Vous êtes sur la page 1sur 7

MATERIALITAS, RISIKO DAN STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN

1. DEFINISI MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas
mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas
laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Adit dalam
Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempeertimbangkan
materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia.
Konsep Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat
mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya
penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan
informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan
auditan.
Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat
memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan
yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan
memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan.
Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan
berikut ini :
a) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta
pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
b) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai
dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
c) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat
perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan

1
secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan
kecurangan.
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
a) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat
diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh
oleh salah saji tersebut.
b) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi
salah saji material.

2. CARA MENETAPKAN TINGKAT MATERIALITAS


Langkah – langkah dalam menetapkan materialitas adalah :
a) Menetapkan pertimbangan awal tentang materialitas
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah
maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji
tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor
menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu
merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang
pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan.
Auditor seringkali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
yang disebutkan dengan pertimbangan tentang materialitas yang direvisi. Hal ini
terjadi karena auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan terlalu
besar atau terlalu kecil.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertinbangan pendahuluan auditor
tentang materialitas adalah materialitas yang memiliki konsep yang relatif, dasar
yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas, dan faktor – faktor kualitatif.
Pertimbangan awal mengenai materialitas adalah jumlah maksimum suatu salah
saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor tidak
mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Adapun penetapan
materialitas sendiri bertujuan untuk membantu auditor merencanakan bahan
bukti yang cukup.
Seorang auditor eksternal dituntut untuk memiliki profesionalisme yang
tinggi. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional yang tinggi
ada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas
jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan.
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
dalam perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut

2
dengan materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat
materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam
mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi
tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan
kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubugan salah saji dengan
jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif
berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif
tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang
menimbulkan salah saji tersebut.
b) Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas kedalam
segmen
Hal ini perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti persegmen
dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan yang nantinya akan
membantu auditor dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus
dikumpulkan. Ketika auditor mengalokasikan pertimbangan pendahuluan
tentang materialitas ke saldo akun, materialitas yang dialokasikan ke saldo akun
tertentu itu sebagai salah saji yang dapat ditoleransi.
c) Mengestimasi total salah saji dalam segmen
Salah saji yang diketahui adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya
dapat ditentukan oleh auditor. Salah saji yang mungkin terbagi menjadi dua jenis
yaitu salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan
auditor tentang estimasi saldo akun, contohnya adalah perbedaan estimasi
penyisihan piutang tak tertagih atau kewajiban garansi. Jenis kedua adalah
proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu
populasi, contohnya adalah auditor menggunakan salah saji yang ditemukan
yaitu 6 dari jumlah sampel 200 untuk mengestimasi total salah saji yang
mungkin dalam persediaan. Total ini disebut estimasi atau proyeksi atau
ekstrapolasi karena hanya sampel yang diaudit, bukan keseluruhan populasi.
d) Memperkirakan salah saji gabungan
Jumlah salah saji yang diproyeksikan dalam langkah ketiga untuk setiap
akun kemudian digabungkan dalam kertas kerja.
e) Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan
atau yang direvisi tentang materialitas

3
Langkah terakhir setelah dilakukan langkah ketiga dan keempat yaitu gabungan
salah saji yang mungkin dibandingkan dengan materialitas.

3. JENIS – JENIS RISIKO AUDIT


Dari rumusan model risiko audit ada 4 (empat) jenis risiko audit. Masing-masing
jenis risiko audit tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Planned Detection Risk (Risiko Penemuan yang Direncanakan)
Adalah risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal
menemukan kekeliruan yang melampaui jumlah yang dapat ditolerir. Jika
kekeliruan semacam itu timbul. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan:
a) PDR tergantung pada tiga unsur risiko lainnya dalam model. Jadi risiko
penemuan yang direncanakan hanya akan berubah jika auditor mengubah
salah satu unsur lainnya.
b) PDR menentukan besarnya bukti yang akan dikumpulkan. Hubungan antara
PDR dengan bukti berbanding terbalik. Jika nilai risiko penemuan yang
direncanakan diperkecil, berarti jumlah bukti yang harus dikumpulkan
auditor dalam audit lebih banyak.
b. Acceptable Audit Risk (Risiko Audit yang dapat diterima)
Adalah ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa laporan
keuangn mengandung salah saji material tanpa pengecualian telah diberikan.
Risiko ini ditetapkan secara subyektif bahwa auditor bersedia menerima laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar setelah audit selesai dan pendapat wajar
tanpa pengecualian telah diberikan. Kalau auditor menetapkan tingkat risiko
audit yang dapat diterima rendah, berarti ia ingin lebih memastikan bahwa tidak
ada kekeliruan yang material dalam laporan keuangan.
Tingkat risiko nol berarti kepastian penuh bahwa laporan keuangan tidak
mengandung kekeliruan yang materia dan tingkat risiko ini 100% berarti auditor
sangat tidak yakin kalau laporan keuangan tidak mengandung salah saji atau
kekeliruan yang material.
c. Inherent Risk (Risiko Bawaan atau Risiko Melekat)
Adalah penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah
saji) dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi, sebelum
memperhitungkan faktor efektivitas pengendalian intern.
Risiko bawaan menunjukkan faktor kerentanan laporan keuangan terhadap
kekeliruan yang material dengan asumsi tidak ada pengendalian intern.
Bila auditor berkesimpulan bahwa akan banyak kemungkinan terjadi
kekeliruan tanpa pengendalian intern, berarti risiko bawaannya tinggi.

4
Faktor pengendalian intern tidak diperhitungkan dalam menetapkan
inherent risk (risiko bawaan) karena dalam model risiko audit hal itu akan
diperhitungkan tersendiri sebagai risiko pengendalian.
Hubungan antara risiko bawaan (inherent risk) dengan risiko penemuan
(planned detection risk) serta rencana pengumpulan bukti adalah bahwa inherent
risk sifatnya berbanding terbalik dengan planned detection risk rendah, maka
planned detection risk tinggi dan bukti yang harus dikumpulkan pun sedikit.
d. Control Risk (Risiko Pengendalian)
Adalah ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan
(salah saji) dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak
terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern klien. Risiko
pengendalian (control risk) mengandung unsur:
a) Apakah struktur pengendalian intern klien cukup efektif untuk mendeteksi
atau mencegah kekeliruan.
b) Keinginan auditor untuk membuat penetapan tersebut di bawah nilai
maksimum (100%) dalam rencana audit.
Misalnya: auditor menyimpulkan bahwa struktur pengendalian intern yang
ada sama sekali tidak efektif dalam mencegah atau mendeteksi kekeliruan.

4. HUBUNGAN MASING – MASING RISIKO AUDIT


Baik resiko pengendalian maupun resiko inheren umumnya ditentukan bagi
setiap siklus, setiap akun, dan seringkali pula bagi setiap tujuan audit, bukan bagi
keseluruhan penugasan audit, dan kemungkinan besar akan sangat bervariasi dari
satu siklus ke siklus lainnya, sari satu akun ke akun lainnya, serta dari satu tujuan
audit ke tujuan audit lainnya untuk suatu penugasan audit saja. Pengendalian intern
barangkali memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi untuk sejumlah akun yang
terkait dengan saldo daripada atas akun-akun yang terkait dengan aktiva tetap.
Selanjutnya, resiko pengendalian pun akan berbeda bagi akun-akun yang berbeda.
Resiko akseptibilitas audit umumnya ditetapkan oleh auditor selama fase
perencanaan dan ditetapkan pada tingkat yang sama bagi setiap siklus dan akun
utama. Para auditor umumnya mempergunakan tingkat resiko akseptibilitas audit
yang sama bagi setiap segmen karena berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat
resiko akseptibilitas audit terkait dengan seluruh aspek penugasan audit, bukan pada
masing-masing akun.
Tetapi, pada beberapa kasus, tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih
rendah barangkali akan lebih tepat bagi suatu akun daripada akun-akun lainnya.

5
Dalam contoh terdahulu, walaupun auditor memutuskan untuk menggunakan suatu
tingkat resiko akseptibilitas audit yang menengah bagi keseluruhan penugasan audit,
auditor dapat saja memutuskan untuk mengurangi tingkat resiko akseptibilitas audit
hingga tingkat yang rendah bila ternyata persediaan tersebut dipergunakan sebagai
jaminan atas suatu kredit jangka pendek.
Beberapa auditor menggunakan tingkat resiko akseptibilitas audit yang sama
dengan tingkat resiko akseptibilitas audit atas keseluruhan penugasan audit bagi
setiap segmen auditnya, sementara sejumlah auditor lain menggunakan suatu tingkat
resiko akseptibilitas audit yang lebih tinggi bagi setiap segmen.
Karena tingkat resiko pengendalian dan tingkat resiko inheren sangat
bervariasi dari satu siklus ke siklus lainnya, dari satu akun ke akun lainnya, atau dari
satu tujuan audit ke tujuan audit lainnya, maka tingkat resiko deteksi terencana serta
jumlah bukti audit yang direncanakan pun semakin bervariasi. Setiap penugasan
didasari oleh situasi-situasi yang berbeda, serta rentang bukti audit yang diperlukan
akan tergantung pada sejumlah situasi yang unik. Sebagai contoh, pada suatu
penugasan audit, akun persediaan barangkali akan membutuhkan pengujian yang
ekstensif akibat dari lemahnya pengendalian intern serta akibat dari pertimbangan
tentang tingkat keusangan yang terjadi dari sejumlah perubahan teknologi yang
terdapat dalam industry. Dalam penugasan audit yang sama, akun piutang dagang
barangkali hanya memerlukan sedikit pengujian saja karena efektifnya tingkat
pengendalian intern yang ada, tingkat penagihan piutang yang tinggi, serta temuan
audit yang baik pada penugasa audit tahun-tahun sebelumnya. Maka bagi suatu audit
atas persediaan, auditor dapat menetapkan suatu penilaian bahwa di dalam akun
tersebut terdapat suatu tingkat resiko inheren yang tinggi atas suatu salah saji dalam
nilai yang terealisasi akibat dari tingginya potensi keusangan persediaan, tetapi
menetapkan suatu tingkat resiko inheren yang rendah atas suatu salah saji dalam
klasifikasi karena pada klien tersebut hanya terdapat persediaan yang dibeli dari
pihak ketiga saja.

6
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2008. Auditing, Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Jilid 1.


Edisi Keempat. Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN
Haryono Jusup, Al. 2014. Auditing Edisi II (Pengauditan berbasis ISA).
Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ekonomi.

Vous aimerez peut-être aussi