Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

a. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya

disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,

kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001)

Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005)

fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan

atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan

sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis

bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan

lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur

tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan

bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan

kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun

trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.

b. Etiologi

a) Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba

berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan

tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang

terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada

1
kulit.

b) Akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan

benda lain akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari

atau calon tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.

c) Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut

lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

c. Tanda Dan Gejala

a) Nyeri

Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau

kerusakan jaringan sekitarnya.

b) Bengkak

Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah

fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.

c) Memar

Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.

d) Spasme otot

Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e) Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,

paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.

f) Mobilisasi abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya

tidak terjadi pergerakan.


g) Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.

h) Deformitas

Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

d. Patofisiologi

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup

bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah

perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak

sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.

Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih

dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat

tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang

disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami

remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau

penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di

tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan

kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat

anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.

Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2002)

e. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma


b) Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d) Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna

pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.

e) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

f) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan

transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera

atau tindakan pembedahan.

f. Komplikasi

Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam

beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam

atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi

ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi

dari fraktur femur yaitu:

a) Syok

Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik

kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan

ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas,

toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat

vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar

sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.

b) Emboli lemak

Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau

cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa
muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk

ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan

kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien

akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak

dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit

membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil

yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya

yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu

setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan

pireksia.

c) Sindrom Kompertemen

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi

peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di

dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra

kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan

tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi

jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf

dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot

individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen

ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut

nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di

anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama

mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.

d) Nekrosis avaskular tulang

Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan

iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler

ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os.

Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).


e) Atropi Otot

Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai

ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik

yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil.

Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan

(disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke

jaringan otot (Suratum, dkk, 2008).

g. Penatalaksanaan

Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi

serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :

a) Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi

karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan

kuat pasien mengalami fraktur.

b) Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan

bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.

c) Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini

tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli

dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada

posisi semula.

d) Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan

dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap

stabil.

e) Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.

f) Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post

operasi.

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan


tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa

penyembuhan patah tulang (imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :

a) Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden

period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka,

exici, hecting situasi, antibiotik.

Ada beberapa prinsipnya yaitu :

 Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang

membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.

 Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang

memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,

menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan

perdarahan besar dengan klem.

 Pemberian antibiotika.

 Debridement dan irigasi sempurna.

 Stabilisasi.

 Penutup luka.

 Rehabilitasi.

 Life saving

Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita

dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang

serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya

patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali

tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life

saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.

 Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.


Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut

terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6

jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium

kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah

menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka

harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir

penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi

prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan

prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,

penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.

 Pemberian antibiotika

Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi

tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang

tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar.

Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram

positif maupun negatif.

 Debridemen dan irigasi

Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah

terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.

Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka

dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan

maupun tanpa tekanan.

 Stabilisasi.

Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi

fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah

tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat

dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk

derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus


sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi

penderita.

b) Seluruh Fraktur

 Rekognisis/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya.

 Reduksi/Manipulasi/Reposisi

 Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting

tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya

dan rotasfanatomis.

 OREF

Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan

cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and

external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang

baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi

fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa

penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka

dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan

radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-

latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama

penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang

secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ

anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional

(tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).

 ORIF

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal

fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk


mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak

mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail

biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur

tranvers.

 Retensi/Immobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah

fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi

kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat

digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna

untuk mengimobilisasi fraktur.

 Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya

diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan

imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status

neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,

gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada

tanda gangguan neurovaskuler.


h. Pathway
B. Rencana Asuhan Klien Dengan Fraktur Femur

a. Pengkajian

a) Pemeriksaan fisik : data fokus

1. Primery survey

a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan

atau obstruksi,

b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas

teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara

napas vesikuler,

c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah

dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan,

sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik

apabila ada perdarahan.

d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor

apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla

spinalis.

e. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka

laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin

menegang.

2. Secondary survey

a. Fokus Asesment

1. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga,

dan mulut. Temuan yang dianggap kritis:

Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya

Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?

Robekan/laserasi pada kulit kepala?

Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?

Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?


Battle sign dan racoon eyes?

2. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher

bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena

jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit

3. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot

asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap

kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan

gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau melemah,

gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak

adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).

4. Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,

lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen.

Temuan yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising

usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness.

5. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri

tekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri

tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik

6. Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka

laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut

nadi, fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang dianggap

kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi,

menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.

7. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,

pernafasan dan tekanan darah.

Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma

Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA NIC-NOC, 2015: 317 [45])


a) Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau

digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International

Association for the study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.

b) Batasan karakteristik

1) Perubahan selera makan

2) Perubahan tekanan darah

3) Perubahan frekuensi jantung

4) Perubahan frekuensi pernapasan

5) Laporan isyarat

6) Diaforesis

7) Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari orang lain

dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)

8) Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, merengek, menangis)

9) Masker wajah (mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan

mata berpencar atau tetap pada satu focus meringis)

10) Sikap melindungi area nyeri

11) Fokus menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan proses

berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

12) Indikasi nyeri yang dapat diamati

13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

14) Sikap tubuh melindungi

15) Dilatasi pupil

16) Melaporkan nyeri secara verbal

17) Gangguan tidur

c) Faktor yang berhubungan

Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)


Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik (NANDA NIC-NOC, 2011: 472)

a) Definisi : keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada

tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatnya) :

Tingkat 0 : mandiri total

Tingkat 1 : memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu

Tingkat 2 : memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan,

pengawasan, atau pengajaran

Tingkat 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat

bantu

Tingkat 4 : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas

b) Batasan karaktersitik

Objektif

1. Penurunan waktu reaksi

2. Kesulitan membolak balik tubuh

3. Asyik dengan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya

peningkatan perhatian terhadap aktivitas orang lain, perilaku

mengendalikan, berfokus pada kondisi sebelum sakit atau

ketunadayaan aktivitas)

4. Dispnea saat beraktivitas

5. Perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktivitas dan kecepatan

berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan

dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke

samping)

6. Pergerakan menyentak

7. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik

halus

8. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar

9. Keterbatasan rentang pergerakan sendi


10. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan

11. Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas

kehidupan sehari-hari)

12. Melambatnya pergerakan

13. Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi

c) Faktor yang berhubungan

1. Intoleransi aktivitas

2. Perubahan metabolism selular

3. Ansietas

4. Indeks masa tubuh di atas perentil ke 75 sesuai usia

5. Gangguan kognitif

6. Konstraktur

7. Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia

8. Fisik tidak bugar

9. Penurunan ketahanan tubuh

10. Penurunan kendali otot

11. Penurunan massa otot

12. Malnutrisi

13. Gangguan muskuloskeletal

14. Gangguan neuromuskular, nyeri

15. Agens obat

16. Penurunan kekuatan otot

17. Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik

18. Keadaan mood depresif

19. Keterlambatan perkembangan

20. Ketidaknyamanan

21. Disuse, kaku sendi

22. Kurang dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial)

23. Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler


24. Kerusakan integritas struktur tulang

25. Program pembatasan gerak

26. Keengganan memulai pergerakan

27. Gaya hidup monoton

28. Gangguan sensori perseptual


c. Perencanaan

N Diagnosa
Tujuan dan criteria Hasil Intervensi
o Keperawatan
1 Nyeri NOC : NIC :

 Pain Level, PAIN MANAGEMENT

Definisi :  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri

Sensori yang  Comfort level secara komprehensif termasuk

tidak Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,

menyenangkan  Mampu frekuensi, kualitas dan faktor

dan pengalaman mengontrol nyeri presipitasi

emosional yang (tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal

muncul secara nyeri, mampu dari ketidaknyamanan

aktual atau menggunakan  Gunakan teknik komunikasi

potensial tehnik terapeutik untuk mengetahui

kerusakan nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien

jaringan atau untuk mengurangi  Kaji kultur yang

menggambarkan nyeri, mencari mempengaruhi respon nyeri

adanya kerusakan bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri

(Asosiasi Studi  Melaporkan masa lampau

Nyeri bahwa nyeri  Evaluasi bersama pasien dan

Internasional): berkurang dengan tim kesehatan lain tentang

serangan menggunakan ketidakefektifan kontrol nyeri

mendadak atau manajemen nyeri masa lampau

pelan  Mampu  Bantu pasien dan keluarga

intensitasnya dari mengenali nyeri untuk mencari dan

ringan sampai (skala, intensitas, menemukan dukungan

berat yang dapat frekuensi dan  Kontrol lingkungan yang

diantisipasi tanda nyeri) dapat mempengaruhi nyeri


dengan akhir  Menyatakan rasa seperti suhu ruangan,

yang dapat nyaman setelah pencahayaan dan kebisingan

diprediksi dan nyeri berkurang  Kurangi faktor presipitasi

dengan durasi  Tanda vital dalam nyeri

kurang dari 6 rentang normal  Pilih dan lakukan penanganan

bulan. nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter

Batasan personal)

karakteristik :  Kaji tipe dan sumber nyeri

- Laporan untuk menentukan intervensi

secara verbal  Ajarkan tentang teknik non

atau non farmakologi

verbal  Berikan analgetik untuk

- Fakta dari mengurangi nyeri

observasi  Evaluasi keefektifan kontrol

- Posisi nyeri

antalgic  Tingkatkan istirahat

untuk  Kolaborasikan dengan dokter

menghindari jika ada keluhan dan tindakan

nyeri nyeri tidak berhasil

- Gerakan  Monitor penerimaan pasien

melindungi tentang manajemen nyeri

- Tingkah laku

berhati-hati

- Muka topeng Analgesic Administration

- Gangguan  Tentukan lokasi, karakteristik,

tidur (mata kualitas, dan derajat nyeri

sayu, tampak sebelum pemberian obat


capek, sulit  Cek instruksi dokter tentang

atau gerakan jenis obat, dosis, dan frekuensi

kacau,  Cek riwayat alergi

menyeringai)  Pilih analgesik yang

- Terfokus diperlukan atau kombinasi dari

pada diri analgesik ketika pemberian

sendiri lebih dari satu

- Fokus  Tentukan pilihan analgesik

menyempit tergantung tipe dan beratnya

(penurunan nyeri

persepsi  Tentukan analgesik pilihan,

waktu, rute pemberian, dan dosis

kerusakan optimal

proses  Pilih rute pemberian secara IV,

berpikir, IM untuk pengobatan nyeri

penurunan secara teratur

interaksi  Monitor vital sign sebelum

dengan orang dan sesudah pemberian

dan analgesik pertama kali

lingkungan)  Berikan analgesik tepat waktu

- Tingkah laku terutama saat nyeri hebat

distraksi,  Evaluasi efektivitas analgesik,

contoh : tanda dan gejala (efek

jalan-jalan, samping)

menemui

orang lain

dan/atau

aktivitas,
aktivitas

berulang-

ulang)

- Respon

autonom

(seperti

diaphoresis,

perubahan

tekanan

darah,

perubahan

nafas, nadi

dan dilatasi

pupil)

- Perubahan

autonomic

dalam tonus

otot

(mungkin

dalam

rentang dari

lemah ke

kaku)

- Tingkah laku

ekspresif

(contoh :

gelisah,

merintih,
menangis,

waspada,

iritabel, nafas

panjang/berk

eluh kesah)

- Perubahan

dalam nafsu

makan dan

minum

Faktor yang

berhubungan :

Agen injuri

(biologi, kimia,

fisik, psikologis)

2 Kerusakan NOC : Tissue Integrity : NIC : Pressure Management

integritas kulit Skin and Mucous  Anjurkan pasien untuk

Membranes menggunakan pakaian yang

Definisi : Kriteria Hasil : longgar

Perubahan pada  Integritas kulit  Hindari kerutan padaa

epidermis dan yang baik bisa tempat tidur

dermis dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar

(sensasi, tetap bersih dan kering

Batasan elastisitas,  Mobilisasi pasien (ubah

karakteristik : temperatur, posisi pasien) setiap dua

- Gangguan hidrasi, jam sekali

pada pigmentasi)
bagian  Tidak ada  Monitor kulit akan adanya

tubuh luka/lesi pada kemerahan

- Kerusaka kulit  Oleskan lotion atau

n lapisa  Perfusi jaringan minyak/baby oil pada derah

kulit baik yang tertekan

(dermis)  Menunjukkan  Monitor aktivitas dan

- Gangguan pemahaman mobilisasi pasien

permukaa dalam proses  Monitor status nutrisi

n kulit perbaikan kulit pasien

(epidermi dan mencegah  pasien dengan sabun dan air

s) terjadinya hangat

Faktor yang sedera berulang

berhubungan :  Mampu

Eksternal : melindungi kulit

- Hipertermia dan

atau mempertahanka

hipotermia n kelembaban

- Substansi kulit dan

kimia perawatan alami

- Kelembaban

udara

- Faktor

mekanik

(misalnya :

alat yang

dapat

menimbulkan

luka,
tekanan,

restraint)

- Immobilitas

fisik

- Radiasi

- Usia yang

ekstrim

- Kelembaban

kulit

- Obat-obatan

Internal :

- Perubahan

status

metabolik

- Tulang

menonjol

- Defisit

imunologi

- Faktor yang

berhubungan

dengan

perkembanga

- Perubahan

sensasi

- Perubahan

status nutrisi
(obesitas,

kekurusan)

- Perubahan

status cairan

3 Kurang NOC : NIC :

Pengetahuan  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process

process 1. Berikan penilaian tentang

Definisi :  Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien

Tidak adanya atau Behavior tentang proses penyakit yang

kurangnya Kriteria Hasil : spesifik

informasi kognitif  Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari

sehubungan menyatakan penyakit dan bagaimana hal ini

dengan topic pemahaman tentang berhubungan dengan anatomi

spesifik. penyakit, kondisi, dan fisiologi, dengan cara

prognosis dan yang tepat.

Batasan program 3. Gambarkan tanda dan gejala

karakteristik : pengobatan yang biasa muncul pada

memverbalisasika  Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang

n adanya masalah, mampu tepat

ketidakakuratan melaksanakan 4. Gambarkan proses penyakit,

mengikuti prosedur yang dengan cara yang tepat

instruksi, perilaku dijelaskan secara 5. Identifikasi kemungkinan

tidak sesuai. benar penyebab, dengna cara yang

 Pasien dan keluarga tepat

mampu 6. Sediakan informasi pada

Faktor yang menjelaskan pasien tentang kondisi, dengan

berhubungan : kembali apa yang cara yang tepat

keterbatasan dijelaskan 7. Hindari harapan yang kosong


kognitif, perawat/tim 8. Sediakan bagi keluarga

interpretasi kesehatan lainnya informasi tentang kemajuan

terhadap pasien dengan cara yang tepat

informasi yang 9. Diskusikan perubahan gaya

salah, kurangnya hidup yang mungkin

keinginan untuk diperlukan untuk mencegah

mencari komplikasi di masa yang akan

informasi, tidak datang dan atau proses

mengetahui pengontrolan penyakit

sumber-sumber 10. Diskusikan pilihan terapi atau

informasi. penanganan

11. Dukung pasien untuk

mengeksplorasi atau

mendapatkan second opinion

dengan cara yang tepat atau

diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan

sumber atau dukungan,

dengan cara yang tepat

13. Rujuk pasien pada grup atau

agensi di komunitas lokal,

dengan cara yang tepat

4 Defisit Volume NOC: NIC :

Cairan  Fluid balance  Fluid

Definisi :  Hydration managemen

Penurunan cairan  Nutritional Status : t

intravaskuler, Food and Fluid  Timbang popok/pembalut jika

interstisial, Intake diperlukan


dan/atau Kriteria Hasil :  Pertahankan catatan intake dan

intrasellular. Ini  Mempertahankan output yang akurat

mengarah ke urine output sesuai  Monitor status hidrasi (

dehidrasi, dengan usia dan kelembaban membran

kehilangan cairan BB, BJ urine mukosa, nadi adekuat, tekanan

dengan normal, HT normal darah ortostatik ), jika

pengeluaran  Tekanan darah, diperlukan

sodium nadi, suhu tubuh  Monitor hasil lAb yang sesuai

dalam batas normal dengan retensi cairan (BUN ,

Batasan  Tidak ada tanda Hmt , osmolalitas urin )

Karakteristik : tanda dehidrasi,  Monitor vital sign

- Kelemahan Elastisitas turgor  Monitor masukan makanan /


- Haus kulit baik, membran cairan dan hitung intake kalori
- Penurunan mukosa lembab, harian
turgor tidak ada rasa haus  Kolaborasi pemberian cairan
kulit/lidah yang berlebihan IV
- Membran
 Monitor status nutrisi
mukosa/kulit
 Berikan cairan
kering
 Berikan diuretik sesuai
- Peningkatan
interuksi
denyut nadi,
 Berikan cairan IV pada suhu
penurunan
ruangan
tekanan darah,
 Dorong masukan oral
penurunan
 Berikan penggantian
volume/tekana
nesogatrik sesuai output
n nadi
 Dorong keluarga untuk
- Pengisian vena
membantu pasien makan
menurun
- Perubahan  Tawarkan snack ( jus buah,

status mental buah segar )

- Konsentrasi  Kolaborasi dokter jika tanda

urine cairan berlebih muncul

meningkat meburuk

- Temperatur  Atur kemungkinan tranfusi

tubuh

meningkat

- Hematokrit

meninggi

- Kehilangan

berat badan

seketika

(kecuali pada

third spacing)

Faktor-faktor

yang

berhubungan:

- Kehilangan

volume cairan

secara aktif

- Kegagalan

mekanisme

pengaturan

5 Resiko infeksi NOC : NIC :

 Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)

Definisi :
Peningkatan  Knowledge :  Bersihkan lingkungan setelah

resiko masuknya Infection control dipakai pasien lain

organisme  Risk control  Pertahankan teknik isolasi

patogen Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu

 Klien bebas dari  Instruksikan pada pengunjung

Faktor-faktor tanda dan gejala untuk mencuci tangan saat

resiko : infeksi berkunjung dan setelah

- Prosedur  Mendeskripsikan berkunjung meninggalkan

Infasif proses penularan pasien

- Ketidakcuku penyakit, factor  Gunakan sabun antimikrobia


pan yang untuk cuci tangan
pengetahuan mempengaruhi  Cuci tangan setiap sebelum
untuk penularan serta dan sesudah tindakan
menghindari penatalaksanaann kperawtan
paparan ya,
 Gunakan baju, sarung tangan
patogen  Menunjukkan sebagai alat pelindung
- Trauma kemampuan untuk
 Pertahankan lingkungan
- Kerusakan mencegah
aseptik selama pemasangan
jaringan dan timbulnya infeksi
alat
peningkatan  Jumlah leukosit
 Ganti letak IV perifer dan line
paparan dalam batas
central dan dressing sesuai
lingkungan normal
dengan petunjuk umum
- Ruptur  Menunjukkan
 Gunakan kateter intermiten
membran perilaku hidup
untuk menurunkan infeksi
amnion sehat
kandung kencing
- Agen farmasi
 Tingktkan intake nutrisi
(imunosupres
 Berikan terapi antibiotik bila
an)
perlu
- Malnutrisi

- Peningkatan Infection Protection (proteksi

paparan terhadap infeksi)

lingkungan  Monitor tanda dan gejala

patogen infeksi sistemik dan lokal

- Imonusupresi  Monitor hitung granulosit,

- Ketidakadeku WBC

atan imum  Monitor kerentanan terhadap

buatan infeksi

- Tidak  Batasi pengunjung

adekuat  Saring pengunjung terhadap


pertahanan penyakit menular
sekunder  Partahankan teknik aspesis
(penurunan pada pasien yang beresiko
Hb,
 Pertahankan teknik isolasi k/p
Leukopenia,
 Berikan perawatan kuliat pada
penekanan
area epidema
respon
 Inspeksi kulit dan membran
inflamasi)
mukosa terhadap kemerahan,
- Tidak
panas, drainase
adekuat
 Ispeksi kondisi luka / insisi
pertahanan
bedah
tubuh primer
 Dorong masukkan nutrisi yang
(kulit tidak
cukup
utuh, trauma
 Dorong masukan cairan
jaringan,
 Dorong istirahat
penurunan
 Instruksikan pasien untuk
kerja silia,
minum antibiotik sesuai resep
cairan tubuh  Ajarkan pasien dan keluarga

statis, tanda dan gejala infeksi

perubahan  Ajarkan cara menghindari

sekresi pH, infeksi

perubahan  Laporkan kecurigaan infeksi

peristaltik)  Laporkan kultur positif

- Penyakit

kronik

6 Kecemasan NOC : NIC :

berhubungan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan

dengan - Koping kecemasan)

Faktor keturunan, Setelah dilakukan ● Gunakan pendekatan yang

Krisis situasional, asuhan selama menenangkan

Stress, perubahan ……………klien ● Nyatakan dengan jelas

status kesehatan, kecemasan teratasi dgn harapan terhadap pelaku

ancaman kriteria hasil: pasien

kematian, ❖ Klien mampu ● Jelaskan semua prosedur dan

perubahan konsep mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama

diri, kurang mengungkapkan prosedur

pengetahuan dan gejala cemas ● Temani pasien untuk

hospitalisasi ❖ Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan


mengungkapkan dan mengurangi takut

DO/DS: menunjukkan tehnik ● Berikan informasi faktual

- Insomnia untuk mengontol mengenai diagnosis, tindakan

- Kontak mata cemas prognosis

kurang ❖ Vital sign dalam ● Libatkan keluarga untuk

- Kurang batas normal mendampingi klien

istirahat ❖ Postur tubuh, ● Instruksikan pada pasien untuk

- Berfokus pada ekspresi wajah, menggunakan tehnik relaksasi

diri sendiri bahasa tubuh dan ● Dengarkan dengan penuh

- Iritabilitas tingkat aktivitas perhatian

- Takut menunjukkan ● Identifikasi tingkat kecemasan

- Nyeri perut berkurangnya ● Bantu pasien mengenal situasi

- Penurunan TD kecemasan yang menimbulkan kecemasan

dan denyut ● Dorong pasien untuk

nadi mengungkapkan perasaan,

- Diare, mual, ketakutan, persepsi

kelelahan ● Kelola pemberian obat anti

- Gangguan tidur cemas:........

- Gemetar

- Anoreksia,

mulut kering

- Peningkatan

TD, denyut

nadi, RR

- Kesulitan

bernafas

- Bingung

- Bloking dalam
pembicaraan

- Sulit

berkonsentrasi

7 Defisit perawatan NOC : NIC :

diri ❖ Self care : Activity Self Care assistane : ADLs

Berhubungan of Daily Living ▪ Monitor kemempuan klien

dengan : (ADLs) untuk perawatan diri yang

penurunan atau Setelah dilakukan mandiri.

kurangnya tindakan keperawatan ▪ Monitor kebutuhan klien

motivasi, selama …. Defisit untuk alat-alat bantu untuk

hambatan perawatan diri teratas kebersihan diri, berpakaian,

lingkungan, dengan kriteria hasil: berhias, toileting dan makan.

kerusakan ❖ Klien terbebas dari ▪ Sediakan bantuan sampai klien

muskuloskeletal, bau badan mampu secara utuh untuk

kerusakan ❖ Menyatakan melakukan self-care.

neuromuskular, kenyamanan ▪ Dorong klien untuk

nyeri, kerusakan terhadap kemampuan melakukan aktivitas sehari-

persepsi/ kognitif, untuk melakukan hari yang normal sesuai

kecemasan, ADLs kemampuan yang dimiliki.

kelemahan dan ❖ Dapat melakukan ▪ Dorong untuk melakukan

kelelahan. ADLS dengan secara mandiri, tapi beri

bantuan bantuan ketika klien tidak

DO : mampu melakukannya.

ketidakmampuan ▪ Ajarkan klien/ keluarga untuk

untuk mandi, mendorong kemandirian,

ketidakmampuan untuk memberikan bantuan

untuk berpakaian, hanya jika pasien tidak mampu


ketidakmampuan untuk melakukannya.

untuk makan, ▪ Berikan aktivitas rutin sehari-

ketidakmampuan hari sesuai kemampuan.

untuk toileting ▪ Pertimbangkan usia klien jika

mendorong pelaksanaan

aktivitas sehari-hari.

8 Gangguan NOC : NIC :

mobilitas fisik ❖ Joint Movement : Exercise therapy : ambulation

Berhubungan Active ▪ Monitoring vital sign

dengan : ❖ Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan

- Gangguan ❖ Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan

metabolisme ❖ Transfer ▪ Konsultasikan dengan terapi

sel performance fisik tentang rencana ambulasi

- Keterlembatan Setelah dilakukan sesuai dengan kebutuhan

perkembangan tindakan keperawatan ▪ Bantu klien untuk

- Pengobatan selama….gangguan menggunakan tongkat saat

- Kurang support mobilitas fisik teratasi berjalan dan cegah terhadap

lingkungan dengan kriteria hasil: cedera


- Keterbatasan ❖ Klien meningkat ▪ Ajarkan pasien atau tenaga

ketahan dalam aktivitas fisik kesehatan lain tentang teknik

kardiovaskuler ❖ Mengerti tujuan dari ambulasi

- Kehilangan peningkatan ▪ Kaji kemampuan pasien dalam

integritas mobilitas mobilisasi

struktur tulang ❖ Memverbalisasikan ▪ Latih pasien dalam

- Terapi perasaan dalam pemenuhan kebutuhan ADLs

pembatasan meningkatkan secara mandiri sesuai

gerak kekuatan dan kemampuan

- Kurang kemampuan ▪ Dampingi dan Bantu pasien

pengetahuan berpindah saat mobilisasi dan bantu

tentang ❖ Memperagakan penuhi kebutuhan ADLs ps.

kegunaan penggunaan alat ▪ Berikan alat Bantu jika klien

pergerakan Bantu untuk memerlukan.

fisik mobilisasi (walker) ▪ Ajarkan pasien bagaimana

- Indeks massa merubah posisi dan berikan

tubuh diatas 75 bantuan jika diperlukan

tahun percentil

sesuai dengan

usia

- Kerusakan

persepsi

sensori

- Tidak nyaman,

nyeri

- Kerusakan

muskuloskeleta

l dan
neuromuskuler

- Intoleransi

aktivitas/penur

unan kekuatan

dan stamina

- Depresi mood

atau cemas

- Kerusakan

kognitif

- Penurunan

kekuatan otot,

kontrol dan

atau masa

- Keengganan

untuk memulai

gerak

- Gaya hidup

yang menetap,

tidak

digunakan,

deconditioning

- Malnutrisi

selektif atau

umum

DO:

- Penurunan

waktu reaksi

- Kesulitan
merubah posisi

- Perubahan

gerakan

(penurunan

untuk berjalan,

kecepatan,

kesulitan

memulai

langkah

pendek)

- Keterbatasan

motorik kasar

dan halus

- Keterbatasan

ROM

- Gerakan

disertai nafas

pendek atau

tremor

- Ketidak

stabilan posisi

selama

melakukan

ADL

- Gerakan sangat

lambat dan

tidak

terkoordinasi
Daftar Pustaka

Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9

Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

M a n s j o e r , A . ( 2 0 0 0 ) . Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit

Mediaction.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi