Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis adalah penyakit yang tersebar luas di dunia dan juga termasuk
penyakit yang mematikan. Mycobacterium tuberculosis merupakan
mikroorganisme penyebab penyakit tuberkulosis. Menurut WHO pada tahun
2014 sebanyak 9 juta jiwa di dunia terinfeksi oleh Mycobacterium
tubercolosis, yang merupakan mikroorganisme penyebab penyakit
tuberkulosis.Menurut data statistik, setiap tahun terdapat 1,5 juta jiwa di dunia
meninggal akibat tuberkulosis. Indonesia merupakan negara urutan ke 3
terbanyak yang terjangkit penyakit tuberculosis setelah India dan Cina.

Tuberkulosis adalah salah satu dari sepuluh penyakit yang menyebabkan


angka kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2015 jumlahpenderita TB baru
di seluruh dunia sekitar 10,4 juta yaitu laki – laki 5,9 juta, perempuan 3,5 juta
dan anak – anak 1,0 juta. Diperkirakan 1.8 juta meninggal antara lain 1,4 juta
akibat TB dan0,4 juta akibat TB dengan HIV(WHO, 2016)

Mycobacterium tuberculosis, kuman penyebab tuberculosis merupakan kuman


bentuk basil dan memiliki sifat tahan asam, tumbuh lambat, dan sensitive
terhadap sinar ultra violet. Kuman ini terdapat pada ludah atau dahak pasien
tuberkulosis. Penyakit tuberculosis dapat ditularkan melalui udara ketika
pasien tersebut batuk, kemudian butir air ludah pasien berterbangan diudara
dan terhirup oleh orang yang sehat.

Penyakit tuberculosis selain menyerang paru-paru, kuman Mycobacterium


tuberculosis ini dapat menginfeksi hamper seluruh organ pada manusia,
termasuk otak, ginjal, tulang, persendian, gagal nafas dan bahkan sampai
mengalami kematian.Pasien lansia yang menderita TB paru juga akan
mengalami berbagai masalah keperawatan baik secara biologis, psikologis dan
sosial, antara lain bersihan jalan nafas yang tidak efektif, pola nafas yang tidak
efektif, gangguan pertukaran gas, cemas berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk bernafas.

Perawat dituntut memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam berbagai


bidang termasuk dalam pengelolaan pasien. Perawat menjalankan fungsi
dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberian asuhan keperawatan,
pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien,
manajer kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan komunikator dan pendidik
(Perry dan Potter, 2005). Peran perawat tersebut juga bisa diterapkan pada
pasien lansia yang mengalami TB Paru

Setiap tahun kesejahteraan hidup di Indonesia terus meningkat, hal ini terbukti
dari usia harapan hidup yang semakin tinggi, semakin meningkatnya keluarga
menengah keatas. Hal ini terjadi berkat bantuan pemerintah dan usaha dari
masyarakat sendiri untuk mengatasi kesulitan ekonomi.

Tetapi meningkatnya usia harapan hidup, yang menurut BPS tahun 2010
mencapai 74,7-63,7 tahun, di Indonesia berdampak pada banyaknya manusia
usia lanjut di Indonesia. Lanjut usia atau lansia di Indonesia pada tahun 2011
mencapai 10% dari total populasi, dan setiap tahun bertambah 450.000 jiwa.
Meningkatnya jumlah lansia ini akan berdampak bagi kehidupan lansia.

Lansia akan mengalami kemunduran dalam fisik, psikis, dan sosial dan
menyebabkan meningkatnya ketergantungan pada lansia. Hal ini dikarenakan
4 tahap yang dialami oleh lansia, yaitu: kelemahan, keterbatasan fungsional,
ketidakmampuan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan
proses kemunduran akibat proses penuaan. Proses penuaan merupakan suatu
kondisi yang wajar dan tidak dapat dihindari dalam fase kehidupan.

World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan


kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat
dalam konteks budaya dan system nilai yang ada yang terkait dengan tujuan,
harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang
sangat luas yang dipengaruhi kondisi fisik individu, psikologis, tingkat
kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Laporan ini disusun untuk memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga Tn.M secara langsung yang meliputi aspek biologis, psikologis,
social dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan secara
sistematis

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada keluarga Tn.M khususnya Ny.A dengan
Tuberculosis
b. Merumuskan dan menegakkan diagnose pada Ny.A dengan
Tuberkulosis Paru
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Ny.A dengan Tuberkulosis
Paru
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada keluarga Tn.M
khususnya Ny.A dengan Tuberkulosis Paru
e. Melakukan evaluasi pada keluarga Tn.M khususnya Ny.A dengan
Tuberkulosis Paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman M.
Tuberculosis atau dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Untuk
pemeriksaan bakterologis yang bisa mengidentifikasi kuman M.Tuberculosis
menjadi sarana untuk mendiagnosis TB Paru (Kementerian Kesehatan RI,
2014)

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi terutama menyerang parenkim paru. TB


paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. Tuberculosis masuk
kedalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013)

TB paru (Tuberculosis paru) merupakan penyakit infeksi menular pada sistem


pernapasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat
mengenai bagian paru (Hidayat, 2008).

2.2 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan
dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit TB Paru :
1. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
(+)
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberculosis aktif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru
BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas

2. Tuberculosis Ekstra Paru


TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
a. TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b. TBC ekstra-paru berat


Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran
kencing dan alat kelamin.

2.3 Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis


 Faktor Sosial Ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian,
lingkungan perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga
dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang
tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
 Status Gizi
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh
sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru.
Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara
miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

 Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi
demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi.
Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang
menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk
penyakit TB-Paru.

 Jenis Kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka
waktu setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-
Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak
terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan
akibat proses kehamilan dan persalinan.

Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok
tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab
TB-Paru.

 Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang
cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup
bersih dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan
mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

 Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan
partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan
pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat
meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran
pernafasan dan umumnya TB Paru. (Corwin,2009)

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan


keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari
diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan
mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala
keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah Upah Minimum Rata-
rata (UMR) akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga
mempunyai status nutrisi dan gizi yang kurang yang akan memudahkan
untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis
kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka
kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
(Adiatama,2000)

 Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko
untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,
bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok
meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
(Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki- laki dewasa, sedangkan
wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. (Darmanto,2007)

2.3 Etiologi
Agen infeksius utama, M.Tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar matahari.
M. bovis dan M. avium adalah kejadian yang jarang yang berkaitan dengan
terjadinya infeksi tuberculosis (Wijaya & Putri, 2013)

M. Tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceace yang mempunyai


berbagai genus, salah satunya adalah Mycobaterium dan salah satu
speciesnya adalah M.Tuberculosis. Bakteri ini berbahaya bagi manusia dan
mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Bakteri ini memerlukan
waktu untuk mitosis 12 – 24 jam. M. Tuberculosis sangat rentan terhadap
sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga dalam beberapa menit akan mati.
Bakteri ini juga rentan terhadap panas – basah sehingga dalam waktu 2 menit
yang berada dalam lingkungan basah sudah mati bila terkena air bersuhu
100°C. Bakteri ini juga akan mati dalam beberapa menit bila terkena alkhohol
70% atau Lysol 5% (Danusantoso, 2012)

M.Tuberculosis berbentuk batang berwarna merah dengan ukuran panjang1 -


10 mikron,dan lebar 0,2-0,6 mikron. Kuman ini mempunyai sifat tahan asam
(BTA) terhadap pewarnaan metode Ziehl Neelsen. Memerlukan media khusus
untuk biakan contoh media lowen stein Jensen dan media ogawa. Tahan
terhadap suhu rendah dan dapat mempertahankan hidup dalam jangka waktu
lama bersifat dorment( tidur dan tidak berkembang ) pada suhu 4°C -
70°C.Kuman bersifat sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar
ultraviolet.Jika terpapar langsung dengan sinar ultraviolet, sebagai besar
kuman akan mati dalam waktu beberapa menit.Kuman dalam dahak pada
suhu antara 30°C – 70°C akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
2.4 Pathway

2.5 Manifestasi Klinis


 Batuk. Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif,
(menghasilkan sputum).
 Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
 Sesak nafas (Dyspnea) : Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang
sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
 Nyeri dada : Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis)
 Demam :Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya
infeksi kuman yang masuk.
 Malaise (keadaan lesu) : Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu
makan)
 Berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam
2.6 Data Penunjang
1. Tes Tuberkulin
Tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensivitas tipe
lambat yang mencerminkan potensi sistem imun seseorang khususnya
terhadap M.Tuberculosis. Pada seseorang belum terinfeksi M.
tuberculosis, sistem imunitas seluler tentunya belum terangsang untuk
melawan M. tuberculosis maka tes tuberkulin hasilnya negatif. Sebaliknya
bila seseorang pernah terinfeksi M.Tuberculosis dalam keadaan normal
sistem imun ini sudah terangsang secara efektif 3 – 8 minggu setelah
infeksi primer dan tes tuberkulin menjadi positif.

2. Foto Rontgen Paru


Foto rontgen paru memegang peranan penting karena berdasar letak,
bentuk, luas dan konsistensi kelainan dapat diduga adanya lesi TB. Foto
rontgen paru dapat menggambarkan secara objektif kelainan anatomic
paru dan kelainan – kelainan bervariasi mulai dari bintik kapur, garis
fibrotic, bercak infiltrate, penarikan trakea, kavitas. Kelainan ini dapat
berdiri sendiri atau ditemukan bersama – sama.

3. Pemeriksaan Serologi
Berbeda dengan tes tuberkulin, tes serologi menilai Sistem Imunitas
Humoral (SIH) khususnya kemampuan produksi antibodi dari kelas IgG
terhadap sebuah antigen dalam M. tuberculosis. Bila seseorang belum
pernah terinfeksi M.Tuberculosis, SIH- nya belum diaktifkan maka tes
serologi negatif. Sebaliknya bila seseorang sudah pernah terinfeksi M.
tuberculosis, SIH- nya sudah membentuk IgG tertentu sehingga hasil tes
akan positif.

4. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi meliputi pemeriksaan dahak, sekret bronkus dan
bahan aspirasi cairan pleura. Pemeriksaan dahak antara lain pemeriksaan
mikroskopis, kultur dan tes resistensi. Tentunya nilai tertinggi
pemeriksaan dahak adalah hasil kultur yang positif, yakni yang tumbuh
adalah M.Tuberculosis yang sesungguhnya. Namun kultur ini tidak dapat
dilakukan di semua laboratorium di Indonesia dan pemeriksaan ini cukup
mahal dan memakan waktu yang lama sekitar 3 minggu. Oleh sebab itu
pemeriksaan dahak secara mikroskopis sudah dianggap cukup untuk
menentukan diagnosis TB dan sudah dibenarkan pemberian pengobatan
dalam rangka penyembuhan penderita TB (Danusantoso, 2012)

2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup
lama. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan. Menurut
Setiawati, dkk. (2012) secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana
untuk :
1) TB Paru tidak berat
Pada TB paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti b
tuberkulosis (OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap
intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyrazinamid (Z)
selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri
dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap
hari (4HR).

2) TB paru berat atau TB ekstrapulmonal


Pada TB berat (TB milier, meningitis, dan TB tulang) maka juga
diberikan Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan.
Jadi pada TBC berat biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi
4-5 obat selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan
Rifampisin selama 10 bulan lagi atau lebih, sesuai dengan
perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena resistensi obat,
maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah dan
ubah kombinasi OAT.
Obat anti Tuberculosis yang digunakan adalah :
1. Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
 Dosis terapi : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali
sehari
 Dosis profilaksis : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali
sehari
 Dosis maksimum : 300 mg/hari

2. Rifampisin ( R ) : selama 6-12 bulan


 Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
 Dosis maksimum : 600 mg/hari

3. Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama


 Dosis : 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali
sehari
 Dosis maksimum : 2 gram/hari

4. Etambutol (E) : selama 2-3 bulan pertama


 Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari diberikan sekali
atau 2 kali sehari
 Dosis maksimum : 1250 mg/hari

5. Streptomisin (S) : selama 1-2 bulan pertama


 Dosis : 15-40 mg/kg/hari diberikan sekali
sehari intra muskular
 Dosis maksimum : 1 gram/hari
Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : Tb
milier, meningitis Tb, endobronkial Tb, pleuritis Tb,
perikarditis Tb, peritonitis Tb. Boleh diberikan prednison 1-2
mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan
b. Penatalaksanaan Perawatan
1. Mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk meminum obat secara
teratur sesuai dengan ajuran dokter. Klien harus memahami bahwa
penyakit TB paru adalah penyakit menular dan cara yang efektif untuk
pencegahan penularan dan pengobatan adalah dengan meminum
semua obat yang diberikan secara teratur, untuk itu diperlukan
pengawas minum obat dan sebaiknya dari keluarga.

2. Mengetahui gejala samping obat selain harus tahu jadwal dan dosis
yang harus diminum Klien dan keluarga juga harus tahu efek samping
obat yang diminum dan tindakan apa yang harus dilakukan unuk
mengatasi efek samping obat tersebut.

3. Memberikan makanan yang bergizi / diet TKTP. Anorexia, penurunan


berat badan dan malnutrisi secara umum terjadi pada penyakit TB
paru. Untuk mengatasinya diantaranya dengan memberikan makan
dengan porsi kecil tapi sering, memberikan makanan tinggi kalori
tinggi protein yang harganya sesuai kemampuan, minum air hangat
untuk mengurangi mual dan mengurangi konsumsi makanan yang
dapat merangsang mual.

4. Memberikan waktu istirahat yang cukup pada anggota keluarga yang


sakit.

5. Tidak merokok. Merokok dapat mengganggu kerja siliaris,


meningkatkan sekresi bronchial dan menyebabkan inflamasi dan
hiperplasia membran mukosa serta mengurangi pembentukan
surfaktan, sehingga drainse bronchial mengalami kerusakan. Jika
merokok dihentikan, volume sputum menurun dan daya tahan
terhadap infeksi bronchial meningkat.
6. Tingkatkan oral Hygiene yang adekuat. Nafsu makan mungkin
menurun akibat bau sputum dan rasanya yang tertinggal dalam mulut.
Bersihkan mulut untuk merangsang nafsu makan.

7. Jika sputum terlalu kental untuk dapat dikeluarkan , ada baiknya


mengurangi viskositasnya dengan hidrasi yang adekuat ( banyak
minum ).

8. Berikan penjelasan tentang metode untuk membantu batuk secara


produktif (Smeltzer, Susan C & Bare, Brenda G. 2002)

2.8 Komplikasi
TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
yaitu :
1. Haemaptoe berat (perdarahan dari saluran nafas bagian bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronkhiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan Fibrosis (pembantukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorax (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

Vous aimerez peut-être aussi