeba hitolitika atau
Plasmodium falciparum (Doxicycline).
Efek Samping
Efek samping yag bisa timbul antara lain :
a. Efek samping pencernakan seperti mual, muntah dan diare karena
engubah flora normal. Hal ini merupakan alasan penghentian dan
pengurangan pemberian tetracycline.
b. Penumpukan di tulang dan gigi tetracycline sering terjadi. Kontra
indikasi pemberian pada ibu hamil karena dapat menumpuk di gigi
janin yang menyeabkan kekuning-kuningan pada gigi serta
penumpukan di tulang yang menyebabkan gangguan pertumbuhan
pada janin dan anak umur dibawah 8 tahun.
c. Hepatotoksis juga dapat diberikan jika diberikan pada dosis besar atau
telah terjadi insuficiensi hepar sebelumnya.
d. Trombosis vena dapat terjadi pada pemberian IV
e. Hiperfotosensitif terutama demeclocycline
f. Reaksi vestibular seperti pusing, vertigo, mual, muntah (minocycline)
17
2. Aminoglycoside
Aminoglycoside berasal dari berbagai spesies Streptomyces. Sampai
saat ini yang masuk kelompok ini adalah Stretomycin, neomycin,
gentamycinm dan lain-lain. Semua obat ini menghambat sintetis protein dan
punya kelemahan dalam berbagai macam resistensi. Semua aminoglykoside
punya potensi ototoksis dan nefrotoksik. Penggunaan pada umumnya
digunakan terhadap bakteri enteric gram (-) terutama pada bakteriemia, sepsis,
atau endocarditis.
Strukur Kimia
Aminoglycoside memiliki inti heksosa di samping streptidin atau
deoxistreptamin. Dimana gula amino terikat dengan ikatan glikosida.
Aminoglycoside larut dalam air, stabil dalam larutan dan lebih aktif dalam
keadaan pH alkali daripada asam.
Gambar 7. Struktur kimia Aminoglycoside secara umum
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja aminoglycoside adalah pernghambatan irreversible
sintetis protein. Diawali dengan proses tranpot aktif yang bergantung pada
oksigen sehingga tidak efektif terhadap kuman anaerob. Proses selanjutnya
adalah berikatan dengan subunit 30S ribosom. Proses sintetis dihambat degan
cara mengganggu “komplek awal” pembentukan peptide, menginduksi
kesalahan baca mRNA, serta pemecahan polisom menjadi monosom yang
tidak berfungsi.
18
Resistensi
Ada 3 mekanisme resistensi yang telah diketahui
1. Adanya enzim yang menginaktifasikan aminogycoside dengan
adenilasasi, asetilasi, dan fosforilasi.
2. Perubahan permeabilitas
3. Perubahan reseptor di ribosom
a. Streptomycin
Streptomycin dihasilkan dari Streptomyces grieus. Turunannya adalah
dihidrostreptomycin. Aktivitas antibakteri dan resistensi masih sama dengan
jenis yang lain. Streptomycin efektif untuk mikobakteria dan beberapa spesies
lain (infeksi pes, tularemia, dan bruselosis dengan dosis 1 gram/hari ) serta
pengobatan kombinasi untuk memperkuat efektifitas antibakteri yang lain.
Efek Samping yang bias timbul adalah alergi dan gangguan vestibular-vertigo
dan keseimbangan.
19
c. Kanamycin & Neomycin
Kedua obat ini juga berhubungan erat karena mempunyai resistensi
silang yang lengkap. Neomycin susah diasorpsi secara oral, ekskresi terutama
di glomerulus. Penggunaan secara perenteral obat ini telah lama dihindari
karena efek nefrotoksis dan ototoksis yang jelas setelah pemberian. Peggunaan
paling sering adalah untuk topical atau suntikan ke dalam sendi, rongga
pleura, atau rongga abses dimana ada infeksi. Penggunaan peroral masih
digunakan untuk mengurangi flora usus sebelum pembedaha.
d. Amikacin
Amikacin merupakan turunan dari kanamycin yang kurang toksis
namun lebih resisten terhadap enzim penginaktif gentamycin sehingga
digunakan terapi kedua setelah gentamycin. Penggunaan amikacin efektif
untuk banyak bakteri Proteus, Pseudomonas, Enterobacter, dan Serratia.
e. Netilmycin
Keuntungan Netilmycin adalah obat ini cenderung lebih tahan terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh bakteri yang resisten terhadap gentamycin
dan tobramycin. Indikasi terutama pada infeksi iatrofenik serta infeksi yang
beresiko untuk terjadi sepsis.
3. Macrolides
Macrolides termasuk golongan senyawa yang mempunyai cincin
makrolide. Contoh obat ini yang terkenal adalah erythromycin. Penggunaan
macrolide terbatas pada infeksi korinebakterium, klamidia, mycoplasma dan
legionella. Contoh macrolide adalah Azitromycin, Clarithromycin, Erythromycin,
dan Spiramycin.
a. Erythromycin
Erythromycin merupakan obat macrolide yang dihasilkan dari
Streptomyces erythreus. Aktvitas dapat hilang pada suhu 200C dan pH asam.
Sediaan pada umumnya berupa garam. Erythromycin masih efektif terhadap
organisme gram positif, terutama pneumokokus, streptokokus,, dan
20
korinebakterium. Organisme lain seperti mycoplasma, Clamydia trachomatis,
dan Helicobacterium juga peka. Resistensi dijumpai pada beberapa
pneumokokus dan streptokokus dengan perubahan pada reseptor. Dikontrol
dengan genetik dan plasmid.
Karena tidak tahan asam, erythromycin basa dirusak di dalam lambung dan
pemberian peroral harus diberikan dalam bentuk enteric coating atau dalam bentuk
stearat ester. Dosis peroral 2 g/hari mencapai kadar serum 2 μg/mL. Sejumlah besar
hilang dalam feses. Distribusi tidak dapat menembus sawar otak. Obat ini menembus
plasenta dan mencapai janin. ekskresi dilakukan dalam empedu.
Erythromycin digunakan dalam infeksi Corynebacterium (difteri, sepsis,
eritrasma), Infeksi klamedia pada saluran pernafasan, neonantus, mata, atau genialia,
Pneumonia oleh Mycoplasma dan Legionella. Dosis oral diberikan 0,25-0,5 gram tiap
6 jam. Efek samping yang bisa muncul berupa anoreksia, mual, muntah, dan sifat
toksis terhadap hepar.
b. Spiramycin
Spiramycim punya spectrum yang sama dengan erythromycin namun lebih
lemah. Keutungannya adalah daya penetrasi yang kuat di jaringan mulut,
tenggorokan dan saluran nafas sehingga sering digunakan untuk ISPA yang
sukar dicapai dengan antibiotik lain.
4. Chloramphenicol
Chloramphenicol berasal dari isolasi Stretomyces venezuelae. Sifat
kristal chloramphenicol sangat larut dalam alcohol dan sukar larut dalam air.
Namun Chloramphenicol suksinat sangat larut dalam air. Obat ini mempunyai
efek kuat penghambat sintetis protein mikroba. Obat ini bersifat bakteriostatik
untuk kebanyakan bakteri, namun tidak efektif untuk klamidia. Mekanisme
resistensi muncul dengan berkurangnya permeabilitas terhadap
chloramphenicol dan munculnya senyawa cholramphenicol acetyltransferase
yang dapat menginaktifasikan obat ini.
Obat ini sangat efektif untuk infeksi antara lain :
b. Salmonella simtomatik
c. Infeksi serius H influenza seperti meningitis,
21
d. Infeksi meningokokus dan pneumokokus pada SSP
e. Infeksi anaerobik pada SSP
Pemberian diberikan secara oral (2 gram/hari) maupun parenteral
(chloramphenicol suksinat 25-5 mg/kg/hari). Obat ini dapat mencapai SSP
dengan kadar yang sama dengan di dalam serum. Obat ini mudah
diinaktifasikan di dalam hati. Ekskresi terutama di tubulus ginjal dab sebagian
kecil di empedu. Dosis tidak perlu dikurangi pada gagal ginjal namun sangat
dikurangi pada gagal hati.
5. Clindamycin/Lyncomycin
PENGHAMBAT SINTETIS
DNA
Floroqunolone
Netroimidazole
Metronidazole
1. Quinolone
Quinolone merupakan turunan obat dari nalidixic acid. Obat-obat
pendahulu quinolone ini mempunyai spektrum yang lebih kecil dan
biasanya digunakan untuk antiseptik saluran kemih. Turunan terbaru yang
mempunyai aktivitas antimikroba lebih baik terbagi menjadi beberapa
generasi, antara lain :
a. Generasi I : cinoxacin, flumequine, nalidixic acid, oxolinic acid,
piromidic acid, pipemidic acid, rosoxacin
b. Generasi II : ciprofloxacin, enoxacin, fleroxacin, lomefloxacin,
nadifloxacin, norfloxacin, ofloxacin, pefloxacin, rufloxacin
c. Generasi III : balofloxacin, gatifloxacin, grepafloxacin, levofloxacin,
moxifloxacin, pazufloxacin, sparfloxacin, temafloxacin, tosufloxacin
d. Genrasi IV : clinafloxacin, garenoxacin, gemifloxacin, sitafloxacin,
trovafloxacin, prulifloxacin.
Pemberian quinolone diberikan secara oral dan ekskresi terutama di
ginjal. Quinolone sering digunakan dalam infeksi saluran kemih walaupun
disebabkan karena infeksi bakteri yang kebal terhadap bermacam-macam
obat. Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg diberikan peroral 2
23
kali sehari. Selain itu juga dapat diberikan untuk diare infeksi, infeksi
tulang, sendi, intra abdominal, serta pada infeksi mikobakterium
2. Metronidazole
Metronidazole sering digunakan sebagai obat antiprotozoa untuk
pengobatan tricomoniasis, giardia lambia, B coli, serta infeksi amubiasis
lainnya. Namun selain itu metronidazole mempunyai efek antibakteri trhadap
banyak kuman anaerob. Metronidazole diberikan secara oral dan kemudian
tersebar di jaringan tubuh sampai ke serebrospinal. Ekskresi terutama di urin.
Untuk pengobatan infeksi anaerob, metronidazole sering digunakan untuk
menurunkfan infeksi pasca operasi apendektomi, bedah kolon, dll. Beberapa
infeksi seperti B fragilis, klstridia kadang-kadang masih menunjukkan respon.
3. Rifamycin
Rifamycin masih terbukti aktif terhadap beberapa kokus gram (+) dan (-),
serta beberapa bakteri enteric, mikobakterium, klamidia, dan poxvirus.
Sayangnya banyak laporan mengenai resistensi bakteri yang cepat terhadap
pengobatan tunggal rifamycin sehingga tidak boleh diberikan sendiri.
Rifamycin diabsopsi baik secara peroral, dan diekskresikan melalui hati ke
dalam empedu.
Rifamycin diberikan dengan dosis 600 mg/hari dapat diberikan untuk
pengobatan TB bersamaan dengan pemberian INH, etambutol, dll. Efek
sampingnya menimbulkan warna oranye pada urinm keringat, air mata yang
sebenarnya tidak berbahaya.
PENGHAMBAT
MEMBRAN SEL
Polymyxin
Polyenes
Imidazole
24
Gambar 9. Bagan pembagian obat penghambat fungsi membran sel.
Yang termasuk golongan obat ini adalah polymyxin, polyenes, imidazole, dll.
Kerja golongan ini adalah mengganggu intregitas fungisonal membran sitoplasma
sehingga terjadi kematian pada bakteri. Polymyxin bekerja pada membran bakteri
gram (-) yang kaya fosfatidil dan bekerja seperti detergen. Polyenes juga bekerja
hampir sama namun melekat pada jamur karena jamur mengandung ergosterol
sehingga akan terbentuk sebuah pori. Mekanisme lain ditunjukkan oleh imidazole
dengan cara penghambatan sintetis ergosterol.
1. Polymyxin
Polymyxin merupakan golongan polipeptida basa dan aktif terhadap
bakteri gram (-). Obat ini mempunyai efek nefrotoksis yang hebat sehingga
banyak ditinggalkan kecuali polymyxin B dan E.
Polymyxin bekerja sebagai bakterisidal dan tidak dapat diabsorpsi di
dalam usus sehingga diberikan secara parenteral. Walaupun begitu konsentrasi di
dalam darah dan jaringan cenderung rendah karena diikat erat oleh sel-sel mati.
Ekskresi terutama di ginjal. Penggunaan polymyxin sekarang dibatasi pada
penggunaa topical. Lerutan polymyxin B 1-10 mg/mL diberikan pada permukaan
yang terinfeksi, atau disuntikkan ke dalam pleura ataupun sendi. Efek samping
yang ditakutkan pada pemberian sistemik adalah efek nefrotoksisnya.
25
PENGHAMBAT METABOLIK
Campuran Co-trimoxazole
1. Sulfonamide
Sulfonamide secara struktural analog dengan asam p-amino benzoat
(PABA). Obat ini bekerja secara bakteriostatik. Cara kerjanya adalah
pengubahan sulfonamide oleh enzim dihidrofolat sintase menjadi analog asam
folat yang tidak berfungsi. Normalnya enzim inilah yang bertugas mengubah
PABA menjadi asasm dihidrofolat. Jadi sulfonamide hanya efektif terhadap
bakteri-bakteri yang tidak dapat membuat PABA atau membutuhkan PABA
ekstrasel. Resistensi muncul apabila bakteri tersebut bermutasi memproduksi
PABA yang berlebihan, perubahan struktur enzim.
Sulfonamide kebanyakan diberikan secara peroral dan dapat
didistribusikan ke semua jaringan termasuk ke cairan serebrospinal. Ekskresi
terutama dilakukan oleh glomerulus ginjal dengan kadar dalam urin bias
mencapai 10-20 kali konsentrasi dalam darah. Penggunaan sulfonamide sering
digunakan secara peroral untuk infeksi saluran kemih yang belum diobati
sebelumnya, infeks clamidia pada mata dan saluran genital. Infeksi bakteri
seperti streptokokus B-hemolitikum, meningokokus dulu digunakan namun
sekarang sudah banyak terjadi resisten.
Efek samping yang dilaporkan adalah pengendapan sulfonamide di
saluran kemih sehingga dapat menyebabkan obstruksi. Efek ini dapat dicegah
dengan pemberian sulfonamide paling larut. Efek lainnya adalah gangguan
hematopoetik berupa anemia (heolitik atau aplastik) granulositopenia,
trombositopenia, dan reaksi leukomoid.
26
2. Thrimethropim
Thrimethropim bekerja dengan cara penghambatan kerja enzim asam
dihidrofolat reduktase yang bertugas mengubah asam dihidrofolat menjadi
asam tetrahidrofolat. Absorpsi baik melalui usus dan distribusi luas seperti
sulfonamide. Sifatnya lebih larut dalam lipid. Pengobatan dengan
thrimethropim tunggal dapat diberikan untuk infeksi saluran kemih akut.
Selain itu karena thrimethropim dapat terakumulasi pada cairan prostate dan
cairan vagina, thrimethropim sering digunakan pada infeksi prostate dan
vagina.
Efek samping serupa dengan sulfonamide berupa gangguan
hematopoetik seperti anemia megaloblastik, leukopenia, dan granulositopenia.
3. Co-Trimoxazole
Gabungan kombinasi antara sulfonamide dan thrimethripim ini sering
kali digunakan. Karena thrimethropim punya kelarutan lipid yang besar,
perbandingan thrimethropi : sulfonamide = 1 : 5 untuk tiap co-trimoxazole.
Penggunaan obat ini biasanya berupa pengobatan pilihan untuk infeksi
pneumonia oleh P carinii, entriris karena Shigella dan infeksi salmonella
sistemik setelah resisten terhadap Ampicillin dan khoramphenicol.
Penggunaan lain adalah pengobatan infeksi saluran kemih dan prostate.
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29