Vous êtes sur la page 1sur 5

Nama : ASEP SUPRIYADI

NPM : 302017099
Pengalaman Kerja
1. Okt 1999 : Masuk RSAI di unit FIRDAUS
2. Feb 2001 : Mutasi ke unit Darussalam 5
3. Apr 2004 : Supv. Unit Darussalam 3
4. Okt 2008 : Supv. Unit Darussalam 5
5. Nov 2009 : Supv. Unit Darussalam 3
6. Nov 2013 : Supv. Unit FIRDAUS
7. Jan 2014 s.d sekarang : Supv. Pemeliharaan Peralatan di unit PSPPRS

REFLEKSI DIRI TENTANG PERJALANAN SPIRITUAL DI RUMAH SAKIT

Hari mulai sore, kurang lebih pukul 15.30 wib dengan suasana cukup hangat dan terdengar suara
hilir mudik kendaraan serta klakson mobil motor yang saling bersautan. Seperti biasa seorang anak
kost yang dalam kesehariannya tidak banyak kegiatan, berjalan dengan pandangan sedikit kosong
setelah melaksanakan sholat ashar di mesjid terdekat dengan tempat kost. Tanpa disadari, sayup
terdengar seseorang memanggil dengan sapaan kekeluargaan. “Sup... !!! Sup...!!!” dan akupun
menoleh, ternyata seseorang yang akrab denganku memanggilku. “hiii...mas, baru pulang dinas ?”
sapaku sambil senyum tanda jawaban ramah prilakuku. “Sup... pasien Tn. ‘S’ masuk lagi dan
sepertinya tambah repot dari sebelumnya.” Kata temanku yang selalu aku panggil mas. “Oh... ya ?”
jawabku, sambil mengerlingkan mata seolah mengingat-ingat sesuatu. “Kamu dinas malam kan ?”
tanya temanku sambil tertawa. “Kok tertawa ?” tanyaku. “Siap-siap saja, dinas malam kamu bakal
banyak job.” Imbuhnya seolah dia suka jika temannya repot dalam kerjanya. Sedikit terfikir dalam
benakku, “memang betul, aku bakal repot dalam tugasku malam ini. Soalnya pasien Tn. S ini
selalu rewel jika dirawat dan selalu tengah malam keluhannya itu muncul. Heemmm.... sepertinya
malas aku kerja malam ini. Tapiii.... ya sudahlah, kita liat saja nanti.” Jawab fikirku, dengan hati
sedikit was-was.

Hari berangsur semakin berpihak kearah barat. Hingga tiba waktu maghrib membuka lembar
malam untuk segera mempersiapkan diri memenuhi kewajiban. Ya... kewajiban seorang perawat
untuk berdinas malam. Akupun bergegas, bersiap untuk melaksanakan kewajibanku. Namun
sedikit rasa malas muncul kembali ketika obrolan sore membayangi tugasku. Malas untuk
merawat pasien Tn. S. Mungkin inilah kekurang ikhlasanku dalam menerima tugas ketika
diantaranya ada pasien yang akan merepotkanku. Tidak ada sedikitpun dari lisan dan hatiku ini
untuk memohon ampun atas apa yang aku khawatirkan. Setitik dosa telah menandai hatiku, seulas

1
kuas lukisan telah melabur jiwaku atas suudzan yang telah aku lemparkan terhadap tugasku.
“Dimanakah aku simpan ridhlo-Mu ?”

Hari mulai larut untuk timbang terima pasien yang aku lakukan dalam deretan tugasku yang
pertama. Tampak diriku dan teman satu shiftku menarik nafas hambar sambil beranjak dari nurse
station untuk melakukan ronde ke semua pasien. “Suster... suster... !!!” teriak salah satu penunggu
pasien memanggil perawat. Dan perawat yang masih shift sore menghampirinya. Kami pun berlalu
untuk melanjutkan ronde kepasien yang lain. Disaat kaki ini akan melangkah ke kamar 308, tiba-
tiba terdengar suara orang seperti muntah-muntah dari kamar 309. Langsung fikirku mengarah
terhadap pasien Tn. S. Akupun langsung bergegas ke kamar 309 dan meninggalkan ronde ke
pasien yang lain. Ya... memang benar beliaulah adanya. Tanpa basa-basi aku membantu pasien
Tn. S dengan sigap. Setelah membantu pasien Tn. S dengan tindakan keperawatan dilangsungkan
dengan membersihkan lantai yang penuh dengan muntahan darah, akupun langsung mengusap-
usap punggung Tn. S sambil sedikit memotivasi dengan kata-kata yang selalu intinya adalah
keikhlasan. Namun sayang, ucapanku seolah tak berarti untuk diriku sendiri. Hatiku masih saja
belum dapat menerima makna ikhlas itu. Setelah beberapa saat bersamanya, tampak pasien
mengantuk. Dan akupun permisi berlalu darinya tepat pukul 21.15 wib.

Hari makin larut. Tik tok tik tok tik tok.... Pukul 22, 23, 24 tak terasa, seolah jarum jam itu ditarik
paksa untuk cepat berlalu. Dan aktifitas dinas malampun terus berjalan. Kami ber-5 dalam satu
shift dengan kapasitas 33 bed. Dan aku sebagai ka shift nya. Satu demi satu rutinitas diselasaikan.
Aku merasa bahwa kami ini merupakan shift yang solid, dan shift yang lainpun sama mengakuinya.
Satu sama lain saling membantu, saling mengingatkan, saling bertegur sapa dengan ramah, saling
berbagi dalam segala hal. Yaa... begitu nyaman shift kami. Pukul 24.45 wib, aku berkeliling
keruangan pasien. Mengecek keadaan pasien, cairan infus, pasien dapat tidur atau tidak, atau
sesekali ngobrol ringan dan sedikit penkes dengan pasien yang belum bisa tidur. Bahkan
mengecek keluarga pasien yang berada dikoridor kamar apakah merokok atau tidak. Setelah
semuanya aku kunjungi, aku kembali ke nurse station. Dan tampak jam menunjukan pukul 01.30
wib.

Hari pun menuju pagi, pukul 01.45 wib. Tampak teman satu shift ku, masing-masing
melakukan kegiatannya. Ada yang sedang menyicil pendokumentasian, ada yang istirahat
jaga, ada yang baca-baca buku sambil sesekali senyum sendiri dan ada yang sedang order
barang farmasi stok pasien ke bagian farmasi satelit. Selagi aku mencermati kegiatan
teman-temanku, bel kamar 309 berbunyi. Temanku beranjak dan menghampirinya. Tidak
lama kemudian, ia kembali lagi dan meminta bantuan kepadaku bahwa pasien Tn. S

2
muntah-muntah darah kembali. Aku membantu pasien semampuku dan melakukan
tindakan keperawatan yang harus dilakukan sesuai denngan keluhan serta menghubungi
dokter jaga. Kami sangat repot saat itu, karena pasien makin menurun kesadarannya.
Tampak lemas, wajah pucat namun masih bisa bicara. Dan kami pun dalam dinginnya
dini hari bercucuran keringat tanda kami berupaya menyelamatkan pasien. Disela-sela
kesibukan kami dalam membantu pasien Tn. S ini, kami tersentak oleh pasien yang tiba-
tiba berbicara sangat jelas, khususnya aku yang berada disampingnya. “Sep... sudah Sep,
jangan diteruskan ! bapak sudah capek, bapak sudah ikhlas. Dan Asep, bapak
mengucapkan terimakasih atas pertolongan Asep selama ini terhadap bapak. Asep
menolong bapak selalu dengan ikhlas, bapak do’akan semoga Asep menjadi orang yang
sukses di Rumah Sakit ini. Asep harus sayang sama orang tua Asep, Asep harus makin
ikhlas, makin sabar dalam melayani pasien yang lain. Sekali lagi terimakasih ya Sep.”
Dan Allah pun berkehendak lain atas hambanya, malam itu tepat pukul 02.55 wib, pasien
dinyatakan Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Tak terasa air mata ini menetes dihadapan
pasien yang semula aku fikirkan dengan penuh fikiran suudzan. Aku tidak menyangka,
pasien diakhir hidupnya mendo’akanku begitu ikhlas, begitu baik do’anya untukku.
Setelah selesai memulasara alamarhum. Aku langsung tersungkur di ruang ganti perawat.
“Astagfirullahaladziim... Yaa Allah Yaa Rabb, ampuni aku. Betapa hati diriku ini sangat
kotor, aku bertindak seolah diriku ini ikhlas menjalaninya. Namun Engkau Maha tahu apa
yang ada dalam hati manusia, maka ampunilah perbuatan hatiku ini Yaa… Rabb.”
Kurang lebih 15 menit aku bermuhasabah atas apa yang telah aku alami ini. Akupun
langsung bergegas kembali menjalankan tugasku sebagaimana mestinya.

Hari makin berangsur menuju pagi. Dan waktupun ikut berbicara, seolah-olah
membenarkan sang matahari untuk membuka matanya lebar-lebar. Rekan kerja shift pagi
satu-persatu berdatangan dan kepala ruanganpun ada diantaranya. Belum sempat kita
menginformasikan kegiatan dinas malam tadi, seorang dari rekan kami yang shift pagi
bertanya dengan pelan, “benarkah Tn. S meninggal tadi malam ?” gumamnya kepada
teman satu shiftku. Namun walaupun demikian pelannya apa yang ditanyakan tersebut,
membuat sontak rekan kerja yang lainpun mempertanyakan kebenarannya. Itulah reaksi
teman-teman kerjaku ketika mendengar apa yang terjadi dengan pasien yang loyal
terhadap Rumah Sakit kami. Dan kamipun menjelaskan apa yang terjadi pada pasien
tersebut dengan penuh rasa kehilangan dalam forum timbang terima antar shift. Dari
mulai hal yang besar hingga ke hal yang kecil, kami serahkan pada shift berikutnya sesuai

3
SOP timbang terima yang ada. Namun setelah semua itu selesai, aku dikagetkan oleh
panggilan suara atasanku. “Sep… jangan dulu pulang ya, ada yang harus dibicarakan !”,
“baik Pak”, dan aku menunggu atasanku diruang kerjanya. Beberapa menit kemudian,
atasanku dating keruang kerjanya. “Jadi begini…” tampak helaan nafas yang
mengembangkan rongga dadanya, seperti ingin mengungkapkannya dengan penuh kehati-
hatian. “Mulai besok, Asep tidak dinas disini lagi. Dan Asep harus mengelola satu
ruangan sendiri”, saat itu aku masih belum memahami apa arti dari kata-kata yang
disampaikannya, dan kalaupun memahami aku takut salah apa yang aku fahami ini.
Dengan sedikit mengerlingkan mataku, aku balik bertanya. “Maksudnya…?” tanyaku
dengan keterpakuanku. “Yaa… maksudnya, Asep mulai besok tidak lagi menjadi perawat
pelaksana di lantai 5, tetapi Asep harus sudah memimpin unit yang lain. Yaa… kepala
ruangan”, jawab atasanku sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya “selamt ya…”
aku masih dengan sikap heranku atas berita yang baru saja aku dengar. Saat itu aku masih
berfikir, “tadi malam aku mendapatkan do’a yang sangat ikhlas dari pasienku, dan
sekarang aku mendapatkan berita yang cukup mengagetkanku, bahagia campur
ketidakpercayaan,” aku belum bias berkata-kata dengan semua ini. Dalam termenungku,
aku dikagetkan oleh atasanku,”heyyy… ayo cepat kepala bidang keperawatan menunggu
kamu, nanti disana lebih jelasnya.” Dalam bungkamnya mulut dan hatiku, akupun
bergegas untuk menemui kepala bidang keperawatan. Setiba di ruangan bidang
keperawatan, aku disambut dengan hangat oleh orang-orang yang penuh komitmen
terhadap profesinya tersebut. Aku orangnya pemalu, tapi aku orang yang tegas dalam
mengambil keputusan. Aku langsung menghampiri kepala bidang keperawatan, dan aku
dipersilahkan untuk duduk dihadapannya. Bla… bla… bla… bla… kepala bidang
menyampaikan untuk apa tujuannya aku dipanggil kesitu. Dari mulai kelebihanku,
kekuranganku, prestasiku hingga sikapku selama ini. Dan ujungnya adalah berita aku
menjadi kepala ruangan di Ibnu Sina Lantai 3. Walaupun dalam perbincangan itu sempat
aku melontarkan ketidak sannggupanku, namun keputusan sudah berbicara. Dan aku
mulai besok menjalani hariku dengan amanh tanggung jawab yang berat. Setelah selesai,
perbincangan tersebut, aku pamitan dari ruangan bidang keperawatan. Dalam hatiku, “aku
bahagia, aku sedih, aku menolak atas keputusan ini, aku bingung apa yang harus aku
lakukan ketika menjadi seorang kepala ruangan, harus bagaiman mengelola manusia-
manusia yang bermacam-macam sikap dan sifatnya, aku pasrahhhh….. dan aku
melangkahkan kakiku ke mesjid, berwudlu aku. Aku menangis lagi…. Berbagai macam
pertanyaan aku sampaikan kepada-Nya… Dan terakhir pertanyaanku,”Inikah jawaban

4
do’a pasienku tadi malam ?” Allah Maha Tahu atas yang terjadi terhadap hamba-Nya…
Dan mulai saat itu aku bertekad untuk bekerja lebih baik lagi di Rumah Sakit Al Islam
Bandung.

Vous aimerez peut-être aussi