Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri tuberculosis yang jarang terjadi , namun
demikian merupakan salah satu penyebab penting dari penyakit peritonitis Karena perjalanan
penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini
dikirasebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena
Manifestasinya bisa mengenai paru-paru maupun organ ekstra paru, salah satunya adalah
tuberkulosis abdominal yang melibatkan saluran cerna, peritoneum, kelenjar limfe, atau
organ-organ intraabdominal yang solid. Gejalanya yang tidak khas dan menyerupai banyak
penyakit lain sangatlah menyulitkan dalam penegakan diagnosis. Asites adalah salah satu
gejala pada TB peritoneal, selain demam, keringat malam, penurunan berat badan dan nyeri
dalam mencermati hasil anamnesa, pemeriksaan isik dan laboratorium akan mampu
1
Pada umumnya, pasien dengan asites akan mengeluhkan rasa kembung yang semakin
memberat, dan sesak napas yang diakibatkan penekanan diafragma secara mekanis oleh
cairan asites. Asites dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti hipertensi portal
(misalnyapada sirosis atau ibrosis hati), keganasan (seperti pada peritoneal carcinomatosis),
Pendekatan awal pada pasien yang mengalami asites adalah dengan melakukan
diagnosis yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan isik, serta pemeriksaan cairan asites. Pada
anamnesis, pasien perlu digali secara intensif mengenai adanya riwayat penyakit hati, sebab
sirosis adalah penyebab asites dengan intesitas yang cukup tinggi. Selain itu, riwayat
konsumsi alkohol, sakit kuning, risiko hepatitis viral (termasuk transfusi, IVDU, tato, serta
riwayat keluarga dengan penyakit liver) juga perlu ditanyakan. Pada pasien-pasien dengan
asites dimana faktor risiko maupun bukti keberadaan sirosis (berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan isik, dan laboratorium serta pencitraan) tidak ditemukan, harus dicari
kemungkinan kanker, gagal jantung, TB, nefrogenik asites, maupun pankreatitis. Robekan
limfatik, trauma ureter, peritonitis klamidia, sindrom nefrotik (dewasa), SLE, miksedema,
serta komplikasi HIV juga dapat menjadi penyebab lain dari asites (Aditama,2002)
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama Pasien : An. A
Jenis Kelamin : Laki laki
Usia : 11 tahun 5 bulan 4 hari
Alamat : Kampung Ranca Cangkuang
Tanggal Masuk : 05042018
Tanggal keluar : 19042018
2.2 Anamnesis
Demam 2 minggu disertai mual muntah
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap.
Asupan Makanan
0 - 6 bulan : ASI
Tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100x/menit, reguler, lemah, ekual
Pernapasan : 22x/menit, reguler, tipe abdominotorakal
Suhu : 38,1oC
Status Antropometri
Usia : 11 Tahun 5 bulan 4 hari
4
Berat Badan : 27 kg
Panjang Badan : 137 cm
IMT : 14,4 (- 2 SD )
Kesimpulan status gizi : Gizi kurang.
Status Generalisata
Kepala : Normocephali, simetris, warna rambut hitam, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung : Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Liang telinga lapang (+), dan nyeri tekan (-)
Mulut : Sianosis (-),
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
JVP tidak meningkat
Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-),
sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan simetris kiri
dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal
Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di bagian dada
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3
hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup, batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midclavikularis kiri dengan
suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi : Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit sawo matang,
ikterik (-), pucat (-), tidak terdapat efloresensi yang bermakna, gerak dinding
perut simetris, tidak ada yang tertinggal
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit
5
Perkusi : Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness (-). Nyeri
ketok CVA (-), dumboard phenomenon (+)
Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense muskular, nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri tekan titik mcBurney (-), nyeri lepas titik
mcBurney (-), Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Psoas sign (-), Obturator
sign (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-), murphy sign (-),
ballotement (-), undulasi (-), Nyeri tekan suprapubik (-)
Ekstremitas
Atas : Kulit ikterik (+) kremer 5, Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-),CRT
<2”
Bawah : Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-),CRT <2”
2.6 Resume
6
Pasien An. a laki laki, berusia 11 tahun dengan keluhan utama demam sejak 2
minggu naik turun disertai dengan mual dan muntah. Serta BAB cair dan nyeri BAK.
Batuk sejak 1 minggu smrs. Pasien mengeluh nyeri seluruh lapang perut dalam masa
perawatan.
Pada pemeriksaan dilakukan pengujian serologi widal yang mengacu pada
demam tifoid dan dilakukan pemeriksaan penunjang usg abdomen dengan kesan
peritonitis TB. Dalam follow up darah rutin serial harian didapatkan anemia,
trombositopenia dan peningkatan haematokrit mengacu pada kebocoran plasma yang
di tunjang dengan hasil usg abdomen dengan kesan ascites minimal.
2.8 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Komunikasi – Informasi – Edukasi
- Tirah baring
Medikamentosa
IVFD RL 30 gtt makro
Cefotaxime 3 x 850mg IV
Omeprazole 1 x ½ vial IV
Ondansetron 3 x ½ amp IV
Parasetamol 3 x ¾ Cth
Konsul dr Sp.A
2.9 Follow – up
S : Demam sejak 2 minggu yang lalu disertai mual dan muntah, demam naik turun dan
meningkat pada malam hari. Mimisan (-) gusi berdarah (-). Muntah 4x sejak 1 hari
SMRS. (+) sejak 1 minggu SMRS. Batuk berdahak (-) sejak 1 minggu SMRS. BAK
nyeri sejak 1 minggu bak warna kuning. BAB cair sejak 5 hari SMRS 2x/hari, ampas (+)
lendir (-) darah (-). Pasien disertai dengan bibir pecah – pecah.
O : Td : 90/60 N: 100x/m R: 22x/m S: 38,1 c
7
Mata : Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH(-)
Abd : Soepel, nyeri tekan uluhati (+) Bising Usus(+) hepatomegaly (-)
Extr : akral hangat, edema (-)
Kulit : ikterik -
BB : 27 kg
A: TETAP
P: - TERAPI LANJUT
- TD 1
8
6/4/18
Subjektif Lemas, mual (-) muntah (-) BAB cair (+) Nyeri saat BAK (+) Batuk (+) flu (-)
Subjektif Panas (+) BAB cair (+) Nyeri perut tengah bawah
9
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Nyeri tekan abdomen kuadran bawah, Pemb
pembesaran lien (-) NT suprapubik (+)
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Planning - Th Lanjut
- Pro USG Abdomen
10
9/4/18
Subjektif Lemas, BAB cair (+) Nyeri saat BAK (+) Batuk (+) flu (-)
Hepar : Normal. Tampak sedikit bayangan bebas gema di sekitarnya. Kantung empe
Pankreas : Normal
Ginjal kanan dan kiri : normal
Vesica urinaria : Dinding tidak menebal, tidak terdapat masa / batu intraluminal.
Tampak nodul nodul hipoekoik multiple di sekitar aorta abdominalis dan di abdomen ka
tengah.
Kesan :
Pembesaran KGB multiple di sekitar aorta abdominalis dan abdomen kanan tengah dise
minimal menyokong peritonitis TB
USG hepar , kantung empedu, limpa, pancreas, kedua ginjal, dan VU saat ini tidak tamp
kelainan
11
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB
Planning - Th lanjut
11/4/18
12
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), nyeri perut kuadran bawah (+), Thympani, Pembesaran hepar (
pembesaran lien (-) NT suprapubik (+)
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB
Planning - Th lanjut
13
12/4/18
Planning - Th lanjut
13/4/18
Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)
14
Planning - Dexamethasone 3 x 7,5mg
- Th lanjut
16/4/18
Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)
15
17/4/18
Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)
Planning - Th lanjut
17/4/18
Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)
Planning BLPL
2.9 Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS TUBERCULOSIS
3.1 Definisi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri tuberculosis yang jarang terjadi , namun
demikian merupakan salah satu penyebab penting dari penyakit peritonitis. Karena perjalanan
penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira
sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena
3.2 Etiologi
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.Yang sering menyebabkan peritonitis
adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung
mengalami infeksi.
4. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
18
5. Iritasi tanpa infeksi.Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak
pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
6. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
3.3 Patofisiologi
kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam
gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan
Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam amino
skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan
cepat berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin
relatif. Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan
3.4 Klasifikasi
19
A. Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke
1. Peritonitis Streptococcus
2. Peritonitis pneumococcus
berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu dapat disebabkan oleh
3. Peritonitis gonococcus
4. Peritonitis tuberculosis
golongan umur.
B. Peritonitis Sekunder
biasanya :
20
- Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal atau nekrosis
pankreas.
- Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang paling sering adalah
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi
umum penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.
1. Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi tiba-tiba,
hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
2. Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap sebagai
tanda peritonitis dan ileus.
5. Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan tidak adanya
nyeri tekan.
6.Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari peritonitis.
21
7. Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan. (Peter,2000)
Tes Laboratorium
2. Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari ileus
paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus halus dan
usus besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus perforasi
(Jadvar,2001)
3.7 Diagnosis
Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi, secara umum
ditegakkan berdasarkan :
perforasi (misalnya perforasi usus), nyeri akan menyebar ke seluruh abdomen. Pada
utamanya, kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi dan bila pertahanan
tubuh cukup, maka peritonitis tidak akan berlanjut menjadi peritonitis umum.
2) Nausea dan vomitus biasanya terjadi.
3) Kolaps yang tiba - tiba dapat terjadi pada awal peritonitis.
2. Pemeriksaan Fisik
22
Abdomen :
Palpasi: : Rigiditas pada seluruh lapangan perut (+), nyeri tekan pada seluruh lapangan perut
(+), nyeri lepas pada seluruh lapangan perut (+)
3.8 Terapi
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa
telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit
dan etambutol selama dua bulan pertama, diikuti dengan rifampisin dan isoniazid selama
tujuh bulan berikutnya. Steroid ditambahkan untuk mencegah perlengketan antara usus
(Aditama,2002)
nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi usus akibat
ileus paralitik.
23
2. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian volume
mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah
peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
3. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah jenisnya
setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase
bedah, walaupun drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran oksigen
7. Pembedahan
atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan segera. Segala usaha harus
dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin benda asing dan material - material
infeksius.
24
b. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan
c. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu dengan
segera ( dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau terpisah dari ruangan yang
8. Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya gawat.
Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada terhadap
pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus
yang terbentuk pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang
dibayangkan (Demir,2001)
3.9 Komplikasi
25
c. Kegagalan organ - organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului
kemudian hari.(Jadvar,2001)
3.10 Prognosis
penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.
(Marshal,2000)
FARMAKOTERAPI
RIFAMPISIN
Stuktur
Golongan antibiotik rifampisin pertama kali ditemukan pada akhir 1950-an, di dalam
kimia yang bernama gugus ansa. Senyawa kimia golongan ini memiliki semacam sistem
cincin aromatik yang bernama naphtokuinone. Cincin tersebut terhubung dengan rantai
Mekanisme Kerja
dengan berikatan dengan sisi aktif enzim tersebut.Rifampisin tidak melekat pada enzim RNA
polimerase milik mamalia, oleh karena itu, antibiotik ini relatif tidak toksik terhadap
mamalia.
Resistensi
Resistensi terhadap rifampisin dapat terjadi ketika mutasi spontan pada bakteri
membuat enzim RNA polimerase bakteri tersebut kehilangan afinitas terhadap antibiotik
tersebut. Selain itu, resistensi terhadap rifampisin dapat dipengaruhi oleh keberadaan enzim
gugus hidroksil pada rantai karbon alifatik dalam antibiotik rifampisin. Resistensi melalui
27
Rumus Kimia
PIRAZINAMID
FARMAKOLOGI
tubuh dan cairan termasuk hari, paru dan cairan serebrospinal ;Difusi relatif dari darah
kedalam cairan serebrospinal : adekuat dengan atau tanpa inflamasi ;Cairan serebrospinal :
jam;Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: dalam 2 jam ;Ekskresi : urin (4% dalam
Stabilitas penyimpanan
Pyrazinamide tablet harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu 15 30C.
Tablet yang mengandung kombinasi tetap rifampisin, isoniazid dan pirazinamid harus
EFEK SAMPING
28
Hepatotoksisitas termasuk demam, anoreksia, hepatomegali, splenomegali, jaundice,
gagal hati; mual, muntah,kemerahan, disuria, atralgia, anemia sideroblastik, ruam dan
KONTRAINDIKASI
Kehamilan, kerusakan hati (monitor fungsi hati) ; diabetes ; gout (dihindari pada serangan
akut) ;Penggunaan obat pada pasien dengan penyakit hati : pasien atau keluarganya harus
diberitahu tanda-tanda gangguan fungsi hati , dan menyarankan untuk tidak meneruskan
pengobatan dan segera memeriksakan diri ;jika timbul gejala seperti: mual, muntah, malaise
Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker. ;Obat ini
dapat digunakan satu kali sehari atau dua kali sehari.;Gunakan obat ini hingga habis. Jika
anda tidak menggunakan obat ini sesuai dengan resep pada waktu yang telah ditentukan,
maka infeksi tidak dapat disembuhkan dan dapat terjadi masalah kesehatan yang serius pada
Anda.;Hubungi dokter bila terjadi demam, hilang nafsu makan, nyeri badan, mual, muntah,
urin berwarna gelap, warna kuning pada kulit dan mata, nyeri dan terjasi pembengkakan pada
sendi. ;Pada pasien dengan infeksi HIV, diperlukan durasi pengobatan yang lebih
panjang.;Tes laboratorium diperlukan untuk memonitor terapi. Pastikan hal ini dilakukan.
;Obat ini selalu digunakan bersama dengan obat lain untuk mengobati tuberkulosis.;Jangan
menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter. ;Kondisi medis awal
29
pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini. ;Jangan
menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran
dokter.;Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang
merawat.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika
terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat
dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan .;Jika lebih dari satu kali dosis
terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker.;Obat ini hanya digunakan oleh pasien yang
MEKANISME KERJA
lingkungan mejadi lebih rendah ; mekanisme aksi yang pasti tidak jelas.
ISONIAZID
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in
bakteri).
Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan
glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang
30
merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan
asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak
diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi
dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara
bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh
pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari (ISO,2011)
Efek samping
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain,
neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia
darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK,
Resistensi
dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah
terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam
meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe
TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk
31
TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga
praktis hanya minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk
memudahkan bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang diperlukan.
1. Tablet
2. Sirup
Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2 kemasan
o Sirup 125 ml
o Sirup 250 ml
FARMAKOLOGI
Absorpsi : cepat dan lengkap; kecepatan absorpsi dapat berkurang dengan adanya
makanan ;Distribusi : terdistribusi pada semua jaringan tubuh dan cairan tubuh termasuk
cairan serebrospinal; menembus plasenta; masuk ke dalam air susu ;Ikatan protein : 10%-
tipe asetilator ; eliminasi : asetilator cepat : 30-100 menit ; asetilator lambat : 2-5 jam; terjadi
perpanjangan pada pasien dengan kerusakan hati dan ginjal yang berat;Waktu untuk
mencapai kadar puncak, serum: 1- 2 jam ;Ekskresi : urin ( 75% sampai 95%); melalui feses
dan saliva;Rentang terapeutik : 1-7 mcg/ml (SI : 7-51 mol/L); Toxic ; 20-710 mcg/mL (SI:
Lindungi sediaan oral dari cahaya, udara dan panas yang berlebihan . Isoniazid tablet
harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,kedap cahaya pada temperatur kurang dari 40 oC,
lebih baik antara 15 - 30oC;Tablet yang mengandung kombinasi tetap rifampin, isoniazid dan
pyrazinamid harus dilindungi dari kelembaban yang berlebihan dan disimpan pada suhu 15 –
30oC
KONTRA INDIKASI
hati);Hipersensitivitas terhadap isoniazid atau komponen lain dalam sediaan ; penyakit hati
EFEK SAMPING
Mual, muntah, konstipasi; neuritis perifer dengan dosis tinggi (diperlukan profilaksis
anemia haemolitik, anemia aplastik; hepatitis (terutama umur diatas 35 tahun); syndrom like-
INTERAKSI MAKANAN
33
Harus digunakan satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan pada keadaan
lambung kosong; peningkatan asupan makanan yang mengandung folat, niasin, magnesium.
INTERAKSI OBAT
Efek sitokrom P450: substrat CYP2E1 (major); Menghambat CYP1A2 (lemah), 2A6
(sedang) , 2C8/9 (sedang) , 2C19 (kuat) , 2 D6 (sedang), 2E1 (sedang), 3A4 (kuat) ; induksi
triazolam), cisaprid, alkaloid ergot, HMG-CoA reduktase inhibitor tertentu (lovastatin dan
Mesoridazine dan thioridazine biasanya kontraindikasi dengan inhibitor CYP2D6 kuat. Jika
digunakan dengan inhibitor CYP3A4 kuat, diperlukan penyesuaian ;dosis untuk sildenafil
dan inhibitor PDE-5 yang lain.;Menurunkan efek: efek/kadar isoniazid diturunkan oleh garam
aluminium atau antasida. Isoniasid dapat menurunkan efek/kadar subsrat prodrug CYP2D6
PERINGATAN
Kerusakan hati; kerusakan ginjal; status asetilator lambat ( meningkatkan risiko efek
pasien atau keluarganya harus diberitahu bagaimana mengenal tanda-tanda gangguan hati dan
disarankan untuk menghentikan pengobatan serta segera memeriksakan diri jika muncul
gejala yang menetap seperti mual, ;muntah, malaise atau jaundice (penyakit kuning).
Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker. ;Gunakan
pada saat lambung kosong, sedikitnya 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Jika perlu,
gunakan obat ini bersama makanan untuk menurunkan rasa tidak enak pada lambung ;Pasien
tidak boleh lupa minum obat, jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi
dengan dokter ;Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat hingga pengobatan selesai
demam lebih dari 3 hari, nafsu makan berkurang,mual, muntah, warna kuning pada kulit dan
mata, urin berwarna gelap,ruam, mati rasa atau terjadi rasa gatal pada kaki dan
tangan.;Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas
anjuran dokter.;Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum
menggunakan obat ini. ;Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa
memberitahu dokter yang merawat.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum
obat setelah ingat. ;Jika terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat
berikutnya jangan minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga
kesehatan .;Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker
35
MEKANISME KERJA
MONITORING
Tes fungsi hati secara periodik;kultur sputum dilakukan tiap bulan (hingga diperoleh
ETAMBUTOL
NAMA KIMIA
Ethambutol hydrochloride
Etambutol hidroklorida merupakan serbuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam air dan
FARMAKOLOGI
dalam ginjal, paru, saliva dan sel darah merah;Difusi relatif dari darah ke dalam Ccairan
36
serebrospinal : cukup dengan atau tanpa inflamasi ;Cairan serebrospinal: normal meninges :
(20%) menjadi bentuk metabolit inaktif ;T eliminasi 2.5-3.6 jam; gagal ginjal terminal : 7-15
jam;Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: 2-4 jam;Ekskresi : urin (~ 50%) dan feses
STABILITAS PENYIMPANAN
Simpan pada suhu kamar yang terkontrol 20Oc hingga 25OC;Tablet etambutol
hidroklorida harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, dilindungi dari cahaya, kelembaban
KONTRA INDIKASI
EFEK SAMPING
Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) ,
INTERAKSI MAKANAN
Dapat digunakan bersama dengan makanan karena absorbsi tidak dipengaruhi oleh
INTERAKSI OBAT
37
Menurunkan efek : absorbsi menurun jika digunakan bersama alumunium hidroksida.
Hindari penggunaan bersama dengan antasida yang mengandung alumunium, beri jarak
PERINGATAN
Penurunan dosis pada kerusakan ginjal dan jika klirens kreatinin kurang dari 30
ml/menit, juga monitor konsentrasi plasma etambutol ; pasien usia lanjut; kehamilan, tes
ketajaman penglihatan sebelum pengobatan dan peringatkan pasien untuk segera ;melaporkan
Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker. ;Obat ini
harus digunakan bersama dengan obat tuberkulosis yang lain.;Obat ini harus digunakan satu
kali tiap 24 jam. Dapat digunakan bersama atau tanpa makanan.;Selama menggunakan obat
ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan penglihatan tiap bulan. Hubungi dokter jika
terjadi perubahan pada penglihatan. ;Ketajaman penglihatan biasanya dapat kembali seperti
semula setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah pengobatan dihentikan
38
;Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter ;Kondisi medis
awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini.
;Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran
dokter.;Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang
merawat.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika
terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat
dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari dokter atau apoteker.;Jika lebih dari satu kali
MEKANISME KERJA
DAFTAR PUSTAKA
Aditama T,Yoga, 2002,Tuberkulosis diagnosis, Terapi dan masalahnya Edisi IV, Jakarta,
yayasan penerbitan ikatan dokter Indonesia
Chow KM, Chow VC, Hung LC, Wong SM, Szeto.Tuberculous peritonitis-associated
mortality is high among patients waiting for the results of mycobacterial culture of
ascetic fluid samples. Clin Infect Dis. 2002;35:409-13
39
Ikatan Apoteker Indonesia, 2011, ISO Farmakoterapi 2, Jakarta, Penerbit Ikatan Apoteker
Indonesia
Jadvar H, Mindelzun RE, Olcott EW, Levitt DB. Still the great mimicker abdominal
tuberculosis. Am J Roentgenol. 2001;168:1455–60.
Peter C,hayes, 2000, Buku Saku Diagnosis dan terapi, Jakarta, EGC
Syamsudin, 2011, Buku Ajar farmakologi Efek samping obat, Jakarta, EGC
40