Vous êtes sur la page 1sur 46

ASUHAN KEPERAWATAN HIV PADA IBU HAMIL

(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV- AIDS)

Oleh : Kelompok 3

Agus Triono 175070209111043


Ridha Tri Rohyani 175070209111003
Werru Andi Suprianu 175070209111011
Amirul Kadarusman 175070209111079
Argolekso Ratri Dumadi 175070209111024
Yuliana Perpetua Woa 175070209111049
Nikmatul Fauziah 175070209111016
Titian Rachmawati 175070209111039
Klara Yunita Inuq Thomas 175070209111066

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

38
BAB I

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang menjangkiti

sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan makrofag

komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau

mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem

kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan

tubuh. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan

berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan

timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah

berkembang menjadi AIDS.

HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih

tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Laporan terbaru

United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) menunjukkan jumlah orang

dengan HIV meningkat di 50 negara, termasuk Indonesia, dengan jumlah penderita

HIV positif dilaporkan sebanyak 48.300 kasus pada Tahun 2017. Hampir setengah dari

mereka adalah perempuan dan anak perempuan antara usia 15 dan 24 tahun . Pada usia

tersebut merupakan usia reproduktif pada perempuan yang memungkinkan

perempuan untuk hamil dan memiliki keturunan. Kejadian HIV/AIDS pada ibu hamil

semakin meningkat dan umumnya ditemukan pada usia 20-29 tahun. HIV/AIDS pada

ibu hamil menyebabkan masalah yang lebih berat karena dapat membahayakan

keselamatan jiwa ibu dan menular kepada bayi. Sebagian besar kasus infeksi HIV

pada anak didapatkan melalui penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke anaknya,

yang terjadi pada saat kehamilan, melahirkan atau pada saat menyusui.
Ibu atau bayi dengan HIV/AIDS berpeluang besar untuk menyumbang angka

kematian ibu maupun bayi yang sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat di

suatu negara. Penyakit HIV/AIDS, selain mengganggu produktivitas ibu hamil berusia

produktif, berisiko pula dalam menghasilkan generasi bangsa yang juga menderita

penyakit menular tersebut. Kejadian HIV/AIDS pada ibu hamil ini juga mempersulit

pencapaian target Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2015-2019 di bidang kesehatan pada 3 poin sekaligus, yaitu angka kematian ibu,

angka kematian bayi serta prevalensi kasus HIV. Transmisi HIV dari ibu ke anak

(Mother To Child Transmission – MCTC) adalah rute penularan HIV pada anak yang

paling signifikan. Bayi dapat terinfeksi HIV di dalam rahim, selama persalinan atau saat

menyusui . Jika ibu tidak menerima pengobatan, 25 persen bayi yang lahir dari ibu dengan

HIV akan terinfeksi oleh virus.

Pendekatan tim multidisiplin yang kohesif adalah kunci dalam

penatalaksanaan HIV pada kehamilan. Tujuan penatalaksanaan tidak hanya

mencegah penularan ke neonatus tetapi juga untuk mendukung ibu dalam mengatasi

masalah yang timbul dari diagnosis HIV. Pendekatan multi-perawatan adalah cara paling

efektif untuk ibu hamil dengan infeksi HIV untuk mendapatkan kehamilan dan persalinan

yang sehat. Pendekatan ini akan membahas tantangan medis, psikologis, sosial dan praktis

kehamilan dengan HIV. Bidang-bidang utama yang dibahas dalam managemen ini

meliputi manajemen kehamilan ibu, manajemen obstetrik dan perawatan

farmakologis. Transmisi virus kepada anak dari ibunya merupakan fokus WHO dalam

membuat program menurunkan angka kejadian tertular virus kepada anak, salah

satunya dengan program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission).

Program PMTCT dilakukan dengan pengobatan ARV kepada ibu secara teratur,

pemberian profilaksis kepada bayi, dan pemantauan CD4 selama kehamilan.

Perencanaan kehamilan menjadi permulaan agar dapat hamil sehingga mencapai

38
keberhasilan program hamil. Kehamilan yang diinginkan oleh ibu dan pasangan

dapat menurunkan penularan kepada bayi dari ibu HIV positif karena dapat

mengontrol perkembangan virus semakimal mungkin untuk tidak menciptakan kondisi

yang kurang baik kepada janin.

Wanita hamil dengan infeksi HIV dapat didiagnosis selama kehamilan sebagai

bagian dari skrining antenatal, dan pada wanita yang di diagnosis sebelum

kehamilan. Meskipun seroprevalensi yang relatif rendah, semua wanita hamil harus

ditawarkan dan direkomendasikan tes HIV selama kehamilan. Intervensi untuk

mengurangi penularan HIV termasuk terapi antiretroviral untuk ibu dan untuk bayi

baru lahir, pertimbangan operasi caesar elektif pada wanita dengan viral load HIV

plasma yang meningkat, dan menghindari untuk menyusui. Dengan intervensi ini

risiko penularan HIV sekarang kurang dari 1%. Ibu hamil juga akan menerima

dukungan konseling untuk dirinya dan pasangannya. Perawatan tambahan dapat

diberikan di bidang penyalahgunaan zat dan konseling gaya hidup. Upaya tim ini

akan memberikan rencana perawatan kehamilan terbaik untuk wanita yang terinfeksi

HIV. Merawat kehamilan melalui program PMTCT dimulai dengan keputusan untuk

hamil, melakukan konsultasi ahli, diskusi dengan teman sebaya, mengikuti program

khusus dan terencana pada fase perinatal, membuka pengaman untuk hamil,

keterlibatan suami serta pemeriksaan viral load dan CD4. Rangkaian program ini

ditujukan agar mempunyai anak dengan status negatif.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan

HIV.
2. Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS

b. Untuk mengetahui etiologi HIV/AIDS

c. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS.

d. Untuk mengetahui periode penularan HIV/AIDS pada ibu hamil

e. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS pada ibu hamil

f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan HIV/AIDS pada ibu hamil

38
BAB II
KONSEP PENYAKIT

A. PENGERTIAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sebuah retrovirus yang


memiliki genus lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau menggangu fungsi sel
sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh
manusia tersebut menjadi melemah. Virus HIV menyebar melalui cairan tubuh dan
memiliki cara khas dalam menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel
Cluster of Differentiation 4 (CD4) atau sel-T. HIV menyerang sel-sel sistem kekebalan
tubuh manusia terutama sel-T CD4+ dan makrofag yang merupakan sistem imunitas
seluler tubuh. Infeksi dari virus ini akan menyebabkan kerusakan secara progresif
dari sistem kekebalan tubuh, menyebabkan defisiensi imun sehingga tubuh tidak
mampu melawan infeksi dan penyakit. Seiring dengan berjalannya waktu, HIV dapat
merusak banyal sel CD4 sehingga kekebalan tubuh semakin menurun dan tidak
dapat melawan infeksi dan penyakit sama sekali, infeksi ini akan berkembang
menjadi Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala,


infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang
tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang
muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh
sebab lain.

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada


seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin
tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS)
bisa menyebabkan kematian.

AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada


ODHA :

1. Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.


2. Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Herpes pada mulut atau alat kelamin.
4. Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang menyebabkan
demam kambuhan.
5. Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan
radang paru.
6. Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7. Tuberkolosis (TB)

Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia
menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara
seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV
dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.

Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau
berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang,
maka berkembanglah AIDS.

B. PENULARAN HIV

Secara umum, HIV dapat ditularkan melalui 3 cara yakni:

a. Melalui hubungan seksual.

Merupakan jalur utama penularan HIV/AIDS yang paling umum


ditemukan. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang sudah terkena HIV
kepada mitra seksualnya (pria ke wanita, wanita ke pria, pria ke pria) melalui
hubungan seksual tanpa pengaman (kondom).

b. Parenteral (produk darah)

Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah atau produk darah,


atau penggunaan alat – alat yang sudah dikotori darah seperti jarum suntik,
jarum tato, tindik, dan sebagainya.

38
c. Perinatal

Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya, penularan
melalui ibu kepada anaknya. Transmisi vertikal dapat terjadi secara
transplasental, antepartum, maupun postpartum. Mekanisme transmisi
intauterin diperkirakan melalui plasenta. Hal ini dimungkinkan karena adanya
limfosit yang terinfeksi masuk kedalam plasenta. Transmisi intrapartum terjadi
akibat adanya lesi pada kulit atau mukosa bayi atau tertelannya darah ibu
selama proses kelahiran. Beberapa faktor resiko infeksi antepartum adalah
ketuban pecah dini, lahir per vaginam. Transmisi postpartum dapat juga
melalui ASI yakni pada usia bayi menyusui, pola pemberian ASI, kesehatan
payudara ibu, dan adanya lesi pada mulut bayi. Seorang bayi yang baru lahir
akan membawa antibodi ibunya, begitupun kemungkinan positif dan
negatifnya bayi tertular HIV adalah tergantung dari seberapa parah tahapan
perkembangan AIDS pada diri sang ibu.

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Manifestasi Klinis Mayor


1) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
3) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
2. Manifestasi Klinis Minor
1) Batuk kronis
2) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
4) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh

Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai


setiap sistem organ.

 Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari

 Nafsu makan menurun, mual, muntah

 Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%


 Bercak putih dalam rongga mulut → tdk diobati dapat ke esophagus dan
lambung

 Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.

 Dermatitis seboroik → ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala
dan wajah.

 Pada wanita : kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang


menunjukkan HIV pd wanita.

Gejala dan tanda HIV/AIDS menurut WHO:

a. Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/ limfe
seluruh tubuh)
3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.
b. Stadium Klinis II :
1. Berat badan berkurang > 10%
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur pada mulut
4. TB Paru
5. Infeksi bakterial berat
6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan
terakhir.

Perjalanan Alamiah dan Stadium Infeksi HIV

Terdapat tiga fase perjalanan alamiah infeksi HIV (Bagan 1) sebagai


berikut.
1. Fase I : masa jendela (window period)
Tubuh sudah terinfeksi HIV, namun pada pemeriksaan darahnya
masih belum ditemukan antibodi anti-HIV. Pada masa jendela yang biasanya
berlangsung sekitar dua minggu sampai tiga bulan sejak infeksi awal ini,
penderita sangat mudah menularkan HIV kepada orang lain. Sekitar 30-50%
orang mengalami gejala infeksi akut berupa demam, nyeri tenggorokan,
pembesaran kelenjar getah bening, ruam kulit, nyeri sendi, sakit kepala, bisa

38
disertai batuk seperti gejala flu pada umumnya yang akan mereda dan
sembuh dengan atau tanpa pengobatan. Fase “flu-like syndrome” ini terjadi
akibat serokonversi dalam darah, saat replikasi virus terjadi sangat hebat pada
infeksi primer HIV.
2. Fase II : masa laten
Bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) hingga gejala ringan. Tes darah
terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif, walaupun gejala penyakit belum
timbul. Penderita pada fase ini penderita tetap dapat menularkan HIV kepada
orang lain. Masa tanpa gejala rata-rata berlangsung selama 2-3 tahun;
sedangkan masa dengan gejala ringan dapat berlangsung selama 5-8 tahun,
ditandai oleh berbagai radang kulit seperti ketombe, folikulitis yang hilang
timbul walaupun diobati.
3. Fase III : masa AIDS
Merupakan fase terminal infeksi HIV dengan kekebalan tubuh yang
telah menurun drastis sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi
oportunistik, berupa peradangan berbagai mukosa, misalnya infeksi jamur di
mulut, kerongkongan dan paru-paru. Infeksi TB banyak ditemukan di paru-
paru dan organ lain di luar paru-paru. Sering ditemukan diare kronis dan
penurunan berat badan sampai lebih dari 10% dari berat awal.

D. Faktor yang Berperan Dalam Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak

Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke
anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.

1. Faktor Ibu

a. Jumlah virus (viral load)

Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat
persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya
sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan
HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml)
dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.

b. Jumlah Sel CD4

Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV
ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin
besar.
c. Status gizi selama hamil

Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti asam folat,


vitamin D, kalsium, zat besi, mineral selama hamil berdampak bagi
kesehatan ibu dan janin akibatnya dapat meningkatkan risiko ibu untuk
menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan
risiko penularan HIV ke bayi.

d. Penyakit infeksi selama hamil

Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi


saluran reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.

e. Gangguan pada payudara

Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis,


abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan
HIV melalui ASI sehingga tidak sarankan untuk memberikan ASI kepada
bayinya dan bayi dapat disarankan diberikan susu formula untuk asupan
nutrisinya.

2. Faktor Bayi

a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir

Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih
rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya
belum berkembang dengan baik.

b. Periode pemberian ASI

Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan


semakin besar.

c. Adanya luka dimulut bayi

Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika


diberikan ASI.

3. Faktor obstetrik

Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke
anak selama persalinan adalah :

38
a. Jenis persalinan

Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada


persalinan melalui bedah sesar (seksio sesaria).

b. Lama persalinan

Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV


dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak
antara bayi dengan darah dan lendir ibu.

c. Ketuban pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan risiko


penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang
dari 4 jam.

d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan risiko


penularan HIV karena berpotensi melukai ibu.

Tabel 2. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi.

Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obstetrik

Kadar HIV (Viral Load) Prematuritas dan berat Janis persalinan

bayi saat lahir

Kadar CD4 Lama menyusu Lama persalinan

Status gizi hamil Lama di mulut bayi (jika Adanya ketuban pecah

bayi menyusu) dini

Penyakit infeksi saat Tindakan episiotomi,

Hamil ekstraksi vacum dan

forceps

Masalah dipayudara (jika

menyusui)
E. PATOFISIOLOGI

Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari


benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari
binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal
(immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan
humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara
tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi”
bahkan kemudian dilumpuhkan.

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya;
bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi,
sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah
dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper
sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya
sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV
akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,


HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan
disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,


genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T
helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan
biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin
karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T
helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel
T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B
dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan
Kekebalan.

38
Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV /
AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga
karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS
karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi
dalam 3 periode:

1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus
itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin
dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu :

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada


plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena
itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.

Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak


selama proses persalinan adalah :

a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi


lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran
3. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.


Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang
menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI
tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara : mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu
dan infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk

38
Hubungan seksual dengan pasangan yang Transfusi darah yang Tertusuk jarum Ibu hamil
berganti-ganti, dengan yang terinfeksi HIV terinfeksi HIV bekas penderita HIV menderita HIV

Virus masuk dalam tubuh lewat luka


berdarah
Sperma terinfeksi masuk kedalam
tubuh pasangan lewat membran
Virus Masuk Dalam Peredaran Darah Dan Invasi Sel Target Hospes
mukosa vagina, anus yang lecet
atau luka

T helper / CD4+ Makrofag Sel B

Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus

Sel penjamu (T helper, limfosit B, makrofag) mengalami kelumpuhan

Menurunnya sistem kekebalan tubuh

Infeksi Oportunistik

Sistem GIT Integumen Sistem Reproduksi Sistem respirasi Sistem neurologi

Virus HIV + kuman Candidiasis Mucobakterium TB Kriptococus


Herpes zoster
salmonela,
+ Herper
clostridium, candida
simpleks
PCP (Pneumonia Meningitis Kriptococus
Menginvasi Dermatitis Serebroika Ulkus Genital
Pneumocystis)
mukosa saluran
cerna
Perubahan Status
Mental, Kejang,
Demam, Batuk Non
Kaku Kuduk,
Produktif, Nafas Pendek
Kelemahan, Mual,
Ruam, Difus, Bersisik, kehilangan nafsu
Peningkatan Folikulitas, kulit kering, makan, Vomitus,
peristaltik mengelupas eksema Demam, Panas,
MK : Pusing
- Hipertermi
- Bersihan
Diare Psoriasis Jalan Nafas
Terapi trimetoprim - Pola Nafas
sulfame Tidak Efektif

MK :
Mk : MK : Resiko
- Perubahan - Ggn. Nutrisi < Keb.
kerusakan
Eliminasi (Bab) Tubuh
Integritas Ruam, Pruritus,
- Gangg Nutrisi < - Risiko tinggi
Kulit Papula, Makula kekurangan
Keb. Tubuh
Merah Muda volume cairan
- Resiko
Kekurangan - Intoleransi
Volume Cairan Aktivitas

38
F. KOMPLIKASI

1. Oral

Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,


gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,
nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis
oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika
tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan
lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang
sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).

2. Neurologik
a. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia,
dan kematian.
c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Pernafasan
a. Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering
ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala:
sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal
nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental).
b. TBC
4. Gastrointestinal
a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB >
10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau
kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa
adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
d. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rektal, gatal-gatal dan diare.
e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas
(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan
menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh
Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai
dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit.
moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan
disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau
dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
5. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang
meningkat).
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

H. PENATALAKSANAAN

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
6. Pencegahan
a. A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak
sah
b. B (Be Faithful) Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual
hanya dengan pasangan yang sah
c. C (use Condom) Pergunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
d. D (Don’t use Drugs) Hindari penyalahgunaan narkoba
e. E (Education) Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan

I. PENCEGAHAN

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah
persalinan. Cara tersebut yaitu:

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk


bayi yang baru dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah


sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila
terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai
sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini.
AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi
selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai
sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah
lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi
penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistensi terhadap nevirapine
dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet
waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian
oleh ibu. Resistensi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui.
Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara
berkembang.

2. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio


caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu
ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan
terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun
demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu
yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu,
persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan


untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil
penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang
terinfeksi.
Tabel : Algoritma Rekomendasi untuk Wanita Hamil dan Menyusui Menurut WHO 2013.
Tabel: Algoritma Rekomendasi untuk Wanita Hamil dan Menyusui Menurut WHO 2013.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas pasien : Nama, alamat, telepon, tempat dan tanggal lahir, suku, jenis kelamin,

agama, tanggal wawancara, informan

b. Keluhan Utama : Untuk menentukan alasan spesifik utama bagi pasien dan keluarga

untuk mencari pengobatan

c. Riwayat terdahulu : Untuk mendapatkan gambaran penyakit, riwayat injury dan riwayat

pembedahan:

1. Untuk ibu bisa dilengkapi dengan riwayat menstruasi, status obstetri sedangkan

untuk anak dapatkan riwayat kehamilan dan kelahiran yang rinci. Riwayat kelahiran

( kehamilan, Persalinan dan melahirkan, perinatal history ). Untuk ibu dengan

kelahiran pervaginam bisa menyebabkan peningkatan kemungkinan transmisi HIV.

Kaji adanya perdarahan post partum perubahan warna lochia, dan Hgb/Hct karena

HIV dan pengobatannya dapat menyebabkan anemia dan akan lebih memperburuk

kondisi ibu apabila terjadi perdarahan post partum

2. Riwayat penyakit, injury atau pembedahan : Kaji adanya infeksi ( kerusakan akibat

persalinan pervaginam, insisi dan episiotomy) karena adanya HIV menyebabkan

luka sulit sembuh, endometritis dan vaginitis

3. Alergi

4. Pengobatan saat ini : kaji penggunaan obat antiretroviral untuk menghambat infeksi

lebih lanjut.

5. Imunisasi dan vaksinasi ( pneumococcus, influenza, hepatitis A dan B, tetanus)

harus diberikan pada ibu dengan HIV untuk meningkatkan imunitas.

6. Tumbuh kembang : Lakukan skrining perkembangan pada setiap kunjungan

perawatan kesehatan untuk mengidentifikasi keterlambatan perkembangan awal (

Untuk anak )

7. Gaya Hidup : Kaji kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk Ibu hamil

dengan HIV harus dikaji tentang pergaulannya dan aktivitas sex nya.
d. Review sistem tubuh

1. Kondisi fisik, Pada pemeriksaan fisik catat fitur dismorfik (mungkin sangat ringan)

sesuai dengan sindrom tertentu (misalnya sindrom alkohol janin)

2. Integument dan membran mukosa: catat adanya lesi, excoriasi, pecah- pecah,

sianosis, dan gatal-gatal. Catat adanya kemerahan dan nyeri pada membran

mukosa.

3. Kaji berat badan : catat tanda-tanda defisiensi gizi, gangguan cairan dan elektrolit.

4. Mata , catat adanya defisit penglihatan

5. Telinga / hidung / mulut / tenggorokan : catat adanya defisit pendengaran,

penciuman dan keluhan susah menelan

6. Leher : kaji jika ada lesi atau kelainan

7. Dada : kaji adanya pergerakan abnormal dan lesi

8. Respirasi : Dyspnea, tachypnea, batuk, fatigue, weakness, crackles, dan hypoksia.

9. Kardiovascular : Kaji peningkatan suhu tubuh atau gangguan tanda-tanda vital yang

lain

10. Gastrointestinal : kaji adanya diare akibat infeksi oportunistik

11. Genitourinary : Kaji adanya infeksi karena wanita yang terinfeksi HIV memiliki

kecenderungan untuk mengalami UTI. Kaji terhadap penggunaan kontrasepsi dan

safe-sex practice pada ibu dengan HIV untuk menurunkan kemungkinan transmisi

pada orang lain.

12. Muskuloskeletal dan neurologik :

13. Endokrin

e. Riwayat medis keluarga

f. Riwayat Psikososialdan kebutuhan terhadap terapi suportif

g. Riwayat keluarga :

Hal yang perlu dikaji diantaranya:

1. Komposisi keluarga

2. Lingkungan rumah dan masyarakat

3. Pekerjaan dan pendidikan anggota keluarga, untuk menentukan tingkat

pengetahuan, sumber-sumber, sistem pendukung dan ketrampilan koping pengasuh


4. Tradisi budaya dan keagamaan

5. Fungsi dan hubungan antar anggota keluarga : pantau interaksi orang tua /anak.

h. Pengkajian nutrisi : Untuk mendapat informasi tentang keadekuatan intake nutrisi anak

dengan kebutuhan. Dietary intake, catat adanya defisiensi gizi

i. Status Mental

Perlu dikaji adanya depresi, kecemasan dan ketakutan klien terkait penyakit

yang kronis.

j. Kaji pengetahuan tentang defisiensi imun, infeksi oportunitis, cara penularan HIV virus

dari ibu kepada bayi

B. Pemeriksaan penunjang:

Enzyme immunoassays tests untuk antibodi pada HIV. Tes ini digunakan untuk

menentukan apakah seseorang itu terpapar atau memproduksi antibodi untuk HIV-1

retrovirus. Jika positif harus melakukan pemeriksaan lanjutan

Rapid HIV testing : Untuk mendeteksi adanya seropositifitas. Hal ini dilakukan sebagai

inisiasi dini saat kelahiran untuk menurunkan kemungkinan transmisi HIV akibat

persalinan.

Western blot technique : merupakan secondary screening sebagai kelanjutan pemeriksaan

enzym immunoassay.

CD4 cell count : mengukur kerusakan daya tahan tubuh. Normalnya jumlah sel CD4 500-

1.770 cell/L atau 32% dan 62 % dari total lymposit. Jika kurang dari 200 cell/L atau

mengalami penurunan lebih dari 14 % dari total limposit berarti mengindikasikan ada

kerusakan imun dan beresiko mengalami infeksi.

Tingkat Plasma HIV RNA : mengukur jumlah virus dalam serum, yang mana

menggambarkan aktivitas replikasi virus itu sendiri.

Tes resistansi dari virus terhadap obat-obatan spesifik

CBC, dengan diferensial, dan platelet : menggambarkan adanya anemia, leukositopenia,

dan trombositopenia

Type, faktor Rh dan skreening antibody : menentukan tipe darah apabila memerlukan

tranfusi
Rubella titer, HbsAg, skreening TBC dengan purified protein derivat, atau radiografi dada.

Immunoglobulin : menentukan adanya antibodi untuk cytomegalovirus, Toxoplasma,

hepatitis, dan penyakit lainnya

Pap Smear: untuk mendeteksi insidensi atau invasi kanker

Skreening Gonorrhea, Kultur Chlamydia, TORCH, rubella, cytomegalovirus, herpes

simplex, VRDL : untuk menentukan adanya penyakit gonorrhea, syphilis, clamidia,

hepatitis B,C dan D serta herpes.

USG tiap trimester untuk mengetahui adanya kelainan kongenital dan masalah plasenta

Urinalysis, BUN, serum kreatinin, enzym liver, protein total dan albumin untuk

mengevaluasi adanya gangguan liver dan ginjal.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia b/d penyakitnya

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d mukus berlebihan

3. Diare b/d Inflamasi GastroIntestinal

4. Resiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif

5. Resiko kerusakan integritas kulit b/d imunodefisiensi

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhb/d asupan diet kurang

7. Ketidakefektifan pola napas b/d hiperventilasi

8. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Tujuan: NIC : Perawatan Demam
1 Hipertermia b/d
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan suhu
penyakit. 1. Pantau suhu dan tanda vital lainnya
badan dalam batas normal dengan kriteria
2. Monitor warna kulit dan suhu
Kriteria Hasil: 3. Monitor asupan dan keluaran sadari
Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini : perubahan kehilangan cairan yang
itdak dirasakan
NOC: Termoregulasi
4. Beri obat atau cairan IV
Skala 5. Dorong konsumsi cairan
Keterangan skala
No Indikator Saat 6. Fasilitasi istirahat tetap pembatadsan
Target target
Pengkajian aktivitas
7. Mandikan pasien dengan spons
1 Denyut nadi radial 2 4 1. Sangat terganggu
hangat dengan hati hati
2 Tingkat pernapasan 2 4 2. Banyak terganggu 8. Tingkatkan sirkulasi udara

3 Melaporkan 2 4 3. Cukup terganggu


kenyamanan suhu
4. Sedikit terganggu
4 hipertemi 2 4 5. Tidak terganggu
5 Peningkatan suhu kulit 2 4
NOC : Tanda Vital

Skala
Keterangan skala
No Indikator Saat
Target target
Pengkajian

1 Suhu tubuh 2 4 1. Sangat terganggu

2. Banyak terganggu

3. Cukup terganggu

4. Sedikit terganggu

5. Tidak terganggu

Tujuan: NIC : manajemen Jalan napas


2 Ketidakefektifa
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan jalan napas
n bersihan Pengumpualn dan analisa data pasien
kembali efektif
jalan napas b/d yang berkaitan dengan asupan nutrisi
mukus Kriteria Hasil: pasien.
berlebihan Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini :
1. Motivasi pasien untuk pelan, dalam,
NOC: Status Pernapasan : Kepatenan jalan napas dan batuk
2. Posisikan pasien untuk
Skala
Keterangan memaksimalkan ventilasi
No Indikator Saat
Target skala target 3. Instruksikan pasien bagaimana
Pengkajian melakukan batuk efektif
1 Frekuensi pernapasan 2 4 1 : Deviasi berat 4. Auskultasi suara napas, catat area
dari normal yang ventilasinya menurun atau tidak
2 Irama pernapasan 2 4
ada suara napas tambahan
3 Kedalaman inspirasi 2 4 2: Deviasi cukup 5. Lakukan penyedotan melalui
berat dari normal endotrakea atau nasotrakea
4 Kemampuan 2 4
3: Deviasi sedang sebagaimana mestinya
mengeluarkans ekret
4: Deviasi ringan 6. Kelola pemberian broncodilator
5 Suara napas tambahan 2 4 5: Tidak ada 7. Ajarkan penggunaan inhaler sesuai
6 Penggunaan otot bantu 2 4 resep
pernapasan 8. Posisikan untuk meringankan sesak
naapas
Batuk
7 2 4 9. Monitor status pernapasan dan
Akumulasi sputum oksigenasi sebagai mana mestinya
8

Tujuan: NIC : Manajemen Diare


3 Diare b/d
Setelah dilakukan tindakan selama ..... x 24 jam diharakan eliminasi kembali normal
Inflamasi 1. Tentukan riwayat diare
GastroIntestinal Kriteria Hasil: 2. Ambil kultur tinja untuk pemeriksaan
Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini : 3. Ajari pasien untuk menggunakan obat
diare yang tepat
NOC: Eliminasi usus
4. Instruksikan kepada keluarga untuk
mencatat warna, volume, frekuensi
Skala dan konsistensi tinja
Keterangan
No Indikator Saat 5. Evaluasi nutrisi dari makanan yang
Target skala target
Pengkajian telah dikonsumsi
6. Anjurkan untuk menghindari makanan
1 Pola eliminasi 2 4 1. Sangat
yang pedas dan bergas
terganggu
2 Kontrol gerakan usus 2 4 7. Anjurkan pasien untuk menghindari
2. banyak
3 Warna feses 2 4 makanan yang mengandung laktosa
terganggu
8. Ukur diare/outputmpencernaan
4 Suara bising usus 2 4 3. Cukup 9. Timbang pasien secara berkala
terganggu 10. Beritahu dokter jika terjadi
4.sedikit peningkatan frekuensi atau suara
terganggu perut atau gejala diare menetap

NIC: Manajemen cairan

1. Hitung dan timbang jumlah popok


dengan baik
2. Jaga intake/asupan yang akurat dan
catat output
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor tanda-tanda vital
5. Distribusikan asupan cairan selam a
24 jam
6. Tingkatkan asupan oral
7. Berikan terapi IV sesuai ketentuan

Tujuan: NIC : Monitor cairan


4 Resiko
Setelah dilakukan tindakan selama ..... x 24 jam diharapkan kekurangan volume
kekurangan 1. Tentukan jumlah dan jenis intake /
cairan tidak terjadi
volume cairan asupan cairan serta kebiasaan
b/d kehilangan Kriteria Hasil: eliminasi
cairan aktif Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini : 2. Tentukan faktor resiko yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan
NOC: keseimbangan cairan cairan
3. Tentukan apakah pasien mengalami
Skala
Keterangan skala kehausan atau perubahan lainnya
No Indikator Saat
Target target 4. Periksa turgor kulit
Pengkajian 5. Monitor BB
1 Tekanan darah 2 4 1. Sangat terganggu 6. Monitor asupan dan pengeluaran
2. banyak terganggu 7. Monitor kadar serum dan eletrolit
2 Denyut nadi 2 4
3. Cukup terganggu urine
3 Kesemimbangan input 2 4 4.sedikit terganggu 8. Monitor membran mukosa dan respon
dan output 24 jam haus

4 BB stabil 2 4 9. Berikan cairan dengan tepat


10. Pastikan bahwa semua IV atau
5 Kelembaban mukosa
asupan enteral berjalan dengan benar
6 Berat jenis urin

Tujuan: NIC : Perlindungan infeksi


5 Resiko
Setelah dilakukan tindakan selama ..... x 24 jam diharapkan kekurangan volume 1. Monitor adanya gejala infeksi sistemik
kerusakan
cairan tidak terjadi dan lokal
integritas kulit
2. Pertahankan tindakan aseptis
b/d Kriteria Hasil:
3. Berikan perawatan kulit yang tepat
imunodefisiensi Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini :
untuk area yang mengalami kerusakan
NOC: Integritas Jaringan : Kulita dan membran mukosa
4. Periksa kulit dan membran mukosa
seperti adanya kemera
han kemerahan, kehangata ekstrim dan
drainase
Skala 5. Tingkatkan nutrisi yang adekuat
Keterangan
No Indikator Saat
Target skala target NIC : Pengecekan kulit
Pengkajian
1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
1 Lesi pada kulit 2 4 1. berat adanya kemerahan dan edema
2. cukup berat 2. Monitor warna dan suhu kulit
2 Pigmentasi abnormal 2 4
3. sedang 3. Monitor adanya ruam
3 Jaringan parut 2 4 4. ringan 4. Monitor infeksi terutama pada daerah
4 Lesi mukosa membran 2 4 Tidak ada edema

5 Pengelupasan kulit 5. Dukumentasikan perubahan membran


mukosa
6 eritema
6. Lakukan langkah-langkah untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Pemeliharaan kesehatan mulut
1. Lakukan perawatan mulut secara rutin
2. Berikan pelumas untuk melembabkan
bibir dan mukosa oral sesuai
kebutuhan
3. Identifikasi berkembangnya stomatitis
sebagai akibat dari terapi obat
sekunder
4. Monitor tanda dan gejala stomatitis
5. Rekomendasikan penggunaan sikat
gigi yang lembut
Instruksikan untuk mempertahankan
kebersihan gigi, mulut dan lidah
Tujuan: NIC : Nutrition Management
6 Ketidakseimba
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami
ngan nutrisi  Kaji adanya alergi makanan
kekurangan nutrisi sesuai dengan indikator.
kurang dari  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan menentukan jumlah kalori dan
tubuh Kriteria Hasil: nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC dibawah ini  Anjurkan pasien untuk

NOC: meningkatkan intake Fe


 Anjurkan pasien untuk
 Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan
meningkatkan protein dan vitamin
Skala C
Keterangan skala
No Indikator Saat  Berikan substansi gula
Target target
Pengkajian  Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
1 Asupan makanan 2 4 1.Tidak Adekuat
mencegah konstipasi
secara oral
2.Sedikit Adekuat  Berikan makanan yang terpilih (
2 Asupan cairan secara 2 4 sudah dikonsultasikan dengan ahli
3.Cukup Adekuat
oral gizi.
4.Sebagian Besar
 Ajarkan pasien bagaimana
Adekuat
membuat catatan makanan harian.
5.Sepenuhnya  Monitor jumlah nutrisi dan
Adekuat kandungan kalori.
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yg dibutuhkan
 Nafsu Makan
NIC: Nutrition Monitoring
Skala
 BB pasien dalam batas normal
Keterangan skala
No Indikator Saat  Monitor adanya penurunan berat
Target target
Pengkajian badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas
1 Keinginan untuk makan 2 4 1.Tidak Adekuat
yang biasa dilakukan
2 Mencari makanan 2 4 2.Sedikit Adekuat
 Monitor interaksi anak atau
3 Intake makanan 2 4 3.Cukup Adekuat orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
4 Intake nutrisi 2 4 4.Sebagian Besar
Adekuat  Jadwalkan pengobatan dan
5 Intake cairan 2 4 tindakan tidak selama jam makan
5.Sepenuhnya
 Monitor kulit kering dan perubahan
Adekuat
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
 Berat Badan : Massa tubuh  Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
Skala
Keterangan skala protein, Hb, dan kadar Ht
No Indikator Saat
Target target  Monitor makanan kesukaan
Pengkajian
 Monitor pertumbuhan dan
1 Berat badan 2 4 1.Deviasi berat perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan
2 Ketebalan lipatan kulit 2 4 2.Deviasi cukup besar
kekeringan jaringan konjungtiva
trisep 3.Deviasi sedang  Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik,
3 Rasio lingkar pinggang 2 4 4.Deviasi ringan
hipertonik papila lidah dan cavitas
terhadap panggul
5.Tidak ada deviasi
oral.Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

 StatusNutrisi : Energi

Skala
Keterangan skala
No Indikator Saat
Target target
Pengkajian

1 Stamina 2 4 1.Sangat menyimpang


dari rentang normal
2.Banyak
menyimpang dari
rentang normal
3.Cukup menyimpang
dari rentang normal
4.Sedikit menyimpang
dari rentang normal
5.Tidak menyimpang
dari rentang normal
Tujuan: NIC :
7 Ketidakefektifa
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien sesuai Airway Management
n pola napas
dengan indikator.
• Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC
• Posisikan pasien untuk
dibawah ini
memaksimalkan ventilasi
NOC :
• Identifikasi pasien perlunya
 Status Pernafasan : Ventilasi pemasangan alat jalan nafas
buatan
Skala
Keterangan • Pasang mayo bila perlu
No Indikator Saat
Target skala target • Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Pengkajian • Keluarkan sekret dengan batuk

1 Frekuensi pernafasan 2 5 1.Deviasi berat atau suction


• Auskultasi suara nafas, catat
2 Irama pernafasan 2 5 2.Deviasi cukup
adanya suara tambahan
besar
3 Suara auskultasi nafas 2 5 • Lakukan suction pada mayo
3.Deviasi • Berikan bronkodilator bila perlu
4 Kepatenan jalan nafas 2 5
sedang • Berikan pelembab udara Kassa
5 Kedalaman inspirasi 2 5
4.Deviasi ringan basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan
5.Tidak ada
mengoptimalkan keseimbangan.
deviasi
• Monitor respirasi dan status O2
 Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Oxygen Therapy
Skala
Keterangan  Bersihkan mulut, hidung dan secret
No Indikator Saat
Target skala target trakea
Pengkajian
 Pertahankan jalan nafas yang
1 Frekuensi pernafasan 2 5 1.Deviasi berat paten
 Atur peralatan oksigenasi
2 Irama pernafasan 2 5 2.Deviasi cukup
 Monitor aliran oksigen
besar
3 Suara auskultasi nafas 2 5  Pertahankan posisi pasien
3.Deviasi
4 Suara nafas tambahan 2 5  Onservasi adanya tanda tanda
sedang
hipoventilasi
5 Dispnea saat istirahat 2 5
4.Deviasi ringan  Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5.Tidak ada
deviasi
Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Tanda Vital  Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Skala
Keterangan  Monitor VS saat pasien berbaring,
No Indikator Saat
skala target duduk, atau berdiri
Target
Pengkajian  Auskultasi TD pada kedua lengan
1 Suhu tubuh 2 5 1.Deviasi berat dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
2 Denyut jantung 2 5 2.Deviasi cukup
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
3 Irama jantung 2 5 besar  Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
4 Tingkat pernafasan 2 5 3.Deviasi
 Monitor suara paru
sedang
5 Tekanan darah 2 5
 Monitor pola pernapasan abnormal
4.Deviasi ringan
 Monitor suhu, warna, dan
5.Tidak ada kelembaban kulit
deviasi  Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Tujuan: NIC :
8 Intoleransi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien toleran terhadap Energy Management
aktivitas
aktifitassesuai dengan indikator.
 Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil : Pada evaluasi didapatkan skor sesuai dengan indikator NOC
 Dorong anal untuk mengungkapkan
dibawah ini
perasaan terhadap keterbatasan
NOC :
 Kaji adanya factor yang
 Konservasi energy menyebabkan kelelahan

Skala  Monitor nutrisi dan sumber energi


Keterangan tangadekuat
No Indikator Saat
Target skala target  Monitor pasien akan adanya
Pengkajian
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
1 Saturasi oksigen saat 2 5 1.Sangat  Monitor respon kardivaskuler
aktifitas terganggu terhadap aktivitas
 Monitor pola tidur dan lamanya
2 Frekuensi nadi saat 2 5 2.Banyak
tidur/istirahat pasien
aktifitas terganggu
Activity Therapy
3 Frekuensi nafas saat 2 5 3.Cukup
aktifitas terganggu  Kolaborasikan dengan Tenaga

4.Sedikit Rehabilitasi Medik


4 Tekanan darah saat 2 5
terganggu dalammerencanakan progran terapi
aktifitas
2 5
yang tepat.
Warna kulit 5.Tidak
5  Bantu klien untuk mengidentifikasi
terganggu
aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
 Status perawatan diri  Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
Skala diperlukan untuk aktivitas yang
Keterangan
No Indikator Saat diinginkan
Target skala target
Pengkajian  Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
1 Mandi sendiri 2 5 1.Sangat
krek
terganggu
2 Makan sendiri 2 5  Bantu untu mengidentifikasi
2.Banyak aktivitas yang disukai
3 Mempertahankan 2 5
 Bantu klien untuk membuat jadwal
kebersihan diri terganggu latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
4 Mengerjakan tugas 2 5 3.Cukup
mengidentifikasi kekurangan dalam
rumah terganggu
5 2 5 beraktivitas
Mengelola obat 4.Sedikit
 Sediakan penguatan positif bagi
parenteral sendiri terganggu
yang aktif beraktivitas
5.Tidak  Bantu pasien untuk
terganggu mengembangkan motivasi diri dan
penguatanMonitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 2014, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

Phipps, Wilma. et al, 2015, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th

edition, Mosby Year Book, Toronto.

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.

http://www.mkb-online.org/.

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf.

Lamongan.

Http://perawat2008a. /2011/10/04/hiv-pada-ibu-hamil.

Yati, Ida. 2016. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/.

Goering RV, Dockrell HM, Zuckerman M, Walekin D, Roitt IM, Mims C, et al. Medical

microbiology. Edisi ke-4. China: Mosby Elseiver; 2008. hlm. 261-86.

Hockenberry, J.M., Wilson D.(2015). Wong’s: Nursing Care of Infants and Children, 10th ed.

Elsevier MOSBY. Philadelphia,CA.

Green, C.J. 2016. Maternal Newborn Nursing Care Plan. Third edition, Jones and Bartlett

Learning. USA

Vous aimerez peut-être aussi