Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh : Kelompok 3
38
BAB I
A. Latar Belakang
sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan makrofag
berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh.
Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan
timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah
HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih
tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Laporan terbaru
United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) menunjukkan jumlah orang
HIV positif dilaporkan sebanyak 48.300 kasus pada Tahun 2017. Hampir setengah dari
mereka adalah perempuan dan anak perempuan antara usia 15 dan 24 tahun . Pada usia
perempuan untuk hamil dan memiliki keturunan. Kejadian HIV/AIDS pada ibu hamil
semakin meningkat dan umumnya ditemukan pada usia 20-29 tahun. HIV/AIDS pada
ibu hamil menyebabkan masalah yang lebih berat karena dapat membahayakan
keselamatan jiwa ibu dan menular kepada bayi. Sebagian besar kasus infeksi HIV
pada anak didapatkan melalui penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke anaknya,
yang terjadi pada saat kehamilan, melahirkan atau pada saat menyusui.
Ibu atau bayi dengan HIV/AIDS berpeluang besar untuk menyumbang angka
kematian ibu maupun bayi yang sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat di
suatu negara. Penyakit HIV/AIDS, selain mengganggu produktivitas ibu hamil berusia
produktif, berisiko pula dalam menghasilkan generasi bangsa yang juga menderita
penyakit menular tersebut. Kejadian HIV/AIDS pada ibu hamil ini juga mempersulit
2015-2019 di bidang kesehatan pada 3 poin sekaligus, yaitu angka kematian ibu,
angka kematian bayi serta prevalensi kasus HIV. Transmisi HIV dari ibu ke anak
(Mother To Child Transmission – MCTC) adalah rute penularan HIV pada anak yang
paling signifikan. Bayi dapat terinfeksi HIV di dalam rahim, selama persalinan atau saat
menyusui . Jika ibu tidak menerima pengobatan, 25 persen bayi yang lahir dari ibu dengan
mencegah penularan ke neonatus tetapi juga untuk mendukung ibu dalam mengatasi
masalah yang timbul dari diagnosis HIV. Pendekatan multi-perawatan adalah cara paling
efektif untuk ibu hamil dengan infeksi HIV untuk mendapatkan kehamilan dan persalinan
yang sehat. Pendekatan ini akan membahas tantangan medis, psikologis, sosial dan praktis
kehamilan dengan HIV. Bidang-bidang utama yang dibahas dalam managemen ini
farmakologis. Transmisi virus kepada anak dari ibunya merupakan fokus WHO dalam
membuat program menurunkan angka kejadian tertular virus kepada anak, salah
Program PMTCT dilakukan dengan pengobatan ARV kepada ibu secara teratur,
38
keberhasilan program hamil. Kehamilan yang diinginkan oleh ibu dan pasangan
dapat menurunkan penularan kepada bayi dari ibu HIV positif karena dapat
Wanita hamil dengan infeksi HIV dapat didiagnosis selama kehamilan sebagai
bagian dari skrining antenatal, dan pada wanita yang di diagnosis sebelum
kehamilan. Meskipun seroprevalensi yang relatif rendah, semua wanita hamil harus
mengurangi penularan HIV termasuk terapi antiretroviral untuk ibu dan untuk bayi
baru lahir, pertimbangan operasi caesar elektif pada wanita dengan viral load HIV
plasma yang meningkat, dan menghindari untuk menyusui. Dengan intervensi ini
risiko penularan HIV sekarang kurang dari 1%. Ibu hamil juga akan menerima
diberikan di bidang penyalahgunaan zat dan konseling gaya hidup. Upaya tim ini
akan memberikan rencana perawatan kehamilan terbaik untuk wanita yang terinfeksi
HIV. Merawat kehamilan melalui program PMTCT dimulai dengan keputusan untuk
hamil, melakukan konsultasi ahli, diskusi dengan teman sebaya, mengikuti program
khusus dan terencana pada fase perinatal, membuka pengaman untuk hamil,
keterlibatan suami serta pemeriksaan viral load dan CD4. Rangkaian program ini
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
HIV.
2. Tujuan Khusus.
38
BAB II
KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin
tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS)
bisa menyebabkan kematian.
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia
menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara
seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV
dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau
berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang,
maka berkembanglah AIDS.
B. PENULARAN HIV
38
c. Perinatal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya, penularan
melalui ibu kepada anaknya. Transmisi vertikal dapat terjadi secara
transplasental, antepartum, maupun postpartum. Mekanisme transmisi
intauterin diperkirakan melalui plasenta. Hal ini dimungkinkan karena adanya
limfosit yang terinfeksi masuk kedalam plasenta. Transmisi intrapartum terjadi
akibat adanya lesi pada kulit atau mukosa bayi atau tertelannya darah ibu
selama proses kelahiran. Beberapa faktor resiko infeksi antepartum adalah
ketuban pecah dini, lahir per vaginam. Transmisi postpartum dapat juga
melalui ASI yakni pada usia bayi menyusui, pola pemberian ASI, kesehatan
payudara ibu, dan adanya lesi pada mulut bayi. Seorang bayi yang baru lahir
akan membawa antibodi ibunya, begitupun kemungkinan positif dan
negatifnya bayi tertular HIV adalah tergantung dari seberapa parah tahapan
perkembangan AIDS pada diri sang ibu.
C. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis seboroik → ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala
dan wajah.
a. Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/ limfe
seluruh tubuh)
3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.
b. Stadium Klinis II :
1. Berat badan berkurang > 10%
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur pada mulut
4. TB Paru
5. Infeksi bakterial berat
6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan
terakhir.
38
disertai batuk seperti gejala flu pada umumnya yang akan mereda dan
sembuh dengan atau tanpa pengobatan. Fase “flu-like syndrome” ini terjadi
akibat serokonversi dalam darah, saat replikasi virus terjadi sangat hebat pada
infeksi primer HIV.
2. Fase II : masa laten
Bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) hingga gejala ringan. Tes darah
terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif, walaupun gejala penyakit belum
timbul. Penderita pada fase ini penderita tetap dapat menularkan HIV kepada
orang lain. Masa tanpa gejala rata-rata berlangsung selama 2-3 tahun;
sedangkan masa dengan gejala ringan dapat berlangsung selama 5-8 tahun,
ditandai oleh berbagai radang kulit seperti ketombe, folikulitis yang hilang
timbul walaupun diobati.
3. Fase III : masa AIDS
Merupakan fase terminal infeksi HIV dengan kekebalan tubuh yang
telah menurun drastis sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi
oportunistik, berupa peradangan berbagai mukosa, misalnya infeksi jamur di
mulut, kerongkongan dan paru-paru. Infeksi TB banyak ditemukan di paru-
paru dan organ lain di luar paru-paru. Sering ditemukan diare kronis dan
penurunan berat badan sampai lebih dari 10% dari berat awal.
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke
anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.
1. Faktor Ibu
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat
persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya
sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan
HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml)
dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV
ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin
besar.
c. Status gizi selama hamil
2. Faktor Bayi
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih
rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya
belum berkembang dengan baik.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke
anak selama persalinan adalah :
38
a. Jenis persalinan
b. Lama persalinan
Tabel 2. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi.
Status gizi hamil Lama di mulut bayi (jika Adanya ketuban pecah
forceps
menyusui)
E. PATOFISIOLOGI
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya;
bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi,
sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah
dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper
sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya
sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV
akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
38
Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV /
AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga
karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS
karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi
dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus
itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin
dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu :
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena
itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara : mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu
dan infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
38
Hubungan seksual dengan pasangan yang Transfusi darah yang Tertusuk jarum Ibu hamil
berganti-ganti, dengan yang terinfeksi HIV terinfeksi HIV bekas penderita HIV menderita HIV
Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus
Infeksi Oportunistik
MK :
Mk : MK : Resiko
- Perubahan - Ggn. Nutrisi < Keb.
kerusakan
Eliminasi (Bab) Tubuh
Integritas Ruam, Pruritus,
- Gangg Nutrisi < - Risiko tinggi
Kulit Papula, Makula kekurangan
Keb. Tubuh
Merah Muda volume cairan
- Resiko
Kekurangan - Intoleransi
Volume Cairan Aktivitas
38
F. KOMPLIKASI
1. Oral
2. Neurologik
a. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia,
dan kematian.
c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Pernafasan
a. Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering
ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala:
sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal
nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental).
b. TBC
4. Gastrointestinal
a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB >
10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau
kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa
adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
d. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rektal, gatal-gatal dan diare.
e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas
(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan
menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh
Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai
dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit.
moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan
disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau
dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
5. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
H. PENATALAKSANAAN
I. PENCEGAHAN
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah
persalinan. Cara tersebut yaitu:
A. Pengkajian
a. Identitas pasien : Nama, alamat, telepon, tempat dan tanggal lahir, suku, jenis kelamin,
b. Keluhan Utama : Untuk menentukan alasan spesifik utama bagi pasien dan keluarga
c. Riwayat terdahulu : Untuk mendapatkan gambaran penyakit, riwayat injury dan riwayat
pembedahan:
1. Untuk ibu bisa dilengkapi dengan riwayat menstruasi, status obstetri sedangkan
untuk anak dapatkan riwayat kehamilan dan kelahiran yang rinci. Riwayat kelahiran
Kaji adanya perdarahan post partum perubahan warna lochia, dan Hgb/Hct karena
HIV dan pengobatannya dapat menyebabkan anemia dan akan lebih memperburuk
2. Riwayat penyakit, injury atau pembedahan : Kaji adanya infeksi ( kerusakan akibat
3. Alergi
4. Pengobatan saat ini : kaji penggunaan obat antiretroviral untuk menghambat infeksi
lebih lanjut.
Untuk anak )
7. Gaya Hidup : Kaji kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk Ibu hamil
dengan HIV harus dikaji tentang pergaulannya dan aktivitas sex nya.
d. Review sistem tubuh
1. Kondisi fisik, Pada pemeriksaan fisik catat fitur dismorfik (mungkin sangat ringan)
2. Integument dan membran mukosa: catat adanya lesi, excoriasi, pecah- pecah,
sianosis, dan gatal-gatal. Catat adanya kemerahan dan nyeri pada membran
mukosa.
3. Kaji berat badan : catat tanda-tanda defisiensi gizi, gangguan cairan dan elektrolit.
9. Kardiovascular : Kaji peningkatan suhu tubuh atau gangguan tanda-tanda vital yang
lain
11. Genitourinary : Kaji adanya infeksi karena wanita yang terinfeksi HIV memiliki
safe-sex practice pada ibu dengan HIV untuk menurunkan kemungkinan transmisi
13. Endokrin
g. Riwayat keluarga :
1. Komposisi keluarga
5. Fungsi dan hubungan antar anggota keluarga : pantau interaksi orang tua /anak.
h. Pengkajian nutrisi : Untuk mendapat informasi tentang keadekuatan intake nutrisi anak
i. Status Mental
Perlu dikaji adanya depresi, kecemasan dan ketakutan klien terkait penyakit
yang kronis.
j. Kaji pengetahuan tentang defisiensi imun, infeksi oportunitis, cara penularan HIV virus
B. Pemeriksaan penunjang:
Enzyme immunoassays tests untuk antibodi pada HIV. Tes ini digunakan untuk
menentukan apakah seseorang itu terpapar atau memproduksi antibodi untuk HIV-1
Rapid HIV testing : Untuk mendeteksi adanya seropositifitas. Hal ini dilakukan sebagai
inisiasi dini saat kelahiran untuk menurunkan kemungkinan transmisi HIV akibat
persalinan.
enzym immunoassay.
CD4 cell count : mengukur kerusakan daya tahan tubuh. Normalnya jumlah sel CD4 500-
1.770 cell/L atau 32% dan 62 % dari total lymposit. Jika kurang dari 200 cell/L atau
mengalami penurunan lebih dari 14 % dari total limposit berarti mengindikasikan ada
Tingkat Plasma HIV RNA : mengukur jumlah virus dalam serum, yang mana
dan trombositopenia
Type, faktor Rh dan skreening antibody : menentukan tipe darah apabila memerlukan
tranfusi
Rubella titer, HbsAg, skreening TBC dengan purified protein derivat, atau radiografi dada.
USG tiap trimester untuk mengetahui adanya kelainan kongenital dan masalah plasenta
Urinalysis, BUN, serum kreatinin, enzym liver, protein total dan albumin untuk
C. Diagnosa Keperawatan
Skala
Keterangan skala
No Indikator Saat
Target target
Pengkajian
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini Anjurkan pasien untuk
StatusNutrisi : Energi
Skala
Keterangan skala
No Indikator Saat
Target target
Pengkajian
Tujuan: NIC :
8 Intoleransi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien toleran terhadap Energy Management
aktivitas
aktifitassesuai dengan indikator.
Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil : Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC
Dorong anal untuk mengungkapkan
dibawah ini
perasaan terhadap keterbatasan
NOC :
Kaji adanya factor yang
Konservasi energy menyebabkan kelelahan
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 2014, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Phipps, Wilma. et al, 2015, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.
http://www.mkb-online.org/.
Lamongan.
Http://perawat2008a. /2011/10/04/hiv-pada-ibu-hamil.
Goering RV, Dockrell HM, Zuckerman M, Walekin D, Roitt IM, Mims C, et al. Medical
Hockenberry, J.M., Wilson D.(2015). Wong’s: Nursing Care of Infants and Children, 10th ed.
Green, C.J. 2016. Maternal Newborn Nursing Care Plan. Third edition, Jones and Bartlett
Learning. USA