Vous êtes sur la page 1sur 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya

maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Makalah Stratifikasi

Sosial”

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk

menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Sosial di Universitas Muhammadiyah Semarang.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada :

1. Ibu Yuni Nur Kuntari S.Sos.,M.a Selaku dosen pengampu pada mata kuliah Ilmu

Sosial.

2. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.

Saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan makalah ini

baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki

penyusun. Kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan

pembuatan makalah ini.

Semarang, 19 Juni 2017

Penyusun
Daftar Isi
BAB 1

PENDHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia hidup dan dibesarkan di dalam lingkungan sosial tertentu. Secara sosiologis,
individu merupakan representasi di kehidupan lingkungan sosialnya. Segala yang terjadi di
lingkungan sosialnya diamati, dipelajari, dan kemungkinan diintregasikan dan di internalisasi
sebagai bagian dari kehidupannya sendiri. Setiap individu memiliki identitas sesuai
lingkungan sosialnya. Apa yang dilakukan, gagasannya, perasaannya merupakan hasil
pembentukan lingkungan sosialnya.

Lingkungan sosial secara nyata juga mempengaruhi perilaku seseorang. Dan perilaku
seseorang akan mempengaruhi status dan perannya didalam masyarakat. Status adalah posisi
seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan
kelompok lain. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status
tertentu. Peran juga berkaitan dengan nilai sosial dari lingkungannya. Individu akan memiliki
peran yang berbeda di dalam suatu masyarakat yang disebabkan oleh faktor lingkungan
sosialnya. Dan faktor lingkungan sosial memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan seperti
faktor lingkungan sosial terhadap kesehatan mental yaitu stratifikasi sosial, pekerjaan,
keluarga, budaya, perubahan sosial dan stressor psikososial.

Stratifikasi atau jenjang kelas sosial merupakan faktor lingkungan sosial yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat seperti masyarakat dunia yang terdiri dari
beragam kelompok memiliki ciri-ciri pembeda berupa warna kulit, tinggi badan, jenis
kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan agama, politik, pendapatan atau pendidikan.
Beberapa pendapat sosiologis mengatakan dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan
status di berbagai bidang misalnya saja dalam dimensi ekonomi: sebagian anggota
masyarakat mempunyai status kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidupnya
terjamin, sedangkan sisanya berstatus miskin dan hidup dalam kondisi yang jauh dari
sejahtera.

Apabila di tinjau dari status sosial, banyak pendekatan yang digunakan untuk
melakukan klasifikasi secara umum status sosial itu dikelompokan atas stratanya. Strata
status sosial dikelompokan atas; strata tinggi, menengah, rendah. Setiap orang selalu
mengharapkan status sosial dalam kehidupannya adalah status sosial yang baik sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Seseorang berusaha untuk meraih kesejahteraan dan kualitas hidup yang sebaik-
baiknya yang berkaitan dengan status. Dimana status seseorang merupakan sebuah peluang
hidupnya. Peluang hidup ini banyak dipengaruhi oleh stratifikasi sosial, misalnya peluang
hidup dan kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan rendah biasanya memiliki tingkat peluang hidup dan kesehatan
yang rendah pula. Hal tersebut dikarenakan oleh semakin rendah tingkat pendidikannya,
semakin rendah pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan. Banyak orang berpendidikan
rendah tidak tahu pasti bagaimana cara menjaga kesehatan dan mengobati penyakit sehingga
justru memperparah keadaan.

Stratifikasi sosial merupakan konfigurasi atau pemilahan struktur sosial menggunakan


parameter graduated atau berjenjang. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial
adalah adanya hal-hal yang dihargai dalam masyarakat misalnya uang, tanah, kekuasaan,
kehormatan, keturunan, pendidikan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut tidak terdistribusi
secara merata di masyarakat. Stratifikasi sosial juga dikelompokkan dalam beberapa kriteria.
Kriteria stratifikasi sosial yang pertama yakni kriteria sosial yang meliputi pendidikan,
pekerjaan, keturunan, atau kebangsawanan, atau kehormatan. Kedua, stratifikasi berdasarkan
kriteria ekonomi yang meliputi pendapatan dan kekayaan. Ketiga, stratifikasi berdasarkan
kriteria politik yang meliputi kekuasaan.

Namun, dewasa ini masyarakat sering tidak paham dengan pentingnya status dan
peran didalam stratifikasi pada suatu masyarakat. Untuk dapat memahami status dan peran di
dalam stratifikasi di perlukan kajian yang lebih lanjut mengenai stratifikasi sosial. Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas mengenai hubungan antara status di dalam stratifikasi
sosial yang ada di masyarakat dan peran dari stratifikasi sosial di dalam masyarakat serta
status dan peran stratifikasi sosial dalam kesehatan.

B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Stratifikasi Sosial ?

2. Bagaimana Proses Terjadinya Lapisan Masyarakat ?

3. Apa Dasar Lapisan Masyarakat ?

4. Bagaimana Pelayanan Kesehatan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Stratifikasi Sosial

2. Mengetahui Proses Terjadinya Proses Lapisan Masyarakat

3. Mengetahui Dasar Dari Pelapisan Masyarakat

4. Mengetahui Pelayanan Kesehatan di Indonesia


BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Stratifikasi Sosial


Pada zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani) mengatakan didalam negara terdapat
tiga unsure, yaitu mereka kaya sekali, melarat, da berada ditengah-tengahnya. Ucapan
demikian paling tidak membuktikan bahwa dizaman itu dan sebelumnya, orang telah
mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.

Kata Stratification berasal dari kata Stratum jamaknya Strata yang artinya Lapisan.Stratifikasi
sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-
lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis). Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang
berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur. Barag siapa yang
memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat
berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki
sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.

Diantara lapisan yang atasan dan yang rendah itu, ada lapisan yang jumlahnya dapat
ditentukan sendiri oleh masyarakat yang hendak mempelajari system lapisan masyarakat itu.
Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja
dari apa yang dihargai oleh masyarakat, teteapi kedudukanya yang tinggi itu bersifat
kumulatif. Mereka yang memiliki uang banyak akan mudah sekali mendapakatkan tanah,
kekuasaan dan mungkin juga kehormatan, sedangkan mereka yang mempunyai kekuasaan
besar mudah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.

Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali lapisan-lapisan tetap ada,
sekalipun dalam masyarakat kapitalistis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya.
Lapisan masyarakat tadi ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama didalam
suatu organisasi social.misalnya pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf kebudayaan
masih bersahaja.

2. Proses Terjadinya Lapisan Masyarakat


Adanya system lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam prosen
penrtumbuhan masyarakat itu. Akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk
mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan
sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang
kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batastertentu.Secara teoretis, semua
manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-
kelompok social, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala
universal yang merupakan bagian system social setiap masyarakat.Ada dua tipe system
lapisan sosial, yaitu :
A. Dapat terjadi dengan sendirinya.
B. Sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama.
3. Dasar Lapisan Sosial

Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untu menggolong-golongkan anggota-anggota


masyarakat kedalam suatu lapisan adalah sebagai berikut :

A. Ukuran kekayaan

Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas.
Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk ruma yang bersangkutan, mobil
pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang
dipakainya,kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.

B. Ukuran kekuasaan

Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati
lapisan atas.

C. Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan.
Orang yang paling disegani dan dihormati mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam
ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah
golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.

D. Ukuran ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-
akibat yang negatif karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan
ukuran,tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segal macam
usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal.

4. Pelayanan Kesehatan di Indonesia


Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi dalam
pembangunan kesehatan.Para pejabat negeri ini belum sepenuhnya memperhatikan pelayanan
kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan fisik mendominasi benak para
pengambil kebijakan. Padahal, sudah banyak penelitian membuktikan bahwa warga negara
yang sehat akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bersama yang
lebih baik.Sampai saat ini, untuk melayani kesehatan dasar pun belum tertangani semua. Ini
menandakan bahwa harapan untuk memiliki rakyat yang sehat dan berkualitas jauh panggang
dari api. Target mengurangi kematian bayi dan kematian ibu serta meningkatkan umur
harapan hidup bisa terancam gagal jika pemerintah tidak bekerja lebih keras lagi untuk
mencapai hasil maksimal.Untuk memecahkan persoalan tersebut, Menteri Kesehatan sudah
mencoba sejumlah terobosan. Di antaranya lewat kebijakan program Asuransi Kesehatan
untuk Masyarakat Miskin (Askeskin) atau kini diganti Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Program ini memberikan harapan bahwa akses untuk masyarakat bawah mulai
terbuka.

Sistem kesehatan tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar bebas. Dalam sistem
ini, orang yang memiliki uang banyak bisa memperoleh layanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan bisa diakses sesuai dengan tebal atau tipisnya kantong seorang pasien.Warga yang
miskin tidak mampu berobat, hanya menunggu keajaiban dari Tuhan atau menunggu ajal
menjemput. Padahal, sakit bukan hanya menimpa orang-orang kelas menengah ke atas.
Semua warga negara berpeluang sakit. Bahkan di kalangan orang miskin, potensi untuk sakit
lebih besar karena asupan gizi yang buruk, akses informasi medis yang minim, gaya hidup
buruk, dan kemampuan berobat yang rendah.

Lebih buruk lagi, penyakit orang miskin umumnya bertumpuk-tumpuk karena saat
penyakit pertama belum sembuh datang penyakit kedua dan seterusnya. Pada saat yang
bersamaan, beberapa rumah sakit milik pemerintah daerah dijadikan sebagai sumber
pendapatan. Privatisasi rumah sakit ini telah mengancam orang-orang miskin ke sudut yang
makin terpuruk.Risikonya, rumah sakit tak ubahnya perusahaan komersial lain yang
berorientasi keuntungan. Orang-orang miskin akan ditolak rumah sakit karena mereka
miskin. Biaya pelayanan kesehatan selalu lebih mahal untuk ukuran ekonomi ratarata
masyarakat. Apalagi sistem membayar uang tunai langsung membuat beban pasien dan
keluarganya makin berat.

Padahal Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan:

1. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan,
dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada
saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-
keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar
kekuasaannya.

2. Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik
yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial
yang sama.

Kita bisa belajar dari negara-negara maju dalam menciptakan sistem kesehatan yang adil dan
merata. Salah satu penyebab kemenangan Barack Obama di Amerika Serikat adalah rencana
sistem kesehatan yang dia tawarkan lebih baik dari rivalnya, John McCain. Untuk rakyat
miskin AS yang berjumlah 47 juta jiwa, Obama menyediakan asuransi model subsidi.

Seandainya semua warga negara Indonesia mempunyai penghasilan yang sama


besarnya, akses terhadap pelayanan kesehatan tidak ada masalah. Faktanya, kesenjangan
pendapatan yang lebar telah membuat akses pelayanan berada dalam jurang ketidak
adilan.Tidak ada jalan lain kecuali Departemen Kesehatan segera memperbaiki sistem
jaminan kesehatan yang lebih baik bagi rakyat miskin. Idealnya, semua warga negara tanpa
pandang kelas ekonomi, jenis kelamin, dan geografis bisa mengakses pelayanan kesehatan
dengan cukup.

Komisi Kesehatan dan Kependudukan di parlemen mestinya berteriak lebih keras


supaya pemerintah menaikkan anggaran kesehatan. Keadilan pada hakikatnya milik semua
manusia, tidak perduli kaya atau miskin dan tidak perduli seberapa tinggi strata sosialnya.
Tidak perduli apapun jabatannya. Tidak perduli siapapun orang tuanya. Itulah makna dari
prinsip dasar didunia yaitu persamaan di hadapan hukum, persamaan, tanpa perbedaan
hukum bagi setiap manusia.Namun dalam kenyataannya teori seringkali tidak mewujud. Ada
suatu ungkapan yaitu penegakan hukum yang ibarat sebilah pisau, “tajam ke bawah, tumpul
ke atas.” Keadilan hanya milik orang kaya, bukan orang miskin. Maka ibarat pelayanan
kesehatan yang sering menghadirkan sindiran, “Orang miskin tidak boleh sakit”, maka dalam
hal penegakan hukum, muncul pula ungkapan , “Orang miskin tidak boleh benar”.

Warga kalangan bawah pun menjadi seolah ragu-ragu lagi untuk mendapatkan
pengobatan yang layak di Rumah Sakit, bahkan mereka seolah-olah mencari alternatif
pengobatan demi kesembuhan penyakitnya.Perlu ada pelayanan kesehatan gratis bagi orang
miskin. Sebagai contoh, orang miskin tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara adil
yaitu kasus penolakan warga miskin oleh rumah sakit sebagai berikut:

Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat
belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar
membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena
hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan
kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu
besar untuk mendanainya.Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan
susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak
RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.
Dari contoh kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa Masyarakat kita sekarang ini tidak
mampu berobat ke rumah sakit karena dirasakan biayanya sangat mahal. Pelayanan kesehatan
bagi rakyat miskin yang diselenggarakan oleh pemerintah pun belum menjangkau
keseluruhan masyarakat.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke


dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).

Ada dua tipe system lapisan sosial, yaitu :

1. Dapat terjadi dengan sendirinya.


2. Sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama.
Ukuran suatu lapisan social dapat dilihat dari :

1. Ukuran kekayaan
2. Ukuran kekuasaan
3. Ukuran kehormatan
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Keadilan pada hakikatnya milik semua manusia, tidak perduli kaya atau miskin dan tidak
perduli seberapa tinggi strata sosialnya. Tidak perduli apapun jabatannya. Tidak perduli
siapapun orang tuanya. Itulah makna dari prinsip dasar didunia yaitu persamaan di hadapan
hukum, persamaan, tanpa perbedaan hukum bagi setiap manusia.

B. Saran

Kita sebagai calon pelayan kesehatan seharusnya melayani semua pasien dengan adil tanpa
melihat dari status sosial mereka, karena semua pasien memiliki hak yang sama yaitu
mendapatka pelayana kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Raharjo.Buku Kantong Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Maryati, kun. 1999. Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sorokin, Piritim A.Social and Cultural Mobility. London: The Free Press of Glencoe. 1959

Vous aimerez peut-être aussi