Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Setiap tahun kesejahteraan hidup di Indonesia terus meningkat, hal ini terbukti
dari usia harapan hidup yang semakin tinggi, semakin meningkatnya keluarga
menengah keatas. Hal ini terjadi berkat bantuan pemerintah dan usaha dari
masyarakat sendiri untuk mengatasi kesulitan ekonomi.
Tetapi meningkatnya usia harapan hidup, yang menurut BPS tahun 2010
mencapai 74,7-63,7 tahun, di Indonesia berdampak pada banyaknya manusia
usia lanjut di Indonesia. Lanjut usia atau lansia di Indonesia pada tahun 2011
mencapai 10% dari total populasi, dan setiap tahun bertambah 450.000 jiwa.
Meningkatnya jumlah lansia ini akan berdampak bagi kehidupan lansia.
Lansia akan mengalami kemunduran dalam fisik, psikis, dan sosial dan
menyebabkan meningkatnya ketergantungan pada lansia. Hal ini dikarenakan
4 tahap yang dialami oleh lansia, yaitu: kelemahan, keterbatasan fungsional,
ketidakmampuan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan
proses kemunduran akibat proses penuaan. Proses penuaan merupakan suatu
kondisi yang wajar dan tidak dapat dihindari dalam fase kehidupan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada keluarga Tn.M khususnya Ny.A dengan
Tuberculosis
b. Merumuskan dan menegakkan diagnose pada Ny.A dengan
Tuberkulosis Paru
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Ny.A dengan Tuberkulosis
Paru
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada keluarga Tn.M
khususnya Ny.A dengan Tuberkulosis Paru
e. Melakukan evaluasi pada keluarga Tn.M khususnya Ny.A dengan
Tuberkulosis Paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman M.
Tuberculosis atau dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Untuk
pemeriksaan bakterologis yang bisa mengidentifikasi kuman M.Tuberculosis
menjadi sarana untuk mendiagnosis TB Paru (Kementerian Kesehatan RI,
2014)
2.2 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan
dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit TB Paru :
1. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
(+)
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberculosis aktif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru
BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas
Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi
demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi.
Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang
menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk
penyakit TB-Paru.
Jenis Kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka
waktu setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-
Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak
terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan
akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok
tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab
TB-Paru.
Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang
cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup
bersih dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan
mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan
partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan
pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat
meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran
pernafasan dan umumnya TB Paru. (Corwin,2009)
Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko
untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,
bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok
meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
(Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki- laki dewasa, sedangkan
wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. (Darmanto,2007)
2.3 Etiologi
Agen infeksius utama, M.Tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar matahari.
M. bovis dan M. avium adalah kejadian yang jarang yang berkaitan dengan
terjadinya infeksi tuberculosis (Wijaya & Putri, 2013)
3. Pemeriksaan Serologi
Berbeda dengan tes tuberkulin, tes serologi menilai Sistem Imunitas
Humoral (SIH) khususnya kemampuan produksi antibodi dari kelas IgG
terhadap sebuah antigen dalam M. tuberculosis. Bila seseorang belum
pernah terinfeksi M.Tuberculosis, SIH- nya belum diaktifkan maka tes
serologi negatif. Sebaliknya bila seseorang sudah pernah terinfeksi M.
tuberculosis, SIH- nya sudah membentuk IgG tertentu sehingga hasil tes
akan positif.
4. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi meliputi pemeriksaan dahak, sekret bronkus dan
bahan aspirasi cairan pleura. Pemeriksaan dahak antara lain pemeriksaan
mikroskopis, kultur dan tes resistensi. Tentunya nilai tertinggi
pemeriksaan dahak adalah hasil kultur yang positif, yakni yang tumbuh
adalah M.Tuberculosis yang sesungguhnya. Namun kultur ini tidak dapat
dilakukan di semua laboratorium di Indonesia dan pemeriksaan ini cukup
mahal dan memakan waktu yang lama sekitar 3 minggu. Oleh sebab itu
pemeriksaan dahak secara mikroskopis sudah dianggap cukup untuk
menentukan diagnosis TB dan sudah dibenarkan pemberian pengobatan
dalam rangka penyembuhan penderita TB (Danusantoso, 2012)
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup
lama. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan. Menurut
Setiawati, dkk. (2012) secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana
untuk :
1) TB Paru tidak berat
Pada TB paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti b
tuberkulosis (OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap
intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyrazinamid (Z)
selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri
dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap
hari (4HR).
2. Mengetahui gejala samping obat selain harus tahu jadwal dan dosis
yang harus diminum Klien dan keluarga juga harus tahu efek samping
obat yang diminum dan tindakan apa yang harus dilakukan unuk
mengatasi efek samping obat tersebut.
2.8 Komplikasi
TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
yaitu :
1. Haemaptoe berat (perdarahan dari saluran nafas bagian bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronkhiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan Fibrosis (pembantukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorax (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)