Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh kuman

mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan proses tuberculosis di tempat

lain, terutama paru-paru (Soeparwan, 1990:662)

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri tuberculosis yang jarang terjadi , namun

demikian merupakan salah satu penyebab penting dari penyakit peritonitis Karena perjalanan

penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini

dikirasebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena

penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih.

Infeksi Mycobacterium tuberculosa merupakan masalah besar di negara berkembang.

Manifestasinya bisa mengenai paru-paru maupun organ ekstra paru, salah satunya adalah

tuberkulosis abdominal yang melibatkan saluran cerna, peritoneum, kelenjar limfe, atau

organ-organ intraabdominal yang solid. Gejalanya yang tidak khas dan menyerupai banyak

penyakit lain sangatlah menyulitkan dalam penegakan diagnosis. Asites adalah salah satu

gejala pada TB peritoneal, selain demam, keringat malam, penurunan berat badan dan nyeri

abdomen. Banyak modalitas pemeriksaan penunjang dapat dipakai namun kebijaksanaan

dalam mencermati hasil anamnesa, pemeriksaan isik dan laboratorium akan mampu

menegakkan diagnosis TB abdominal.

1
Pada umumnya, pasien dengan asites akan mengeluhkan rasa kembung yang semakin

memberat, dan sesak napas yang diakibatkan penekanan diafragma secara mekanis oleh

cairan asites. Asites dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti hipertensi portal

(misalnyapada sirosis atau ibrosis hati), keganasan (seperti pada peritoneal carcinomatosis),

gagal jantung, dan penyebab lainnya seperti infeksi.

Pendekatan awal pada pasien yang mengalami asites adalah dengan melakukan

diagnosis yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan isik, serta pemeriksaan cairan asites. Pada

anamnesis, pasien perlu digali secara intensif mengenai adanya riwayat penyakit hati, sebab

sirosis adalah penyebab asites dengan intesitas yang cukup tinggi. Selain itu, riwayat

konsumsi alkohol, sakit kuning, risiko hepatitis viral (termasuk transfusi, IVDU, tato, serta

riwayat keluarga dengan penyakit liver) juga perlu ditanyakan. Pada pasien-pasien dengan

asites dimana faktor risiko maupun bukti keberadaan sirosis (berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan isik, dan laboratorium serta pencitraan) tidak ditemukan, harus dicari

kemungkinan kanker, gagal jantung, TB, nefrogenik asites, maupun pankreatitis. Robekan

limfatik, trauma ureter, peritonitis klamidia, sindrom nefrotik (dewasa), SLE, miksedema,

serta komplikasi HIV juga dapat menjadi penyebab lain dari asites (Aditama,2002)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama Pasien : An. A

Jenis Kelamin : Laki laki

Usia : 11 tahun 5 bulan 4 hari

Alamat : Kampung Ranca Cangkuang

Tanggal Masuk : 05­04­2018

Tanggal keluar : 19­04­2018

2.2 Anamnesis

Demam 2 minggu disertai mual muntah

Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah

Keluhan tambahan : Mual, nyeri pada ulu hati, demam

Riwayat penyakit sekarang :


 Pasien datang dibawa ibunya dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu
disertai mual dan muntah, demam naik turun dan meningkat pada malam hari.
Mimisan (-) gusi berdarah (-). Muntah 4x sejak 1 hari SMRS. (+) sejak 1 minggu
SMRS. Batuk berdahak (-) sejak 1 minggu SMRS. BAK nyeri sejak 1 minggu bak
warna kuning. BAB cair sejak 5 hari SMRS 2x/hari, ampas (+) lendir (-) darah (-).
Pasien disertai dengan bibir pecah – pecah.

3
 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada.

 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Tidak ada.

 Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien anak ke - 4, lahir secara normal di rumah,persalinan di bantu bidan pada usia
kehamilan 9 bulan. Langsung menangis. Berat badan lahir 2800gr.

 Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap.

 Asupan Makanan
0 - 6 bulan : ASI

 Riwayat Tumbuh Kembang


Orang tua pasien mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anaknya sama
dengan anak normal seusianya

2.3 Pemeriksaann Fisik


Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15, E4 M6 V5
Keadaan sakit : Sakit sedang

Tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100x/menit, reguler, lemah, ekual
Pernapasan : 22x/menit, reguler, tipe abdominotorakal
Suhu : 38,1oC

Status Antropometri
Usia : 11 Tahun 5 bulan 4 hari
4
Berat Badan : 27 kg
Panjang Badan : 137 cm
IMT : 14,4 (- 2 SD )
Kesimpulan status gizi : Gizi kurang.

Status Generalisata
Kepala : Normocephali, simetris, warna rambut hitam, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung : Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Liang telinga lapang (+), dan nyeri tekan (-)
Mulut : Sianosis (-),
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
JVP tidak meningkat
Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-),
sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan simetris kiri
dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal
Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di bagian dada
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3
hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup, batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midclavikularis kiri dengan
suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi : Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit sawo matang,
ikterik (-), pucat (-), tidak terdapat efloresensi yang bermakna, gerak dinding
perut simetris, tidak ada yang tertinggal
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit

5
Perkusi : Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness (-). Nyeri
ketok CVA (-), dumboard phenomenon (+)
Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense muskular, nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri tekan titik mcBurney (-), nyeri lepas titik
mcBurney (-), Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Psoas sign (-), Obturator
sign (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-), murphy sign (-),
ballotement (-), undulasi (-), Nyeri tekan suprapubik (-)
Ekstremitas
Atas : Kulit ikterik (+) kremer 5, Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-),CRT
<2”
Bawah : Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-),CRT <2”

2.5 Pemeriksaan Penunjang


( Pemeriksaan laboratorium tanggal 05/04/2018 )
Darah rutin
Hemoglobin : 11,7 g/dL
Hematokrit : 35 %
Leukosit : 7.400 /mm3
Trombosit : 75.000 / mm3
Widal
S. Thypi – O : 1/40
S. Parathypi AO : 1/160
S. Parathypi BO : 1/80
S. Parathypi CO : 1/40
S. Thypi – H : 1/80
S. Parathypi AH : Negatif
S. Parathypi BH : Negatif
S. Parathypi CH : Negatif
Kimia Klinik
SGOT : 72.4 U/L
SGPT : 30,4 U/L

2.6 Resume

6
Pasien An. a laki laki, berusia 11 tahun dengan keluhan utama demam sejak 2
minggu naik turun disertai dengan mual dan muntah. Serta BAB cair dan nyeri BAK.
Batuk sejak 1 minggu smrs. Pasien mengeluh nyeri seluruh lapang perut dalam masa
perawatan.
Pada pemeriksaan dilakukan pengujian serologi widal yang mengacu pada
demam tifoid dan dilakukan pemeriksaan penunjang usg abdomen dengan kesan
peritonitis TB. Dalam follow up darah rutin serial harian didapatkan anemia,
trombositopenia dan peningkatan haematokrit mengacu pada kebocoran plasma yang
di tunjang dengan hasil usg abdomen dengan kesan ascites minimal.

2.7 Diagnosis Kerja


 Demam Thypoid + Dengue Fever

2.8 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Komunikasi – Informasi – Edukasi
- Tirah baring

Medikamentosa
 IVFD RL 30 gtt makro
 Cefotaxime 3 x 850mg IV
 Omeprazole 1 x ½ vial IV
 Ondansetron 3 x ½ amp IV
 Parasetamol 3 x ¾ Cth
 Konsul dr Sp.A

2.9 Follow – up

S : Demam sejak 2 minggu yang lalu disertai mual dan muntah, demam naik turun dan
meningkat pada malam hari. Mimisan (-) gusi berdarah (-). Muntah 4x sejak 1 hari
SMRS. (+) sejak 1 minggu SMRS. Batuk berdahak (-) sejak 1 minggu SMRS. BAK
nyeri sejak 1 minggu bak warna kuning. BAB cair sejak 5 hari SMRS 2x/hari, ampas (+)
lendir (-) darah (-). Pasien disertai dengan bibir pecah – pecah.
O : Td : 90/60 N: 100x/m R: 22x/m S: 38,1 c

7
Mata : Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH(-)
Abd : Soepel, nyeri tekan uluhati (+) Bising Usus(+) hepatomegaly (-)
Extr : akral hangat, edema (-)
Kulit : ikterik -
BB : 27 kg
A: TETAP
P: - TERAPI LANJUT
- TD 1

8
6/4/18

Subjektif Lemas, mual (-) muntah (-) BAB cair (+) Nyeri saat BAK (+) Batuk (+) flu (-)

Objektif Kes: CM, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 100x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT sup
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam Thypoid

Planning - RL 20 tpm makro


- Cefotaxime 3 x 900mg iv
- Omeprazole 1x 30mg iv
- Parasetamol 3 x 2 cth
- Trolit 3 x 1 saach
- Bed Rest
- Diet makanan lunak
- Cek FR
7/4/18

Subjektif Panas (+) BAB cair (+) Nyeri perut tengah bawah

Objektif Kes: CM, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 85 x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

9
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Nyeri tekan abdomen kuadran bawah, Pemb
pembesaran lien (-) NT suprapubik (+)
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)

Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB

Planning - Th Lanjut
- Pro USG Abdomen

10
9/4/18

Subjektif Lemas, BAB cair (+) Nyeri saat BAK (+) Batuk (+) flu (-)

Objektif Kes: CM, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 100x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT s
(+)
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)

Hasil USG tanggal 9 april 2018


Hasil
Klinis : Peritonitis TB

Hepar : Normal. Tampak sedikit bayangan bebas gema di sekitarnya. Kantung empe
Pankreas : Normal
Ginjal kanan dan kiri : normal
Vesica urinaria : Dinding tidak menebal, tidak terdapat masa / batu intraluminal.
Tampak nodul nodul hipoekoik multiple di sekitar aorta abdominalis dan di abdomen ka
tengah.

Kesan :
Pembesaran KGB multiple di sekitar aorta abdominalis dan abdomen kanan tengah dise
minimal menyokong peritonitis TB
USG hepar , kantung empedu, limpa, pancreas, kedua ginjal, dan VU saat ini tidak tamp
kelainan

11
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB

Planning - FDC 1 x 3 tab


- Curcuma tab 2 x 1
- Th lanjut
10/4/18

Subjektif Lemas, mual (-) muntah (-) BAB cair (+)

Objektif Kes: CM ,Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 88x/m R:22x/m S:37,6’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT supra
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB

Planning - Th lanjut

11/4/18

Subjektif Demam (+) Nyeri perut (+)

Objektif Kes: CM, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 100x/m R:22x/m S:38,3’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

12
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), nyeri perut kuadran bawah (+), Thympani, Pembesaran hepar (
pembesaran lien (-) NT suprapubik (+)
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB

Planning - Th lanjut

13
12/4/18

Subjektif Demam (+) Nyeri perut (+)

Objektif Kes: CM, rewel, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 80x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT supra
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB

Planning - Th lanjut

13/4/18

Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)

Objektif Kes: CM, rewel, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 85x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT supra
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB

14
Planning - Dexamethasone 3 x 7,5mg
- Th lanjut

16/4/18

Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)

Objektif Kes: CM, rewel, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 88x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT supra
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + Susp Peritonitis TB

Planning - Pro SADT


Th lanjut

15
17/4/18

Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)

Objektif Kes: CM, rewel, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 88x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT supra
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)

HASIL LABORATORIUM HAEMATOLOGI

Sediaan Apus Darah Tepi tanggal 17/4/18


Eritrosit : Hipokrom, anisositosis, normoblast (-)
Leukosit : Jumlah cukup, dijumpai sel franula toksik pada sel neutrophil. Tidak ada kelainan
Trombosit : Jumlah tampak berkurang, Terlihat beberapa giant trombosit.
Assesment Demam thypoid + susp Peritonitis TB + Anemia ec defisiensi ferum

Planning - Th lanjut

17/4/18

Subjektif Demam (-) Mual (-) BAB cair (-) nyeri perut (-)

Objektif Kes: CM, rewel, Sakit sedang


TTV :
- TD : 90/60 N : 88 x/m R:22x/m S:38,1’C BB : 27Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Hidung : PCH (-)
16
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), Gallop -/-
Abdomen : Supel, BU (+), Thympani, Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-) NT supra
Extremitas : hangat, CRT < 2”, Oedema (-)
Analysis Demam thypoid + susp Peritonitis TB + Anemia ec Defisiensi ferum

Planning BLPL

2.9 Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia

2.10 Diagnosis Akhir

Demam thypoid + susp Peritonitis TB + Anemia ec Defisiensi ferum

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

PERITONITIS TUBERCULOSIS
3.1 Definisi

Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh kuman

mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan proses tuberculosis di tempat

lain, terutama paru-paru (Soeparwan,2001)

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri tuberculosis yang jarang terjadi , namun

demikian merupakan salah satu penyebab penting dari penyakit peritonitis. Karena perjalanan

penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira

sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena

penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih (Chow,2002)

3.2 Etiologi

Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :

1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.Yang sering menyebabkan peritonitis

adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas.

Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung

terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami

penyembuhan jika diobati.


2. Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke rongga abdomen.
3. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites) dan

mengalami infeksi.
4. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.

18
5. Iritasi tanpa infeksi.Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak

pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
6. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman

(termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia) (Marshall,2000)

3.3 Patofisiologi

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami

kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam

gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti interleukin, dapat

memulai kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa perkembangan

selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba mengkompensasi

dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.

Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu terjadi

hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut

meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan

menimbulkan penurunan perfusi splanik.

Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam amino

skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan

cepat berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin

relatif. Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan

hormonal dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes (Aditama,2002)

3.4 Klasifikasi

19
A. Peritonitis Primer

Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke

peritoneum.Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:

1. Peritonitis Streptococcus

Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus, penderita terbanyak berusia ± 4

tahun akibat infeksi saluran pernafasan, seperti tonsilitis atau faringitis.

2. Peritonitis pneumococcus

Penyebabnya adalah pneumococcus, penderita terbanyak adalah anak perempuan

berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu dapat disebabkan oleh

pneumonia dan infeksi telinga tengah.

3. Peritonitis gonococcus

Sering terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.

4. Peritonitis tuberculosis

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat terjadi pada semua

golongan umur.

B. Peritonitis Sekunder

Peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum,

biasanya :

20
- Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal atau nekrosis

pankreas.

- Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang paling sering adalah

E. coli dan Bacteroides fragilis.

- Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :

1) Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus

2) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites

3) Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis. (Rasheed,2007)

3.5 Gejala Klinis

Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi

umum penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.

1. Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi tiba-tiba,
hebat, dapat terlokalisir ataupun difus

2. Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap sebagai
tanda peritonitis dan ileus.

3. Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi pernafasan.

4. Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.

5. Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan tidak adanya
nyeri tekan.

6.Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari peritonitis.

21
7. Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan. (Peter,2000)

3.6 Pemeriksaan penunjang

Tes Laboratorium

1. Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik asdosis,

pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi kegagalan-kegagalan ; pernapasan,

hepatik dan renal

2. Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari ileus

paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus halus dan

usus besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus perforasi

(Jadvar,2001)

3.7 Diagnosis

Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi, secara umum

ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa. Penderita akan mengeluhkan adanya :


1) Nyeri abdominal akut yang terjadi secara tiba - tiba, hebat, dan pada penderita

perforasi (misalnya perforasi usus), nyeri akan menyebar ke seluruh abdomen. Pada

keadaan lain, misalnya apendisitis, nyeri mula - mula dikarenakan penyebab

utamanya, kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi dan bila pertahanan

tubuh cukup, maka peritonitis tidak akan berlanjut menjadi peritonitis umum.
2) Nausea dan vomitus biasanya terjadi.
3) Kolaps yang tiba - tiba dapat terjadi pada awal peritonitis.

2. Pemeriksaan Fisik

22
Abdomen :

Inspeksi : Simetris, distensi (+)

Palpasi: : Rigiditas pada seluruh lapangan perut (+), nyeri tekan pada seluruh lapangan perut
(+), nyeri lepas pada seluruh lapangan perut (+)

Perkusi : Hipertimpani, pekak hati menurun / tidak ada

Auskultasi : Peristaltik usus menurun / tidak ada (Demir,2001)

3.8 Terapi

Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa

telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit

dasarnya memerlukan tindakan bedah.

Sedangkan Terapi peritonitis tuberkulosa meliputi: rifampisin, isoniazid, pirazinamid,

dan etambutol selama dua bulan pertama, diikuti dengan rifampisin dan isoniazid selama

tujuh bulan berikutnya. Steroid ditambahkan untuk mencegah perlengketan antara usus

(Aditama,2002)

Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :

1. Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa dan pemasangan selang

nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi usus akibat

ileus paralitik.

23
2. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.

Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian volume

intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan

mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah

peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.

3. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah jenisnya

setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme

mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase

bedah, walaupun drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis

yang cukup pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

4. Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa ke

hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran oksigen

yang cukup adalah penting.

5. Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.

6. Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati

7. Pembedahan

Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis yang fundamental. Penyingkiran

atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan segera. Segala usaha harus

dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin benda asing dan material - material

infeksius.

a. Koreksi penyakit dasar.

24
b. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan

antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai sekarang.

c. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu dengan

segera ( dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau terpisah dari ruangan yang

dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat mengganggu organ

dalam. Indikasi drainase adalah :

• Pengumpulan pus yang terlokalisir.

• Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapatdibuang.

• Penutupan organ berongga yang tidak aman.

8. Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya gawat.

Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada terhadap

pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus

yang terbentuk pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang

dibayangkan (Demir,2001)

3.9 Komplikasi

a. Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.

b. Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.

25
c. Kegagalan organ - organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului

kematian beberapa hari sebelumnya.

d. Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal di

kemudian hari.(Jadvar,2001)

3.10 Prognosis

Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan,

penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.

(Marshal,2000)

FARMAKOTERAPI

RIFAMPISIN

Rifampisin adalah sebuah golongan antibiotik yang mempunyai spektrum luas.

Rifampisin adalah antibiotik yang banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi


26
Mycobacterium tuberculosis. Rifampisin juga efektif menghadapi infeksi Staphylococcus dan

Neisseria meningitidis. Antibiotik ini merupakan bentuk pengobatan pertama untuk

menanggulangi penyakit tuberkulosis dan lepra.

Stuktur

Golongan antibiotik rifampisin pertama kali ditemukan pada akhir 1950-an, di dalam

bakteri tanah Streptomyces medditerranei. Rifampisin termasuk dalam kelompok senyawa

kimia yang bernama gugus ansa. Senyawa kimia golongan ini memiliki semacam sistem

cincin aromatik yang bernama naphtokuinone. Cincin tersebut terhubung dengan rantai

karbon alifatik (ISO,2011)

Mekanisme Kerja

Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein,

terutama pada tahap transkripsi.Rifampisin menghalangi pelekatan enzim RNA polimerase

dengan berikatan dengan sisi aktif enzim tersebut.Rifampisin tidak melekat pada enzim RNA

polimerase milik mamalia, oleh karena itu, antibiotik ini relatif tidak toksik terhadap

mamalia.

Resistensi

Resistensi terhadap rifampisin dapat terjadi ketika mutasi spontan pada bakteri

membuat enzim RNA polimerase bakteri tersebut kehilangan afinitas terhadap antibiotik

tersebut. Selain itu, resistensi terhadap rifampisin dapat dipengaruhi oleh keberadaan enzim

yang me-nonaktifkan rifampisin dengan memindahkan molekul ADP-ribosil ke salah satu

gugus hidroksil pada rantai karbon alifatik dalam antibiotik rifampisin. Resistensi melalui

enzim dapat tersebar melalui penyebaran horizontal lewat plasmid (Janet,2008)

27
Rumus Kimia

PIRAZINAMID

FARMAKOLOGI

Bakteriostatik atau bakterisid tergantung pada konsentrasi obat pada tempat

infeksi;Absorbsi : diabsorbsi dengan baik ;Distribusi : terdistribusi luas kedalam jaringan

tubuh dan cairan termasuk hari, paru dan cairan serebrospinal ;Difusi relatif dari darah

kedalam cairan serebrospinal : adekuat dengan atau tanpa inflamasi ;Cairan serebrospinal :

inflamasi meninges : 100%;Ikatan protein : 50%;Metabolisme : hepatik ;T eliminasi : 9-10

jam;Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: dalam 2 jam ;Ekskresi : urin (4% dalam

bentuk obat tidak berubah) (Janet,2008)

Stabilitas penyimpanan

Pyrazinamide tablet harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu 15 30C.

Tablet yang mengandung kombinasi tetap rifampisin, isoniazid dan pirazinamid harus

dilindungi dari kelembaban yang berlebihan.

EFEK SAMPING

28
Hepatotoksisitas termasuk demam, anoreksia, hepatomegali, splenomegali, jaundice,

gagal hati; mual, muntah,kemerahan, disuria, atralgia, anemia sideroblastik, ruam dan

kadang-kadang fotosensitivitas (Syamsudin, 2011)

KONTRAINDIKASI

Kehamilan, kerusakan hati (monitor fungsi hati) ; diabetes ; gout (dihindari pada serangan

akut) ;Penggunaan obat pada pasien dengan penyakit hati : pasien atau keluarganya harus

diberitahu tanda-tanda gangguan fungsi hati , dan menyarankan untuk tidak meneruskan

pengobatan dan segera memeriksakan diri ;jika timbul gejala seperti: mual, muntah, malaise

dan jaundice (ISO,2011)

INFORMASI PADA PASIEN

Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti

kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan

dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker. ;Obat ini

dapat digunakan satu kali sehari atau dua kali sehari.;Gunakan obat ini hingga habis. Jika

anda tidak menggunakan obat ini sesuai dengan resep pada waktu yang telah ditentukan,

maka infeksi tidak dapat disembuhkan dan dapat terjadi masalah kesehatan yang serius pada

Anda.;Hubungi dokter bila terjadi demam, hilang nafsu makan, nyeri badan, mual, muntah,

urin berwarna gelap, warna kuning pada kulit dan mata, nyeri dan terjasi pembengkakan pada

sendi. ;Pada pasien dengan infeksi HIV, diperlukan durasi pengobatan yang lebih

panjang.;Tes laboratorium diperlukan untuk memonitor terapi. Pastikan hal ini dilakukan.

;Obat ini selalu digunakan bersama dengan obat lain untuk mengobati tuberkulosis.;Jangan

menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter. ;Kondisi medis awal
29
pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini. ;Jangan

menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran

dokter.;Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang

merawat.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika

terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat

dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan .;Jika lebih dari satu kali dosis

terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker.;Obat ini hanya digunakan oleh pasien yang

mendapat resep. Jangan diberikan pada orang lain

MEKANISME KERJA

Perubahan menjadi asam pirazinoat pada strain Mycobacterium dimana pH

lingkungan mejadi lebih rendah ; mekanisme aksi yang pasti tidak jelas.

ISONIAZID

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in

vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh

bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan

glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang
30
merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan

asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak

diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi

dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara

bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh

pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari (ISO,2011)

Efek samping

Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain,

neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia

darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK,

kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia,

gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus (Syamsudin, 2011)

Resistensi

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan

dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah

terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam

meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak

yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe

TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk

mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

31
TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga

praktis hanya minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk

memudahkan bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang diperlukan.

TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:

1. Tablet

Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet

2. Sirup

Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2 kemasan

o Sirup 125 ml

o Sirup 250 ml

FARMAKOLOGI

Absorpsi : cepat dan lengkap; kecepatan absorpsi dapat berkurang dengan adanya

makanan ;Distribusi : terdistribusi pada semua jaringan tubuh dan cairan tubuh termasuk

cairan serebrospinal; menembus plasenta; masuk ke dalam air susu ;Ikatan protein : 10%-

50%;Metabolisme : Melalui hati dengan penurunan kecepatan metabolisme tergantung pada

tipe asetilator ; eliminasi : asetilator cepat : 30-100 menit ; asetilator lambat : 2-5 jam; terjadi

perpanjangan pada pasien dengan kerusakan hati dan ginjal yang berat;Waktu untuk

mencapai kadar puncak, serum: 1- 2 jam ;Ekskresi : urin ( 75% sampai 95%); melalui feses

dan saliva;Rentang terapeutik : 1-7 mcg/ml (SI : 7-51 mol/L); Toxic ; 20-710 mcg/mL (SI:

146-5176 mol/L) (Janet,2008)


32
STABILITAS PENYIMPANAN

Lindungi sediaan oral dari cahaya, udara dan panas yang berlebihan . Isoniazid tablet

harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,kedap cahaya pada temperatur kurang dari 40 oC,

lebih baik antara 15 - 30oC;Tablet yang mengandung kombinasi tetap rifampin, isoniazid dan

pyrazinamid harus dilindungi dari kelembaban yang berlebihan dan disimpan pada suhu 15 –

30oC

KONTRA INDIKASI

Drug induced liver disease (obat dapat menginduksi timbulnya penyakit

hati);Hipersensitivitas terhadap isoniazid atau komponen lain dalam sediaan ; penyakit hati

akut, riwayat kerusakan hati selama terapi dengan isoniazid (ISO,2011)

EFEK SAMPING

Mual, muntah, konstipasi; neuritis perifer dengan dosis tinggi (diperlukan profilaksis

piridoksin), neuritis optik, konvulsi,episode psikosis, vertigo; reaksi hipersensitivitas

termasuk demam, eritema multiforma, purpura; gangguan darah ;termasuk agranulositosis,

anemia haemolitik, anemia aplastik; hepatitis (terutama umur diatas 35 tahun); syndrom like-

systemic lupus erythematosus, pellagra, hyper reflexia, hiperglikemia dan dilaporkan

ginekomastia (Syamsudin, 2011)

INTERAKSI MAKANAN

33
Harus digunakan satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan pada keadaan

lambung kosong; peningkatan asupan makanan yang mengandung folat, niasin, magnesium.

Tidak diperlukan pembatasan makanan yang mengandung tyramin.

INTERAKSI OBAT

Efek sitokrom P450: substrat CYP2E1 (major); Menghambat CYP1A2 (lemah), 2A6

(sedang) , 2C8/9 (sedang) , 2C19 (kuat) , 2 D6 (sedang), 2E1 (sedang), 3A4 (kuat) ; induksi

CYP2E1 (sesudah dihentikan);Meningkatkan efek/toksisitas : penggunaan bersama

disulfiram menyebabkan reaksi intoleransi akut. Isoniazid dapat meningkatkan kadar/efek

amiodaron, ampfetamin, benzodiazepin, beta-blocker, calcium channel blocker, citalopram,

deksmedetomidin, ;anestesi, lidokain, mesoridazin, methsuksimid, mirtazapin, nateglinid,

nefazodon, paroksetin, fenitoin, pioglitazon, propanolol, risperidon, ritonavir, rosiglitazon,

sertralin, sildenafil (dan inhibitor PDE-5 yang lain), tacrolimus, teofilin,

thioridazin;antidepresan trisiklik,trimetadon,venlafaxin.Warfarin dan substrat dari

CYP2A6,2C8/9,2C19, 2D6,2E1 , atau 3A4. Benzodiazepin tertentu (midazolam dan

triazolam), cisaprid, alkaloid ergot, HMG-CoA reduktase inhibitor tertentu (lovastatin dan

simvastatin), ;dan pimozide biasanya kontraindikasi dengan inhibitor CYP3A4 kuat.

Mesoridazine dan thioridazine biasanya kontraindikasi dengan inhibitor CYP2D6 kuat. Jika

digunakan dengan inhibitor CYP3A4 kuat, diperlukan penyesuaian ;dosis untuk sildenafil

dan inhibitor PDE-5 yang lain.;Menurunkan efek: efek/kadar isoniazid diturunkan oleh garam

aluminium atau antasida. Isoniasid dapat menurunkan efek/kadar subsrat prodrug CYP2D6

(seperti kodein, hidrokodone, oksikodon, tramadol) (Janet,2008)

PERINGATAN

Kerusakan hati; kerusakan ginjal; status asetilator lambat ( meningkatkan risiko efek

samping); epilepsi; riwayat psikosis; ketergantungan alkohol, malnutrisi, diabetes melitus,


34
infeksi HIV (resiko neuritis perifer) ; kehamilan dan menyusui ; porfiria.;Gangguan hati :

pasien atau keluarganya harus diberitahu bagaimana mengenal tanda-tanda gangguan hati dan

disarankan untuk menghentikan pengobatan serta segera memeriksakan diri jika muncul

gejala yang menetap seperti mual, ;muntah, malaise atau jaundice (penyakit kuning).

INFORMASI PADA PASIEN

Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti

kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan

dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker. ;Gunakan

pada saat lambung kosong, sedikitnya 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Jika perlu,

gunakan obat ini bersama makanan untuk menurunkan rasa tidak enak pada lambung ;Pasien

tidak boleh lupa minum obat, jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi

dengan dokter ;Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat hingga pengobatan selesai

akan mengakibatkan kegagalan terapi dan meningkatkan risiko memburuknya

kesehatan.;Minimalisasi penggunaan alkohol. Alkohol dapat meningkatkan resiko

hepatitis.;Segera memeriksakan diri ke dokter bila timbul lemah yg berkepanjangan,atau

demam lebih dari 3 hari, nafsu makan berkurang,mual, muntah, warna kuning pada kulit dan

mata, urin berwarna gelap,ruam, mati rasa atau terjadi rasa gatal pada kaki dan

tangan.;Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas

anjuran dokter.;Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum

menggunakan obat ini. ;Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa

memberitahu dokter yang merawat.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum

obat setelah ingat. ;Jika terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat

berikutnya jangan minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga

kesehatan .;Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker

35
MEKANISME KERJA

Tidak diketahui, namun diperkirakan terjadi penghambatan sintesis asam mikolat

yang menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri(ISO,2011)

MONITORING

Tes fungsi hati secara periodik;kultur sputum dilakukan tiap bulan (hingga diperoleh

hasil 2 kali kultur negatif) ; monitoring tanda-tanda prodromal hepatitis.

ETAMBUTOL

NAMA KIMIA

Ethambutol hydrochloride

SIFAT FISIKO KIMIA

Etambutol hidroklorida merupakan serbuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam air dan

larut dalam alkohol. pKa 6,1 dan 9,2

FARMAKOLOGI

Absorbsi : ~ 80% ;Distribusi : terdistribusi secara luas dalam tubuh; terkonsentrasi

dalam ginjal, paru, saliva dan sel darah merah;Difusi relatif dari darah ke dalam Ccairan

36
serebrospinal : cukup dengan atau tanpa inflamasi ;Cairan serebrospinal: normal meninges :

0% ; inflamasi meninges : 25%;Ikatan protein : 20% hingga 30%;Metabolisme : hepatik

(20%) menjadi bentuk metabolit inaktif ;T eliminasi 2.5-3.6 jam; gagal ginjal terminal : 7-15

jam;Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: 2-4 jam;Ekskresi : urin (~ 50%) dan feses

(20%) dalam bentuk obat yang tidak berubah (janet,2008)

STABILITAS PENYIMPANAN

Simpan pada suhu kamar yang terkontrol 20Oc hingga 25OC;Tablet etambutol

hidroklorida harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, dilindungi dari cahaya, kelembaban

dan suhu panas yang berlebihan.

KONTRA INDIKASI

Neuritis optik, keterbatasan penglihatan (ISO,2011)

EFEK SAMPING

Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) ,

pruritus, urtikaria dan trombositopenia (Syamsudin, 2011)

INTERAKSI MAKANAN

Dapat digunakan bersama dengan makanan karena absorbsi tidak dipengaruhi oleh

makanan, dapat menyebabkan iritasi lambung

INTERAKSI OBAT

37
Menurunkan efek : absorbsi menurun jika digunakan bersama alumunium hidroksida.

Hindari penggunaan bersama dengan antasida yang mengandung alumunium, beri jarak

minimal 4 jam dari pemberian etambutol (Janet,2008)

PENGARUH PADA ANAK

Tidak direkomendasikan untuk penggunaan anak-anak dibawah umur 13 tahun

PERINGATAN

Penurunan dosis pada kerusakan ginjal dan jika klirens kreatinin kurang dari 30

ml/menit, juga monitor konsentrasi plasma etambutol ; pasien usia lanjut; kehamilan, tes

ketajaman penglihatan sebelum pengobatan dan peringatkan pasien untuk segera ;melaporkan

jika terjadi perubahan dalam penglihatan; anak-anak direkomendasikan melakukan

monitoring oftalmologi secara rutin

INFORMASI PADA PASIEN

Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti

kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan

dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker. ;Obat ini

harus digunakan bersama dengan obat tuberkulosis yang lain.;Obat ini harus digunakan satu

kali tiap 24 jam. Dapat digunakan bersama atau tanpa makanan.;Selama menggunakan obat

ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan penglihatan tiap bulan. Hubungi dokter jika

terjadi perubahan pada penglihatan. ;Ketajaman penglihatan biasanya dapat kembali seperti

semula setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah pengobatan dihentikan
38
;Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter ;Kondisi medis

awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini.

;Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran

dokter.;Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang

merawat.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika

terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat

dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari dokter atau apoteker.;Jika lebih dari satu kali

dosis terlewat, hubungi dokter atau apoteker

MEKANISME KERJA

Menekan multiplikasi bakteri, dengan cara mengganggu sintesis RNA.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T,Yoga, 2002,Tuberkulosis diagnosis, Terapi dan masalahnya Edisi IV, Jakarta,
yayasan penerbitan ikatan dokter Indonesia

Aditama T,Yoga,2002, Tuberkulosis Klinis, Jakarta, Widya medika

Chow KM, Chow VC, Hung LC, Wong SM, Szeto.Tuberculous peritonitis-associated
mortality is high among patients waiting for the results of mycobacterial culture of
ascetic fluid samples. Clin Infect Dis. 2002;35:409-13

Demir K, Okten A, Kaymakoglu S, Dincer D, Besisik F, Cevikbas U, et al. Tuberculous


peritonitis-report of 26 cases, detailing diagnostic and therapeutic problems. Eur J
Gastroenterol Hepatol. 2001;13:581–5.

39
Ikatan Apoteker Indonesia, 2011, ISO Farmakoterapi 2, Jakarta, Penerbit Ikatan Apoteker
Indonesia

Jadvar H, Mindelzun RE, Olcott EW, Levitt DB. Still the great mimicker abdominal
tuberculosis. Am J Roentgenol. 2001;168:1455–60.

Janet. L, Stringer. Edisi 3, 2008, Konsep Dasar Farmakologi,Jakarta, EGC

Marshall JB. Tuberculosis of gastrointestinal tract and peritoneum. Am J Gastroenterol.


2000;88:989–99.

Peter C,hayes, 2000, Buku Saku Diagnosis dan terapi, Jakarta, EGC

Rasheed S, Zinicola R, Watson D, Bajwa A, McDonald PJ. Intra-abdominal and


gastrointestinal tuberculosis. Colorectal Dis. 2007;9:773–83.

Syamsudin, 2011, Buku Ajar farmakologi Efek samping obat, Jakarta, EGC

40

Vous aimerez peut-être aussi