Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Alfin Pratama
(150206003)
3.1 PSIK
DOSEN PEMBIMBING
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat
menyelesaikan Proposal Mini ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Glaukoma”.
Penulisan Proposal mini ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Riset
Keperawatan Proposal ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik
secara moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Jek Amidos Pardede, M.kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners
5. Ns. Amila, M.Kep, Sp.Kep.MB,Selaku Dosen Sistem Persepsi Sensori Universitas
Sari Mutiara Indonesia
6. Ns. Elida Sinuraya, M.Kep Selaku Dosen Sistem Persepsi Sensori Universitas Sari
Mutiara Indonesia
7. Ns. Adventy, M.Kep Dosen Sistem Persepsi Sensori Universitas Sari Mutiara
Indonesia
8. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
9. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
Saya menyadari bahwa proposal mini ini masih banyak kekurangan, dengan demikian saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan proposal mini ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata
saya mengucapkan terimah kasih.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu panca indra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan sempitnya
lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segla indranya saja
mendapat kesempatan kerja termasuk matanya. Mata merupakan anggota badan yang
sangat peka. Trauma seperti debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah
cukup untuk menibulkan gangguan yang hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat
enimbulkan penyakit yang sangat gawat. Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma.
Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita
kebutuhan 16% diantaranya disebabkan karena glaukoma, dan sekitar 0,2%
kebutuhan di Indonesia disebabkan oleh penyakit ini. Sedangkan survei Departemen
Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa glaukoma menyumbang 0,45 atau sekitar
840.000 orang dari 210 juta pendududk penyebab kebutaan. Kondisi ini semakin
diperparah dengan pengetahuan dan kesadaraan masyarakat yang rendah akan bahaya
penyakit ini.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat
sejumlah 0,40% penderita glaukoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan
0,16% penduduk. Prevalansi penyakit mata utama di Indonesia adlah kelainan refraksi
24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%, konjungtivitis 1,74%, part kornea 0,34%,
glaukoma 0,40%, retinopati 0,17%, strabismus 0,12%,. Prevalensi dan penyebab buta
kedua mata adalah lensa 1,20%, glaukoma dan saraf kedua 0,16%, kelainan refraksi
0,11%, retina 0,09%, kornea 0,06%, lain-lain 0,03%, prevalansi total 1,47% (Ilyas,
2004).
Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang mendrita glaukoma. Di
antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan
hampir70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang tiap tahun. Untuk itu
kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan glaukoma
(smeltzer, 2001).
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi glaukoma
2. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma
3. Untuk mengetahui etiologi galukoma
4. Untuk mengetahui gambaran klinis glaukoma
5. Untuk mengetahui patofisiologi & pathway glaukoma
6. Untuk mengetahui komplikasi glaukoma
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penungjang pada glaukoma
9. Untuk mengetahui cara pemberian asuhan keperawatan pada pasien glaukoma
C. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi glaukoma
2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi glaukoma
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi galukoma
4. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran klinis glaukoma
5. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi & pathway glaukoma
6. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi glaukoma
7. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan glaukoma
8. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penungjang pada glaukoma
9. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemberian asuhan keperawatan pada pasien
glaukoma
BAB II
KONSEP TEORITIS
A. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berati hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma (Ilyas, 2006).
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996).
Jadi, Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang disebabkan oleh tingginya
tekanan bola mata sehingga menyebabkan rusaknya saraf optik yang membentuk
bagian-bagian retina retina dibelakang bola mata. Saraf optik menyambung jaringan-
jaringan penerima cahaya (retina) dengan bagian dari otak yang memproses informasi
pengelihatan.
B. Klasifikasi Glaukoma
Menurut Ilyas (2003) klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut:
a. Glaukoma primer
1. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%), yang meli[uti kedua
mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut
sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan
trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan
trabekular, saluran schleem, dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf
optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose
dangen pengingkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningakatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2. Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke
depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penmbahan cairan di ruang
posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari
penutupan yang tiba-tiba meningkatnya TIO, dspat berupa nyeri mata yang
berat, penglihatan yang kabur. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil,
bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder
Dimana glaukoma timbul akibat kelainan didalam bola mata, yang dapat
disebabkan (kelainan lensa, katarak immature, hipermatur dan dislokasi lensa;
kelainan uvea, uveitis anterior; trauma, hifema, inkarserasi iris; pasca bedah,
blokade pupil, goniosikenekia). Terjadi dari peradangan mata, perubahan
pembuluh darah dan trauma.
c. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah suatau dmana tekanan bola mata tidak normal.
Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara
15-20 mmHg. Glaukoma yang terjadi sejak lahir, ini terdapat lebih jarang dari
pada glaukoma pada orang dewasa. Glaukoma kongenital biasanya disebabkan
oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan
baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran
mata bayi, bagian depan mata berair dan berkabut dan peka terhadap cahaya.
d. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaokoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papilatrofi dengan
eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata
dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan
rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma
absolut dapat dengan memberikan sinar eta pada badan sliar, alkohol retrobuller
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.
C. Etiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut
humor aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik
posterior, melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata
melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan
yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan
tekanan.
1) Glaukoma primer
a) Glaukoma sudut terbuka
Pandangan kabur
Sakit kepala
Mual, muntah
Kedinginan
Demam baahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang sangat
2) Glaukoma sekunder
3) Glaukoma kongential
Gangguan penglihatan
E. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi Aqueos humor dan aliran keluar
Aqueos humor dari mata.TIO normal adalah 10- 21 mmHg dan dipertahankan selama
terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran Aqueos humor. Aqueos humor
diproduksi didalam badan siliar dan mengalir keluar melalui kanal Schelmn kedalam
sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan siliar
atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar Aqueos humor
evaluasi yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan
bertahap.Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea
sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik serta retina adalah irreversible
dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan. Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang.
F. Pathway
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid Jangka Panjang
Miopia
Trauma mata
Kebutaan
G. Komplikasi
Menurut Elizabeth (2009) komplikasi glaukoma terdiri dari :
1. Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma. Glaukoma penutupan sudut
akut adalah suatu kedaruratan medis.
2. Agen topikal yang digunakan untuk mengobati glaukoma dapat memiliki efek
sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa perubahan
kondisi jantung, pernapasan, atau neurologis.
3. Sinelia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar.
4. Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkakmendorong iris lebih jauh kedeapan yang akan menambah hambatan
pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
5. Atrofi retina dan saraf optik
Daya tahan saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk.
Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan
sel-sel ganglion.
H. Penatalaksanaan
1) Terapi Medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO (Tekanan Intra Okuler) terutama dengan
mengguakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi tubuh
a) Obat Sistemik
Asetazolamida, obat yang menghambat enzim karbonik anhidrase yang
akan mengakibatkan diuresis dan menurunkan sekresi cairan mata
sebanyak 60%, menurunkan tekanan bola mata. Pada permulaan
pemberian akan terjadi hipokalemia sementara. Dapat memberikan efek
samping hilangnya kalium tubuh parastesi, anoreksia, diarea,
hipokalemia, batu ginjal dan myopia sementara.
Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat
minum adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk
intravena adalah manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat
tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi.
I. Pemeriksaan Penunjang
1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
2) vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina
atau jalan optik.Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV,
massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
4) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
5) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK
6) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
7) Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
8) Tonometri : Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai mencurigakan
apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25
mmhg. (normal 12-25 mmHg). Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain
(Sidharta Ilyas, 2004) : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
9) Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik
yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan
pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
10) Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan
yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa
dengan tes konfrontasi.
11) Pemeriksaan Ultrasonografi..: Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas klien, meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, agama.
b. Keluhan utama , meliputi apa yang menjadi alasan utama klien masuk ke RS.
Biasanya klien akan mengeluhkan nyeri di sekitar atau di dalam bola mata.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang : meliputi apa-apa saja gejala yang dialami klien
saat ini sehingga menganggu aktivitas klien itu sendiri.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu : meliputi penyakit apa saja yang pernah dialami
klien sebelumnya, baik itu yang berhubungan dengan penyakit yang
dideritanya ataupun tidak.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga : meliputi riwayat penyakit yang pernah dialami
anggota keluarga.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar
keluar dari iris.
2) Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
3) Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata
yang lain.
4) Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure
≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut
normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul
goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut
dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA
akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.
2. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. POLA PERSEPSI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
Persepsi terhadap penyakit ; tanyakan bagaimana persepsi klien menjaga
kesehatannya. Bagaimana klien memandang penyakit glaukoma,
bagaimana kepatuhannya terhadap pengobatan.
Perlu ditanyakan pada klien, apakah klien mempunyai riwayat keluarga
dengan penyakit DM, hipertensi, dan gangguan sistem vaskuler, serta
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor, dan pernah terpancar
radiasi.
b. POLA NUTRISI/METABOLISME
Tanyakan menu makan pagi, siang dan malam
Tanyakan berapa gelas air yang diminum dalam sehari
Tanyakan bagaimana proses penyembuhan luka ( cepat / lambat )
Bagaimana nafsu makan klien
Tanyakan apakah ada kesulitan dan keluhan yang mempengaruhi makan
dan nafsu makan
Tanyakan juga apakah ada penurunan BB dalam 6 bulan terakhir Biasanya
pada klien yang mengalami glaukoma klien akan mengeluhkan mual
muntah
c. POLA ELIMINASI
Kaji kebiasaan defekasi
Berapa kali defekasi dalam sehari, jumlah, konsistensi, bau, warna dan
karekteristik BAB
Kaji kebiasaan miksi
Berapa kali miksi dalam sehari, jumlah, warna, dan apakah ada ada
kesulitan/nyeri ketika miksi serta apakah menggunakan alat bantu untuk
miksi
Klien dengan glaukoma, biasanya tidak memiliki gangguan pada pola
eliminasi, kecuali pada pasien yang mempunyai penyakit glukoma tipe
sekunder (DM, hipertensi).
d. POLA AKTIVITAS/LATIHAN
Menggambarkan pola aktivitass dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi
Tanyakan bagaimana kegiatan sehari-hari dan olahraga (gunakan table
gorden)
Aktivitas apa saja yang dilakukan klien di waktu senggang
Kaji apakah klien mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk,
nyeri dada. Data bisa didapatkan dengan mewawancara klien langsung
atau keluarganya ( perhatikan respon verbal dan non verbal klien )
Kaji kekuatan tonus otot
Penyakit glaukoma biasanya akan mengganggu aktivitas klien sehari-hari.
Karena, klien mengalami mata kabur dan sakit ketika terkena cahaya
matahari.
f. POLA KOGNITIF-PERSEPSI
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, penciuman.
Persepsi nyeri, bahasa dan memori
Status mentalBicara : - apakah klien bisa bicara dengan normal/ tak
jelas/gugup
Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memahami serta
keterampilan interaksi
Kaji juga anxietas klien terkait penyakitnya dan derajatnya
Pendengaran : DBN / tidak
Peglihatan :DBN / tidak
Apakah ada nyeri : akut/ kronik. Tanyakan lokasi nyeri dan intensitas
nyeri
Bagaimana penatalaksaan nyeri, apa yang dilakukan klien untuk
mengurangi nyeri saat nyeri terjadi
Apakah klien mengalami insensitivitass terhadap panas/dingin/nyeri
Klien dengan glaukoma pasti mengalami gangguan pada indera
penglihatan. Pola pikir klien juga terganggu tapi masih dalam tahap yang
biasa.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) yang ditandai
dengan mual muntah.
2. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan, gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang
progresif.
3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan,
adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadaian hidup.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar ) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan berhubungan dengan terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, salah interprestasi ditandai dengan pertanyaan, pertanyaan salah
persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
C. Rencana Tindakan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri Setelah dilakukan a. Kaji tipe, intensitas, a. Mengenal berat
berhubungan tindakan dan lokasi nyeri ringannya nyeri dan
dengan keperawatan selama menentukan terapi
peningkatan 1 x 24 jam b. Pantau derajat nyeri b. Untuk
tekanan diharapakan nyeri mata setiap 30 mentit mengidentifikasi
intraokuler hilang/ berkurang selama masa akut kemajuan atau
(TIO) yang dengan Kriteria penyimpanan dari
ditandai Hasil: hasil yang
dengan mual Klien dapat diharapkan.
muntah. mengidentifikasi c. Pertahankan istirahat c. Mengurangi
penyebab nyeri di tempat tidur dalam rangsangan terhadap
Klien ruangan yang tenang syaraf sensori dan
menyebutkan dan gelap dengan mengurangi TIO
faktor-faktor kepala ditinggikan
yang dapat 30° atau dalam posisi
meningkatkan nyaman
nyeri d. Berikan lingkungan d. Stress dan sinar
Klien mampu yang nyaman menimbulkan TIO
melakukan yang mencetuskan
tindakan untuk nyeri
mengurangi e. Anjurkan tehnik e. Keadaan rileks dapat
nyeri. relaksasi. mengurangi nyeri.
Ekspresi wajah f. Kolaborasi tentang f. untuk mengurangi
rileks pemberian analgesic nyeri
D. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan glaukoma adalah :
1) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) yang
ditandai dengan mual muntah.
dengan KE :
- Mengungkapkan metode yang memberikan penghilangan
- Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan.
2) Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan, gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang
pandang progresif.
dengan KE :
- Mengidentifikasikan tipe perubahan visual yang dapat terjadi saat TIO
meningkat di atas level aman
- Mencari bantuan saat terjadi perubahan visual
- Mendapatkan kembali dan mempertahankan visus normal dengan
pengobatan.
3) Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan,
adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadaian hidup.
dengan KE:
- Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
- Menggunakan sumber secara efektif
4). Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar ) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan berhubungan dengan terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, salah interprestasi ditandai dengan pertanyaan, pertanyaan salah
persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat
dicegah.
dengan KE:
- Mengidetifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpualan
Glaukoma adalah suatu tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup
besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan kelainan
lapang pandang (RS Mata dr. YAP, 2009). Glaukoma adalah suatu penyakit yang
memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan
papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata (Ilyas,2006).
Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus pasien dengan glaukoma ada 4, yaitu :
B. Saran
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. jakarta: EGC
Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 buku II.
Jakarta: EGC