Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
pencegahan yang optimal. Insiden kanker kolon tertinggi di dunia adalah pria
Amerika keturunan Jepang yang tinggal di Hawai, sedangkan untuk kanker
rektum tertinggi adalah pria asal Hongaria. Kanker kolorektal menduduki
peringkat ke tiga dan sekaligus menjadi penyebab utama kematian ketiga di
Amerika Serikat (Desen, 2011). Kanker kolon rektal merupakan kanker jenis
kanker yang menduduki peringkat kedua dan hampir duapertiga dari semua
kusus yang ada di negara berkembang. Kanker kolorektal lebih sering terjadi
di negara-negara kaya, namun sekarang kasusnya meningkat di negara
berkembang (WHO, 1997). Angka kejadian kanker yang disediakan oleh
National Cancer Institute survelance, Epidemologi dan hasil akhir program
The North America Assotiation of Central Cancer Registries serta data
kematian dari National Center for Health Statistics, menyebutkan bahwa
pada tahun 2014 diperkiran 71.830 laki-laki dan 65.000 perempuan akan
terdiagnosis kanker kolorektal dan 26.270 laki-laki dan 24.040 perempuan
akan meninggal akibat dari kanker kolorektal (Siegel, 2014).
Kanker kolon dan rektum jenis adenokarsinoma sebagian besar berawal dari
lapisan epitel kolon dan rektum. Dimulai dengan adanya polip jinak
kemudian berkembang terus menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal bahkan meluas ke dalam struktur organ sekitarnya. Sel
kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang
lain dan paling sering terjadi ke hati (Corwin, 2009). Kanker kolorektal dapat
terjadi karena adanya proses interaksi yang komplek antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melalui
proses rentang waktu yang lama yang diakibatkan faktor lingkungan. Kondisi
ini yang dapat menimbulkan berbagai perubahan genetik yang kemudian
berkembang menjadi kanker.
Kanker kolon stadium dini tidak ada gejala yang jelas, namun setelah
penyakit berkembang ke tingkat lanjut akan timbul gejala klinis. Tanda iritasi
usus seperti sering buang air besar, diare atau konstipasi dan nyeri pada
abdomen. Tumor yang sudah mengalami ulserasi akan terjadi perdarahan dan
akan terlihat dari warna feses yang bercampur dengan darah seperti selai
hitam. Ileus merupakan suatu tanda lanjut dari kanker kolon yang disebabkan
oleh adanya ulserasi atau hiperplastik yang menginvasi kesekitar dinding usus
dan membuat lumen usus menyempit sehingga terjadi ileus. Massa di
abdominal akan terus tumbuh hingga batas tertentu didaerah abdomen
sehingga pada pemeriksaan palpasi akan mudah teraba (Desem, 2011).
Penatalaksanaan kanker kolon dan rektum saat ini yang paling efektif
adalah operasi. Terapi lain yang digunakan untuk pengobatan kanker kolon
dan rektum efektifitasnya masih kurang baik. Tindakan yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan reseksi secara radikal harus diupayakan
dengan tindakan reseksi paliatif. Efektifitas tindakan operasi radikal pada
kanker kolon memiliki survival 5 tahun atau sekitar 70% dan pada kanker
rektum sekitar 50%, namun efektifitas pada kanker stadium dini akan lebih
baik respon pengobatannya dari pada stadium lanjut. Kemoterapi umumnya
digunakan sebagai terapi adjuvan intra dan paska operasi dan dapat diberikan
pada pasien dengan stadium lanjut yang nonoperabel. Beberapa obat yang
digunakan untuk kemoterapi kanker kolon dan rektum adalah golongan
fluorourasil, nitrousourea, dan saat ini banyak yang menggunakan xeloda,
oksaliplatin, irinotekan, C225, avastin dan lain-lain. Penatalaksanaan lain
adalah dengan terapi radioterapi. Terapi ini dapat digunakan untuk terapi pre,
paska atau intra operasi radikal karsinoma rektum. Tujuan radioterapi ini
untuk memperkuat kontrol lokal dan mengurangi angka rekuensi lokal serta
meningkatkan survival. Terapi radioterapi murni memiliki angka survival 5
tahun hanya sekitar 5-10%. Upaya rekurensi paska operasi dan metastase jauh
dapat diberikan terapi radioterapi selektif untuk mengurangi gejala. Terapi
biologis untuk kanker kolon masih dalam tingkat penelitian secara klinis.
Penggunaan sitokin, antibodimonoklonal, imunostimulator, dan vaksen
protein masih pada tahap eksplorasi. Semua tindakan penatalaksanaan
pengobatan untuk kanker kolon saat ini belum memiliki efektifitas yang pasti
(Desen, 2011).
Tindakan operasi reseksi pada kanker kolon dan rektum yang disertai
dengan prosedur tindakan laparotomi sering diakhiri dengan pembuatan
stoma. Stoma merupan suatu tindakan dengan membuat lubang pada dinding
perut atau abdomen yang berfungi sebagai tempat untuk mengeluarkan
kotoran feses atau urin (Kozier & Erb, 2009). Insiden pasien yang dilakukan
pembuatan stoma di Inggris mencapai 20.000 pasien per tahun, yang terdiri
dari pasien dengan kolostomi 11.800 kasus, ileostomi 6.500 kasus dan 2.300
kasus dengan urostomi (Coloplast dikutip oleh Choudhri, 2005).
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pelayanan Kesehatan
diharapkan menambah pengetahuan dan kompetensi perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan kanker kolon melalui
pendekatan teori keperawatan, EBN dan inovasi sebagai bahan pemikiran
dan pertimbangan dalam peningkatan kualitas pelayanan keperawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 menguraikan tentang tinjauan pustaka yang akan membahas
tentang perspektif teoritik dan kajian pustaka yang relevan terkait dengan asuhan
keperawatan pada kanker kolon melalui pendekatan teori peaceful end of life, dan
edukasi perawatan kolostomi.
Secara anatomis posisi rektum berada sejajar dengan vertebra sakrum ketiga
sampai dengan garis anorektal. Rektum terbagi menjadi dua bagian yaitu;
bagian ampula dan spincter. Bagian spinter dinamakan annulus hemoroidalis
yang dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fascia coli dari fascia supra
ani. Bagian ampula terbentang mulai dari vertebra sakrum ke-3 sampai
diagfragma pelvis pada insersio muskuluslevator ani. Panjang rektum sekitar
12-15cm dengan keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid junction, dan 35
cm pada daerah ampula. Dinding rektum mempunyai 4 lapisan yaitu;
mukosa, submukosa, muskularis dan lapisan serosa (Price & Wilson, 2006;
Black & Hawks, 2009).
9
Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum
Kanker kolon sering disebut penyakit mukosa karena semua kanker kolon
berasal dari lapisan mukosa dinding usus. Dari dalam keluar dinding usus
terbagi menjadi beberapa lapisan, yang meliputi mukosa, submukosa,
muskularis propia, dan serosa. Bagian terdalam lapisan dinding usus,
mukosa adalah satu lapisan kolumnar yang dapat memproduksi lendir dalam
jumlah yang banyak atau disebut dengan sel goblet. Ini merupakan situs dari
permulaan genetik awal yang mengarah pada perkembangan sel-sel kanker.
Lapisan dibawah mukosa adalah submukosa yang merupakan lapisan yang
kuat di usus. Lapisan ini berisi pembuluh darah, limfatik dan serabut saraf,
sehingga pada lapisan ini berperan penting dalam pertumbuhan sel kanker.
Melalui lapisan ini tumor akan menginfiltrasi dinding usus melalui aliran
darah dan sistem limfatik (Yeatman, 2001).
Penyakit usus besar non karsinoma seperti kolitis kronis, poliposis dan
adenoma diperkiran sekitar 3-5% dapat menimbulkan kanker. Karsinoma
kolon yang berawal dengan poliposis dengan prekanker 5-20 tahun
mencapai 15-40% kemungkinan menderita kanker kolon. Paparan
lingkungan yang dimaksud adalah rokok, asbes, dan radiasi. Perokok
mengalami peningkatan risiko kanker kolon sebanyak dua sampai tiga kali
lipat (Desen, 2011).
2.2.3 Patofisiologi
Adenomatus polip atau adenoma merupakan proses yang mengawali
terjadinya kanker kolorektal, lebih dari 95% kanker kolorektal disebabkan
oleh adenomas. Adenomas terdiri dari tiga jenis yaitu; tubular, tubulovillous
dan villous. Jenis villous yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kanker.
Polip tumbuh secara pelan-pelan sekitar 5-10 tahun atau lebih untuk
berubah menjadi maligna atau keganasan. Polip yang mengalami keganasan
akan terjadi peningkatan ukuran dalam lumen dan selanjutnya akan
menyerang dan merusak dinding kolon. Tumor dalam kolon yang
cenderung terus membesar dapat menyebabkan ulserasi, infeksi sekunder
dan nekrosis. Umumnya ini terjadi pada belahan kanan kolon dan ampula
rekti (Black & Hawks, 2009).
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang dalam, biasanya
mencapai atau melebihi tunika muskularis termasuk dalam tipe ulseratif.
Tipe ini merupakan jenis kanker kolon yang paling sering dijumpai.
Karakteristik tipe ulseratif adalah massa terdapat tukak yang dalam dan
bentuk luar mirip kawah gunung merapi, tepi kokoh dan keras menonjol,
dasar tidak rata, nekrosis, derajat keganasan tinggi, metastase limfogen lebih
awal, dibawah mikroskop sebagai adenokarsinoma diferensiasi buruk.
Tipe kedua yaitu infiltrasi, tumor menginfiltrasi lapisan dinding usus secara
difus, sehingga dinding usus setempat menebal, tepi tampak dari luar sering
kali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan. Tumor sering mengenai
sekeliling saluran usus disertai dengan hiperplasie abnormal jaringan ikat,
lingkaran usus menyusut, permukaan serosa sering tampak cincin kontriksi
yang memudahkan terjadinya ileus. Pemeriksaan mikroskopis tampak
sebagai adenokarsinoma berdeferensi sangat buruk (Desen, 2011).
Stadium I T1-T2 N0 M0 A
Stadium II T3-4 N0 M0 B
2.2.7.1 Pembedahan
Tiga dari empat pasien menjalani operasi kanker kolon dan 60% menjalani
pengobatan. Intervensi operasi tergantung dari jenis kanker, lokas, stadium
dan keadaan umum pasien (Black & Hawks, 2009). Kontraindikasi operasi
apabila kondisi fisik umum tidak baik. Jenis operasi yang sering dilakukan
adalah operasi radikal, paliatif, dan operasi untuk mengurangi gejala.
Tindakan operasi radikal dilakukan dengan prinsip jarak dari tumor
minimal 5-10cm bersama-sama lesi primer, masenterium dan kelenjar
limfe regional dilakukan reseksi untuk mencegah penyebaran sel kanker.
Walaupun tidak dilakukan eksisi radikal, namun eksisi lesi pada operasi
paliatif. Operasi ini dilakukan untuk menunjang kemoterapi atau terapil
lainnya serta memperbaiki gejala.
2.2.7.5 Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk menurunkan metastase dan mengontrol
manifestasi kanker kolon (Black & Hawks, 2009). Umumnya digunakan
sebagai terapi adjuvan intra dan paska operasi serta dapat digunakan pada
pasien dengan stadium lanjut. Obat yang sering dipakai adalah
fluorourasil (5FU, FT-207, UFT, dll), nitrosourea (CCNU, MeCCNU),
dan sekarang xeloda, oksaliplatin, irinoteka, avastin dll. Obat ini secara
klinis terbukti berefek terapeutik tertentu terhadap kanker kolorektal
stadium lanjut. Formula kombinasi dan tambahan mempunyai efektifitas
46-57% dapat menghambat aktifasi tiroksinkinase yang berefek pada anti
tumor (Desen, 2011)
2.2.7.7 Radioterapi
Tindakan terapi radiasi digunakan sebelum tindakan operasi adalah untuk
mengecilkan ukuran tumor sehingga tumor dapat direseksi (Black &
Hawks, 2009). Tujuan radioterapi pre, paska atau intra operasi radikal
karsinoma kolorektal bertujuan untuk memperkuat kontrol lokal,
mengurangi angka rekuensi lokal dan meningkatkan survival.
Radioterapi murni memiliki survival 5 tahun (Desen, 2011).
2.2.7.7 Manajemen Keperawatan pada Pasien yang Menerima Radioterapi
Semua staf departemen radioterapi termasuk perawat harus mengerti dan
melaksanakan managemen dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Memberikan edukasi tentang dampak radioterapi dan memberikan
kesempatan kepada klien untuk menceritakan pengalaman akan rasa
takut terbakar saat terkena radiasi. Klien kadang tidak merasa saat
diberikan radioterapi karena radiasi tidak dapatdilihat selama pengobatan
dan klien takut pengobatannya tidak berdampak baik. Edukasi
diharapkan memberikan persepsi yang sama dalam pengobatan
radioterapi.
Efek samping pada umumnya terjadi reaksi kulit sekitar radiasi
dan kelelahan dapat terjadi setelah radiasi. Respon kulit normal yang
terkena radiasi akan mengalami eritema dan sampai terjadi seperti luka
bakar stadium dua. Berikan perawatan kulit dan edukasi tentang
perawatan kulit secara mandiri. Manifestasi lain yang mungkin muncul
adalah mucositis, mulut kering, gigi berlobang, disfagia, mual dan
muntah alopesia, dan supresi sumsum tulang belakang (Black & Hawks,
2009).
2.2.9 Kolostomi
Tindakan operasi reseksi pada kanker kolon dan rektum yang disertai
dengan prosedur tindakan laparotomi sering diakhiri dengan pembuatan
stoma. Stoma merupan suatu tindakan dengan membuat lubang pada
dinding perut atau abdomen yang berfungi sebagai tempat untuk
mengeluarkan kotoran feses atau urin (Kozier & Erb, 2009; Black &
Hawks, 2009). Terdapat banyak tipe dan macam dari enterostoma. Setiap
tipe memiliki ciri masing-masing, misalnya ileostomi cenderung
menghasilkan output yang lebih cair dibandingkan dengan kolostomi yang
menghasilkan output yang lebih padat menyerupai feses yang sebenarnya
Hal ini dikarenakan oleh fungsi kolon adalah untuk menyerap air (Black &
Hawks, 2009; Rasjidi, 2011). Lokasi kolostomi menentukan konsistensi
tinja baik padat ataupun cair. Pada kolostomi transversum umumnya
menghasilkan feses lebih padat. Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah
medis pasien dan kondisi umum. Ada 3 jenis kolostomi, yaitu; kolostomi
loop atau loop colostomy, biasanya dilakukan dalam keadaan darurat, end
colostomy, terdiri dari satu stoma dibentuk dari ujung proksimal usus
dengan bagian distal saluran pencernaan. End colostomy adalah hasil
pengobatan bedah kanker kolorektal, double-barrel colostomy terdiri dari
dua stoma yang berbeda stoma bagian proksimal dan stoma bagian distal
(Perry & Potter, 2005).
Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya adalah transversokolostomi
merupakan kolostomi di kolon transversum. Sigmoidostomi yaitu suatu
tindakan kolostomi di area sigmoid, sedangkan kolostomi desenden adalah
kolostomi yang dibuat di area kolon desenden. Kolostomi asenden
merupakan suatu kolostomi yang dilakukan pada area asenden (Perry &
Potter, 2005; Black & Hawks, 2009).
2.4 Kriteria Hasil Sebagai Indikator Standar Teori Peaceful End of Life
Fokus penerapan teori peaceful end of life bukan pada kematian, namun pada
kehidupan yang damai, berarti bagi keluarga dan orang lain diakhir hari-hari
terakhirnya. Hal ini mencerminkan kompleksitas dalam perawatan pasien
yang sakit parah atau terminal dan kebutuhan pasien dalam mengelola gejala
serta pengetahuan tentang cara menghilangkan nyeri. Untuk itu diperlukan
sikap peduli, kesadaran, kepekaan dan kasih sayang pada pasien terminal
(Ruland & Moore, 1998).
Pengkajian nyeri terdiri dari dua komponen utama yaitu; riwayat nyeri
dan observasi langsung terhadap respon perilaku nyeri. Riwayat nyeri
memberikan kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan rasa dengan
kat-katanya sendiri dan bagaimana mereka memandang nyerinya.
Pengkajian nyeri awal untuk orang yang sedang mengalami nyeri hebat,
mungkin hanya terdiri dari beberapa pertanyaan saja, sebelum intervensi
dilakukan. Namun sebaliknya bagi orang yang mengalami nyeri kronis
perawat harus lebih banyak memberikan pertanyaan yang berfokus pada
mekanisme koping, keefektifan penatalaksanaan nyeri saat ini, dan
bagaimana nyeri dapat mempengaruhi aktifitas hidup sehari-hari. Data
yang harus dikumpulkan secara komprehensif meliputi; lokasi nyeri,
intensitas, kualitas, faktor presipitasi, faktor yang mengurangi,
pengalaman nyeri masa lalu, makna nyeri bagi orang tersebut, sumber
koping dan respon efektif (Kozier & Erb, 2009).
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN KANKER KOLON
A. Pengkajian
- Nama : Sdr. S
- Umur : 33 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Tanggal MRS : 28 Januari 2014
- Pekerjaan : Karyawan
- Tanggal Pengkajian : 26 Pebruari 2014
- No Register : 317406300
- Diagnosa Medis : Kanker Kolon
Penanggung Jawab
- Nama : Ny. S
- Umur : 61 Tahun
- Pekerjaan : Swasta
- Hubungan dengan Klien : Ibu
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak bulan Oktober 2012 klien mengeluh nyeri pada perutnya dan
mendapat perawatan di Rumah Sakit Pasar Rebo di Jakarta serta dilakukan
tindakan operasi laparotomi dengan kolostomi. Hasil Patologi Anatomi
(PA) klien terdiagnosa kanker kolon stadium IIIb. Klien sempat mendapat
kemoterapi dan pada daerah mata kaki kiri terdapat luka ekstravasasi dari
pemberian kemoterapi. Empat bulan kemudian klien dirujuk ke RSK
Darmais. Klien di RSK Darmais diberikan kemoterapi selama 6 kali dan 1
kali remisi. Pada tanggal 20 pebruari 2014 pasien dilakukan operasi
laparotomi untuk penutupan kolostomi. Satu minggu setelah itu klien tidak
bisa buang air besar dan klien juga sudah diberikan dulcolac dan microlac,
36
namun tetap tidak ada perubahan. Pada saat dilakukan pengkajian klien
mengeluh bagian bekas jahitan laparotomi di perutnya perutnya terasa
nyeri seperti berdenyut, hilang timbul skala 6, klien meringis saat menahan
nyerinya ketika merubah posisi setengah duduk. Pada perut bagian
kwadran 3 terpasang selang klem terbuka dengan produksi cairan yang
berwarna kehijauan dengan konsistensi cair. Terdapat luka jahitan stapler
laparotomi mulai dari daerah gaster sampai dibawah umbilikus dengan
panjang luka ± 10 cm, dari jahitan yang sepertiga atas dan tengah keluar
cairan yang berwarna hijau. Produksi drain 900cc warna kehijauan,
produksi cairan dari fistula 450 cc. Produksi urine 750cc. Auskultasi:
bising usus 3kali/mnt, teraba distensi, di sebelah kwadaran kanan atas
teraba keras dan balance cairan -620 cc. Klien sebenarnya tidak ada
gangguan dalam beraktivitas, akan tetapi klien merasa badannya lemah
yang menjadikan klien kurang beraktivitas. Pengkuran kekuatan otot:
55555 55555
55555 55555
Keterangan:
Semua ekstremitas dalam keadaan normal
Klien tidak mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dan pola
tidur. pada aktivitas dan istirahat tidak ditemukan gangguan. persepsi
pasien menunjukkan bahwa dia mampu beraktifitas secara normal, akan
tetapi klien merasakan lemah dan seakan tidak ada energy. Keluarga
memberi dukungan dan membantu dalam mobilisasi dan kebutuhan
istirahat klien.
Hasil observasi TTV: TD 110/80 mmHg, nadi 96 x/mnt, RR 22
x/mnt, Suhu 37,2oC. bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop
(-). Capillary Refill < 3 detik, akral hangat, wheezing (-), ronchi (-), batuk
(-), vocal fremitus simetris paru kanan-kiri, gerakan paru simetris, retraksi
suprasternal tidak ada.
a. Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Elektrolitdan Gas
Darah 137 mmol/L 137– 150
Natrium (Na+) 3,5 mmol/L 3.5– 5.3
Kalium (K+) 98,1 mmol/L 99 – 111
Klorida (Cl-)
5,6 g/dl
ProteinTotal 2,6 g/dl
Albumin 3,0 g/dl
Globulin
38 mg/dL 15– 39
Ureum 0,47 mg/dL < 1.4
Kreatinin
1. Pemeriksaan Penunjang
Therapy Medis
Monitor Harian Pemberian Obat
Tramadol 1x1 IV
Amiparen 12 jam IV
Cefotaxim 12 jam IV
4. Kedamaian
Pasien merasa takut, kawatir dan cemas dengan kondisi kesehatannya.
Pasien tidak bisa membayangkan akan menderita sakit seperti ini karena
sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah. Pasien
kadang merasa pesimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi
yang akan dilanjutkan. Pasien kadang merasa tenang ketika sedang
menjalankan sholat, dan berzikir kepada Alloh. Saat ini pasien sering
mendekatkan diri dan berdoa untuk dirinya.
41
Tn. S, Usia 33 tahun, nomer rekam medis 317406300, jenis kelamin laki-laki,
pendidikan tamat SMU, pekerjaan karyawan swasta, status belum menikah,
agama islam, masuk rumah sakit tanggal 28 Januari 2014, dirawat di kamar
601 ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, dengan diagnosa
kanker kolon stadium IV (T4,N1,M1). Pengkajian dilakukan pada tanggal 26
Pebruari 2014 jam 09.00 WIB. Status antropometri dengan berat badan 48 kg,
tinggi badan 164 cm, IMT 17,8.
Riwayat kesehatan pasien dengan sakit seperti ini sudah dimulai sejak bulan
Oktober 2012. Sebelumnya pasien telah mendapat perawatan di swasta di
Jakarta serta dilakukan tindakan operasi laparotomi dengan kolostomi. Hasil
pemeriksaan patologi anatomi (PA) pasien terdiagnosa kanker kolon stadium
IIIb. Pasien pernah mendapat kemoterapi sampai terjadi luka ekstravasasi
akibat pemberian kemoterapi daerah pada mata kaki kiri, namun saat ini
hanya terlihat bekas lukanya, pasien tidak tahu berapa kali diberikan
kemoterapi. Empat bulan kemudian sekitar bulan Pebruari 2013 pasien
dirujuk ke RSKD Jakarta. Pasien di RSKD diberikan kemoterapi selama 6
kali dan 1 kali remisi. Pada tanggal 20 pebruari 2014 pasien dilakukan
operasi laparotomi untuk penutupan kolostomi. Satu minggu setelah itu
pasien mengeluh tidak bisa buang air besar dan sudah diberikan tindakan,
namun tetap tidak ada perubahan. Pada saat dilakukan pengkajian pasien
mengeluh bagian bekas jahitan laparotomi di perutnya perutnya terasa nyeri
seperti berdenyut, hilang timbul dengan skala nyeri 6, pasien meringis saat
menahan nyerinya ketika merubah posisi setengah duduk, saat ini pasien
hanya terbaring, setiap mobilisasi miring kanan atau kiri pasien terlihat
menahan nyeri. Pada perut bagian kuadran 3 terpasang selang klem terbuka
dengan produksi cairan yang berwarna kehijauan dengan konsistensi cair
sejumlah 900cc. Terdapat luka jahitan stapler laparotomi mulai dari daerah
gaster sampai dibawah umbilikus dengan panjang luka ± 10 cm, sekitar luka
kemerahan, dari jahitan yang sepertiga atas dan tengah keluar cairan yang
berwarna hijau sejumlah 450cc, dan pus. Jumlah urin 750. Auskultasi: bising
usus 3 kali/mnt, teraba distensi, di sebelah kuadran kanan atas teraba keras.
terpasang infus triway dengan line I amiparen per 12 jam dan line II NaCl
0.9% per 12 jam. Terpasang dower kateter produksi 750 cc dan hasil
perhitungan balance cairan -620 cc.
Pasien sebenarnya tidak mengalami gangguan dalam beraktivitas, akan
tetapi pasien merasa badannya lemah yang menjadikan pasien kurang
bertenaga. Saat ini aktifitas dilakukan di tempat tidur dan pasien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari dibantu oleh perawat dan ibunya. Pasien
tidak mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur,
hanya karena sering tertidur di siang hari maka malam harinya kadang
tidurnya
sampai malam sehingga saat ini istirahat tidurnya tidak ditemukan gangguan.
Persepsi pasien menunjukkan bahwa dia mampu beraktifitas secara normal,
akan tetapi pasien merasakan lemah dan seakan-akan tidak ada energi.
Keluarga memberi dukungan dan membantu dalam mobilisasi dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3.2.1.1 Nyeri
Pasien mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan menjalar ke sekitarnya.
kualitas nyeri yang dirasakan seperti nyeri di seluruh perutnya seperti
berdenyut, hilang timbul dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit,
nyeri akan dirasakan saat dilakukan perawatan luka dan saat
menggerakkan tubuhnya untuk miring atau duduk, intensitas nyeri
sedang dengan skala 6 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku
dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Pasien
kadang meringis sambil memegangi perutnya. Pemberian obat dirasakan
oleh pasien, namun beberapa saat saja, nyeri akan timbul kembali ketika
menggerakkan badannya. Nilai skor ESAS 6.
3.2.1.4 Kedamaian
Pasien merasa takut, kawatir dan cemas dengan kondisi kesehatannya.
Pasien tidak bisa membayangkan akan menderita sakit seperti ini karena
sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah. Pasien
kadang merasa pesimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi
yang akan dilanjutkan. Pasien kadang merasa tenang ketika sedang
menjalankan sholat, dan berzikir kepada Alloh. Saat ini pasien sering
mendekatkan diri dan berdoa untuk dirinya. skor ESAS cemas 5, dan
pasien juga masih sering bertanya tentang sakitnya apa bisa sembuh dan
pasien mengatakan bingung apa yang harus dilakukan jika masih sakit
seperti sekarang.
3.2.5.5 Ansietas
Setelah dilakukan tindakan dalam mengatasi kecemasan, maka pasien
dapat beradaptasi dengan kecemasannya dengan skor ESAS 2. Hal ini
ditunjukkan dengan wajah yang lebih rilek dan tenang. Pasien
mengatakan ketenangan terasa ketika mendekatkan diri pada Alloh.
4.1 Asuhan Keperawatan pada Kanker Kolon dengan Pendekatan Teori Peaceful
End of Life
Tn. S merupakan seorang karyawan yang kesehariannya bekerja di dealer
motor. Sejak usia 12 tahun Tn. S sudah mulai merokok dan menyukai makanan instan
seperti mie. Tn. S mulai didiagnosa kanker kolon sejak bulan Oktober 2012.
Sebelumnya Tn.S telah mendapat perawatan di RS swasta serta dilakukan tindakan
operasi laparotomi dengan kolostomi. Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA)
pasien terdiagnosa kanker kolon stadium IIIb. Pasien pernah mendapat kemoterapi
sampai terjadi luka ekstravasasi akibat pemberian kemoterapi daerah pada mata kaki
kiri, namun saat ini hanya terlihat bekas lukanya. Tn. S tidak tahu berapa kali
diberikan kemoterapi. Empat bulan kemudian sekitar bulan Pebruari 2013 pasien
dirujuk ke RS. Pasien di RSdiberikan kemoterapi selama 6 kali dan 1 kali remisi.
Pada tanggal 20 pebruari 2014 pasien dilakukan operasi laparotomi untuk penutupan
kolostomi.
Berdasarkan hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga Tn. S tidak ada yang
menderita penyakit kanker, demikian juga keluarga dari ibu dan bapak pasien tidak
ada yang menderita penyakit kanker kolon. Salah satu faktor predisposisi dari
penyakit kanker adalah faktor genetik. Pengaruh genetik yang berasal dari sindrom
karsinoma poliposis dapat menjadi predisposisi genetik timbulnya penyakit kanker.
Terdapat pengaruh dari sejumlah sidroma genetik menurut hukum mandel dan
kecenderungan terjadi pada tumor jinak dan ganas. Garis keturunan pertama (first
degree relatives) dari pasien yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai risiko
tiga kali lipat lebih besar (Kamp, 2004; Sjamsuhidayat, 2006). Melihat hasil
pengkajian pada Tn. S sangat dimungkinkan tidak disebabkan oleh faktor genetik.
Hasil anamnesa pasien memiliki riwayat merokok 1 bungkus tiap hari dan suka
mengkosumsi mie instan sejak duduk di SMP. Respon tubuh terhadap tembakau pada
rokok dapat memicu adanya mutasi P53. Protein dengan berat 53 dalton atau P53
merupakan tumor suppressor genes yang berfungsi untuk menghambat proliferasi sel,
berhentinya aktifitas P53 akan memicu terjadi kanker (Evelyn, 2013). Hasil penelitian
Pfeifer (2002), menemukan adanya mutasi P53 yang lebih tinggi pada perokok
dibandingkan dengan yang tidak merokok.
55
Adanya mutasi P53 akan menyebabkan perubahan peran dari P53 dalam
mengendalikan pertumbuhan sel kanker. Pengaruh makanan seperti mie instan
dimungkinkan dapat menjadi salah satu resiko penyebab kanker. Permukaan mie instan
dilapisi oleh lilin sehingga tidak pernah lengket satu dengan yang lainnya. Tubuh
membutuhkan waktu dua hari untuk mencerna zat ini. Efek zat lilin yang terus
menumpuk di dalam kolon, akibat dari kosumsi yang terus menerus akan menyebabkan
penumpukan zat lilin pada daerah kolon yang pada akhirnya dapat memicu terjadi kanker
kolon.
4.1.1 Aplikasi Teori Peaceful End of Life
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada Tn. S ini menggunakan pendekatan teori
peaceful end of life. Pendekatan teori ini sangat tepat diterapkan pada pasien paliatif
dan saat ini Tn. S sudah didiagnosis kanker dengan stadium lanjut atau IV, sehingga
pengobatan ataupun terapi yang diberikan kepada pasien bersifat paliatif. Pengkajian
dengan pendekatan teori ini mampu mengkaji dan mengekplorasi secara lebih dalam
akan kondisi yang sangat dirasakan oleh pasien. Pendekatan pengkajian ini dilakukan
secara aktif dengan penuh kasih sayang, menghibur, mendukung dari suatu kondisi
yang mengancam kehidupannya, sehingga pasien memperoleh kenyamanan saat
pengkajian dilakukan. Pelaksanaan pengkajian ini harus dilandasi kepercayaan dan
keakraban perawat dengan pasien sehingga masalah-masalah sifatnya pribadi dapat
digali lebih jauh (Ciplaskey, 2014).
Kondisi sakit yang parah pada pasien akan menempatkan keluarga sebagai
bagian yang penting. Keterlibatan keluarga dalam perawatan menjadi bagian yang
harus diutamakan selain mengelola keluhan pasien. Proses asuhan keperawatan pada
pasien paliatif akan menempatkan intervensi keperawatan yang sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh pasien. Pengkajian yang dilakukan diharapkan mencakup
masalah rasa nyeri, merasakan adanya ketidaknyamanan, perasaan tidak bermartabat
dan dihormati, tidak merasakan adanya kedamaian, dan merasakan tidak adanya
kedekatan dengan orang yang bermakna (Alligood & Tomey, 2010).
Pasien dengan stoma menghadapi isu, anggapan tabu akan tindakan seperti ini
menyebabkan pasien malu dan tertekan. Proses rehabiltitasi dengan memberikan
informasi, pendidikan, dorongan dan konseling akan meningkatkan kualitas hidup
mereka menjadi meningkat (Diament, 2009). Upaya dalam meningkatkan
pengetahuan diantaranya dengan memberikan informasi melalui edukasi yang jelas
dan tersetruktur sesuai dengan kebutuhan pasien. Penerapan eveidence base practice
tentang perawatan sangat dibutuhkan oleh pasien.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab 5 ini berisi kesimpulan dari uraian yang terkait dengan asuhan
keperawatan dengan pendekatan teori peaceful end of life, penerapan EBN
5.1 Kesimpulan
Penerapan lima konsep teori peaceful end of life dalam pengelolaan asuhan
keperawatan dapat dijadikan kerangkan kerja dalam mencapai tujuan yang ingin
dicapai oleh pasien dengan kanker yaitu mencapai kehidupan yang damai.
Pendekatan lima konsep ini meliputi; tidak nyeri, nyaman, dihargai, damai dan
kedekatan. Fokus teori peaceful end of life bukan pada kematian, namun lebih
mengarah pada pencapaian kehidupan yang damai, berarti bagi keluarga dan orang
lain diakhir kehidupannya. Teori peaceful end of life sangat tepat diterapkan pada
pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien kanker karena teori ini dengan lima
konsepnya mampu menilai secara spesifik kondisi pasien dengan penyakit kanker.
Edukasi perawatan kolostomi merupakan bagian yang terpenting dalam
asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasiennya
untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pasien. Metode
edukasi yang disajikan dengan audovisual lebih mudah diterima pasien serta
mampu memberikan suatu dorongan yang positif kepada pasien. Edukasi
perawatan kolostomi dengan audovisual mampu memotivasi pasien, bahwa setelah
operasi pasien merasa mampu untuk melakukan perawatan secara mandiri seperti
apa yang dilihat dalam vidio perawatan kolostomi.
5.2 Saran
62
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Askep tentang teori peaceful end of life pada pasien kanker, sakit yang
parah atau paliatif harus terus digali lebih dalam untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan. Penerapan dan pengembangan teori ini merupakan suatu tugas yang
harus dilakukan oleh dosen, perawat, ataupun mahasiswa untuk memberikan suatu
palayanan yang terbaik pada pasien kanker.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah., Murdani. (2006). Tumor kolorektal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.
Ackley, J.B., Ladwig, B.G., Swan, B.A., Tucker, S.J. (2006). Evidence Based
Nursing Guidline Medical Surgical Intervention. St. Louis: Mosby Elvesier.
Anaraki, F., Vafaie, M., Behboo, R, Maghsoodi, N., Esmaeilpour, S., Safaee, A.
(2012). Qualty of Life Outcome in Patients With Stoma. Indian Journal
paliative Care. Vol 18. Issue 3. Page 176-180.
Bussing, A., Balzt, H.J., Heusse, P. (2010). Spiritual Need of Patients with
Chronic Pain Disease and Cancer Validation of the Spiritual Need
Questionaire. European Journal Medical research. Vol. 15. Page. 266-273.
Boyle., Boffetta., Autier. (2008). Diet, Nutrition And Cancer. Annals of Oncology.
Vol 9. Issue 10. Page 1665-1667
Carvajal, A., Centeno, C., Watson, R., Bruera. (2011). A Comprehensive Study of
Psychometric Properties of The Edmonton Sysmptom Assessment System
(ESAS) in Spanish Advanted Cancer Patiens. European Journal Of Cancer.
Page 1863-1872. Elvesier.
Chaudhri, S., M.S., F.R.C.S., Lesley Brown, R.G.N., Imran Hassan, M.D., Alan F.
Horgan, M.D., F.R.C.S.(Gen). (2005). Preoperative Intensive, Community-
Based vs. Traditional Stoma Education: A Randomized,
Controlled Trial. The American Society of Colon and Rectum Surgeon.
Texas.
Ciplaskey, L.M. (2014). End of Life: Are Nurse Educationally Prepared. RN
Journal. Times Publising. rnjournal.com/journal
Danielsen, A.,K., Rosenberg, J. (2014). Health Related of life may increase when
patient with a stoma attend patient education Case Control study. www
plosone.org. Vol 1. Issue 3. 1-6.
Danielsen, A.K (2013). Dealey, C. (2005). The Care of Wound. 3rd edition.
London: Blacwell Publishing.
Desen Wan, (2011). Onkologi Klinik. Ed.2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
DeLaune, S.C & Ladner, P.K. (2002). Fundamental of Nursing: Standart and
Practice. 2thed. New York. Delmar Thomson Inc.
Dhillon, W., Noor, N.A., Gill, A., Gupta, N., DeBari, V., Maroules, M., (2009).
Impact of Deep Breating and Relaxation on Health Related Quality of Life
in Breast Cancer Patiens Receiving Chemotherapy. The Journal of Cancer
Research. Vol.69 Issue 24.
Diament, R.H. (2009). Clinical Nurse Specialist Stoma Care. Royal Collage of
Nursing. Safron House Published.
Golipour, B (2014). Diet High in Meat Proteins Raises cancer Risk for Middle
Age People. Scientific American. www.scientificamerican.com
Joaqium, A., Custodiol, S., Oliveira, A., Pimentel, F.L. (2012). Differnces
between Cancer Patient’ Symptoms Reported Themselves and in Medical
Records. Cancer and Clinical Oncology. Vol 1. No.1. www.ccsenet.org
Kamp, Z, Trilwell, C, Saiber, O., Silver, A., Tolinson I, (2004). An Update on The
Genetic of Colorectal Cancer. Human Molecular Genetic. Vol. 13. Issue 2.
Kashani, F., Babaee, S., Bahrami, M., Valiani, M. (2012). The efects of Relaxation
on Reducing depression, Anxiety and Stress in Women who Underent
mastectomy for Breast Cancer. Iranian Journal Nursing and Midwifery
Risearch. Vol.17. No.1: 30-33
Kizil, M., Fatih, O., Besler H.J. (2011). A Review the Formation of Carcinogenic
Heterocyclic Aromatic Amines. Food processing and Technlogy. Vol. 2.
Issue 5.
Kozier, B., Erb, G., Snyder S., Berman, A. (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis. Ed.5. EGC. Jakarta
Lucey, M., Conroy, M., Ryan. (2012). Exploring the Chalenges of Implementing
the Edmonton Symptom Scale In A Specialist Paliative Care Unit. Journal
Paliative Care And Medicene.
Lyon C.C., Smith A.J., Griffiths CE, Beck M.H. (2000). The Spectrum of Skin
Disorders in Abdominal Stoma Patients. The British Journal Of
Dermatology. Vol. 143 (6), pp. 1248-60.
Lorenzo, F., Ballatori, E., DiCostanzo, F., Giacolano, A., Ruggeri, B., Tirelli, U.
(2004). Improving information to Italian Cancer Patient: Result of a
Randomized Study. Annals of Oncology. Vol. 15 No. 5: 721-725.
Melnyk., Fineout, O., (2005). Evidence Base Practice in Nursing & Healthcare.
Lippincott William & Wlikins
Moro, C. et. Al. (2005). Edmonton symptom assessment scale: Italian validation
in two palliative care settings. Support Care Cancer. Vol 14: 30–37
Nilsson, L.M., Winkvist, A., Johansson, I., Lindhl, B., Hallmans, G., Lenner, P.,
Guelpen, B.V. (2013). Low Carbohydrate, High Protein Diet Score Risk Of
Incident Cancer: A Prospective Cohort Study. Nutrition Journal. Vol 12.
Issue 58.
Paice, J.A., Ferrell, B. (2011). The Managemen of Cancer Pain. Cancer Journal
of Clinician. Vol 61. Issue 3. 157-182.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, Vol 2). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Richardson BSc* and G.W. Jones MSc MD*† (2009) A review of the reliability
and validity of the Edmonton Symptom Assessment System. Cancer
Rehabilitation and Survivorship. Volume 16. Number 1.
Ruland, CM., Moore SM. (1998). Theory construction based on standards of care:
a proposed theory of the peaceful end of life. MIDLINE. Vol. 46(4):169-75
Robinson, K.L., Liu, T., Vandrovcova, J., et al. (2006). Lynch Syndrome.
Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer. Diagnostics. Journal of the
National Cancer Institute. Vol 99. Issue 4.
Sanjay Chaudhri, M.S., F.R.C.S., Lesley Brown, R.G.N., Imran Hassan, M.D.,
Alan F. Horgan, M.D., F.R.C.S.(Gen). (2005). Preoperative Intensive,
Community-Based vs. Traditional Stoma Education: A Randomized,
Controlled Trial. The American Society of Colon and Rectum Surgeon.
Texas.
Siegel Rabecca, MPH., DeSantis Carol, MPH., Jemal Ahmedin, PhD. (2014).
Colorectal Cancer Statistic. A Cancer Journal For Clinicians. Vol 64. Issue
2. Pages 104-117.
Shah, I., Zaeem, K., Ibrahim, M.W., Hussain I., Hassan, A. (2010). Commpation
of Analgesic Efficacy Tramadol Hydroclhoride With Diclofenac Sodium in
Dento –Alveolar Surgery. Pakistan Oral End Dental Journal. Vol.28. No.2.
241-244.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Textbook of medical surgical nursing.
Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.
Smith AJ, Griffiths CE, and Beck MH, The Spectrum of Skin Disorders in
Abdominal Stoma Patients. The British Journal Of Dermatology. Vol. 143.
Page 1248-60.
Vergenoud, A.C et, al. (2013). Adherence To The Word Cancer Research
Fund/American Institute for Cancer Research Guidlines and Risk of Death
in Europe: Results From The European Prospective Investigation into
Nutrition And Cancer Cohort Study. American Society of Nutrition. Vol. 98.
Page 506-507.
Wilkinson J.M., Ahern N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
EGC. Jakarta