Vous êtes sur la page 1sur 55

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian


Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono

Pembimbing :
Kapten (CKM) dr. Ardhestiro H. Putro, Sp.JP. FIHA

Disusun oleh :
AYU WULANDARI
1620221222

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE


Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang

Oleh :

AYU WULANDARI
1620221222

Magelang, Juli 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Dokter pembimbing

Kapten (CKM) dr. Ardhestiro H. Putro, Sp.JP. FIHA

2
BAB I
PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG


Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Penyebab
dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh
darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan
Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung
koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering
pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes.
Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5%
sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000
diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terpenting
untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik.
Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain
terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih
dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.
Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh
kelainan katup akan menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi
masyarakat global dan bukan tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun
kedepan angka statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi medis khususnya
tidak segera memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi awal mula
penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya penanganan dari segala aspek baik
secara biomedik maupun biopsikososial. Dan untuk itu kasus ini diangkat
sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat
mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan teori
pengobatan yang rasional.
BAB I
LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Tuminah
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 68 tahun
Status : Janda
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sumurarum
Tanggal Masuk : 23 Juli 2018
No. CM : 165xxx
Bangsal : Seruni A11

I.2 Subjektif
Keluhan Utama :
Sesak

Keluhan Tambahan :
Batuk, kaki kanan bengkak, lemas, cepat lelah, mual, sulit tidur, luka kaki kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 2 minggu SMRS, sesak memberat sejak
1 hari SMRS. Sesak timbul saat pasien istirahat maupun saat kelelahan setelah
mengerjakan pekerjaan di rumah. Setiap tidur pasien selalu menggunakan 5 bantal atau
duduk untuk mengurangi rasa sesaknya. Sesak saat pagi hari atau saat terkena udara
dingin disangkal. Keluhan sesak napas tidak disertai dengan nyeri dada dan dada
berdebar.

4
Pasien juga batuk tapi tidak berdahak dan tidak disertai dengan darah. Batuk
semakin lama makin memberat, dan pasien merasa sesak saat batuk.
Pasien sering merasa mual tanpa disertai muntah. Mual dirasakan hilang timbul
terutama saat telat makan, Pasien juga meraskan ulu hati terasa sakit ketika mual. Mual
yang dikeluhkan pasien tidak disertai dengan diare. BAB dan BAK lancar.
Tungkai kanan bengkak sejak 2 minggu terakhir dan semakin lama semakin
memberat. Tungkai kanan terasa nyeri jika digerakkan terutama jika ditekuk.
Pasien juga suka mengeluhkan sulit untuk memulai tidur dan hanya tidur 4
jam saat malam hari karena saat tidur pasien masih merasa sesak dan cemas.
Pasien memiliki luka di telapak kaki kanan, sebelumnya luka tersebut
berbentuk benjolan berisi nanah, kemerahan dan berbau. Benjolan sudah pecah 4 hari
SMRS sudah dibersihkan dan sekarang luka tersebut sudah kering.
Pasien juga mengeluhkan mudah lelah setelah beraktivitas sehari – hari,
sehingga pasien tidak bisa melakukan kegiatannya dengan baik dan lebih sering untuk
beristirahat di tempat tidur.

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien memiliki riwayat gagal jantung sejak Maret 2018 dan sempat diopname
3 kali (12 Maret, 27 Maret, 24 April 2018) dengan keluhan sesak dan kedua kaki
bengkak. Pasien pernah didiagnosis DVT saat diopname bulan April 2018. Pasien juga
memiliki riwayat hipertensi, DM sejak 2 tahun yang lalu tetapi pasien mengaku jarang
control dan jarang meminum obat dari dokter. Riwayat penyakit ginjal, dan penyakit
paru disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi. Ibu, adik dan anak pasien memiliki riwayat
DM.

Riwayat Sosial Ekonomi

5
a.Community : Pasien tinggal daerah diperkampungan. Rumah satu dengan yang lain
berdekatan. Hubungan antara pasien dengan anggota keluarga lain, tetangga dan
keluarga dekat baik. Dekat dari jalan raya dan kebisingan.
b. Occupational : Pasien adalah ibu rumah tangga. Semenjak sakit, pasien jarang
melakukan pekerjaan rumah tangganya dan lebih banyak beristirahat di tempat tidur
dan saat ini pasien sulit untuk berjalan. Pasien juga mudah lelah saat melakukan
aktivitas berat atau berlebih
c. Personal Habit
Merokok : Disangkal
Minum alkohol : Disangkal.
Olahraga : Jarang, hanya aktivitas sehari-hari
Gizi : Makan dan minum teratur. Pasien terbiasa memakan makanan
yang asin-asin dan yang mengandung penyedap rasa. Sera sering makan dan minum
yang manis-manis

Objektif
Pemeriksaan fisik pada Juli 2018 di Bangsal Seruni dr. Soedjono Magelang pukul
09.00 WIB.
Keadaan Umum : Tampak sesak.
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5.
Tanda Vital :
• Tekanan darah : 140/90 mmHg.
• Nadi : 71 x/menit.
• Suhu : 36,3 0C.
• Respirasi : 28 x/menit.
• Saturasi O2 : 97 %
• BB : 50 kg.
• TB : 150 c m.
• BMI : 22  normoweight

Status Generalis
Kepala :

6
• Bentuk mesocephal.
• Wajah simetris, tidak terdapat oedem maupun parese.
Mata :
• Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
• Pupil isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+).

Telinga :
• Otorrhea (-/-), serumen (-/-), simetris kanan dan kiri (-/-).
Hidung :
• Deviasi septum (-/-), discharge (-/-).
• Nafas cuping hidung (-)
Mulut :
• Bibir tampak kering (+).
• Mukosa mulut lembab, stomatitis (-), caries gigi (+).
• Coated tongue (-).
Leher :
• Tidak ada pembesaran KGB leher,
• JVP meningkat (5 + 3) cmH2O.
Thorax
 Bentuk : Normochest.
 Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan – kiri, retraksi (+) intercostae.
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri (+/+).
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, redup (-/-).
Auskultasi : Suara vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak (forceful apical thrust)
Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung :
Kanan atas ICS II linea parasternalis dextra (LPSD).
Kanan bawah ICS V linea mid clavicula dextra (LMCD).
Kiri atas ICS III Linea parasternalis sinistra (LPSS).

7
Kiri bawah ICS V linea axillaris anterior sinistra (LMCS).
Auskultasi : BJ I-II, regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : BU (+).
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-), shifting
dullness (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen.

Ekstremitas:
● Akral hangat ● CRT < 2 detik.

● Edema pitting - - ● Sianosis - -


+ - -
Tampak bekas ulkus diabetikum yang sudah mengering pada telapak kaki kanan
pasien

Daftar Masalah
Dari Anamnesis
1. Sesak napas
2. Batuk kering
3. Mudah lelah
4. Tidur dengan 5 bantal (ortopneu) atau duduk
5. Mual tanpa disertai muntah.
6. Tungkai kanan bengkak
7. Sulit untuk tidur
8. Luka telapak kaki
9. Riwayat hipertensi
10. Riwayat gagal jantung
11. Riwayat DM
12. Riwayat DVT
13. Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi, DM, dislipidemi

8
14. Riwayat SosEk : pasien senang makanan gorengan, makanan asin dan manis

Dari Pemeriksaan Fisik


15. Tampak sesak.
16. TD 140/90
17. RR 28x/menit, retraksi intercostae (+)
18. JVP meningkat 5+3 cmH2O.
19. Kardiomegali.
20. Nyeri tekan epigastrium
21. Edem tungkai kanan

Hipotesis
1. Observasi dyspneu :
DDx :
i. Congestive Heart Failure
ii. Angina pektoris stable
iii. Infark miokard akut
iv. Bronkhitis
2. Hipertensi
3. DM tipe II
4. Dispepsia (7,23)

Planning Diagnostic
1. Foto rontgen thorax PA
2. Elektrokardiografi
3. USG Doppler Femoralis
4. Laboratorium: darah lengkap, kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin, uric
acid, BNP, elektrolit-Na, Cl, K), test fungsi hepar, lipid darah, troponin-T,
CKMB.
5. Echocardiograph

9
Hasil pemeriksaan darah perifer lengkap (8 Juli 2018) :

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket.


WBC 6.3 K/Ul 3.6 – 11.0 N
RBC 4.02 m/Ul 3.90 – 5.50 N
HGB 11.6 g/dl 12.0 – 16.0 ↓
HCT 35.0 % 35.0 - 47.0 N
PLT 185 K/uL 150 – 440 N
MCV 86.8 fl 80 – 100 N
MCH 28.9 pg 26.0 – 35.0 N
MCHC 33.3 g/dl 31.0 - 36.0 N
RDW 10.3 % 11.0 - 16.0 ↓
MPV 9.4 fl 8.0 - 11.0 N

Diff Count
Jenis Hasil Nilai Normal Ket.
% Lym 24.5 % 15.0 - 50.0 N
% Mid 6.2 % 2.0 - 15.0 N
% Gra 69.3 % 50.0 - 80.0 N
# Lym 1.5 K/Ul 0.5 - 5.0 N
# Mid 0.4 K/Ul 0.1 - 1.5 N
# Gra 4.4 K/uL 1.2 - 8.0 N

Hasil pemeriksaan kimia darah (9 Juli 2018) :


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket.
(Protein serum)
25/7/18
Protein total 6.7 g/dL 6-8 N
Albumin 3.6 g/dL 3.4-4.8 N
Globulin 3.1 g/dL 1.5-5.2 N
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket.
Ureum 48 mg/dl 0.0 - 40.0 ↑
Creatinin 1.0 mg/dl 0.5 - 1.20 N
GDS 198 mg/dl 70 - 170 ↑

10
Foto Rontgen Thorax AP view

EKG (23 Juli 2018) Pada saat tiba pertama kali di IGD :
ST segment depression (lateral, anterior)
Negative T wave (lateral, anterior)
T wave near baseline (inferior)
Low QRS amplitudes
Probably abnormal ECG
KESAN : SINUS RHYTM HR 70 BPM

Ekokardiografi (4 APRIL 2018) :


Dilatasi ruang jantung LV dilatasi EF 29%, EDD 56%
MR moderate

Hasil :
-Distensi jantung LV dilatasi, LA dilatasi
-LVH (+) IVS tipis
-Global hipokinetik
-Kontraksi LV menurun EF 35%
-Katup Aorta, Triuspid, Pulmonal normal. Katup mitral : MR mild ec tenting PML
-Doppler EIA<1 IVE 15
Kesan :
 Euvolemik
 DCM EF 35%
 MR mild

USG DOPPLER FEMORALIS KANAN (18 JULI 2018)


Flew + tungkai kanan
CUS +
Kesan Doppler monofasik pada a.tibialis posterior  thrombus pedis
DVT kanan, spasme otott kanan

11
RO CRURIS DEXTRA AP/LAT VIEW (26/7/18)
KESAN :
SUSP FRACTURE TIBIAE DEXTRA PROKSIMAL, ASPECT
LATEROMEDIAL, A/A BAIK
EXOSTROSIS TIBIAE DEXTRA PROXIMAL ASPECT MEDIAL
TAK TAMPAK DISLOKASI

RO PEDIS DEXTRA AP/OBLIQUE VIEW


KESAN :
TAK TAMPAK FRACTURE/DISLOKASI
OSTEOPOROTIC DISUSED

Hipotesis
- Obs Dyspneu ec gagal jantung kongestif dd Angina Pektoris Stabil, Infark
Miokard
- DVT
- Hipertensi
- DM
- Dispepsia

Planning
Planning Terapi
1. Non Farmakologi
1. Oksigenasi 3 lpm dengan nasal kanul.
2. Pasang monitor.
3. Posisikan setengah duduk.
2. Farmakologi
1. IVFD Ringer Laktat 14 tpm
2. Inj Lasix 2x2 ampul
3. Inj Omeprazol 1ampul

12
4. Spinorolacton 25-0-0
5. Candesartan 0-0-16
6. Nitrokaf 2x2.5 mg
7. ISDN 3x5 mg
8. V-block 1-0-0
9. Tonicard 1x1
10. Sukralfat syr 3x2

Planning Monitoring
1. Rawat inap bangsal setelah perbaikan.
2. Observasi keadaan umum dan vital sign.
3. Perbaikan gejala dan efek samping.
4. Observasi dispneu dan penyakit penyerta.

Planning Edukasi
1. Bed rest.
2. Posisi setengah duduk.
3. Beritahukan kepada pasien dan keluarga mengenai kemungkinan penyebab
hingga prognosis sehubungan dengan penyakit.
4. Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan kontrol rutin.
5. Pemantauan sesak napas dan sesak nafas.

Prognosis
 Quo ad Vitam : Ad malam.
 Quo ad Functionam : Ad malam.
 Quo ad Sanationam : Ad malam

13
FOLLOW UP BANGSAL

Waktu Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter


10 Juli 2018 S : sesak nafas (+), batuk (+), mual (+) Therapy:
12.00 O: KU/KS : tampak sesak IVFD Ringer Laktat 14 tpm
VS : TD : 120/80 mmHg Inj Lasix 2x2 ampul
N : 80 x/menit Nitrokaf 2x2,5 mg
R : 26 x/menit V-block 6,25-0-0
S : 36.4o C Spirinolacton 25-0-0
SpO2: 98% Candesartan 0-0-16
Kepala : normochepal. Sukralfat 3x1
Mata : CA (-/-), SI (-/-). Tonicard 1x1
Leher : KGB (–) membesar, JVP ↑
Thorax : Simetris, statis & dinamis, retraksi (+) Planning Monitoring :
Pulmo : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-) 1. Posisi ½ duduk, diganjal
Cor : BJ I-II, irregular, Murmur (+), Galoop (-) bantal.
Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan 2. Monitor tanda vital.
epigastrium.
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai
bawah kanan dan kiri
A : Congestive Heart Failure

11 Juli 2018 S : sesak (+), batuk (+), mual (+), nyeri ulu hati (+), Planning :
07.00 BAK sering Therapy:
O : KU/KS : tampak sesak IVFD Ringer Laktat 14 tpm
VS : TD : 130/90 mmHg Inj Lasix 2x2 ampul
N : 101 x/menit Nitrokaf 2x2,5 mg
R : 26 x/menit V-block 6,25-0-0
S : 36,5o C Spirinolacton 25-0-0
SpO2: 98% Candesartan 0-0-16
Kepala : normochepal. Sukralfat 3x1
Mata : CA (-/-), SI (-/-). Tonicard 1x1
Leher : KGB (–) membesar, JVP ↑
Thorax : Simetris, statis & dinamis, retraksi (+) Planning Monitoring :
Pulmo : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-) 1.Posisi ½ duduk, diganjal bantal.
Cor : BJ I-II, irregular, Murmur (-), Galoop (-) 2.Monitor tanda vital.
Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan
epigastrium.
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+)

14
A : Congestive Heart Failure
12 Juli 2018 S : Sesak nafas berkurang, lemas, batuk (+), sulit P:
07.45 makan, mual IVFD Ringer Laktat 14 tpm
O : KU/KS : tampak sesak Inj Lasix 2x2 ampul
VS : TD : 120/80 mmHg Nitrokaf 2x2,5 mg
N : 98 x/menit V-block 6,25-0-0
R : 24 x/menit Spirinolacton 25-0-0
S : 36,3o C Candesartan 0-0-16
SpO2: 97% Sukralfat 3x1
Kepala : normochepal. Tonicard 1x1
Mata : CA (-/-), SI (-/-).
Leher : KGB (–) membesar, JVP ↑ Planning Monitoring :
Thorax : Simetris, statis & dinamis, retraksi (+) 1.Posisi ½ duduk, diganjal bantal.
Pulmo : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-) 2.Monitor tanda vital.
Cor : BJ I-II, irregular, Murmur (-), Galoop (-)
Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan
epigastrium berkurang
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai
minimal (+)
A : Congestive Heart Failure

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Gagal Jantung

III.1.1 Definisi

Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada
struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Memiliki gejala khas (sesak napas
saat istirahat/aktivitas, kelelahan, edem tungkai) dan tanda khas (takikardia, takipneu,
ronkhi paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer,
hepatomegaly) dan tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat
istirahat, kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptide natriuretic1.

III.1.2 Etiologi

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh4 :


1. Kelainan otot jantung : Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner : Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium

16
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal : Meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif : Berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain : Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik : Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik
dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

III.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi menurut ACC/AHA Klasifikasi menurut NYHA


Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadiPasien dengan penyakit jantung tetapi tidak ada
gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural
pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
atau fungsional jantung. menyebabkan kelelahan berlebihan, palpitasi,
dispnea atau nyeri angina.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang Pasien dengan penyakit jantung dengan sedikit
berhubungan dengan perkembangan gagal pembatasan aktivitas fisik. Merasa nyaman saat
jantung, tidak terdapat tanda dan gejala. istirahat. Hasil aktivitas normal fisik kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.

17
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simpatomatis berhubungan Pasien dengan penyakit jantung yang terdapat
dengan penyakir structural jantung yang pembatasan aktivitas fisik. Merasa nyaman saat
mendasari istirahat. Aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium D Kelas IV
Penyakit structural jantung yang lanjut serta Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan
gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik
istirahat walaupun telah mendapat terapi. apapun tanpa ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
dapat muncul bahkan pada saat istirahat. Keluhan
meningkat saat melakukan aktifitas
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional5.
Tabel 1 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Tingkat Keparahan

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan gangguan fungsi5 :


1) Gagal jantung Sistolik Gagal jantung sistolik yang utama berkaitan dengan curah
jantung yang tidak adekuat dengan kelemahan, kekelahan, berkurangnya toleransi
terhadap exercise, dan gejala lain dari hipoperfusi.
2) Gagal Jantung Diastolik Gagal jantung diastolik berhubungan dengan peningkatan
tekanan pengisian. Pada banyak pasien yang mempunyai hipertrofi ventrikel dan
dilatasi, abnormalitas kontraksi dan relaksasi terjadi secara bersamaan
Tabel 2 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Gangguan Fungsi
Karakteristik Gagal jantung Gagal jantung sistolik
diastolik
Ciri-ciri klinis :
a.Gejala (e.g dyspnea) Ya Ya
b.Status kongesti ( e.g edema) Ya Ya
c.Aktifitas neurohormonal (e.g Ya Ya
brain natriuretic peptide)
Struktur dan fungsi ventrikel kiri:
a.Fraksi ejeksi Normal Berkurang
b.Massa ventrikel kiri Bertambah Bertambah
c.Ketebalan dinding relatif Bertambah Berkurang
d.End diastolic volume Normal Bertambah

18
e.End diastolic pressure Bertambah Bertambah
f.Ukuran atrium kiri Bertambah Bertambah
Latihan fisik :
a.Kapasitas latihan Berkurang Berkurang
b.Penambahan cardiac output Berkurang Berkurang
c.End diastolic pressure Bertambah Bertambah

III.1.4 Patofisiologi

Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan
hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung.
Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan
volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi
otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system
saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa
tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi
otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung
karena beban jantung yang ringan.
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta
pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas
ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan
tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan
merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.

19
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas
jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah
beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi).
Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika
persediaan energi terbatas (misal pada penyakit. koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan
menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi
stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel
refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi
CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=
HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup.Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.

20
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.
Patofisiologi berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga keadaan
tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh.
Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz,
2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris,
tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik
(>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke
dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007).
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel
kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi
jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal
jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di
ekstermitas bawah (Acton, 2013).
b. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal
jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann,
2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan
sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf
simpatik.
c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS.
Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan
angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel

21
dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu,
angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon
aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal,
akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya
edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012).
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress
ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial.

Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif :

III.1.4 Diagnosis
Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi riwayat
dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus dijalani. Riwayat
penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan diagnosa kegagalan jantung,
tapi sering kali dapat memberi petunjuk penyebab dari kegagalan jantung, faktor yang
memperberat, dan keparahan dari penyakit. Gejala gagal jantung dapat dihubungkan
dengan penurunan cardiac output (mudah lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan
(dyspnea, orthopnea, dan ”cardiac wheezing”). Pada kasus dengan kegagalan pada
jantung kanan dapat menyebabkan terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga
menyebabkan edema perifer dan asites. Kegagalan pada jantung kiri dapt
menyebabkan gejala berupa munculnya dyspnea on effort. Pulmonary congestion
(dengan crackles dan wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut maupun
subakut1.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload volume
adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari ventrikel
dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang terletak lateral
dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka gambaran foto thoraks akan
sangat membatu untuk menetukan perkiraan penyebab dari dispnea tersebut.
Gambaran radiografi pada kelainan akibat kegagalan jantung adalah cardiomegali,

22
cephalization dari pembuluh darah, peningkatan marker interstitial, dan adanya pleural
efusi. Apabila didapatkan beberapa tanda, gejala, dan gambaran radiologi seperti yang
disebutkan diatas maka diagnosa untuk CHF dapat ditegakkan. Pasien dengan riwayat
penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, atau riwayat penyakit arteri koroner
meningkatkan resiko terkena CHF2.

III.1.5 Diagnosis

Gambar 1. Skema Diagnostik untuk Pasien Dicurigai Gagal Jantung


A. Tanda dan Gejala1

23
1. Ortopnea adalah kesulitan bernafas saat berbaring. Pasien yang mengalami
ortopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa
tegak di tempat tidur atau duduk dikursi, bahkan saat tidur.
2. Dyspnea, terjadi karena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli
yang menggangu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
3. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND), yaitu sesak napas tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk.
4. d. Batuk-batuk, hal ini disebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak
produktif, tetepi yang tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai
dengan bercak darah.
5. Mudah Lelah, terjadi akibat curah jantung yang kurang, yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk.
6. Kegelisahan dan kecemasan, terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stess
akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.
7. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
8. Edema, dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna dan
tubuh bagian bawah. Kadang juga terdapat pitting ederma
9. Distensi vena leher
10. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar
11. Asites, terjadi karena tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga
cairan terdorong keluar rongga abdomen (peritonium)
12. Anoreksia dan mual, hilangnya selera makan dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen

24
13. Nokturia, rasa ingin kencing malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung
oleh posisi penderita pada saat berbaring. Dieresis terjadi paling sering pada
malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara


luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jika kriteria
minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi
pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik1.

Tabel 3 Gejala Gagal Jantung berdasarkan Kriteria Framingham


Kriteria Mayor : Kriteria Minor :
Dispnea nokturnal paroksismal atau Edema pergelangan kaki bilateral
ortopnea Batuk pada malam hari
Distensi vena leher Dyspnea on ordinary exertion
Rales paru Hepatomegali
Kardiomegali pada hasil rontgen Efusi pleura
Edema paru akut Takikardi ≥ 120x/menit
S3 gallop

25
Peningkatan tekanan vena pusat > 16
cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun
waktu 5 hari sebagai respon pengobatan
gagal jantung

B. Keadaan umum dan tanda vital

Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki
keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari beberapa
menit. Pada pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya
nafas yang berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak.
Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya berkurang pada
gagal jantung lanjut karena fungsi LV yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa
berkurang, dikarenakan berkurangnya stroke volume, dan tekanan diastolik arteri bisa
meningkat sebagai akibat vasokontriksi sistemik. Sinus tachycardia adalah gejala non
spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang meningkat. Vasokontriksi
perifer mengakibatkan ekstrimitas perifer menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir
dan ujung jari juga diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang berlebihan6.

C. Pemeriksaan vena jugularis dan leher

Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan,


dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan vena
jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat dengan sudut 45o.
Tekanan vena jugularis dihitung dengan satuan sentimeter H2O (normalnya kurang
dari 8 cm), dengan memperkirakan tinggi kolom darah vena jugularis diatas angulus
sternalis dalam centimeter dan menambahkan 5 cm (pada postur apapun). Pada tahap
awal gagal jantung, tekanan vena jugularis bisa normal saat istirahat, tapi dapat secara
abnormal meningkat saat diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen (refluk
hepatojugular positif). Giant V wave menandakan keberadaan regurgitasi katup
trikuspid6.

D. Pemeriksaan Paru

26
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan
dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki
dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing
ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi
spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan bahwa ronkhi
seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika
pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien sudah
beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat.
Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura,
hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura
bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada
kegagalan kedua ventrikel (biventricular failure). Walau effusi pleura biasanya
ditemukan bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada
yang kiri4.

E. Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan


informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat kardiomegali,
titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space
(ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri
yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba lebih lama (kuat angkat).
Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi
ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba
pada apex2.

Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami hipertrofi
dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada parasternal
kiri (right ventricular heave). Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada
pasien dengan volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea, dan
seringkali menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat
bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi
diastolik. Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung yang lanjut6.

27
F. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas

Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien dengan
gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat
berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Ascites dapat timbul
sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena hepatik dan sistem vena
yang berfungsi dalam drainase peritenium4.

Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium
lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal
jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti (bendungan)
hepar dan hipoksia hepatoselular5.

Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,
beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar
pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas. Pada
pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan skrotum. Edema yang
berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang mengeras dan pigmentasi yang
bertambah6.

G.Kakeksia Kardial

Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan berat
badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya dimengerti,
kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk didalamnya
adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia, nausea, dan muntah-muntah yang
diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali dan rasa penuh di abdomen,
meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang bersirkulasi, dan terganggunya
absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena intestinal. Jika terdapat kakeksia
maka prognosis gagal jantung akan semakin memburuk6.

28
H. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan
laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit
yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang
belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan
fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone1.

Tabel 4 Abnormalitas Hasil Laboratorium pada Gagal Jantung1


Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Peningkatan kreatinin Penyakit ginjal, ACEI, ARB, Hitung GFR, pertimbangkan
serum (> 150 µ mol/L) antagonis aldosteron mengurangi dosis
ACEI/ARB/antagonis
aldosteron, periksa kadar
kalium dan BUN
Anemia (Hb < 13 gr/dL Gagal jantung kronik, gagal Telusuri penyebab,
pada laki-laki, < 12 gr/dL ginjal, hemodilusi, pertimbangkan terapi
pada perempuan) kehilangan zat besi
ataupenggunaan zat besi
terganggu, penyakit kronik
Hiponatremia (< 135 Gagal jantung kronik, Pertimbangkan restriksi
mmol/L) hemodilusi, pelepasan AVP cairan, kurangi dosis diuretik,
(Arginine Vasopressin), ultrafiltrasi, antagonis
diuretik vasopresin
Hipernatremia (> 150 Hiperglikemia, dehidrasi Nilai asupan cairan, telusuri
mmol/L) penyebab
Hipokalemia (< 3,5 Diuretik, Risiko aritmia,
mmol/L) hiperaldosteronisme pertimbangkan suplemen
sekunder kalium, ACEI/ARB,
antagonis aldosteron
Hiperkalemia (> 5,5 Gagal ginjal, suplemen Stop obat-obat hemat kalium
mmol/L) kalium, penyekat sistem (ACEI/ARB,antagonis
renin-angiotensinaldosteron aldosterone ), nilai fungsi
ginjal dan pH, risiko
bradikardia
Hiperglikemia (> 200 Diabetes, resistensi insulin Evaluasi hidrasi, terapi
mg/dL) intoleransi glukosa
Hiperurisemia (> 500 Terapi diuretik, gout, Allopurinol, kurangi dosis
µmol/L) keganasan diuretik
BNP < 100 pg/mL, NT Tekanan dinding ventrikel Evaluasi ulang diagnosis,
proBNP < 400 pg/mL normal bukan gagal jantung jika
terapi tidak berhasil

29
BNP < 100 pg/mL, NT Tekanan dinding ventrikel Evaluasi ulang diagnosis,
proBNP < 400 pg/mL normal bukan gagal jantung jika
terapi tidak berhasil
Kadar albumin tinggi (> 45 Dehidrasi, mieloma rehidrasi
g/L)
Kadar albumin rendah (< Nutrisi buruk, kehilangan Cari penyebab
30 g/L) albumin melalui ginjal
Peningkatan transaminase Disfungsi hati, gagal jantung Cari penyebab, kongesti liver,
kanan, toksisitas obat pertimbangkan kembali
terapi
Peningkatan troponin Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pola peningkatan
berkepanjangan, gagal (peningkatan ringan sering
jantung berat, miokarditis, terjadi pada gagal jantung
sepsis, gagal ginjal, emboli berat), angiografi koroner,
paru evaluasi kemungkinan
revaskularisasi
Tes troid abnormal Hiper / hipotroidisme, Terapi abnormalitas tiroid
amiodaron
Urinalisis Proteinuria, glikosuria, Singkirkan kemungkinan
bakteriuria infeksi
INR > 2,5 Overdosis antkoagulan, Evaluasi dosis antkoagulan,
kongesti hati nilai fungsi hati
CRP > 10mg/l, lekositosis Infeksi, infamasi Cari penyebab
neutroflik

I. Pemeriksaan foto thoraks


Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik1.
Tabel 5 Abnormalitas Foto Thoraks pada Gagal Jantung1
Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel Ekokardiograf, doppler
kanan, atria, efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, Ekokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian Mendukung diagnosis gagal
ventrikel kiri jantung kiri

Edema intersital Peningkatan tekanan pengisian Mendukung diagnosis gagal


ventrikel kiri jantung kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi nonkardiak
peningkatan tekanan pengisian (jika efusi banyak)

30
jika efusi bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/ keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenos
Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfsema Pemeriksaan CT, Spirometri,
ekokardiografi
Infeksi paru Pneumonia sekunder akibat Tatalaksana kedua penyakit:
kongesti paru gagal jantung dan infeksi
paru
Infltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan
J. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga


gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
10%)1.

Tabel 6 Abnormalitas Hasil EKG pada Gagal Jantung1


Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardia Gagal jantung dekompensasi, anemia, Penilaian klinis Pemeriksaan
demam, hipertroidisme laboratorium
Sinus Bradikardia Obat penyekat β, anti aritmia, Evaluasi terapi obat Pemeriksaan
hipotiroidisme, sindroma sinus sakit laboratorium
Atrial takikardia / futer / Hipertiroidisme, infeksi, gagal jantung Perlambat konduksi AV, konversi
fbrilasi dekompensasi, infark miokard medik, elektroversi, ablasi kateter,
antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati, Pemeriksaan laboratorium, tes
miokardits, hipokalemia, latihan beban, pemeriksaan
hipomagnesemia, overdosis digitalis perfusi, angiografi koroner, ICD
Iskemia / Infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,
Angiografiikoroner,
Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertrofi, LBBB, Ekokardiografi, angiografii
preexitasi koroner
Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta, Ekokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertrofi
Blok Atrioventrikular Infark miokard, Intoksikasi obat, Evaluasi penggunaan obat, pacu
miokarditis, sarkoidosis, Penyakit Lyme jantung, penyakit sistemik
Mikrovoltase Obesitas, emfisema, efusi perikard, Ekokardiograf, rontgen toraks
amiloidosis

31
Durasi QRS > 0,12 Disinkroni elektrik dan mekanik Ekokardiograf, CRT-P, CRT-D
detik dengan morfologi
LBBB
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter Defbrillator CRT-P = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac Resynchronizaton Therapy-Defbrillator

K. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%)1. Ekokardiografi
mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45
- 50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan
diastolik)

Tabel 7 Abnormalitas Hasil Ekokardiografi pada Gagal Jantung1


Pengukuran Abnormalitas Implikasi klinis
Fraksi ejeksi ventrikel kiri Menurun (< 40 %) Disfungsi sistolik
Fungsi ventrikel kiri, global Akinesis, hipokinesis, Infark/iskemia miokard,
dan fokal diskinesis kardiomiopati, miokardits
Diameter akhir diastolik Meningkat (> 55 mm) Volume berlebih, sangat
(End-diastolik diameter = mungkin gagal jantung
EDD)
Diameter akhir sistolik Meningkat (> 45 mm) Volume berlebih, sangat
(End-systolic diameter = mungkin disfungsi sistolik
ESD)
Fractonal shortening Menurun (< 25%) Disfungsi sistolik
Ukuran atrium kiri Meningkat (> 40 mm) Peningkatan tekanan
pengisian, disfungsi katup
mitral, fibrilasi atrial
Ketebalan ventrikel kiri Hipertrofi (> 11-12 mm) Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofi

32
Struktur dan fungsi katup Stenosis atau regurgitasi Mungkin penyebab primer
jantung katup (terutama stenosis atau sebagai komplikasi
aorta dan insufsiensi mitral) gagal jantung, nilai gradien
dan fraksi regurgitan, nilai
konsekuensi hemodinamik,
pertimbangkan operasi
Profil aliran diastolik mitral Abnormalitas pola pengisian Menunjukkan disfungsi
diastolik dini dan lanjut diastolik dan kemungkinan
mekanismenya
Kecepatan puncak Meningkat (> 3 m/detk) Peningkatan tekanan sistolik
regurgitasi trikuspid ventrikel kanan, curiga
hipertensi pulmonal
Perikardium Efusi, hemoperikardium, Pertimbangkan tamponade
penebalan perikardium jantung, uremia, keganasan,
penyakit sistemik,
perikarditis akut atau
kronik,perikarditis
konstriktif
Aortc outlow velocity time Menurun (< 15 cm) Isi sekuncup rendah atau
integral berkurang
Vena cava inferior Dilatasi, Retrograde flow Peningkatan tekanan atrium
kanan,disfungsi ventrikel
kanan Kongesti hepatik

C.1.5 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada gagal jantung adalah untuk mengurangi keluhan
juga mengupayakan pencegahan agar tidak terjadi perubahan disfungsi jantung yang
asimptomatik menjadi gagal jantung yang simptomatik. Selain itu juga untuk
menurunkan angka kesakitan dan diharapkan jangka panjang penurunan angka
kematian.
a. Nonmedikamentosa
Terapi nonmedikamentosa diindikasikan untuk semua pasien hipertensi dan
pasien beresiko menjadi hipertensi. Terapi yang diberikan antara lain adalah5 :
1. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta
upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan.
2. Istirahat, olahraga teratur mengatur aktivitas sehari-hari jangan sampai
berlebihan. Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal
jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah
3. Atur pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol,

33
4. Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba,
menurunkan berat badan pada obesitas. Pasien harus memantau berat badan
rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari,
pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter
5. Hentikan kebiasaan merokok,
6. Konseling mengenai obat, baik indikasi, efek samping, dan menghindari
obat-obat tertentu.
7. Asupan cairan. Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan
rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis

b. Medikamentosa
Berdasarkan Guideline for The Diagnosis and Management of Heart Failure in
Adult dari American Heart Association (AHA) tahun 2005, pemberian obat pada
pasien gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik dibagi menjadi empat kelas1.
Untuk merekomendasi :
 Class I : adanya bukti/kesepakatan umum bahwa tindakan bermanfaat dan
efektif
 Class II : bukti kontroversi
o IIa : adanya bukti bahwa tindakan cenderung bermanfaat
o IIb : manfaat dan efektivitas kurang terbukti
 Class III : tindakan tidak bermanfaat bahkan berbahaya
Tingkat kepercayaan :
A : data berasal dari uji random multipel, atau metaanalisis
B : data berasal dari satu uji random klinik
C : konsensus, pendapat para pakar, uji klinik kecil, studi retrospektif atau registrasi

Class I 1. Diuretik, untuk pasien dengan retensi cairan. (tingkat kepercayaan : C)


2. ACE inhibitor, kecuali ada kontraindikasi. (tingkat kepercayaan: A)
3. Beta-blocker (gunakan 1 dari 3 jenis obat yang ada yaitu bisoprolol,
carvedilol, atau metoprolol suksinat) direkomendasikan untuk semua
pasien yang keadaannya masih stabil. (tingkat kepercayaan: A)

34
4. Angiotensin II receptor blockers, diberikan pada pasien yang intoleran
terhadap ACE inhibitor. (tingkat kepercayaan: A)
5. Obat-obat yang diketahui tidak baik bila diberikan pada pasien gagal
jantung harus dihindari, seperti NSAID, kebanyakan obat anti-aritmia,
dan sebagian besar obat calcium channel blocker). (tingkat
kepercayaan: B)
Class IIa 1. Angiotensin II receptor blockers sebagai alternatif ACE inhibitor
sebagai terapi lini pertama pada pasien gagal jantung ringan sampai
sedang. Terutama bila sudah mendapat ARBs. (tingkat kepercayaan: A)
2. Digitalis dapat diberikan (tingkat kepercayaan: B)
3. Tambahan kombinasi hydralazine dan nitrat diberikan pada pasien yang
sudah mendapat ACE inhibitor dan beta blocker. (tingkat kepercayaan:
B)
Class Iib 1. Kombinasi hydralazine dan nitrat diberikan pada pasien yang intoleran
terhadap ACE inhibitor atau ARB, hipotensi, atau insufisiensi ginjal.
(tingkat kepercayaan : C)
2. Tambahan ARB diberikan pada pasien dengan gejalan gagal jantung
persisten dan sudah mendapat pengobatan konvensional. (tingkat
kepercayaan: B)
Class III 1. Kombinasi ACE inhibitor, ARBs dan aldosteron agonist secara rutin
tidak dianjurkan. (tingkat kepercayaan : C)
2. Pemberian calcium channel blocker rutin tidak dianjurkan. (tingkat
kepercayaan: A)

35
36
37
1. ACE inhibitor
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan
fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki keluhan, dan
mengurangi kekerapanrawat inap di rumah sakit. Bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel
kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai
dosis yang efektif. Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja
menurunkan sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim
yang dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat
mengurangi kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam1.
Harus diberikan terapi awal bila tidak ditemu retensi cairan. Bila ada retensi
cairan, maka harus diberikan bersama diuretik. Harus segera diberikan bila ditemui
tanda dan gejala gagal jantung dan dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat
sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala. Kontraindikasi :
Riwayat angioedema, Stenosis renal bilateral, Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L,
Serum kreatinin > 2,5 mg/Dl, Stenosis aorta berat.

2. Loop Diuretika
Thiazide, diberikan pada gagal jantung ringan dan kronis ringan. Kerjanya
mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- di tubulus distal sehingga air dan garam juga tidak
ikut diserap. Efek sampingnya mengurangi eksresi asam urat sehingga dapat
menyebabkan hiperurisemia, gangguan toleransi glukosa, bercak di kulit,
trombositopenia, dan granulasitopenia2.
Metolazone, merupakan derivat dari quinethazine. Kerjanya mirip dengan
thiazide. Digunakan pada gagal jantung dengan gagal ginjal sedang. Furosemide,
Bumetanide, dan Torsemide, menghambat reabsorbsi Na+, K+, dan Cl- di lengkung
henle ascendens. Diuretik hemat kalium, bekerja pada tubulus distal dan korteks
duktus kolektivus dengan menghambat kerja aldosteron yang kemudian menghambat
pertukaran Na+ dengan K+ dan H+, contohnya spironolakton. Amiloride dan
triamterene memiliki efek yang sama tapi langsung bekerja di tubulus distal dan duktus
kolektivus6.

38
3. Penyekat beta (ß blocker)
Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang dan beratyang stabil
baik karena iskemi atau kardiomiopati dan iskemi dalam pengobatan standar seperti
diuretik atau ACE inhibitor. Penyekat beta yang digunakan yaitu, bisoprolol,
karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol. Mekanisme kerja dari βblocker sendiri
yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah
perifer sehingga efek 15 vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat
konduksi dari sel jantung dan juga mampu meningkatkan periode refractory6.
 Indikasi pemberian penyekat β
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah
diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi
cairan berat)
 Kontraindikasi pemberian penyekat β
Asma
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

4. Agonis reseptor aldosteron


Sebagai tambahan terhadap ACE inhibitor dan ß blocker pada gagal jantung
sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi Na dan
eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis aldosteron dengan dosis
inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinik yang bersifat mayor.

5. Antagonis penyekat reseptor angiotensin II


Alternatif bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor karena
efektivitasnya sama. Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II
pada pemakaian ACE inhibitor pada pasien yang simptomatik guna menurunkan

39
mortalitas. Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe
AT1. Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan hanya untuk pasien gagal
jantung dengan stage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I.

6. Digitalis
Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung.
Kombinasi digoksin dan ß blocker lebih superior dibandingkan bila dipakai sendiri-
sendiri tanpa kombinasi. Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang
mempunyai sifat inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas
dan meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang
berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena
itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring
ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.

7. Hidralazin-isosorbid dinitrat
Dipakasi sebagai tambahan dimana pasien tidak toleran terhadap ACE
inhibitor atau penyekat angiotensin II. Dosis besar hidralazin (300mg) dengan
kombinasi isosorbid dinitrat 180mg tanpa ACE inhibitor dapat menurunkan mortalitas.
Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat mengurangi resisten
pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan cardiac output.
Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat inositoltrifosfat (IP3) pada
retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan ion kalsium intraseluler dan
terjadi penurunan ion kalsium intraseluler.

8. Nitrat
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak
terbukti memperbaiki gejala gagal jantung. Dengan demikian dosis yang sering dapat
terjadi toleran, oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi
dengan ACE inhibitor. Nitrat sebagai venodilator utama (dilatasi pembuluh darah) dan
menurunkan preload (menurunkan beban awal jantung) dengan mekanisme aktivasi
cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion kalsium
intraseluler

40
9. Nesiritid
Golongan vasodilator baru, identik dengan hormon endogen dari ventrikel, yang
mempunyai efek dilatasi arteri, vena dan koroner, dan menurunkan preload dan
afterload.

10. Obat-obat inotropik


Hanya digunakan pada kasus berat dengan pemberian secara intravena

11. Antiaritmia
Digunakan hanya pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi. Amiodaron efektif untuk
mengatasi supraventrikel dan ventrikel aritmia.

12. Antitrombotik
Pada gagal jantung kronik dengan fibrilasi atrium diberikan antikoagulan. Pada gagal
jantung kronik dengan penyakit jantung koroner dianjurkan pemakaian antiplatelet

41
BAB IV
ANALISIS KASUS

IV.1 ANAMNESA
A. Sesak
Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 2 minggu SMRS, memberat sejak 1 hari
SMRS, timbul saat pasien istirahat ataupun saat aktivitas dan menggunakan 3 bantal
atau duduk untuk mengurangi rasa sesaknya. Rasa sesak pada pasien bisa berasal dari
cardiac dan non cardiac. Sesak diperberat dengan aktivitas ringan dan berat, serta rasa
sesak pada pasien disertai dengan nyeri pada dada sehingga kemungkinan sesak
berasal dari cardiacnya.
Dispneu disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru. Seperti juga spektrum kongesti paru
yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi
edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Sesak saat berbaring (ortopneu)
terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di
bawah ke arah sirkulasi sentral. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND)/dispnea yang
timbul secara tiba-tiba pada saat tidur terjadi karena akumulasi cairan dalam paru
ketika sedang tidur dan merupakan manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas merupakan manifestasi
gagal jantung yang paling umum. Dispnea diakibatkan karena terganggunya
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta meningkatnya tahanan
aliran udara.

B. Nyeri dada
Pasien mengeluhkan nyeri pada dada tengah sejak 1 hari SMRS, timbul
bersamaan dengan sesak nafas, seperti rasa tertekan dan menjalar kebagian bahu.
timbul saat pasien kelelahan saat beraktivitas sehari - hari. Nyeri dada bisa berasal dari
kardiak ataupun non kardiak. Nyeri dada non kardiak atau yang berasal dari luar
jantung memiliki karakteristik : nyeri terlokalisir, tidak menjalar, nyeri bersifat tajam
seperti ditusuk-tusuk, timbul spontan dan terprovokasi oleh posisi atau saat bernapas

42
serta tidak membaik setelah istirahat. Sedangkan nyeri dada kardiak memiliki
karakteristik : nyeri menjalar ke leher, bahu, punggung, nyeri bersifat tumpul seperti
tertindih, biasanya timbul setelah aktivitas dan membaik setelah istirahat. Pada pasien
ini karakteristik nyeri dada lebih berasal dari kardiak, bisa disebabkan oleh angina
ataupun infark miokard.

C.Batuk
Pasien juga batuk tapi tidak berdahak, tidak disertai dengan darah. Penderita
gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk terutama pada malam hari, yang
diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi berbaring. Batuk yang
terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Hal ini bisa terjadi karena
bendungan mukosa bronkial dan berhubungan dengan adanya peningkatan produksi
mukus.

D. Mual
Pasien sering merasa mual tanpa disertai muntah, hilang timbul terutama saat
telat makan, ulu hati terasa sakit dan tidak disertai dengan diare. Mual dan nyeri pada
epigastrium bisa disebabkan karena adanya lesi atau peradangan pada gaster, bisa
disebabkan karena pola makan tidak baik. Gejala saluran cerna yang lain seperti
anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati.

E. Bengkak kedua kaki


Tungkai kanan dan kiri bengkak sejak 2 hari terakhir. Edema perifer terjadi
akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada
bagian tubuh yang tergantung seperti kaki, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi
nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan
oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut dapat
menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan
cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung
kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Mekanisme yang

43
menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah : Tekanan onkotik plasma lebih
tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru, Jaringan konektif dan barier seluler relatif
tidak permeabel terhadap protein plasma dan adanya sistem limfatik yang secara
ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah
sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mmHg,
maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan
hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan
normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.

F. Mudah lelah
Pasien juga mengeluhkan mudah lelah setelah beraktivitas sehari – hari,
sehingga pasien tidak bisa melakukan kegiatannya dengan baik dan lebih sering untuk
beristirahat di tempat tidur. Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan
kegiatan yang biasanya tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan
kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunya curah jantung. Kurangnya
oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energi untuk
kontaksi otot berkurang. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.

G. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kirisistolik
dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan
untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung.
Pasien rutin kontrol dan minum obat dari dokter, memberatnya gejala yang
diderita pasien bisa terjadi karena obat dan dosis yang digunakan kurang tepat, ketidak
patuhan atau kurangnya disiplin pasien dalam meminum obat, atau gaya hidup pasien
yang kurang baik sehingga memperberat penyakit jantungnya.

44
H. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi. Adanya hipertensi (penyakit jantung)
pada ayahnya merupakan faktor predisposisi yang menyebabkan keluhan pada pasien
saat ini karena kebiasaan pola hidup yang kurang baik terjadi pada anggota keluarga
yang tinggal serumah.

I. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus/hari sejak >10 tahun yang lalu.
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok mempercepat
denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan mengirimkan
oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta
menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan
cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada endapan kolesterol di
dalam arteri.

IV.2 Pemeriksaan Fisik


a. Tekanan darah yang tinggi 130/100 mmHg menunjukkan adanya penyakit hipertensi
pada pasien, dan hipertensi ini jika memberat dapat menyebabkan komplikasi yang
lebih berat seperti gagal jantung kongestif, sedangkan nadi cepat 107x/menit biasanya
terjadi takikardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.

b. Laju pernapasan meningkat 28x/menit menandakan adanya usaha untuk memenuhi


kebutuhan oksigen diparu karena oksigen dalam tubuh mulai berkurang, yang ditandai
dengan keluhan sesak napas. Pada gagal jantung kongestif bisa terjadi keluhan sesak
napas karena ada gejala edem pulmo.

c. Status Gizi (BMI: 31.25  Obese 1). Obese merupakan faktor resiko yang
menyebabkan penyakit jantung dan yang memperburuk keadaan jantungnya. Obesitas
atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25 (berat badan
(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap
timbulnya hipertensi. Hal inin sejalan dengan beberapa penelitian yang menyatakan
bahwa obesitas merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi.

45
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi
volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi
yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan
aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin
dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air15

d. Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP meningkat (5 + 3) cmH2O yang


menunjukkan adanya bendungan sampai ke vena carotis/jugularis oleh karena ada
peningkatan atrium kanan sehingga kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.

e. Pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan ronkhi (+/+). Timbulnya ronkhi yang
disebabkan oleh transudasi cairan paru dari rongga intravascular ke dalam alveoli yang
diakibatkan karena adanya efusi pleura sehingga menimbulkan keluhan sesak pada
pasien dan merupakan ciri khas dari gagal jantung.

f. Pada pemeriksaan jantung didapatkan BJ II-II, takikardi reguler, murmur (+). Bising
jantung (heart murmur) adalah kelainan atau abnormalitas pada jantung yang
disebabkan oleh pembukaan katup yang tidak sempurna, yang mengakibatkan darah
dipaksa melewati bukaan sempit (stetonic), maupun disebabkan kebocoran septum
yang memisahkan jantung bagian kiri dan kanan sehingga darah mengalir dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Abnormalitas ini menimbulkan bunyi detak jantung
yang berbeda dari jantung normal.

g. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya lesi atau peradangan pada gaster, bisa disebabkan karena
pola makan tidak baik. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh,
atau mual dapat disebabkan kongesti hati.

46
h. Edema pitting kedua tungkai bawah. Pitting edema dapat ditunjukan dengan
menggunakan tekanan pada area yang membengkak dengan menekan kulit dengan jari
tangan. Jika tekanan menyebabkan lekukan ang bertahan untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan, edema dirujuk sebagai pitting edema. Edema tungkai terjadi
dari gagal jantung kanan dan selalu disertai peningkatan tekanan vena jugularis (JVP).
Sering ditemukan hepatomegali sebagai tanda kelainan jantung yang mendasarinya.
Jika edema nampak sedikit di tungkai, dan berat di abdomen, harus dipertimbangkan
adanya konstriksi perikardial.

IV.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Hasil pemeriksaan darah perifer lengkap didapatkan Red Cell Distribution Width
(RDW) yang rendah. RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit. RDW
yang tinggi dapat mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, dan biasanya
ditemukan pada anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin
B12, sedangkan jika didapat hasil RDW yang rendah dapat menunjukan eritrosit yang
mempunyai ukuran variasi yang kecil. Pada pasien didapatkan Mean platelet volume
(MPV) yang rendah. MPV adalah ukuran rata-rata trombosit/platelet. Trombosit baru
lebih besar, dan peningkatan MPV terjadi ketika terjadi peningkatan jumlah platelet
yang sedang diproduksi. Sebaliknya, penurunan MPV merupakan indikasi penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia). Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan
natrium yang rendah/hiponatremi. Hiponatremia juga sering terjadi pada penderita
gagal jantung, pada keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam
tubuh dan melarutkan natrium, sehingga kadar natrium dalam darah menjadi rendah.
Pada kasus gagal jantung bisa terjadi kelainan fungsi ginjal seperti yang ada pada
pasien ini (ureum meningkat). Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi
disfungsi ventrikel dan gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada
glomerular filtration rate (GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang
lebih kuat dibandingkan klasifikasi kelas fungsional.

b. Hasil foto rontgen thorax AP menunjukkan adanya opasitas inhomogen


parahiler et paracardial dextra dengan suspect pneumonia. Pneumonia merupakan
salah satu komplikasi dari gagal jantung, walaupun biasanya komplikasi tersering dari

47
gagal jantung adalah edem pulmo (karena ventrikel kiri sudah tidak mampu memompa
darah ke seluruh tubuh, sebagai kompensasinya ventrikel kanan yang ke paru harus
kerja berlebih sehingga dapat menyebabkan edema pulmo) atau efusi pleura(akibat
dari peningkatan tekanan vena pulmonalis yang terjadi pada gagal jantung kongestif,
dalam hal ini berkaitan dengan keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh darah).
Pasien dengan gagal jantung akut dapat ditemukan memiliki gambaran
hipertensi pulmonal dan/atau edema paru intersitial, sementara pasien dengan gagal
jantung kronik tidak memilikinya. Kongesti paru pada CXR ditandai dengan adanya
Kerley-lines, yaitu gambaran opak linear seperti garis pada lobus bawah paru, yang
timbul akibat meningkatnya kepadatan pada daerah interlobular intersitial akibat
adanya edema. Edema intersitial dan perivaskular terjadi pada dasar paru karena
tekanan hidrostatik di daerah tersebut lebih tinggi. Temuan tersebut umumnya tidak
ditemukan pada pasien gagal jantung kronis, hal ini dikarenakan pada gagal jantung
kronis telah terjadi adaptasi sehingga meningkatkan kemampuan sistem limfatik untuk
membuang kelebihan cairan interstitial dan/atau paru. Hal ini konsisten dengan temuan
tidak adanya ronkhi pada kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan arteri
pulmonal sudah meningkat. Keberadaan dan beratnya effusi pleura juga merupakan
informasi penting dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung, dan terbaik dinilai
melalui CXR dan CT-scan.
Terdapat kardiomegali akibat kompensasi terhadap beban kerja jantung yang
meningkat. Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR) sudah lama digunakan dibidang
kardiologi, selain menilai ukuran dan bentuk jantung, struktur dan perfusi dari paru
dapat dievaluasi. Kardiomegali dapat dinilai melalui CXR, cardiothoracic ratio (CTR)
yang lebih dari 50%, atau ketika ukuran jantung lebih besar dari setengah ukuran
diameter dada, telah menjadi parameter penting pada follow-up pasien dengan gagal
jantung. Bentuk dari jantung menurut CXR dapat dibagi menjadi ventrikel yang
mengalami pressure-overload atau volume-overload, dilatasi dari atrium kiri dan
dilatasi dari aorta asenden.

3. Hasil EKG menunjukkan adanya sinus takikardi, left axis defiation bisa
menandakan adanya pembesaran ventrikel kiri sehingga arah jantungnya tidak normal.

48
4. Hasil ekokardiografi menunjukan adanya dilatasi dari atrium dan ventrikel kiri,
global hipokinetik atau kekuatan kontraksi otot jantung menurun terutama pada
ventrikel kiri sehingga ejection fraction (untuk menilai seberapa baik ventrikel
memompa darah dengan setiap denyutnya) menurun sebanyak 35% (dibawah normal
sedang) serta ditemukan adanya regurgitasi mitral ringan sehingga temuan diatas
mendukung gagal jantung kongestif.

Sehingga dari gejala yang dikeluhkan dan hasil temuan fisik maupun
penunjang mendukung penyakit gagal jantung kongestif. Dari anamnesis (sesak, tidur
dengan >1 bantal, batuk, nyeri dada, edem tungkai, riwayat hipertensi, riwayat
merokok), pemeriksaan fisik (RR↑, TD↑, Obese 1, JVP↑, ronkhi +/+, murmur (+),
edem pitting tungkai bawah bilateral), pemeriksaan penunjang (baik rontgen, EKG,
echocardiography suggestif CHF).

Terapi non-farmakologik meliputi:


1. Diet : Pasien gagal jantung dengan obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk
menurunkan gula darah, lipid darah darah dan berat badannya. Asupan NaCl
harus dibatasi menjadi 2-3 gr/ hari untuk gagal jantung ringan atau < 2 gr/hari
untuk gagal jantung berat.
2. Merokok harus dihentikan.
3. Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien
gagal jantung yang stabil (NYHA kleas II-III) dengan intensitas yang nyaman
bagi pasien.
4. Istirahat dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil (NYHA kelas
IV).
5. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut untuk menurunkan statis
vena dan dapat menurunkan insiden thrombus/pembentukan embolus.

49
Terapi Farmakologi atau Pengobatan
1. Non Farmakologi
a. Oksigenasi 3 lpm dengan nasal kanul.
Oksigen diberikan untuk mencegah hipoksia, memperbaiki ketidakefektifan
pola napas dan meringankan gejala sesak karena oksigen akan meningkatkan aliran
oksigen ke paru dan jaringan sehingga proses metabolism berlangsung sempurna.

2.Farmakologi
a. IVFD Ringer Laktat 14 tpm.
Osmolaritas cairan mendekati serum, sehingga mudah untuk masuk ke
pembuluh darah dan lebih cepat menggantikan kehilangan cairan tubuh. Kristaloid
dengan mudah didistribusi ke cairan ekstraseluler, hanya sekitar 20% elektrolit yang
diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler. Komposisi Na (130 mEq/L), Cl (109
mEq/L), Ca (3 mEq), dan laktat (28 mEq/L). RL juga banyak digunakan sebagai
replacement therapy. Memiliki resiko terjadinya overload, khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi sehingga pemberian cairan harus hati-hati dan
dipantau.

b. Inj Lasix 2x2 ampul.


Lasix adalah berfungsi sebagai diuretic yang digunakan untuk mengurangi
cairan di dalam tubuh dan membuangnya melalui saluran kemih. Bahan aktif dari
Lasix adalah Furosemid. Furosemid bekerja di ginjal dengan menghambat penyerapan
garam dan elektrolit sehingga air terikat dengan garam tersebut dan tidak bisa diserap
oleh ginjal. Akibatnya air akan dibuang melalui mekanisme buang air kecil. Furosemid
atau Lasix digunakan pada pasien yang mengalami edema (penumpukan cairan
berlebihan di dalam tubuh) atau kelebihan asupan cairan. Cairan yang berlebihan akan
bertumpuk di tubuh, terutama paru-paru, perut, dan anggota gerak. Penumpukan cairan
pada paru-paru akan menyebabkan pasien sesak nafas dan mengancam jiwa. Cairan di
perut akan menyebabkan pembesaran perut dan sesak nafas karena penekanan ke paru-
paru. Cairan yang berlebihan di anggota gerak mengakibatkan kaki menjadi bengkak.

50
c.Inj Omeprazol 1ampul
Omeprazol adalah proton pump inhibitor yang menekan sekresi asam lambung
dengan menghambat spesifik dari H + / K + ATPase dalam sel parietal lambung.
Karena sistem enzim tersebut merupakan pompa proton (asam) yang terdapat pada
mukosa lambung, maka omeprazol menghambat pompa proton tersebut sehingga
mampu menghambat pada tahap akhir pembentukan asam lambung. Hal ini dilakukan
oleh omperazol dengan cara membentuk ikatan bersama proton (H+) yang dengan
segera akan diubah menjadi sulfonamida. Zat ini merupakan suatu penghambat pompa
proton yang aktif, membuat obat ini dapat menekan sekresi asam lambung melalui
penghambatan terhadap pelepasan H+ dan pembentukan gabungan HCl sehingga
produksi asam lambung menjadi berkurang dan gejala dispepsia bisa membaik.

d.Spinorolacton 25-0-0
Spironolakton adalah obat diuretik hemat kalium untuk mengatasi tekanan
darah tinggi, pembengkakan (edema), dan gagal jantung. Spironolakton dapat
meningkatkan produksi urin sehingga membuat penggunanya lebih sering buang air
kecil. Hal ini membuat konsentrasi cairan dan garam di pembuluh darah menurun
sehingga dapat diamanfaatkan untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi
beban jantung. Tidak seperti obat diuretik lainnya yang akan ikut membuang kalium
bersama urin, diuretik hemat kalium (potassium sparring diuretic) tidak memengaruhi
kalium sehingga dapat digunakan bagi pasien yang berpotensi mengalami defisiensi
atau ketika kalium diperlukan. Spironolakton merupakan senyawa yang secara spesifik
bersifat antagonis terhadap aldosteron. Aldosteron merupakan hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar adrenal, fungsi utama hormon ini untuk mengatur keseimbangan cairan
dengan cara mempertahankan natrium dan air, namun membuang kalium melalui
urine. Sebagai antagoisnya, spironolakton bekerja dengan cara mengeluarkan natrium
dan air, namun kalium tetap dipertahankan. Dengan mekanisme ini, maka obat ini
dapat digunakan pada penderita tekanan darah tinggi dan edema, tanpa perlu takut
kekurangan kalium

51
e.Candesartan 0-0-16
Candesartan adalah obat anti hipertensi yang berfungsi menurunkan tekanan
darah, sehingga menurunkan resiko kerusakan pembuluh darah, stroke, serangan
jantung, dan masalah pada ginjal. Obat dari jenis penghambat reseptor angiotensin II
ini bekerja dengan cara merelaksasi pembuluh darah sehingga darah dapat dialirkan
dengan lebih mudah. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati gagal
jantung. Candesartan merupakan obat golongan angiotensin receptor blockers (ARBs)
yang memiliki efek kuta menurunkan tekanan darah. Angiotensin merupakan zat yang
terbentuk dalam darah yang dipicu oleh angiotensin converting enzyme (ACE), zat
kimia ini menempel pada reseptor angiotensin yang dapat ditemukan pada banyak
jaringan terutama pada sel otot polos yang melapisi bagian dalam pembuluh darah.
Menempelnya angiotensin pada reseptor menyebabkan sel otot berkontraksi dan
mempersempit pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Cadesartan akan menghambat reseptor angiotensin sehingga mencegah menempelnya
angiotensin. Hal ini menyebabkan pembuluh darah melebar dan tekanan darah menjadi
turun.

f.Nitrokaf 2x2.5 mg
Nitrokaf Retard adalah obat untuk pencegahan dan terapi jangka panjang pada
penderita angina untuk mengurangi keluhan nyeri dada. Obat ini mengandung bahan
aktif berupa nitrogliserin yang bersifat vasodilator (dapat memperlebar pembuluh
darah). Cara kerja Nitrokaf Retard dapat dicermati dari kandungan bahan aktifnya
yang berupa Glyceryl trinitrate. Senyawa ini merupakan nitrat organik yang memiliki
sifat vasodilator (dapat melebarkan pembuluh darah). Dalam penggunaannya obat ini
akan dikonversi menjadi nitrit oksida (NO) yang merupakan agen yang dapat
mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Kemudian menyebabkan serangkaian
pelepasan ion kalsium yang menyebabkan relaksasi pada otot polos dan
memungkinkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah.

52
g.ISDN 3x5 mg
Isosorbide Dinitrate adalah obat yang dapat digunakan untuk mengatasi
Angina (nyeri dada) yang disebabkan oleh penyakt jantung. Obat ini bekerja dengan
cara merelaksasi pembuluh darah pada tubuh, sehingga mengurangi kerja yang harus
dilakukan jantung untuk memompa darah. Dengan berkurangnya kerja jantung maka
kebutuhan oksigen jantung juga akan berkurang dan nyeri dada pun berkurang. Nitrat
adalah vasodilator atau pendilatasi pembuluh darah. Nitrat akan meningkatkan aliran
darah dan oksigen ke jantung dan mengurangi beban kerja jantung dengan cara
mendilatasikan atau melebarkan pembuluh arteri dan vena dalam tubuh. Pelebaran
pembuluh vena mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung yang harus
dipompa. Pelebaran pembuluh arteri menurunkan tekanan di arteri yang melawan
tekanan pemompaan jantung. Sebagai konsekuensi dari kedua efek tersebut, jantung
bekerja lebih ringan dan membutuhkan darah dan oksigen yang lebih sedikit. Selain
itu, nitrat juga melebarkan arteri yang mensuplai jantung dengan darah dan oksigen
sehingga jantung akan menerima darah dan oksigen dengan jumlah yang lebih banyak.

h.V-bloc 1-0-0
Carvedilol merupakan Obat yang memiliki banyak nama paten (nama dagang)
salah satu nya adalah V-BLOC 6,25 MG TAB, yang digunakan dengan atau tanpa
kombinasi dengan obat lain untuk membantu mengobati tekanan darah tinggi
(Hipertensi). Carvedilol merupakan antagonis adrenoseptor β yang juga bekerja
sebagai vasodilator perifer dengan menghambat reseptor α 1 adrenergik. Carvedilol
bekerja megontrol tekanan darah memalui 2 mekanisme, pertama adalah dengan
megurangi secara total tahanan perifer dengan menghambat reseptor α 1 dan kedua
adalah dengan menghambat mekanisme kompensasi yang di perantarai oleh reseptor
β. Carvedilol di absorpsi denga cepat dan sempurna pada pemberian per oral
konsentrasi puncak dalam plasma di capai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian
dosis 25 atau 50 mg pada relawan sehat maupun pasien hipertensi. Kecepaan absorpsi
carvedilol akan berkurang dengan adanya makanan.

53
i.Tonicard 1x1
Tonicard merupakan Suplemen yang kaya akan Antioksidan untuk menangkal
radikal bebas yang berada disekitar kita. Selain itu kandungan Ubidecarenone dalam
Tonicard juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan Ubidecarenone.
Gejala yang mungkin terjadi pada tubuh yang kekurangan Ubidecarenone antara lain
mudah lelah, badan pegal-pegal dan gemetar. Kadar Ubidecarenone akan menurun
secara alami seiring bertambahnya usia. Tonicard baik untuk membantu menjaga
kesehatan jantung, hati, ginjal dan pankreas. Namun, Tonicard bukan suplemen untuk
mengobati penyakit jantung, hati, ginjal dan pankreas.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2015. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular Indonesia. Jakarta
2. American Heart Association. 2011. Classes of heart failure. November 9, 2016.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Clas
ses-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp.
3.American Heart Association. 2012. Understand your risk for heart failure. November
1, 2016.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/UnderstandYourRiskfor
HeartFailure/Understand-Your-Risk-for-Heart Failure_UCM_002046_Article.jsp
4.American Heart Association. 2012. About heart failure. September 20, 2016.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Abo
ut-Heart-Failure_UCM_002044_Article.jsp
5.American Heart Association. 2012. Types of heart failure. September 27, 2016.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Typ
es-of-Heart-Failure_UCM_306323_Article.jsp
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). 2014. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi VI). Jakarta:InternaPublishing

55

Vous aimerez peut-être aussi