Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR
I.I DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah.

I.2 ANATOMI FISIOLOGI


Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke
alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan
area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan
yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami
kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan
atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi
ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan
seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia
lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan
lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke
lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai
oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti
dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10%
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan
Suddarth, 2002)

I.3 ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah
bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis
paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil
mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena
terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut.

I.4 MANIFESTASI KLINIS


Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-
bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

I.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
– Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
– Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
– Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada umumnya nilai-
nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
b. Pemeriksaan radiologi
– Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
– Bayangan yang berawan atau berbecak
– Adanya kavitas tunggal atau ganda
– Adanya kalsifikasi
– Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
– Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
c. Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB
paru
pada pemeriksaan dahak.
d. Uji tuberkulin
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.

I.6 PENATALAKSANAAN MEDIS


a) Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa
hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
 Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid.
Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali
seminggu.
 Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian 25
mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35
mg/kg berat badan.
 Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu digunakan dosis yang sama.
 Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
b) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
2. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
c) Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
1. Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E). Obat-
obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap
lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama
4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA positif
- Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
- Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid (H),
Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam
seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat
ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai

3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H),
Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
- Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau
penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.

I.7 KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

BAB II
ASKEP TEORITIS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.I PENGKAJIAN (DATA DASAR)
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,lanjut;infiltrasi radang
sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di
daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus
(cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru,
atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan,
batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak
ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang
menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.

2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN RASIONAL


Diagnosa
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
a. Kaji ulang fungsi a. Penurunan bunyi
pernapasan: bunyi napas indikasi
napas, kecepatan, irama, atelektasis, ronki indikasi
kedalaman dan akumulasi
penggunaan otot secret/ketidakmampuan
aksesori.b. Catat membersihkan jalan
kemampuan untuk napas sehingga otot
mengeluarkan secret aksesori digunakan dan
atau batuk efektif, catat kerja pernapasan
Setelah diberikan karakter, jumlah sputum, meningkat. b.Pengeluara
tindakan keperawatan adanya hemoptisis. n sulit bila sekret tebal,
kebersihan jalan napas c. Berikan pasien sputum berdarah akibat
efektif, dengan criteria posisi semi atau Fowler, kerusakan paru atau luka
hasil: Bantu/ajarkan batuk bronchial yang
 Mempertahankan jalan efektif dan latihan napas memerlukan
napas pasien. dalam. evaluasi/intervensi lanjut
 Mengeluarkan sekret d. Bersihkan sekret dari .
tanpa bantuan. mulut dan trakea, c. Meningkatkan
 Menunjukkan prilaku suction bila perlu. ekspansi paru, ventilasi
untuk memperbaiki e. Pertahankan intake maksimal membuka area
Bersihan jalan napas bersihan jalan napas. cairan minimal 2500 atelektasis dan
tidak efektif  Berpartisipasi dalam ml/hari kecuali peningkatan gerakan
berhubungan program pengobatan kontraindikasi. sekret agar mudah
dengan sekret kental sesuai kondisi. f. Lembabkan dikeluarkan.
atau sekret darah, Mengidentifikasi udara/oksigen inspirasi. d. Mencegah
kelemahan, upaya potensial komplikasi dan Kolaborasi: obstruksi/aspirasi.
batuk buruk, edema melakukan tindakan g. Berikan obat: agen Suction dilakukan bila
trakeal/faringeal. tepat. mukolitik, pasien tidak mampu
bronkodilator, mengeluarkan sekret.
kortikosteroid sesuai e. Membantu
indikasi. mengencerkan secret
sehingga mudah
dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan
membran mukosa.
g. Menurunkan
kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna
jika terjadi hipoksemia
pada kavitas yang luas.
a. Kaji dispnea, a. Tuberkulosis paru
takipnea, bunyi dapat rnenyebabkan
pernapasan abnormal. meluasnya jangkauan
Peningkatan upaya dalam paru-pani yang
respirasi, keterbatasan berasal dari
ekspansi dada dan bronkopneumonia yang
kelemahan.b. Evaluasi meluas menjadi
perubahan-tingkat inflamasi, nekrosis,
kesadaran, catat tanda- pleural effusion dan
tanda sianosis dan meluasnya fibrosis
perubahan warna kulit, dengan gejala-gejala
membran mukosa, dan respirasi
Setelah diberikan warna kuku. distress. b.Akumulasi
Gangguan tindakan keperawatan c. secret dapat menggangp
pertukaran gas pertukaran gas efektif, Demonstrasikan/anjurka oksigenasi di organ vital
berhubungan dengan kriteria hasil: n untuk mengeluarkan dan jaringan.
dengan  Melaporkan tidak napas dengan bibir c. Meningkatnya
berkurangnya terjadi dispnea. disiutkan, terutama pada resistensi aliran udara
keefektifan  Menunjukkan perbaikan pasien dengan fibrosis untuk mencegah
permukaan paru, ventilasi dan oksigenasi atau kerusakan kolapsnya jalan napas.
atelektasis, jaringan adekuat dengan parenkim. d. Mengurangi konsumsi
kerusakan membran GDA dalam rentang d. Anjurkan untuk oksigen pada periode
alveolar kapiler, normal. bedrest, batasi dan bantu respirasi.

sekret yang kental, Bebas dari gejala aktivitas sesuai e. Menurunnya saturasi
edema bronchial. distress pernapasan. kebutuhan. oksigen (PaO2) atau
e. Monitor GDA. meningkatnya PaC02
f. Kolaborasi: Berikan menunjukkan perlunya
oksigen sesuai indikasi. penanganan yang lebih.
adekuat atau perubahan
terapi.
f. Membantu mengoreksi
hipoksemia yang terjadi
sekunder hipoventilasi
dan penurunan
permukaan alveolar
paru.
a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam
paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat
timbang berat badan, masalah dan intervensi
integritas mukosa mulut, yang tepat b. Membantu
kemampuan menelan, intervensi kebutuhan
adanya bising usus, yang spesifik,
riwayat mual/rnuntah meningkatkan intake diet
atau diare.b. Kaji pasien.
ulang pola diet pasien c. Mengukur keefektifan
yang disukai/tidak nutrisi dan cairan.
disukai. d. Dapat menentukan
Setelah diberikan c. Monitor intake dan jenis diet dan
tindakan keperawatan output secara periodik. mengidentifikasi
diharapkan kebutuhan d. Catat adanya pemecahan masalah
Gangguan nutrisi adekuat, dengan anoreksia, mual, untuk meningkatkan
keseimbangan kriteria hasil: muntah, dan tetapkan intake nutrisi.

nutrisi, kurang dari Menunjukkan berat jika ada hubungannya e. Membantu menghemat
kebutuhan badan meningkat dengan medikasi. Awasi energi khusus saat
berhubungan mencapai tujuan dengan frekuensi, volume, demam terjadi
dengan kelelahan, nilai laboratoriurn konsistensi Buang Air peningkatan metabolik.
batuk yang sering, normal dan bebas tanda Besar (BAB). f. Mengurangi rasa tidak
adanya produksi malnutrisi. e. Anjurkan bedrest. enak dari sputum atau
sputum, dispnea,  Melakukan perubahan f. Lakukan perawatan obat-obat yang
anoreksia, pola hidup untuk mulut sebelum dan digunakan yang dapat
penurunan meningkatkan dan sesudah tindakan merangsang muntah.
kemampuan mempertahankan berat pernapasan. g. Memaksimalkan intake
finansial. badan yang tepat. g. Anjurkan makan nutrisi dan menurunkan
sedikit dan sering iritasi gaster.
dengan makanan tinggi h. Memberikan bantuan
protein dan karbohidrat. dalarn perencaaan diet
Kolaborasi: dengan nutrisi adekuat
h. Rujuk ke ahli gizi unruk kebutuhan
untuk menentukan metabolik dan diet.
komposisi diet. i. Nilai rendah
i. Awasi pemeriksaan menunjukkan malnutrisi
laboratorium. (BUN, dan perubahan program
protein serum, dan terapi.
albumin).
a. Nyeri merupakan
respon subjekstif yang
dapat
diukur.b.Perubahan
frekuensi jantung TD
a. Observasi menunjukan bahwa
karakteristik nyeri, mis pasien mengalami nyeri,
tajam, konstan , ditusuk. khususnya bila alasan
Selidiki perubahan untuk perubahan tanda
karakter vital telah terlihat.
/lokasi/intensitas c. Tindakan non
nyeri.b. Pantau TTV analgesik diberikan
c. Berikan tindakan dengan sentuhan lembut
nyaman mis, pijatan dapat menghilangkan
punggung, perubahan ketidaknyamanan dan
posisi, musik tenang, memperbesar efek terapi
relaksasi/latihan nafas analgesik.
d. Tawarkan d. Pernafasan mulut dan
pembersihan mulut terapi oksigen dapat
Setelah diberikan dengan sering.. mengiritasi dan
tindakan keperawatan e. Anjurkan dan bantu mengeringkan membran
rasa nyeridapat pasien dalam teknik mukosa, potensial
berkurang atau menekan dada selama ketidaknyamanan umum.
Nyeri akut terkontrol, dengan KH: episode batukikasi. e. Alat untuk mengontrol
berhubungan  Menyatakan nyeri f. Kolaborasi dalam ketidaknyamanan dada
dengan inflamasi berkurang atauterkontrol pemberian analgesik sementara meningkatkan

paru, batuk menetap Pasien tampak rileks sesuai indikasi keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat
digunakan untuk
menekan batuk non
produktif, meningkatkan
kenyamanan
a. Mengetahui
peningkatan suhu tubuh,
memudahkan
intervensib. Mengurangi
panas dengan
pemindahan panas
secara konduksi. Air
hangat mengontrol
pemindahan panas
secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi
atau menggigil.
a. Kaji suhu tubuh c. Untuk mengganti
pasienb. Beri cairan tubuh yang hilang
kompres air hangat akibat evaporasi
c. Berikan/anjurkan d. Memberikan rasa
pasien untuk banyak nyaman dan pakaian
minum 1500-2000 yang tipis mudah
cc/hari (sesuai toleransi) menyerap keringat dan
d. Anjurkan pasien tidak merangsang
untuk menggunakan peningkatan suhu tubuh.
pakaian yang tipis dan e. Mendeteksi dini
mudah menyerap kekurangan cairan serta
keringat mengetahui
e. Observasi intake keseimbangan cairan dan
dan output, tanda vital elektrolit dalam tubuh.
(suhu, nadi, tekanan Tanda vital merupakan
Setelah diberikan darah) tiap 3 jam sekali acuan untuk mengetahui
tindakan keperawatan atau sesuai indikasi keadaan umum pasien.
Hipertermi diharapkan suhu tubuh f. Kolaborasi : f. Pemberian cairan
berhubungan kembali normal dengan pemberian cairan sangat penting bagi
dengan proses KH : intravena dan pemberian pasien dengan suhu
inflamasi aktif.  Suhu tubuh 36°C-37°C obat sesuai program. tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk
menurunkan panas tubuh
pasien.

a. Evaluasi respon a. Menetapkan


pasien terhadap kemampuan atau
aktivitas. Catat laporan kebutuhan pasien
dispnea, peningkatan memudahkan pemilihan
kelemahan atau intervensi.b.Menurunkan
kelelahan.b. Berikan stress dan rangsanagn
lingkungan tenang dan berlebihan,
batasi pengunjung meningkatkan istirahat.
Setelah diberikan selama fase akut sesuai c. Tirah baring
tindakan keperawatan indikasi. dipertahankan selama
pasien diharapkan c. Jelaskan pentingnya fase akut untuk
mampu melakukan istirahat dalam rencana menurunkan kebutuhan
aktivitas dalam batas pengobatandan perlunya metabolic, menghemat
yang ditoleransi dengan keseimbangan aktivitas energy untuk
kriteria hasil: dan istirahat. penyembuhan.
 Melaporkan atau d. Bantu pasien d. Pasien mungkin
menunjukan memilih posisi nyaman nyaman dengan kepala
peningkatan toleransi untuk istirahat. tinggi, tidur di kursi atau
Intoleransi aktivitas terhadap aktivitas yang e. Bantu aktivitas menunduk ke depan meja
berhubungan dapat diukur dengan perawatan diri yang atau bantal.
dengan adanya dispnea, diperlukan. Berikan e. Meminimalkan
ketidakseimbangan kelemahan berlebihan, kemajuan peningkatan kelelahan dan membantu
antara suplai dan dan tanda vital dalam aktivitas selama fase keseimbanagnsuplai dan
kebutuhan oksigen. rentan normal. penyembuhan. kebutuhan oksigen.
Kurang pengetahuan Setelah diberikan a. Kaji ulang a. Kemampuan belajar
tentang kondisi, tindakan keperawatan kemampuan belajar berkaitan dengan
pengobatan, tingkat pengetahuan pasien misalnya: keadaan emosi dan
pencegahan pasien meningkat, perhatian, kelelahan, kesiapan fisik.
berhubungan dengan kriteria hasil: tingkat partisipasi, Keberhasilan tergantung
dengan tidak ada  Menyatakan lingkungan belajar, pada kemarnpuan
yang menerangkan, pemahaman proses tingkat pengetahuan, pasien. b.Informasi
interpretasi yang penyakit/prognosisdan media, orang tertulis dapat membantu
salah, informasi kebutuhan pengobatan. dipercaya.b. Berikan mengingatkan pasien.
yang didapat tidak Melakukan perubahan Informasi yang spesifik c. Meningkatkan
lengkap/tidak prilaku dan pola hidup dalam bentuk tulisan partisipasi pasien
akurat, terbatasnya unruk memperbaiki misalnya: jadwal minum mematuhi aturan terapi
pengetahuan/kogniti kesehatan umurn dan obat. dan mencegah putus
f menurunkan resiko c. Jelaskan obat.
pengaktifan ulang penatalaksanaan obat: d. Mencegah keraguan
luberkulosis paru. dosis, frekuensi, terhadap pengobatan
 Mengidentifikasi gejala tindakan dan perlunya sehingga mampu
yang mernerlukan terapi dalam jangka menjalani terapi.
evaluasi/intervensi. waktu lama. Ulangi e. Kebiasaan minurn
 Menerima perawatan penyuluhan tentang alkohol berkaitan dengan
kesehatan adekuat interaksi obat terjadinya hepatitis
Tuberkulosis dengan f. Efek samping
obat lain. etambutol: menurunkan
d. Jelaskan tentang visus, kurang mampu
efek samping obat: melihat warna hijau.
mulut kering, konstipasi, g. Debu silikon beresiko
gangguan penglihatan, keracunan silikon yang
sakit kepala, mengganggu fungsi
peningkatan tekanan paru/bronkus.
darah. h. Pengetahuan yang
e. Anjurkan pasien cukup dapat mengurangi
untuk tidak minurn resiko penularan/
alkohol jika sedang kambuh kembali.
terapi INH. Komplikasi Tuberkulosis:
f. Rujuk perneriksaan formasi abses, empisema,
mata saat mulai dan pneumotorak, fibrosis,
menjalani terapi efusi pleura, empierna,
etambutol. bronkiektasis,
g. Berikan gambaran hernoptisis, u1serasi
tentang pekerjaan yang Gastro, Instestinal (GD,
berisiko terhadap fistula bronkopleural,
penyakitnya misalnya: Tuberkulosis laring, dan
bekerja di pengecoran penularan kuman.
logam, pertambangan,
pengecatan.
h. Review tentang
cara penularan
Tuberkulosis dan resiko
kambuh lagi.
a. Review patologi a. Membantu pasien agar
penyakit fase aktif/tidak mau mengerti dan
aktif, penyebaran infeksi menerima terapi yang
melalui bronkus pada diberikan untuk
jaringan sekitarnya atau mencegah
aliran darah atau sistem komplikasi.b. Orang-
limfe dan resiko infeksi orang yang beresiko
melalui batuk, bersin, perlu program terapi
meludah, tertawa., obat untuk mencegah
ciuman atau penyebaran infeksi.
menyanyi.b. c. Kebiasaan ini untuk
Identifikasi orang-orang mencegah terjadinya
yang beresiko terkena penularan infeksi.
infeksi seperti anggota d. Mengurangi risilio
keluarga, teman, orang penyebaran infeksi.
dalam satu e. Febris merupakan
perkumpulan. indikasi terjadinya
c. Anjurkan pasien infeksi.
menutup mulut dan f. Pengetahuan tentang
membuang dahak di faktor-faktor ini
tempat penampungan membantu pasien untuk
yang tertutup jika batuk. mengubah gaya hidup
Setelah diberikan d. Gunakan masker dan
tindakan keperawatan setiap melakukan menghindari/mengurangi
Risiko tinggi infeksi tidak terjadi penyebaran/ tindakan. keadaan yang lebih
penyebaran / aktivitas ulang infeksi, e. Monitor temperatur. buruk.
aktivitas ulang dengan kriteria hasil: f. Identifikasi individu g. Periode menular dapat

infeksi berhubungan Mengidentifikasi yang berisiko tinggi terjadi hanya 2-3 hari
dengan pertahanan intervensi untuk untuk terinfeksi ulang setelah permulaan
primer tidak mencegah/menurunkan Tuberkulosis paru, kemoterapi jika sudah
adekuat, fungsi silia resiko penyebaran seperti: alkoholisme, terjadi kavitas, resiko,
menurun/ statis infeksi. malnutrisi, operasi penyebaran infeksi dapat
sekret, malnutrisi, Menunjukkan/melakuka bypass intestinal, berlanjut sampai 3 bulan.
terkontaminasi oleh n perubahan pola hidup menggunakan obat h. INH adalah obat
lingkungan, kurang untuk meningkatkan penekan imun/ pilihan bagi penyakit
informasi tentang lingkungan yang. aman. kortikosteroid, adanya Tuberkulosis primer
infeksi kuman. - diabetes melitus, kanker. dikombinasikan dengan
g. Tekankan untuk obat-obat lainnya.
tidak menghentikan Pengobatan jangka
terapi yang dijalani. pendek INH dan
Kolaborasi: Rifampisin selama 9
h. Pemberian terapi bulan dan Etambutol
INH, etambutol, untuk 2 bulan pertama.
Rifampisin. i. Obat-obat sekunder
i. Pemberian terapi diberikan jika obat-obat
Pyrazinamid primer sudah resisten
(PZA)/Aldinamide, j. Untuk mengawasi
para-amino salisik keefektifan obat dan
(PAS), sikloserin, efeknya serta respon
streptomisin. pasien terhadap terapi
j. Monitor sputum
BTA.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Tn. R DENGAN MASALAH
TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

3.I PENGKAJIAN
I. Pengumpulan Data
Struktur dan sifat keluarga.
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Batu Tangga Kec.BAT.

2. Susunan Anggota Keluarga


NO NAMA J.KELAMIN UMUR HUBUNGAN PENDIDIKAN PEKRJAAN
1 Ny.M P 40Th Istri SD Tani
2 Tn.N L 29Th Anak SD Tani
3 Ny.SP P 25Th Menantu SD Tani

3. Tipe Keluarga
Merupakan type keluarga besar ( extended family ) yang terdiri atas ayah, ibu, satu orang anak
dan menantu perempuan.

4. Pengambilan Keputusan
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara musyawarah, anggota keluarga
yang paling menonjol dalam pengambilan keputusan adalah anak laki-laki Tn. R yang tinggal
serumah.

5. Hubungan Dalam Keluarga


Hubungan antar keluarga harmonis, komunikasi yang terjalin dalam keluarga baik, anggota
keluarga yang paling dipercaya adalah anak Tn. R yang tinggal serumah.

6. Kebiasaan Hidup Sehari-hari


a. Kebiasaan Istirahat dan Tidur
NO NAMA TIDUR SIANG TIDUR MALAM
1 Tn.R Jarang 6 – 7 jam 1 jam 
2 Tn.N Jarang 7 - 8 jam
3 Ny .S Jarang 7 - 8 jam

b. Kebiasaan Makan
Makanan pokok keluarga adalah nasi, lauk-pauk dgm frekwensi 3 x sehari. Pengadaan makanan
sehari-hari adalah memasak sendiri dengan komposisi jenis makanan bervariasi, kebiasaan
makan keluarga bersama-sama,tanpa ada alat makan yang dikhususkan untuk Tn.R
c. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi keluarga Tn. R 2 x sehari dengan menggunakan sabun, gosok gigi 3 x /hari
menggunakan pasta gigi. Ganti pakaian 2 x sehari atau bila kotor. Rambut dikeramas 2 - 3 x
seminggu, memotong kuku bila panjang, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, memakai
alas kaki bila keluar rumah.
d. Penggunaan Waktu Senggang
Waktu senggang digunakan anggota keluarga untuk beristirahat dan 3 bulan yang lalu
lebihrekreasi, sementara Tn. R sejak ia sakit banyak di rumah daripada bekerja.
e. Kebiasaan Tidak Sehat
Semua anggota keluarga Tn. R tidak ada yang merokok dan mengkonsumsi 3alkohol,
sementara Tn. R sendiri berhenti merokok sejak ia sakit ( bulan yang lalu). Kadang meludah
disembarang tempat, dan tempat penampungan ludah yang terbuka.

8. Faktor Sosial, Ekonomi dan Budaya


a. Pendapatan dan pengeluaran
Rp 350.00,-. Tidak ada penghasilanPendapatan keluarga perbulan  Rp 300.000,- dengan
keperluan perhari tambahan. Pengeluaran perbulan Rp 10.000.
b. Sosial dan Budaya.
Semua anggota keluarga adalah suku Jawa (WNI) dengan menggunakan bahasa Jawa untuk
komunikasi, semua anggoata keluarga beragama Islam, hubungan dengan masyarakat sekitar
baik, sebelum sakit Tn. R aktif dalam kegiatan keagamaan, saat sakit Tn. R lebih banyak di
rumah daripada mengikuti kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.

9. Faktor Lingkungan
a. Perumahan
Status pemilikan rumah adalah rumah sendiri dengan type non permanen dengan 1 ruang tamu,
ruang tengah, 2 kamar tidur dan 1 dapur tanpa WC dan kamar mandi, atap terdiri atas sirap,
lantai dari papan, ventilasi terdiri atas 6 buah jendela namun 2 buah jendela jarang di buka yaitu
pada kamar tamu dengan alasan orang tua jarang ada dirumah, penerangan listrik dan
pencahayaan kurang baik, keadaan di dalam rumah cukup bersih, pemakaian air dari sumur gali
cukup bersih, tidak berbau, tidak berasa serta jernih, sampah dikumpulkan disamping rumah
kemudian 3 m2 x 5 m2.dibakar, luas halaman

3.2 PRIORTAS MASALAH


a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru,
atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan,
batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2. Identifikasi orang lain yang beresiko
3. Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara
5. Awasi suhu sesuai indikasi
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal

3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


1. MengKaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2. MengIdentifikasi orang lain yang beresiko
3. MengAnjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari
meludah
4. MengKaji tindakan kontrol infeksi sementara
5. MengAwasi suhu sesuai indikasi
6. mIdentifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal

3.6 EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan
sekresi yang kental.
S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler
S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-asuhan-
keperawatan-tuberkulosis.html (diakses tgl 19 january, pkl 21:00)

http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askep-tuberkulosis-
paru.html (diakses tgl 19, pkl 21:35 )

http://search.4shared.com/q/1/askep%20tuberkulosis%20paru?view=ls(d
iakses tgl 21, pkl 20:30 )

http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/-tb-paru/ (diakses
tgl 21, pkl 21:23 )

Vous aimerez peut-être aussi